Gambaran Dan Prevalensi Keluhan Gangguan Kulit Pada Pekerja Bengkel Kendaraan Bermotor Di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, Dan Medan Johor

(1)

GAMBARAN DAN PREVALENSI KELUHAN GANGGUAN

KULIT PADA PEKERJA BENGKEL KENDARAAN

BERMOTOR DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN

SELAYANG, DAN MEDAN JOHOR TAHUN 2012

Oleh :

LIDIA GIRITRI BR BANGUN

090100109

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

GAMBARAN DAN PREVALENSI KELUHAN GANGGUAN

KULIT PADA PEKERJA BENGKEL KENDARAAN

BERMOTOR DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN

SELAYANG, DAN MEDAN JOHOR TAHUN 2012

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

LIDIA GIRITRI BR BANGUN

090100109

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : GAMBARAN DAN PREVALENSI KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA PEKERJA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN SELAYANG, DAN MEDAN JOHOR

NAMA : LIDIA GIRITRI BR BANGUN NIM : 090100109

Pembimbing Penguji 1

(dr.Isma Aprita, Sp.KK) (dr. Bugis Mardina, Sp.A)

NIP. 140191408 NIP. 140355917

Penguji 2

(dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes) NIP. 19761004 200112 2002 Medan, 8 Januari 2012

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Kulit merupakan pelindung tubuh terhadap pengaruh dari luar seperti bahan kimia, radiasi, faktor mekanik, dan invasi lingkungan luar. Menurut WHO, ada 150 penyakit akibat kerja, akan tetapi di Indonesia ada 105 penyakit. Penyakit kulit yang disebabkan oleh penyebab fisik dan kimiawi merupakan salah satu dari penyakit kulit akibat kerja tersebut. Pekerja bengkel sering terpapar dengan bahan-bahan iritan pada lingkungan yang berisiko tinggi untuk terkena penyakit kulit. Di bengkel terdapat banyak bahan-bahan yang bisa menyebabkan gangguan kulit. Bahan-bahan tersebut antara lain : minyak pelumas, bensin, oli bekas, dan besi.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran dan prevalensi keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel kendaraan bermotor di kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor Tahun 2012. Subjek penelitian sebanyak 97 orang dengan teknik penarikan sampel consecutive sampling. Data dikumpulkan langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner.

Dari hasil penelitian pekerja bengkel yang tidak memiliki keluhan kelainan kulit sebanyak 63 orang (64,9%), keluhan gatal 6 orang (6,2%), kulit kering 2 orang (2,1%), panas dan bengkak 1 orang (1%), kulit merah 2 orang (2,1%), gatal dan merah 8 orang (8,2%), gelembung 5 orang (5,1%), gatal, merah, dan gelembung 2 orang (2,1%), melepuh 4 (4,1%), melepuh dan gatal 5 orang (5,2%), bersisik 3 orang (3,1%). Dari hasil penelitian juga didapati, pekerja bengkel yang memakai alat pelindung tubuh ketika bekerja sebanyak 4 orang (4,1%), dan yang tidak menggunakan 93 orang (95,9%).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prevalensi keluhan gangguan kulit pekerja bengkel di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor tahun 2012 sebesar (35,1%). Diharapkan adanya promosi kesehatan kulit bagi pekerja bengkel agar menurunkan kejadian gangguan kelainan kulit pada pekerja bengkel.


(5)

ABSTRACT

Skin is the body's protection against outside influences such as chemicals, radiation, mechanical factors, and invasion of the outside environment. According to the WHO, there were 150 occupational diseases, but in Indonesia there are 105 diseases. Skin diseases which caused by physical and chemical, is one of the causes occupational skin disease. Machinist are often exposed to irritant substances in the environment with high risk for skin disease. In the workshop there are many ingredients that can cause skin disorders. These materials include: lubricating oils, gasoline, used oil, and iron.

This study method is descriptive with cross-sectional design. The purpose of this study is to know how the description and prevalence of machinist skin disorders in Medan Baru, Medan Selayang, and Medan Johor district in 2012. The subjects are 97 machinists that were obtained Consecutive sampling technique. Data was collected by direct interview with questionnaire.

