Panen dan Pemasaran. KEHIDUPAN MASYARAKAT PARSALAKAN SEBELUM TAHUN 1970

menjual kepada tauke, petani salak tersebut ada juga yang menyisakan salaknya untuk dijual di depot salak yang ada di depan rumah mereka, dan ada juga tauke yang mau menampung untuk dijual ke kota yang dekat dengan Parsalakan yaitu Padangsidimpuan dan Sibolga.

BAB IV PENGARUH PERTANIAN SALAK BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT

PARSALAKAN 4.1 Kehidupan Ekonomi Sistem pertanian masyarakat Parsalakan sebelum mendapatkan rangsangan baru masih belum memiliki nilai ekonomis. Hasil pertanian salak mereka bisa dikatakan melimpah, tetapi tidak akan menjadi berarti jika belum mengembangkan perekonomian petaninya, karena tidak adanya pemasaran serta pihak-pihak yang bisa mendistribusikan komoditi tersebut. Banyak terdapat pohon-pohon salak di Parsalakan, hanya saja salak tersebut masih hanya dikonsumsi untuk kepentingan pribadi saja, dan kalaupun hendak dijual, masih menggunakan alat transportasi yang sederhana yaitu pedati yang ditarik oleh kerbau. Proses jual belinya pun masih sekedar sistim barter dan yang dibarter pun masih dalam lingkup untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Kondisi seperti ini berlangsung cukup lama, tetapi sama sekali belum memajukan perekonomian masyarakat Parsalakan, artinya salak belum memiliki nilai ekonomis. Sementara mereka sudah cukup puas apabila kebutuhan hidupnya sudah terpenuhi tanpa harus memenuhi kebutuhan lainnya. Bagi penduduk Parsalakan, interaksi dengan dunia luar sangat berperan besar dalam memajukan perekonomian mereka.Melihat kondisi geografis Parsalakan yang terletak di jalur jalan raya yang menghubungkan Padangsidimpuan-Sibolga, tidak menyulitkan mereka dalam melakukan kontak dengan pedagan-pedagang dari luar desa mereka. Padangsidimpuan sebagai kota terdekat ke Parsalakan menjadi komoditi distribusi salak mereka. Mendapat respons yang positif dari masyarakat Padangsidimpuan karena buah salak yang ternyata banyak digemari oleh penduduk tersebut. Saking besarnya minat penduduk Padangsidimpuan, pada periode tahun 1970-an Padangsidimpuan sudah mulai dikenal sebagai kota salak. Hal tersebut dapat kita lihat dari tabel produksi salak Indonesia dimana mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sumber : Departemen Pertanian 2012 Hasil produksi salak Indonesia pada tahun 1970an berada di kisaran 20.000 ton per tahunnya, sementara salak pondoh mulai dibudidayakan pada tahun 1980.Maka bisa ditarik kesimpulan produksi salak nasional pada tahun tersebut mayoritas berasal dari Angkola Barat. Selain penduduk Padangsidimpuan, para pengunjung yang datang dari luar kota juga menjadi tertarik akan buah salak tersebut, sebab Padangsidimpuan yang terletak di persimpangan jalur jalan raya, yaitu menghubungkan kota Padang di arah selatan, ke Sibolga pada arah barat laut, Sipirok dan Tarutung di sebelah utara dan ke sebelah timur laut menuju ke Gunungtua hingga ke Rantauprapat. Hal tersebut semakin menegaskan posisi Padangsidimpuan sebagai kota salak menjadi dikenal banyak orang, karena buah salak tersebut menjadi buah tangan oleh setiap orang baik yang hendak berkunjung ke Padangsidimpuan ataupun hanya singgah saja sejenak untuk beristirahat. Dengan semakin terkenalnya Padangsidimpuan menjadi kota salak dikarenakan banyaknya salak yang dijual, membuat permintaan akan salak tentunya menjadi naik. Hal tersebut menjadi keuntungan tersendiri bagi petani-petani salak yang berada di daerah Parsalakan, sebab ternyata salak mempunyai nilai jual tersendiri. Besarnya