Struktur Mikro Analisis Teks dalam Buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan

sembunyi-sembunyi implisit. Detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan oleh penulis. Dalam teks ini hal yang ingin ditekankan oleh Ary Ginanjar adalah pemaknaan sebuah harta karun yang nilainya tak terukur tingginya, dia-lah Rukun Iman, Rukun Islam, dan khusunya Ihsan. Bahwasanya Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan bukan hanya sebuah ajaran ritual semata, tetapi memiliki makna maha penting dan maha dahsyat dalam pembangunan kecerdasan emosi dan spiritual ESQ sebuah bangsa. Adapun Ihsan, Rukun Iman, dan Rukun Islam di samping sebagai petunjuk bagi umat Islam, sejatinya inti di dalamnya juga merupakan pembimbing dalam mengenali ataupun memahami perasaan kita sendiri, perasaan orang lain, memotivasi diri, serta mengelola emosi dalam berhubungan dengan orang lain. Hal inilah yang mendasari pemikiran penulis bahwa semua itu adalah sebuah metode pembangunan emosional dan spiritual yang didasari oleh hubungan antara manusia dengan Tuhannya, yakni hubungan vertikal. Namun pada pembahasan kali ini hanya difokuskan pada pembahasan mengenai Ihsan yang merupakan sumber suara hati fitrah pada manusia. Sebagimana yang tertera dalam dalam teks berikut: Suara hati fitrah adalah kunci spiritual, karena ia adalah fitrah. Keinginan diperlakukan adil, keinginan hidup sejahtera; keinginan mengasihi dan dikasihi, adalah bukti adanya perjanjian spiritual antara manusia dengan Tuhan. Bandingkan dengan literatur-literatur Barat yang menjelaskan tentang kecerdasan emosi dan spiritual, namun tak mampu mengidentifikasi dari mana sumber suara hati fitrah tersebut. Dari teks tersebut penulis menunjukkan secara implisit betapa hebatnya sebuah konsep Islam atau literartur Islam yang ia paparkan dalam buku ini mampu menjelaskan dari mana sumber suara hati fitrah yang ada pada diri manusia berasal. Ia juga menjelaskan suara hati fitrah merupakan kunci spiritual pada yang ada pada diri manusia yang merupakan sumber kebenaran yang hakiki dan merupakan bukti adanya perjanjian spiritual antara manusia dengan Tuhannya. Berbeda halnya dengan konsep-konsep Barat atau literatur-literatur Barat yang menjelaskan kecerdasan emosi dan spiritual namun tidak mampu menjelaskan dari mana sumber suara hati fitrah itu sesungguhnya berasal. Menurut Cak Nun, “Ihsan” itu kebaikan yang lahir murni dari nurani manusia. Jadi apa yang dikatakan Cak Nun tentang Ihsan adalah manifestasi dari suara hati fitrah yang dikamsud oleh Ary Ginanjar Agustian. 3 Maksud Maksud merupakan elemen yang melihat apakah teks atau cerita yang dibuat oleh pengarang disampaikan secara eksplisit atau implisit. Elemen maksud dalam buku ini banyak disampaikan secara eksplisit atau terbuka. Salah satu teks yang terdapat dalam cerita itu adalah mengenai penjelasan tentang pentingnya hati yang murni fitrah dalam mencapai suatu kebenaran atau kebaikan. “Dibutuhkan kejernihan hati sebelum mencari dan menemukan kebenaran,” kebenaran yang sesuai dengan kehendak Allah Sang Pencipta. Apa yang dimaksud pada teks diatas sejalan dengan apa yang diakatakan oleh Syeikh Muhammad Hisyam Al-Kabbani, Ihsan yang merupakan aspek ketiga dari agama dikenal sebagai aspek ruhani. Aspek ini dimaksudkan untuk menyadarkan manusia taktala ia hendak mempertautkan aspek pertama dan kedua yaitu Iman dan Islam, serta memperingatkan bahwa Allah selalu hadir dan mengawasi-nya. Ia harus mempertimbangkan hal ini ketika berpikir dan bertindak, maka ia harus terus menjaga kesadaran dalam hatinya bahwa Allah ada dan mengawasinya. Ia harus sadar bahwa Allah mengetahui setiap saat dan hingga hal terkecil. Dengan begitu ia akan mencapai keadaan sempurna, suatu keadaan ketika ia merasakan kebahagian ruhani dan