The result of this study shows that the machinists who do not have a skin disorder is 63 people (64.9%), itching and red skin 8 (8.2%), itching disorder 6 (6.2%), blistering and itching 5 (5.2%), blister 5 (5,1%), squama 3(3.1%), dry skin 2 (2.1%), red skin 2 (2.1%), itchy, red, and blister 2 (2.1%), and urticaria only 1 person (1 %). From the results of the study we can found that, machinists who’re wore protective tools body when worked were 4 people (4.1%), and were not using 93 people (95.9%).

From this study, we can conclude that the prevalence of machinists skin disorder in Medan Baru, Medan Selayang, and Medan Johor district in 2012 is 34 people (35.1%). We hope the skin health promotion for machinists could decrease the

incidence of machinists skin disorders.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Gambaran dan Prevalensi Keluhan Gangguan Kulit pada Pekerja Bengkel Kendaraan Bermotor di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor Tahun 2012”. Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. dr. Isma Aprita, Sp.KK, selaku dosen pembimbing saya yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes dan dr. Bugis Mardiana, Sp.A , selaku dosen penguji saya yang telah banyak membantu dan memberikan arahan dan masukan kepada saya dalam penyelesaian penelitian ini.

4. Seluruh pekerja bengkel di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor, atas bantuan dan partisipasinya dalam proses pengambilan data penelitian ini

5. Seluruh staf pengajar dan citivas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

6. Rasa hormat dan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Ir. Mbue Kata Bangun, M.Si dan Ir. Sempana Sitepu, yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

7. Seluruh teman-teman angkatan 2009 yang telah banyak membantu dalam penyelesaian karya tulis ini


(7)

Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih banyak hal yang harus disempurnakan. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, saya berharap supaya karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih dan Tuhan memberkati.

Medan, 7 Desember 2012


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan .………... i

Abstrak...ii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi………... vi

Daftar Tabel... viii

Daftar Gambar...x

Daftar Lampiran...xi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang………. 1

1.2.Rumusan Masalah……… 3

1.3.Tujuan Penelitian………. 3

1.4.Manfaat Penelitian………... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1. Penyakit Kulit Akibat Kerja……..………... 5

2.2. Dermatitis Kontak……….. 7

2.2.1. Dermatitis Kontak Alergi………... 7

2.2.2. Dermatitis Kontak Iritan……… 15

2.3. Keluhan Kulit Akibat Kerja pada Pekerja Bengkel…………... 17

2.4. Bentuk Kelainan Kulit (Ruam) 19 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…… 23

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 23

3.2. Defenisi Operasional... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN……….. 27

4.1. Jenis Penelitian………...27

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian……… 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………. 27

4.4. Teknik Pengumpulan Data………. 29

4.5. Pengelolahan dan Analisis Data………. 29

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 31

5.1. Hasil Penelitian……… 31

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………... 31

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………... 31

5.1.3. Deskripsi Analisis Penelitian………. 33


(9)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……….. 39

DAFTAR PUSTAKA... 40


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Bahan- bahan paparan pada pekerja yang paling sering 6 berhubungan dengan penyakit kulit

2.2. Alergen-alergen pada dermatitis akibat kerja menurut 8 profesinya

2.3. Etiologi dermatitis kontak iritan dan gejala klinis yang 13 ditimbulkannya

2.4. Bahan iritan yang sering menimbulkan DKI 13 3.1. Variabel dan Definisi Operasional 23 3.2. Definisi Kelainan-Kelainan Kulit 24 5.1. Distribusi Frekuensi Pekerja Bengkel Menurut Umur 31 5.2. Distribusi Frekuensi Pekerja Bengkel Menurut Tingkat 32

Pendidikan

5.3. Distribusi Frekuensi Pekerja Bengkel Menurut Lokasi 32 Bengkel

5.4. Distribusi Frekuensi Gambaran Keluhan Gangguan Kulit 33 Pekerja Bengkel

5.5. Distribusi Frekuensi Pemakaian Alat Pelindung Tubuh oleh 34 Pekerja Bengkel

5.6. Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Pada Pekerja Bengkel 34 5.7. Distribusi Frekuensi Bahan Pembersih Tubuh pada Pekerja 35

