tingkat produktifitas lahan. Hal ini menyebabkan masalah pada proses alih produksi yang berjalan setengah-setengah sangat berpengaruh pada tingkat
produktivitas kebun.
Kemudian terkait dengan pengembalian dana pinjaman bibit kelapa sawit juga mengalami kredit macet. Hal ini terjadi karena hilangnya KUD yang membawahi
KT yang pada akhirnya petani-petani mitra yang biasa membayar melalui KUD merasa bingung dengan prosedur pengembalian hutang bibit. Artinya, bukannya
petani tidak memiliki niat untuk membayar. Akan tetapi, mediasi dalam proses ini bagai lenyap di telan bumi yakni KUD.
Masih ada beberapa konflik dalam pelaksanaan kemitraan antara PTPN VII dengan petani mitra, pada awal pembukaan lahan sudah ada masalah yang muncul
kepermukaan. Ketidakpuasan masyarakat atas luas dan pembagian lahan dapat melahirkan kecemburuan sosial yang memicu konflik di antara masyarakat
sendiri.
C. Strategi Penanggulangan Hambatan
Mengenai penanganan konflik yang hadir dalam pelaksanaan pola kemitraan, biasanya diselesaikan melalui forum pertemuan secara periodik. Pada kasus
khusus diupayakan penyelesaian dengan melibatkan instansi terkait atau berwenang yang mengacu pada asas muyawarah dan saling menguntungkan.
Untuk meminimalisir konflik dibuatlah aturan main yang jelas dan transparan dalam kemitraan sehingga tidak berat sebelah atau menguntungkan kedua belah
pihak. Oleh karena itu penyusunan aturan melibatkan para pelaku utama dalam
kemitraan. Jika terdapat konflik atau perbedaan pendapat dalam hal kredit tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah mufakat maka secara terpaksa melalui
jalur hukum atau pengadilan negeri setempat.
Aturan main yang dibuat antara lain adalah mengenai hak dan kewajiban antara petani mitra dan PTPN VII sebagai perusahaan. Hak petani mitra adalah
memperoleh bibit, memperoleh penyuluhan dan latihan dalam usaha tani kelapa sawit dari PTPN VII, dan memperoleh kesempatan untuk menjual TBS dengan
persyaratan yang telah dibuat bersama. Sedang kewajiban petani mitra yaitu menandatangani Surat Pernyataan Hutang SPPH atas kredit bibit, menjadi
anggota kelompok tani atau KUD, memelihara kebun dengan baik sesuai dengan petunjuk teknis dari perusahaan mitra atau petugas penyuluh, menjual tanaman
pokok petani pada PTPN VII sebagai mitra sesuai dengan perjanjian jual beli hasil kebun, dan mematuhi kewajiban pembayaran hutang-hutangnnya hingga lunas
dari hasil penjualan produksi petani.
Sementara hak perusahaan adalah ikut menetapkan petani mitra yang berhak menerima kredit atau bibit, membatalkan hak sebagai petani mitra yang
melanggar peraturan yang berlaku, dan menerima kredit sesuai dengan yang telah disepakati. Dan kewajiban perusahaan adalah menetapkan petunjuk dan
bimbingan teknis dalam penanaman, pemeliharaan hingga panen, secara berkala memberikan informasi mengenai harga TBS yang akan dibeli perusahaan kepada
petani mitra melalui KT dan KUD secara transparan, menampung dan membeli TBS dari petani sesuai dengan harga ketetapan pemerintah dan turut membina
petani mitra melalui kelompok tani dan KUD. Sehingga menjadi mitra kerja yang tangguh dan mandiri.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari ”Poltak” 11 Maret 2010. Untuk penanggulangan masalah pembayaran kredit kelapa sawit PTPN VII bidang
kemitraan memunculkan solusi dengan cara penagihan door to door namun cara ini dirasa kurang efektif oleh Sinder bidang Kemitraan. Hal ini dikarenakan pada
program kemitraan tidak disediakan dana guna melakukan penagihan langsung ke rumah petani mitra. Karena, seyogyanya pengembalian hutang dilakukan dengan
memotong hasil penjualan TBS ke pabrik PTPN VII.
D. KONSTRIBUSI KEMITRAAN