Struktur Makro Tematik Analisis Teks dalam Buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan

              Artinya: “Allah mengilhami sukma kejahatan dan kebaikan. Sungguh, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan Sungguh merugilah orang yang mengotorinya. ” QS. Asy-Syams 91: 8-10 3 Sebagaimana yang dikatakan Cak Nun, Ihsan berarti yang terbaik. Kalau kita melakukan yang terbaik maka Allah pasti akan memberikan yang terbaik. Ketika Allah memberitakan mengenai kematangan kebaikan, kebenaran, dan keindahan di Alquran selalu memakai kata Ihsan. Semua yang sifatnya puncak kebaikan selalu Allah menggunakan kata Ihsan. Intinya tindakan yang baik atau positif pasti akan berbuah baik dan positif juga, maka rekasi atau tindakan positif berarti Ihsan. c. Kemerdekaan berpikir Ada saat dimana seseorang perlu mengesampingkan segala sesuatu yang diketahui, diyakini, dan dirasakannya, sehingga dapat terbebas dari belenggu pikiran yang dapat merusak banyak hal. Mungkin kerusakan itu tidak instan, tetapi keruskan itu datang perlahan-lahan hingga menimbulkan kerusakan besar. Hal ini sangatlah penting agar seseorang dapat berpikir jernih merdeka dan akhirnya menghasilkan output yang baik, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk orang lain di sekitarnya. Sebagaimana yang diungkapkan dalam teks berikut: 3 Terje mah ayat ini diambil dari buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient” karya Ary Ginanjar Agustian Jilid 1 hal. 39 ... “Meski secara fisik terbelenggu, ia mampu berpikir merdeka. Inilah kemerdekaan berpikir.” Sungguh banyak keuntungan yang akan didapatkan seseorang jika mampu berpikir jernih merdeka dalam segala hal, bahkan sesuatu yang sejatinya akan berdampak negatif justru bisa berbalik dan akhirnya dapat berdampak positif. Keadaan ini tidak sedikit dialami oleh sedikit orang, melainkan banyak dialami oleh orang yang mau melakukannya berpikir jernih. Hal ini bisa dilakukan sesorang dengan menggunkan suara hati fitrahnya yang murni dalam segala situasi yang dihadapinya sebagai sumber kebenaran dan penuntun hidupnya, sehingga output yang dihasilakan selalu positif. Sebagimana diterangkan dalam Alquran:                   Artinya: “Sesungguh, kebenaran jelasberbeda dari kesesatan. Maka barangsiapa ingkar kepada Thaghut syaithan dan sembahan selain Allah, dan ia beriman kepada Allah, sungguh, ia berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan putus. ” QS. Al-Baqarah 2: 256 4 Ada beberapa bagian ihsan, termasuk semua sifat baik seorang mukmin seperti takwa, warak, zuhud, khusyuk, khudu rendah hati, sabar, sidik benar, tawakal, adab baik budi, tobat kembali ke jalan yang benar, in’abah berpaling kepada Allah, 4 Terjemah ayat ini diambil dari buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1 karya Ary Ginanjar Agustian hal. 41 hilm lembut, rahmah kasih sayang, dermawan, tawaduk rendah hati, haya sederhana, syajaa berani, dan lain-lain. Walapun kemerdekaan berpikir Berpikir Jernih tidak disebutkan disini, tentulah hal itu merupakan bagian dari sifat baik seorang mukmin.