Bengkel

5.8. Distribusi Frekuensi Riwayat Keluhan Gangguan Kulit 35 Sebelumnya

5.9. Distribusi Frekuensi Waktu Riwayat Keluhan Gangguan 36 Kulit Muncul


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1. Patofisiologi dermatitis kontak alergi 10 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Gambaran dan Prevalensi 25

Keluhan Gangguan Kulit pada Pekerja Bengkel di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor Tahun 2012


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 2. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian Lampiran 3. Lembar Persetujuan (Informed Consent) Penelitian Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 5. Data Induk

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran USU Lampiran 7. Persetujuan Komisi Etik


(13)

ABSTRAK

Kulit merupakan pelindung tubuh terhadap pengaruh dari luar seperti bahan kimia, radiasi, faktor mekanik, dan invasi lingkungan luar. Menurut WHO, ada 150 penyakit akibat kerja, akan tetapi di Indonesia ada 105 penyakit. Penyakit kulit yang disebabkan oleh penyebab fisik dan kimiawi merupakan salah satu dari penyakit kulit akibat kerja tersebut. Pekerja bengkel sering terpapar dengan bahan-bahan iritan pada lingkungan yang berisiko tinggi untuk terkena penyakit kulit. Di bengkel terdapat banyak bahan-bahan yang bisa menyebabkan gangguan kulit. Bahan-bahan tersebut antara lain : minyak pelumas, bensin, oli bekas, dan besi.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran dan prevalensi keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel kendaraan bermotor di kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor Tahun 2012. Subjek penelitian sebanyak 97 orang dengan teknik penarikan sampel consecutive sampling. Data dikumpulkan langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner.

Dari hasil penelitian pekerja bengkel yang tidak memiliki keluhan kelainan kulit sebanyak 63 orang (64,9%), keluhan gatal 6 orang (6,2%), kulit kering 2 orang (2,1%), panas dan bengkak 1 orang (1%), kulit merah 2 orang (2,1%), gatal dan merah 8 orang (8,2%), gelembung 5 orang (5,1%), gatal, merah, dan gelembung 2 orang (2,1%), melepuh 4 (4,1%), melepuh dan gatal 5 orang (5,2%), bersisik 3 orang (3,1%). Dari hasil penelitian juga didapati, pekerja bengkel yang memakai alat pelindung tubuh ketika bekerja sebanyak 4 orang (4,1%), dan yang tidak menggunakan 93 orang (95,9%).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prevalensi keluhan gangguan kulit pekerja bengkel di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor tahun 2012 sebesar (35,1%). Diharapkan adanya promosi kesehatan kulit bagi pekerja bengkel agar menurunkan kejadian gangguan kelainan kulit pada pekerja bengkel.


(14)

ABSTRACT

Skin is the body's protection against outside influences such as chemicals, radiation, mechanical factors, and invasion of the outside environment. According to the WHO, there were 150 occupational diseases, but in Indonesia there are 105 diseases. Skin diseases which caused by physical and chemical, is one of the causes occupational skin disease. Machinist are often exposed to irritant substances in the environment with high risk for skin disease. In the workshop there are many ingredients that can cause skin disorders. These materials include: lubricating oils, gasoline, used oil, and iron.

This study method is descriptive with cross-sectional design. The purpose of this study is to know how the description and prevalence of machinist skin disorders in Medan Baru, Medan Selayang, and Medan Johor district in 2012. The subjects are 97 machinists that were obtained Consecutive sampling technique. Data was collected by direct interview with questionnaire.

The result of this study shows that the machinists who do not have a skin disorder is 63 people (64.9%), itching and red skin 8 (8.2%), itching disorder 6 (6.2%), blistering and itching 5 (5.2%), blister 5 (5,1%), squama 3(3.1%), dry skin 2 (2.1%), red skin 2 (2.1%), itchy, red, and blister 2 (2.1%), and urticaria only 1 person (1 %). From the results of the study we can found that, machinists who’re wore protective tools body when worked were 4 people (4.1%), and were not using 93 people (95.9%).