cahaya pengetahuan yang langsung diberikan Allah ke dalam hatinya. Di sini sangat jelas bahwa informasi yang terdapat dalam teks tersebut disajikan secara terbuka. Dengan begitu, para pembaca dapat dengan mudah mengetahui maksud dari teks tersebut tanpa harus mencari maksud lainnya. b. Sintaksis Sintaksis adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, frase. Dalam hal ini menerangkan tentang bagaimana pengarang menggunakan kalimat hingga menjadi satu kesatuan. Elemen sintaksis merupakan suatu metode analisis Van Dijk untuk melihat pilihan kalimat apa yang disusun penulis dalam menampilkan diri sendiri secara positif dan lawan secara negatif. 1 Koherensi Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak kohern. Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang penulis secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan atau malah sebab akibat. Biasanya hubungan antar kalimat ini dihubungkan dengan kata hubung dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun. Dalam teks ini terdapat bentuk koherensi disaat menjelaskan tentang perbandingan reaksi positif dan negatif yang ditimbulkan dari seseorang. Koherensi dalam kalimat ditandai dengan kata penghubung “atau” yang bermakna pilihan tindakan. “Setiap diri telah dikarunia oleh Tuhan sebuah jiwa, yang dengan jiwa itu, ia bebas menentukan pilihan reaksi. Bereaksi positif atau negatif, bereaksi berhenti atau melanjutkan, berekasi marah atau sabar, bereaksi reaktif atau proaktif, berekasi baik atau buruk.” Penggunaan kata hubung “atau” dalam teks di atas berfungsi menghubungkan antar kalimat. Fungsi dari kata penghubung “atau” ingin menjelaskan secara implisit tersembunyi bahwa kita harus menentukan pilihan reaski yang baik atau positif ketika kita mengalami berbagai masalah atau suatu hal yang terjadi pada diri kita. Dengan begitu kita akan mendapatkan manfaat yang dapat menguntungkan diri kita dan orang lain. Demikian ini dikarenakan banyak orang yang tidak cerdas dalam menentukan reakasi positif, hingga akhirnya reaksi tersebut berbuah negatif dan dapat merugikan dirinya bahkan orang lain. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Emha Aninun Nadjib, yakni Ihsan berarti yang terbaik. Rasulullah menegaskan agar kita meneladani karakter Allah. Dan karakter tertinggi Allah diyakni adalah ihsan. Di dalam Alq ur’an surat Ar- Rahman ayat 60 : “Tidak ada balasan Ihsan kecuali Ihsan”. Kalau kita melakukan yang terbaik maka Allah pasti akan memberikan yang terbaik. Hal ini bukan hanya untuk orang muslim tapi untuk setiap manusia. 2 Bentuk kalimat Bentuk kalimat merupakan salah satu bagian dari analisis teks sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Prinsip kausalitas menjelaskan tentang susunan kalimat yang terbentuk dari subyek, predikat dan obyek. Bentuk kalimat yang dipilih merupakan kalimat yang dianggap sangat layak untuk dianalisis terutama diambil kalimat yang berhubungan dengan tema. Jernihkan hati, bebaskan fitrah dari belenggu, lontarkan 7 belenggu “batu jumrahmu”. Dari keterangan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: Jernihkan hati, bebaskan fitrah dari belenggu, P O P O K lontarkan 7 belenggu batu jumrahmu P O K Dari teks di atas, betuk kalimat yang banyak digunakan oleh penulis dalam buku ini menggunakan bentuk kalimat aktif, ini ditandai dengan adanya penonjolan inti kalimat yang ditempatkan di awal atau bagian muka dimana subjeknya tersembunyi di dalam predikatnya, kemudian disusul dengan objek dan keterangan tambahan khusus ditempatkan kemudian sebagai penjelasan dari apa yang ditekankan. Hal ini ditandai dengan banyaknya kesimpulan yang menggunakan kalimat aktif dalam sub bab pada buku ini. 3 Kata Ganti Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Tetapi, ket