2. Superstruktur Skematik

Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Struktur skematik atau superstruktur menggambarkan bentuk umum dari suatu teks. Bentuk teks umumnya terdiri dari pendahuluan, isi, dan penutup. Untuk melihat bentuk teks itu seperti apa, dapat dibagi menjadi dua kategori besar yaitu: Pertama, summary; yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead teras berita. Kedua, story; yakni isi berita secara keseluruhan. Judul pada bagian satu buku ini adalah Zero Mind Process ZMP; Proses Pembersihan Hati dan Pikiran. Judul ini mengandung arti bahwasanya sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa kita telah dikarunia sebuah jiwa yang dengan jiwa itu kita bebas menentukan sebuah pilihan, yakni bereaksi positif atau negatif. Oleh karena itu, tentunya seseorang dapat memilih reaksi positif sebagai pilihan terbaik dengan cara menggunakan suara hati fitrahnya yang murni, sehingga seseorang itu dapat terbebas dari berbagai belenggu negatif akan hati dan pikirannya yang pada akhirnya dapat membawa kepada kesucian hati yang fitrah. Hal ini tentu sangat sesuai dengan kriteria Ihsan, sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh Ali bin Muhammad Al-Jurjani w.816 H dalam Kitab al- Ta’rifat: Ihsan adalah kata benda-verbal mashdar yang mengacu kepada apa yang seharusnya dilakukan seseorang dengan cara yang sebaik-baiknya. Begitupun dengan apa yang dikatakan oleh Syeikh Muhammad Hisyam Al-Kabbani dalam bukunya Tasawuf dan Ihsan: Ihsan adalah menghiasi diri dengan sifat-sifat baik, dan memperelok diri secara batin dan lahir. Lead atau teras berita yang terdapat dalam bagian ini adalah “Sungguh, Allah tidak akan mengubah nasib satu kaum jika mereka tidak mengubah keadaanya sendiri..” QS Ar-Ra’d Gemuruh 13:11. Begitulah Ary Ginanjar Agustian menjadikan ayat suci Alquran, yaitu surat Ar- Ra’d 13:11 sebagai lead atau teras berita dalam bagian satu ini. Tentulah ayat ini memiliki makna yang berkaitan erat dengan judul tersebut, yakni diri kita sendirilah sebenarnya penanggung jawab penuh dari semua reaksi, sikap, dan juga keputusan. Diri sendirilah penanggung jawab utama atas sikap yang diambil, bukan lingkungannya. Diri sendirilah sesungguhnya penentu pilihan tersebut. Inti dari semua isi teks pada bagian ini adalah semua manusia sebenarnya memiliki suara hati fitrah yang sama, universal dan terekam dalam God Spot fitrah, dengan syarat hati manusia berada dalam kondisi fitrah suci. Oleh karena itu, untuk mencapai derajat Ihsan kita harus dalam kondisi yang suci terlebih dahulu agar kita senantiasa dapat menggunakan suara hati fitrah kita sebagai penuntun setiap tindakan dan jalan hidup kita. Serta kita harus senantiasa memeliharanya dengan dzikir Asmaul Husna yang merupakan sumber suara hati fitrah, yaitu dengan melakukannya di setiap doa dan di akhir shalat. Dengan begitu perlahan- lahan kita akan merasakan sebuah getaran di dasar hati dan sebuah makna akan terpancar dari Asmaul Husna. Orang yang merdeka adalah yang terbebas dari belenggu prasangka negatif, prinsip-prinsip hidup yang salah, pengalaman yang membelenggu pikiran, egoisme kepentingan, pembanding-pembanding subjektif, dan belenggu fanatisme yang menyesatkan. Sehingga hasil akhir yang diharapkan pada teks ini adalah lahirnya suara hati murni, atau dianamakan fitrah God Spot, yaitu kembali pada hati suci yang fitrah dan terbebas dari berbagai belenggu pikiran negatif yang menutup suara hati fitrah. Dengan kata lain suara hati futrah merupakan kunci bagi pencapaian Ihsan itu sendiri.

3. Struktur Mikro

a. Semantik Semantik merupakan salah satu kerangka analisis Van Dijk yang melihat kepada satuan terkecil dari struktur kebahasaan berupa kalimat, kata dan hubungan antar kalimat. Pada analisis semantik, makna yang terkandung dalam kalimat diteliti baik yang eksplisit tertulis maupun implisit tersembunyi. 1 Latar Latar dalam sebuah teks ialah suatu keadaan situasional saat teks dibuat. Dalam sebuah teks, latar belakang sebuah peristiwa dapat dicantumkan atau tidak, tergantung dari kepentingan penulis. Latar digunakan untuk mengarahkan makna dari suatu teks hendak dibawa kemana. Latar yang ditampilkan dapat sesuai dengan kehendak penulis atau bahkan bertentangan dengan pendapatnya. Latar dalam teks ini terdapat pada pendahuluan buku ini dan kata pengantar dari sang penulis. Latar belakang dituliskannya buku ini adalah dimotivasi oleh keadaan penulis yang mengalami sebuah proses pencarian panjang akan jati diri dan makna hidupnya hingga merasa tersiksa jiwanya, pencarian itu begitu memporakporandakan hidupnya hingga akhirnya menghancurkan semua yang ia miliki. Hal ini memunculkan keinginan kuat baginya untuk menulis dan juga berbagi terutama kepada orang-orang yang mengalami hal serupa juga kepada semua orang yang membaca buku ini. Dengan menulis itulah, perjalannan pencariannya semakin intens dan fokus. Dalam tulisan tersebut penulis mencoba mengaitkan intelektualitas, mentalitas, dan nilai spiritulitas agar dapat menjadi satu kesatuan yang utuh. Penulis juga melakukan studi literatur dan membaca berbagai buku bacaan sebagai referensi. Hingga akhirnya jawaban atas pencarian spiritual penulis dapatkan ketika tulisan tersebut usai. Dan dari situlah ia memamhami, ternyata membangun karakter manusia yang utuh tidak cukup hanya dengan mempergunakan akal semata, namun dibutuhkan mentalitas atau kemampuan humanitas. Meski kedua