From this study, we can conclude that the prevalence of machinists skin disorder in Medan Baru, Medan Selayang, and Medan Johor district in 2012 is 34 people (35.1%). We hope the skin health promotion for machinists could decrease the

incidence of machinists skin disorders.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks. Masalah tersebut saling berkaitan dengan masalah-masalah lain, sehingga untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat ini, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya itu sendiri, tetapi juga dari segi yang memiliki pengaruh terhadap kesehatan tersebut (Notoatmojo, 1997).

Menurut Hendrik L. Blum, membaiknya derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain : faktor keturunan, faktor pelayanan kesehatan, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling memegang peranan dalam status kesehatan masyarakat (Kusnoputranto, 1986).

Kulit merupakan pelindung tubuh terhadap pengaruh dari luar seperti bahan kimia, radiasi, faktor mekanik, dan invasi lingkungan luar. Oleh karena itu, kulit merupakan bagian tubuh manusia yang cukup sensitive terhadap berbagai penyakit (Harahap, 1990).

Menurut WHO, ada 150 penyakit akibat kerja, akan tetapi di Indonesia ada 105 penyakit. Penyakit kulit yang disebabkan oleh penyebab fisik dan kimiawi merupakan salah satu dari penyakit kulit akibat kerja tersebut. Penyebab fisik, antara lain ruangan terlalu panas, terlalu dingin,dan berlebihan radiasi. Penyebab kimiawi, antara lain bahan kimia yang pada lingkungan kerja, yang dapat mengganggu baik lokal maupun sistemik. Gangguan lokal adalah kelainan yang ditimbulkan akibat bahan kimia yang kontak dengan tubuh. Apabila bahan kimia terserap dan masuk ke pembuluh darah, akan timbul gejala sistemik. Penyebab biologik berasal dari jasad renik, gangguan dari serangga maupun binatang lain di tempat kerja (Buchari, 2007).


(16)

Prevalensi penyakit kulit akibat kerja di dunia mencapai 68,2% (Bock, et al., 2003). Sedangkan di Indonesia berdasarkan hasil penelitian D. Savitri dan H. Sukanto pada tahun 1997-2001, prevalensinya mencapai 67,7%. Di Sumatera Utara prevalensinya mencapai 27,5% (Trihapsoro,2003). Indonesia banyak melakukan penelitian untuk mendapatkan data yang mendukung mengenai penyakit kulit akibat kerja. Data dari Balai Hiperkes Depnaker RI menunjukkan 80% penyakit kulit akibat kerja disebabkan oleh dermatitis kontak akibat kerja (Firdaus, 2002 dalam Susanti, 2010).

Menurut Thata (1997) dalam Sisilia (2008), sejak 1982 penyakit dermatitis telah menjadi salah satu dari sepuluh penyakit akibat kerja berdasarkan insidens , keparahan, dan kemampuan untuk dilakukan pencegahan (The National Institute of Occupational Safety Hazards, 1996). Biro statistika Amerika Serikat (1998) mencatat, penyakit kulit menduduki 24% dari seluruh penyakit akibat kerja yang dilaporkan. NIOSH (1975) memperkirakan angka dermatitis kontak akibat kerja sebenarnya 20-30 kali lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan (Sisilia, 2008).

Pekerja bengkel sering terpapar dengan bahan-bahan iritan pada lingkungan yang berisiko tinggi untuk terkena penyakit kulit. Di bengkel terdapat banyak bahan-bahan yang bisa menyebabkan gangguan kulit. Bahan-bahan tersebut antara lain : minyak pelumas, bensin, oli bekas, dan besi.

Pada paparan akut, bensin yang mengandung senyawa benzena dapat mengiritasi kulit dan meyebabkan kulit melepuh. Jika bensin terperangkap di kulit, misalnya pada kejadian pakaian terendam dalam bensin atau kulit kontak dengan genangan bensin, dapat menimbulkan luka bakar. Paparan berulang atau berkepanjangan (kronik) dapat menyebabkan kulit kering (akibat hilangnya lemak dari kulit), iritasi, dan dermatitis (CCOHS, 1997).