ika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan. Dalam bagian satu buku ini, banyak terdapat penggunaan kata ganti “ia” dan “kita”. Penggunaan kata ganti ia di dalam teks ini ialah merujuk pada beberapa contoh seseorang dalam berbagai kisah kehidupan yang dituliskan penulis seperti dalam paragraf di bawah ini: “Ia bebas memilih prinsipnya, mempertahankan keyakinannya, apa pun resikonya yang akan dihadapi. Ia mampu memisahkan fisiknya yang terbelenggu dengan hatinya yang bebas merdeka. Batu besar itu memang menghimpit tubuhnya, namun tidak mampu membelenggu jiwanya. Bahkan, ia tidak pernah mengizinkan pikurannya merasa terbelenggu. Inilah konsep ZMP.” Dari teks di atas, penulis menggunakan kata ganti “Ia”, Maksud dari kata ganti ia dalam teks di atas merujuk pada contoh teladan dalam sebuah film layar lebar akan kepandaian seseorang dalam menentukan reaksinya dan berpikir merdeka sekalipun dalam keadaan terhimpit. Dimana teks di atas merujuk pada sebuah contoh yang di ambil dari aktor utama dalam film “Life Is Beautiful” peraih penghargaan piala oscar yang sarat akan makna dan nilai kehidupan, khususnya kemerdekaan berpikir dalam segala siatuasi yang sulit sekalipun. Sedangkan penggunaan dengan kata ganti “kita” menunjukkan sikap, tindakan, atau nilai sebagai nilai bersama, artinya apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap bersama secara keseluruhan. Dan kata ganti kita juga berarti menunjukan tidak adanya batas antara penulis dan khalayak, karena pendapat khalayak diwakilkan oleh penulis. Seperti pada contoh berikut: “Kita sesungguhnya memiliki kebebasan untuk memilih reaksi terhadap segala sesuatu yang terjadi atas diri kita. Kitalah penanggung jawab utama atas sikap yang kita ambil, bukan lingkungan kita. Diri kita sendiri sesungguhnya penentu pilihan tersebut.” “Contoh-contoh di atas diungkapkan agar kita menyadari bahwa manusia sebenarnya memiliki suara hati fitrah yang sama, universal, da terekam dalam God Spot, dengan syarat hati manusia berada dalam kondisi fitrah. Inilah yang disebut dalam kesadaran spirutual.” “Bukti suara hati murni fitrah juga bisa dirasakan misalnya ketika kita menyaksikan tayangan film yang menonjolkan kasih sayang atau makna kesetiaan.” “Maka jelaslah, bisikan suara hati fitrah sesungguhnya senantiasa meberi informasi, dan menjadi pengendali langkah serta penentu prioritas dalam kehidupan kita sehari- hari.” “Kita sering membandingkan sesuatu dengan pengalaman sebelumnya dan konsep yang kita ciptakan sendiri. Saaat melihat kotak-kotak itu, secara spontan dan tanpa disadari, kita akan membandingkannya dengan yang ada di pikiran kita. Sementara, orang lain juga melakukan hal yang sama berdasarkan pikiran mereka sendiri. Itulah yang menyebabkan perdebatan alot terjadi.” “Terhadap segala informasi yang masuk, kita sebaiknya men-zero-kan hati kita dan selalu berpikir melingkar menggunakan suara hati fitrah” Kalimat-kalimat di atas menunjukkan banyaknya kata ganti “kita” yang digunakan oleh penulis dalam buku ini. Hal ini menandakan adanya kebersamaan nilai yang dianut oleh penulis dengan apa yang dianut oleh khalayak. Dengan kata lain, penulis mewakilkan apa yang seharusnya dilakukan oleh khalayak dengan berbagai rekasi positif atau perbuatan yang terpuji, khusunya dalam menggunakan suara hati fitrah dalam setiap keadaan yang dihadapi. c. Stilistik Elemen stilistik leksikon merupakan salah satu elemen wacana Van Dijk yang menganalisis teks dengan cara melihat bentuk pemakaian kata seperti apa yang dipakai dalam teks. Terdapat kata yang mempunyai berbagai macam kesamaan. Dari kesamaan kata-kata tersebut mana yang lebih dipakai dalam teks oleh penulis. Misalnya ka ta ”meninggal”, mempunyai kata lain: mati, tewas, gugur, terbunuh, menghembuskan nafas terakhir, dan sebagainya. Di antara