permintaan akan buah salak dan menjadi semakin jelasnya pemasaran akan buah salak tersebut, memberi keuntungan tersendiri bagi petani salak tersebut sebab akan menambah penghasilan mereka. Pohon –pohon salak pun mulai diperhatikan, baik dari mulai penanaman, perawatan bahkan hingga pemanenan agar hasil yang diharapkan dapat menghasilkan salak yang berkualitas. Selain, Padangsidimpuan dan Sibolga menjadi daerah pemasaran salak, ternyata menarik minat para tauke untuk menjual salak ke kota lain. Salah satu tauke yang terkenal di Parsalakan adalah tauke MSH. Tauke MSH tersebut sudah beroperasi sejak tahun 1970-an dan sudah memasarkan salak ke berbagai kota yang ada di Sumatera Utara. Dengan tumbuhnya imej salak Sidimpuan dan semakin meluasnya pemasaran salak membuat penghasilan petani salak pun mengalami peningkatan yang signifikan dan hal tersebut selaras dengan semakin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer, sekunder bahakan tertier. Pada hakikatnya manusia mempunyai kecenderungan untuk tetap hidup dan mengembangkan harkat kehidupan sosialnya.Mereka didorong oleh hasrat untuk hidup lebih baik sesuai dengan harkat manusia sebagai makhluk individu dan sosial.Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya cenderung untuk mencari dari berbagai sumber yang ada, terutama berkaitan dengan potensi di sekeliling mereka hidup dan bertempat tinggal.Begitu pula halnya dengan masyarakat Parsalakan.Dari pertanian salak yang dilakukan oleh masyarakat Desa Parsalakan memberi banyak sekali perubahan.Perubahan yang dialami berbeda-beda.Ada yang mengalami perubahan yang sangat mencolok dan ada juga yang mengalami perubahan secara lambat.Perubahan tersebut tergantung dari kesanggupan masing- masing individu untuk berusaha dengan semaksimal mungkin memperbaiki hidupnya kearah yang lebih baik.Besar dan kecilnya penghasilan yang mereka dapat juga tentunya tidak luput dari seberapa luasnya lahan yang mereka miliki. Jika lahan yang dimiliki seorang petani luas, maka tentu hasil yang akan diperoleh pastinya akan banyak, akan tetapi sebaliknya jikalau lahan yang dimiliki sedikit atau tidak luas maka penghasilan yang akan diperoleh akan sedikit. Melihat pola penanaman salak yang ada di Parsalakan dengan bermodalkan tenaga dan motivasi yang tinggi demi kehidupan yang lebih baik, maka tak heran seorang petani tersebut akan mendapatkan keuntungan dari setiap hasil penjualan salaknnya. Biasanya setiap selesai memanen dan menjual hasil produksi salaknya maka si petani tersebut akan menghitung penghasilan yang dimilikinya dan sudah mulai memikirkan rencana ke depannya hendak dipakai untuk apakah uang yang telah didapatkan dari hasil penjualan salak tersebut. Perubahan ke arah yang baik tersebut bisa dilihat dari bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan rumah tangganya.Biasanya masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membeli beras, gula, ikan dan sayuran dari Pasar Sitinjak yang berada di Kelurahan Sitinjak dan merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Angkola Barat. Kelurahan Sitinjak tidak jauh dari Parsalakan, hanya berjarak 7 km saja, dan dapat ditempuh dalam waktu kira-kira setengah jam saja dengan sepeda motor atau dengan mobil. Buah-buahan dapat diperoleh masyakat dengan menanam pohon pisang,kelapa,dan durian di sekitar areal pohon salak tersebut, sebab seperti sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, pohon salak membutuhkan pohon penaung. Selain itu, pohon penaung yang ditanam tersebut juga dapat menjadi penghasilan tambahan