Minyak pelumas (oli) yang mengandung senyawa timah merupakan suatu bahan yang berbahaya sejak dalam pembuatannya, karena timah tersebut dapat diserap melalui kulit. Kontak yang sering dan berlangsung lama dengan pelumas


(17)

mineral dalam beberapa hal dapat menimbulkan beragam bentuk iritasi kulit dan dalam hal yang sangat khusus, kondisi demikian dapat menyebabkan kanker kulit (Pertamina Lubricant Guide, 2010).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui gambaran dan prevalensi keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel kendaraan bermotor di kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana gambaran dan prevalensi keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel kendaraan bermotor di kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor Tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran gangguan kulit pekerja bengkel kendaraan bermotor di Kecamatan Medan baru, Medan Selayang, dan Medan Johor.

2. Mengetahui prevalensi keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel kendaraan bermotor di Kecamatan Medan baru, Medan Selayang, dan Medan Johor.


(18)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Masyarakat

Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran kepada pekerja atau pengusaha bengkel agar memperhatikan perlindungan kulit sehingga tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. 2. Peneliti

Untuk menambah wawasan bagi penulis tentang keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor, Medan, Sumatera Utara.

3. Penelitian selanjutnya


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Kulit Akibat Kerja

Definisi penyakit kulit akibat kerja menurut American Medical Assosiation (1939) adalah penyakit kulit dimana paparan bahan-bahan pada tempat kerja merupakan penyebab utama timbulnya kelainan kulit (Kenerva dan Diepgen, 2003).

Di banyak jenis pekerjaan, kulit dapat terpapar oleh dengan bahan-bahan yang bersifat iritan atau alergen seperti : bahan-bahan kimia, bahan biologi, dan tekanan fisik serta mekanik. Sensitivitas kulit terhadap bahan-bahan tersebut dan kemampuan untuk sembuh kembali berbeda setiap individu. Penyakit kulit akibat kerja dapat bertambah parah jika keseimbangan antara pertahanan kulit dan bahan-bahan iritan atau alergen terganggu. Keparahan gangguan kulit diukur dari kualitas kulit, jenis bahan iritan atau alergen, usaha pencegahan, dan pengobatannya. Kerusakan yang ditimbulkan dari bahan-bahan tersebut dapat berupa : sensasi terbakar, gatal, serta eksema kronis, dengan gambaran yang memiliki pola polimorfik seperti makula atau papul, eritema, vesikel, dan skuama. Pada kasus yang kronis didapati fisura, hiperkeratosis, dan likenifikasi (Kenerva dan Diepgen, 2003).

Penyakit kulit akibat kerja berdampak pada seluruh pekerja di segala usia dengan variasi tempat kerja. Industri-industri yang pekerjanya memiliki resiko paling tinggi adalah manufaktur, produksi makanan, konstruksi, pengoperasian mesin dan barang, percetakan, tukang bengkel, pekerja kehutanan (Peate, 2002).

Karena bahan-bahan pada tempat bekerja dapat menyebabkan kelainan kulit, sangat bermanfaat untuk melakukan screening kulit pada semua pasien penyakit kulit akibat kerja. Jika penyakit kulit akibat kerja terdeteksi maka pertanyaan yang harus ditanyakan adalah kapan pertama kali tanda atau gejala muncul, kapan terjadi peningkatan gejala, dan bagaimana terjadi rekurensi gejala. Termasuk bagaimana gejala jika pekerja berhenti bekerja dan atau kembali bekerja (Peate, 2002).


(20)

Tabel 2.1. Bahan- bahan paparan pada pekerja yang paling sering berhubungan dengan penyakit kulit (Peate, 2002).

Paparan Pekerja yang Beresiko Penyakit Kulit Bahan

Kimia

Semua pekerja Dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi Bekerja di konstruksi, getah karet,

logam, dan masonry workers

Keloid, perubahan pigmen pascainflamasi, penyebaran lesi dengan adanya lichen planus

dan psoriasis (Koebner’s

phenomenon) Sinar

Matahari

Pekerja lapangan (kerja telekomunikasi, nelayan, perkerja pos, dan pekerja konstruksi)

Actinic keratosis, karsinoma (sel basal, sel squamous), melanoma, kulit terbakar, dermatitis fotoalergik, melanosis, lupus eritomatus sistemik, granuloma anulare, rosasea

Panas Penggali tambang, pekerja lapangan Miliaria, folikulitis, tinea pedis

Dingin Pelaut dan nelayan, pekerja lapangan Reynaud’s disease, urtikaria, xerosis

Moisture Koki, bartender, tukang cuci, penata rambut

Dermatitis kontak iritan, paronychia

Rhusgenus (poison oak, poison ivy)

Pekerja lapangan, pemadam kebakaran, pekerja lading

Dermatitis kontak alergi, urtikaria


(21)

Listrik Tukang listrik, pekerja telekomunikasi, pekerja konstruksi

Terbakar, nekrosis kulit Radiasi

ion

Pekerja radiografi, pekerja pada industri energi nuklir

Kanker kulit, dermatitis radiasi kronik dan akut, alopesia, kerusakan kuku.