berbagai kata tersebut seseorang dapat memilih di antara pilihan kata yang tersedia. Pemilihan kata tertentu oleh penulis menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas, selain itu pemilihan kata tertentu juga mengisyaratkan penggambaran dari sikap penulis yakni bagaimana pihak musuh digambarkan secara negatif sedangkan pihak sendiri digambarkan secara positif. Pada bagian satu teks buku ini yang membahas tentang proses pembersihan hati dan pikiran, terdapat banyak sekali kata reaksi bereaksi. Kata ini bermakna suatu tindakan atau respon, baik itu positif atau negatif akan suatu hal. Begitu juga kata “respon” yang juga banyak dipakai dalam buku ini yang memiliki makna yang tidak jauh berbeda; tanggapan, reaksi, dan jawaban. Kata-kata tersebut terdapat pada teks berikut: “Setiap diri telah dikarunia oleh Tuhan sebuah jiwa, yang dengan jiwa itu, ia bebas menentukan pilihan reaksi. Bereaksi positif atau negatif, bereaksi berhenti atau melanjutkan, berekasi marah atau sabar, bereaksi reaktif atau proaktif, berekasi baik atau buruk.” “Kita sesungguhnya memiliki kebebasan untuk memilih reaksi terhadap segala sesuatu yang terjadi atas diri kita. Kitalah penanggung jawab utama atas sikap yang kita ambil, bukan lingkungan kita. Diri kita sendiri sesungguhnya penentu pilihan tersebut.” “Orang yang memiliki suara hati merdeka, akan lebih mampu melindungi pikirannya. Ia mampu memilih respon positif di tengah lingkungan paling buruk sekalipun. Berprasangka baik pada orang lain akan mendorong dan menciptakan kondisi untuk saling percaya, saling mendukung, terbuka, dan kooperatif.” Dalam kamus besar bahasa Indonesia KBBI ofline versi 1.1 kata rekasi berarti kegiatan aksi, protes yg timbul akibat suatu gejala atau suatu peristiwa atau tanggapan respons terhadap suatu aksi. Penggunaan kata reaksi pada kalimat di atas oleh penulis dimaksudkan untuk memberikan makna yang luas akan berbagai macam makna yang dapat dihasilkan dari kata reaksi tersebut, seperti sebuah tindakan, perbuatan, respon, perasaan, pikiran, balasan, sikap, aksi, dan sebagainya yang merujuk pada dua hal, yaitu hal positif atau hal negatif. Pada bagian teks ini makna yang ingin disampaikan oleh penulis dalam buku ini bahwasanya kita sebagai manusia sudah sepatutnya kita memilih reaksi positif dalam berbagai situasi yang kita hadapi, karena sesungguhnya hanya diri kitalah yang dapat menentukan dan bertanggung jawab akan rekasi yang muncul dari diri kita, bukan lingkungan kita dan sebagainya. d. Retoris Salah satu model penelitian analisis teks ialah retoris. Retoris merupakan gaya yang diungkapkan seseorang dalam berbicara atau menulis. Adapun yang diteliti dalam analisis retoris ini ialah grafis. Grafis merupakan ekspresi dari penulis yang ingin menekankan bagian tertentu dalam teks, bentuk dari penekanan tersebut dapat melalui pemakaian huruf tebal, huruf miring, garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar, maupun penggunaan gambar dan lainnya. Gaya retoris yang ditekankan oleh penulis pada teks dalam bagian satu buku ini hampir semuanya dilakukan dengan menebalkan beberapa tulisan yang menjadi point penting dalam buku ini dan menempatkannya dalam sebuah kotak kalimat. Beberapa point yang menjadi inti dalam buku ini adalah sebagai berikut: Kalimat dalam kotak di atas menunjukan belenggu-belenggu negatif yang akan membelenggu pikiran dan hati kita. Seringkali suara hati fitrah dapat terbelenggu oleh ketujuh belenggu di atas yang akhirnya mengakibatkan manusia terjerumus ke dalam kejahatan, kecurangan, kekerasan, kerusakan, dan lainnya. Hal ini sering terjadi akibat manusia lalai dan mengabaikan belenggu-belenggu tersebut, sehingga belenggu-belenggu tersebut dapat mengendalikan seseorang ke arah yang negatif. Maka dari itu diperlukan suara hati fitrah yang dapat menuntun manusia ke arah yang benar dalam menentukan suatu rekasi atau tindakan dalam segala situasi. Tujuh Belenggu: 1. Prasangka 2. Prinsip-prinsip hidup 3. Pengalaman 4. Kepentingan 5. Sudut pandang 6. Pembanding 7. Fanatisme Kalimat dalam kotak di atas menunjukan betapa pentingnya suatu prasangka baik dalam kehidupan sosial. Tindakan seseorang sangat bergantung pada pikirannya, orang yang memiliki suara hati merdeka, akan lebih mampu melindungi pikirannya. Ia mampu memilih respon positif di tengah lingkungan paling buruk sekalipun. Berprasangka baik pada orang lain akan mendorong dan menciptakan kondisi untuk saling percaya, saling mendukung, terbuka, dan kooperatif. Sebaliknya, prasangka negatif akan mendorong dan menciptakan kondisi tidak saling percaya, tidak saling mendukung, tidak terbuka, dan tidak kooperatif yang justru akhirnya dapat merugikan diri kita juga orang lain. Kalimat dalam kotak di atas menunjukan betapa pentingnya prinsip ilahiah yang harus selalu kita pegang. Prinsip-prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati fitrah akan berakhir dengan kegagalan, baik fisik maupun non fisik. Hanya dengan berprinsip kuat pada sesuatu yang abadi, manusia akan mampu menuju kebahagiaan dan Zero Mind Process 2: Berprinsiplah selalu kepada Allah Yang Maha Adil Zero Mind Process 1: Hindari berprasangka buruk, upayakan berprasangka baik pada orang lain. keamanan yang hakiki. Berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang labil, niscaya akan menghasilkan sesuatu yang menyengsarakan. Kalimat dalam kotak di atas menunjukan bagaimana pengalaman-pengalaman yang dimiliki seseorang tidak selamanya berdampak positif, terkadang pengalaman-pengalaman tersebut dapat berdampak negatif. Oleh karena itu kita harus melihat segala sesuatu secara objektif dalam segala hal dan senantiasa berpikir merdeka. Pengalaman hidup dan kejadian-kejadian yang dialami seseorang berperan dalam menciptakan pemikiran atau paradigma dalam dirinya. Sering kali, paradigma itu dijadikan kaca mata dan tolak ukur bagi dirinya, juga dalam menilai lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut akan membatasi cakrawala berpikir seseorang karena ia akan menilai segalanya berdasarkan frame berpikirnya sendiri, atau melihat berdasarkan bayangan ciptaannya sendiri, bukan melihat sesuatu secara riil dan objektif. Zero Mind Process 4: Dengarlah suara hati fitrah, peganglah prinsip “karena Allah”, berpikirlah melingkar, sebelum menentukan kepentingan dan prioritas. Zero Mind Process 3: Bebaskan diri Anda dari pengalaman-pengalaman yang membelenggu pikiran, berpikirlah merdeka Kalimat dalam kotak di atas menunjukan sebuah kepentingan dapat menutup suara hati fitrah pada diri manusia. Sebuah prinsip akan melahirkan kepentingan, dan kepentingan akan menentukan prioritas tindakan. Mereka yang berprinsip pada penghargaan pribadi, akan memprioritaskan keputusan untuk mengangkat diri pribadi. Intinya prinsip akan melahirkan prioritas. Kalimat dalam kotak di atas menunjukan suatu sudut pandang dapat mempengaruhi tindakan seseorang, oleh karena itu kita harus benar-benar mampu melihat dari sudut pandang yang tepat agar kita tidak salah mengambil langkah dengan cara melihat dari berbagai sudut pandang terlebih dahulu kemudian kita tentukan mana yang terbaik. Sudut pandang yang kita tentukan tentunya harus berdasarkan pedoman, yaitu Asmaul Husna yang terdiri dari nama-nama Allah SWT yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang tak ternilai harganya. Zero Mind Process 6: Jernihkan pikiran Anda terlebih dahulu sebelum menilai sesuatu. Jangan melihat sesuatu karena rekaan di pikiran Anda, tetapi lihatlah sesuatu karena apa adanya. Zero Mind Process 5: Lihatlah semua sudut pandang secara bijaksana