2.2. Dermatitis Kontak

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelaianan klinis berupa efloresensi yang polimorfik berupa eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi dan disertai keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik) (Sularsito dan Djuanda, 2007).

Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit (National Occupational Health and Safety Comission, 2006).

Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Sularsito dan Djuanda, 2007).

2.2.1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

2.2.1.1. Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah hipersensitivitas tipe lambat, hasil dari kontak kulit dengan alergen yang spesifik pada orang-orang yang mempunyai sensitivitas yang spesifik terhadap alergen tersebut. Reaksi alergi tersebut menyebabkan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi eritema, edema, dan vesikel (Hogan D.J, 2011).


(22)

2.2.1.2. Epidemiologi

Tercatat 31 persen kasus dermatitis kontak alergi dari seluruh kasus dermatitis (Goh.C.L,1995). Dahulu diperkirakan bahwa kejadian dermatitis kontak iritan akibat kerja sebanyak 80% dan dermatitis kontak akibat alergi 20%, tetapi data terbaru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi cukup tinggi berkisar 50% dan 60% (Sularsito dan Djuanda, 2007).

The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) memperkirakan prevalensi dari dermatitis kontak alergi 13,6 kasus per 1000 populasi. The National Ambulatory Medical Care Survey (1995) memperkirakan 8,4 juta pasien yang berobat ke dokter untuk dermatitis kontak.

2.2.1.3. Etiologi

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembapan lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaaan stratum korneum, ketebalan epidermis), dan status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari) (Sularsito dan Djuanda, 2007).


(23)

Tabel 2.2. Alergen-alergen pada dermatitis akibat kerja menurut profesinya : Artis Acrylic, vinyl acrylic resins, epoxy dan polyester resins,

benzene, toluene, astone, turpentine, nikel, cromium, clay, plester

Tukang Pangkas

Qunine, resorcin, merkuri, nikel, paraphenylendiamine, capsicum, arsenic, sulfur

Tukang Kayu Mahogany, rosewood, nichel, rubber, polishes, turphentine, plastics

Tukang masak

Sabun, deterjen, sayur-sayuran (bawang putih, bawang merah, wortel, kentang)

Dokter gigi Benzalconium klorida, sabun, deterjen, acrylic monomer, anastesi (procain), eucalyptol, mentol, formaldehyde

Tukang Kebun

Tanaman, arsenik, insektisida, tungau debu, formaldehid, tulip, narcissus, primula, manure

Penata Rambut

Paraphenylendiamine, sabun, peroksida, amonium, thioglycolate, parfum, nikel, plastic

Pelukis Turpentine, arsenik, cat warna, benzen, tiner, formaldehid, polyester

Ahli Bedah Antiseptik, iodin, merkuri, hexaklorophen, lateks, prokain, formaldehid, polimer

2.3.1.4. Patogenesis

Menurut Sularsito dan Djuanda, 2007, mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA (Sularsito dan Djuanda, 2007).

Biasanya disebabkan oleh bahan dengan berat molekul rendah yang disebut hapten. Kelainan kulit terjadi melalui proses hipersensitivitas tipe IV atau


(24)

proses alergi tipe lambat (Gell & Coombs). Hapten bergabung dengan protein pembawa menjadi alergen lengkap. Alergen Iengkap difagosit oleh makrofag dan merangsang limfosit yang ada di kulit yang mengeluarkan limfosit aktivasi faktor (LAF). Sel limfosit kemudian berdiferensiasi membentuk subset sel limfosit T memori (sel Tdh) dan sel limfosit T helper dan sel T suppresor. Sel T memori ini bila menerima informasi alergen yang sudah dikenal masuk ke dalam kulit, maka sel Tdh akan mengeluarkan limfokin (faktor sitotoksis, faktor inhibisi migrasi, faktor kemotaktik dan faktor aktivasi makrofag (SAINT-MEZARD, 2004).

Gambar 2.1. Patofisiologi dermatitis kontak alergi (SAINT-MEZARD, 2004).

Dengan dilepaskannya berbagai faktor m maka akan terjadi pengaliran sel mas dan sel basofil, ke arah lesi, dan timbullah proses radang yang merupakan manifestasi reaksi dermatitis kontak alergis (Siregar, 1996).

Gambaran klinis umumnya berupa papul, vesikel dengan dasar eritem dan edema, disertai rasa gatal. Dalam perusahaan sering ditemukan beberapa bahan kimia yang mempunyai gugusan rumus kimia yang sama. Apabila pekerja sudah sensitif terhadap suatu zat kimia, maka ia akan mudah menjadi sensitif terhadap zat-zat lain yang mempunyai rumus kimia yang bersamaan, misalnyaprokain, benzokain, para aminobensen mempunyai gugus benzen yang sama. Apabila seseorang sensitif terhadap prokain maka akan lebih mudah sensitif terhadap benzokain atau PABA; ini disebut sensitisasi silang (Siregar, 1996).


(25)

2.2.1.5. Gejala Klinis

Manifestasi klinis pada dermatitis kontak alergi sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan. DKA biasanya dimulai dengan rasa gatal lalu timbulnya eritema, diikuti dengan edema, papula, vesikel, dan eksudasi. Tanda-tanda klinis yang ada bergantung pada, etiologi, lokasi, dan durasi. Pada permukaan kulit telapak tangan dan telapak kaki, serta pada sela-sela jari tangan dan kaki, gejala klinis yang pertama kali muncul adalah vesikel-vesikel yang terasa sangat gatal (Adams Robert, 1983).

Apabila terpapar oleh antigen, individu dengan sensitivitas yang tinggi akan menunjukkan reaksi perubahan pada kulit yang cepat, seperti urtikaria atau eritema multiformis, atau dapat pula dermatitis (eksema). Pada fase yang kronis ditandai dengan epidermis yang menebal, garis-garis permukaan kulit menjadi lebih jelas (likenifikasi). Dan pada tangan dan kaki dapat dijumpai adanya fisura yang dapat menimbulkan rasa nyeri (Graham-Brown dan Burns, 2005).

Sebuah fenomena yang tampak pada dermatitis akut, khususnya dermatitis kontak alergi, adalah penyebaran sekunder eksema ke tempat-tempat yang jauh dari asal terjadinya kontak (eksematisasi). Kadang-kadang hampir seluruh permukaan tubuh terkena, sehingga eksema/dermatitis kontak alergi merupakan salah satu penyebab terjadinya dermatitis eksfoliatif generalisata (Graham-Brown dan Burns, 2005).

Sebagai contoh alergen pada dermatitis kontak alergi yang manifestasi klinisnya tidak terbatas di tempat di mana bagian tubuh terpapar alergen adalah cat kuku. Gejala yang timbul akibat pemakaian cat kuku sangat jarang terjadi di daerah kuku tangan atau kuku kaki sendiri. Bahkan gejala dermatitis kontak alerginya sering timbul si daerah leher, kelopak mata, dan daerah genitalia (Veien Niels, 2006).

2.2.1.6. Diagnosis

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan didasarkan pada kelainan kulit dan lokasi kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berukuran


(26)

numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu dicurigai apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat alergi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya (Sularsito dan Djuanda, 2007).

2.2.1.7. Penatalaksanaan

Tindakan pertama ialah memutuskan mata rantai kontak dengan penderita, selanjutnya dapat diberikan pengobatan yang sesuai dengan jenis penyakitnya. Bila kelainan kulit akut dapat diberi obat kompres, sampai eksudasi kering. Sesudah itu dapat dilanjutkan dengan diberi salep yang mengandung kortikosteroid. Bila ada infeksi sekunder dapat diberi antibiotika seperti tetrasiklin atau eritromisin. Bila ada infeksi jamur diberi obat anti jamur. (Siregar,1996)

2.2.1.8. Prognosis

Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada lingkungan penderita (Sularsito dan Djuanda, 2007).