berdasarkan semua suara hati yang bersumber dari Asmaul Husna 99 thinkinghat melalui zikir amaliah Asmaul Husna. Kalimat dalam kotak di atas menunjukan betapa rentannya subjektivitas pada diri manusia. Kita sering membandingkan sesuatu dengan pengalaman sebelumnnya dan konsep yang kita ciptakan sendiri. Seringkali kita melihat sesuatu yang ada di depan kita dengan apa yang ada dipikiran kita. Sementara orang lain juga melakukan hal yang sama berdasarkan pada pikiran mereka sendiri. Itulah yang seringkali menyebabkan perbedaan alot terjadi. Kalimat dalam kotak di atas menunjukan sebuah fanatisme dapat menutup sesuatu yang objektif. Oleh karena itu terhadap segala informasi yang masuk dan kita dapatkan, sebaiknya kita men-zero-kan hati kita dan selalu berpikir melingkar menggunakan suara hati fitrah dalam mencerna berbagai propaganda atau informasi yang datang dari berbagai sumber. Dengan begitu kita akan mampu menganalisa informasi yang masuk dengan lebih proporsional dan tidak mudah menjadi fanatik akan suatu pemikiran yang terkadang terdapat unsur negatif di dalamnya. Orang yang merdeka adalah yang terbebas dari belenggu prasangka negatif, prinsip-prinsip hidup yang salah, pengalaman yang membelenggu pikiran, egoisme kepentingan, pembanding-pembanding subjektif, dan belenggu fanatisme yang menyesatkan. Zero Mind Process 7: Janganlah terbelenggu oleh fanatisme, berzikir dan berpikirlah melingkar dengan 99 zikir Asmaul Husna. Kalimat dalam kotak di atas menunjukan keharusan bagi setiap diri kita akan kemerdekaan berpikir dan terbebas dari berbagai belenggu negatif yang dapat mempengaruhi segala tindakan dan rekasi yang ditimbulkan oleh diri kita sendiri. Maka dari itu, dapat disimpulkan bagaimana cara agar manusia terbebas dari ketujuh belenngu yang dapat menutup suara hati fitrah, yaitu dengan senantiasa menggunakan suara hati fitrah sebagai sumber informasi akurat dan sebagai pengendali langkah kita dalam menentukan prioritas, melalui berbagai rekasi positif yang kita pilih dalam segala situsi yang kita dihadapi dalam kehidupan yang kompleks.

B. Konteks Sosial

Analisis wacana pada model Teun A. Van Dijk merupakan model penelitian analisis wacana yang tidak hanya menekankan pada analisis teks semata. Dalam proses analisisnya terdapat bentuk analisis yang dinamakan konteks sosial. Analisis konteks sosial dapat dimaknakan sebagai bentuk analisis untuk melihat konteks atau latar belakang terbentuknya teks tersebut. Hal ini berkaitan pula dengan keadaan situasional yang terjadi pada saat tulisan atau sebuah teks ditulis. Dalam memahami konteks sosial dapat dikembangkan kepada analisis keadaan masyarakat pada saat teks dibuat atau kepada pendekatan struktur kebudayaan di mana tempat teks tersebut ditulis. Dalam teks Zero Mind Process ZMP proses pembersihan hati dan pikiran pada buku Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient Jilid 1 ini. Penulis Ary Ginanjar Agustian menggambarkan suatu penemuannya yang ia cari selama bertahun- tahun lamanya akan pentingnya suatu perubahan di dalam diri manusia pada masyarakat luas yang mengacu pada sifat Ihsan yang merupakan unsur spiritualitas selain Iman dan Islam. Kita melihat begitu banyak persoalan dalam masyarakat kita sekarang seperti kriminalitas, narkoba, kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan menjadikan dunia sebagai pelarian sebagai suatu masalah besar yang kita hadapi saat ini. Banyak manusia yang merasakan kegelisahan baik di dunia usaha, politik, sosial, maupun pendidikan namun salah dalam bertindak yang akhirnya bukannya menyelesaikan masalah justru malah menimbulkan masalah baru dan lain sebagainya. Apa yang telah kita lihat saat ini merupakan krisis multidimensi pada masyarakat kita sekarang yang belajar agama secara ritual tanpa memahami maknanya. Hal ini merupakan bukti dalam membangun masyarakat tidak cukup hanya dengan mempergunakan akal semata, namun dibutuhkan mentalitas atau kemampuan humanitas. Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan pertama kali diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW kira-kira pada 622-624 Masehi di hadapan para sahabatnya di masjid Madinah Yastrib. Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan itu dinyatakan beliau sebagai intisari ajaran agama Islam yang tercantum dalam Alquran yang selanjutnya dihayati dalam berbagai aspek kehidupan para sahabat kala itu. Akan tetapi, ketika ajaran Islam sampai di Indonesia dengan berbagai pengaruh yang masuk ke dalamnya, Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan hanya terfokus pada upaya mereflesikan pengabdian kepada Allah SWT dalam arti keruhanian saja, sedangkan kegiatan yang bersifat duniawi diterapkan oleh berbagai doktrin lainnya. Jarang sekali, kalau tidak dikatakan tidak pernah. Rukun Islam, Rukun Iman, dan Ihsan itu dipandang sebagai metode pendidikan, kemasyarakatan, ekonomi, program kehidupan, dan lain- lain. Akibatnya, rukun Iamn, Rukun Islam dan Ihsan, sekan-akan dibelenggu oleh wilayah yang sempit dan tidak dapat beroperasi membangun umatnya ke daerah-daerah yang lebih luas. Penulis ingin berkhidmat kepada umat manusia dengan mengungkapkan Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan selain di wilayah ibadah yang khas, juga di wilayah yang lebih luas seperti bisnis, perindustrian, pergaulan, dan usaha-usaha kemajuan manusia lain. Ia memandang bahwa agama tidak semata-mata berkomponen ritus, namun di setiap jengkal persoalan umat seperti ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan semua itu dituntun dalam ajaran agama Islam. Ide tersebut merupakan langkah rintisan dalam bidang-bidang ini yang diharapkan akan diikuti oleh langkah-langkah berikutnya demi kemajuan manusia pada umumnya. Namun sayangnya, konsep-konsep berpikir yang berkembang saat ini agakanya mengarah pada pemisahan kepentingan duniawi dan kepentingan ukhrawi. Dalam lemabaran sejarah silamnya banyak menunjukan bahwa hampir seluruh lapisan peradaban manusia mengerucut menjadi dua kelompok besar: yang cenderung hanya ke akhirat dan yang cenderung hanya ke aspek dunia saja. Jika dikotomisasi aspek akhirat dan duniawi ini terus- menerus menjadi dua opsi yang hatus ditentukan. Bisa dipastikan erosi kehidupan masyarakat akan terjadi. Hal ini secara nyata tercermin dalam bentuk hilangnya Iman, juga hancurnya daya tarik spiritual.

C. Kognisi Sosisal

Pada analisis kognisi sosial difokuskan bagaimana sebuah teks diproduksi, dipahami dan ditafsirkan. Dalam buku analisis wacana karangan Eriyanto dijelaskan bahwa pendekatan kognisi sosial didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita. Pada penulisan buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient ” Jilid 1 penulis lebih banyak menjelaskan tentang apa yang ia temukan selama pencarian makna akan kehidupan yang sesungguhnya serta suasana perasaan dan pikiran penulis kala itu, hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang ulama HS. Habib Adnan yang mengajarkannya ilmu alquran dan hadis. Ia juga banyak belajar dari referensi Barat yang membahas tentang pembangunan karakter modern, nilai-nilai intelektual, dan emosional, namun ia merasa semua itu belum cukup karena tidak adanya nilai-nilai yang dapat menyempurnakannya. Entah apa yang terjadi saat dimana ia mengalami kegelisahan dalam proses panjang pencariaannya tersebut, ia merasakan pikiran yang berkecamuk dan dorongan yang kuat untuk menulis, hingga akhirnya ia pun mulai menuliskan apa yang ia alami sedikit demi sedikit. Dalam tulisan tersebut ia berusaha mengaitkan intelektualitas, mentalitas, dan nilai