2.2.2. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

2.2.2.1. Definisi

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dengaan patofisiologi yang kompleks dan kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Dermatitis kontak iritan sangat


(27)

berbeda dengan dermatitis kontak alergi dari proses terjadinya (Sularsito dan Djuanda, 2007 ; Chowdhury dan Maibach, 2007).

2.2.2.2. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh (Sularsito dan Djuanda, 2007). Menurut Hunter (2002), jumlah kejadian dermatitis kontak iritan melebiuhi 80% dari semua kasus dermatitis kontak.

2.2.2.3. Etiologi

Penyakit kulit yang sering timbul akibat paparan bahan-bahan di tempat kerja yaitu dermatitis kontak. Bahan-bahan yang menyebabkan dermatitis kontak dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Etiologi dermatitis kontak iritan dan gejala klinis yang ditimbulkannya menurut Adams Robert, 1983.

Etiologi (Bahan Iritan) Gejala Klinis

Asam kuat (kromat, hidroflourat, nitrat, hidroklorat, sulfur) (Samitz,1955) ; basa kuat (kalsium oksida) (Pinkus, 1957) ; kalsium hidroksida, sodium hidroksida, potassium sianida, trisodium fosfat, arsenic trioksida, dikromat, karbon bisulfida, etilen oksida (Radimer et al., 1974).

Ulserasi

Arsenic trioksida, serat kaca, minyak pelumas, tar, aspal, naftalen klorinat (Taylor, 1979).


(28)

Bahan kain, plester yang ketat, sinar UV, infrared, aluminium klorida (Shelley dan Horvath, 1960).

Milaria

Metal (inorganic arsenic, perak, emas, bismuth, merkuri), radiasi (sinar UV, infrared, microwave), tar, aspal.

Hiperpigmentasi

Amylphenol, butylphenol, hydroquinone, cathecol (Gellin et al., 1970).

Hipopigmentasi Borax (Tan, 1970) ; chloropreme dimmers (Irish,

1963).

Alopesia Bahan kimia, kosmetik, hewan, makanan,

tumbuhan, tekstil, kayu (Daman et al., 1978).

Urtikaria Keratin (Meneghini dan Gianotti, 1964) ; silica

(Epstein, 1950) ; beryllium (Grier et al., 1948) ; bakteri, jamur, parasit.

Granuloma

Tabel 2.4. Bahan iritan yang sering menimbulkan DKI menurut Keefner, 2004 : Asam kuat (hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat)

Basa kuat (Kalsium Hidroksida, Natrium Hidroksida, Kalium Hidroksida) Detergen

Resin epoksi Etilen oksida Fiberglass

Minyak (lubrikan) Pelarut-pelarut organik


(29)

Agen oksidator Plasticizier Serpihan kayu

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas ; usia (anak usia di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi) ; ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih) ; jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak pada wanita) ; penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya dermatitis atopik.

2.3.2.4. Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air di kulit (Sularsito dan Djuanda, 2007).

Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membrane lemak keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang akan merubah fosfolipid menjadi asam arakhidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF), dan inositida (IP3). AA diubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktivasi sel mast melepaskan histamin, PG dan LT lain, sehingga memperkuat perubahan vaskular (Sularsito dan Djuanda, 2007).

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit yang berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila


(30)

iritannya kuat. Dan apabila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan (Sularsito dan Djuanda, 2007).

2.2.2.5. Gejala Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan pada dermatitis kontak iritan, sangat bergantung kepada konsentrasi bahan iritannya apakah kuat atau lemah dan durasi terpaparnya penderita terhadap bahan iritannya. Bahan-bahan iritan seperti minyak, alcohol, glycol hanya menyebabkan iritasi pada sebagian kecil orang, yang memang dikarenakan reaksi lokal pada kulit penderita. Namun bahan iritan seperti sodium hidroksida dan asam hidroflurat yang merupakan asam kuat dengan konsentrasi 100%, akan membakar kulit siapapun yang terkena, yang terkadang berakhir dengan kondisi yang fatal (Adams Robert, 1983).

Selain faktor di atas, banyak faktor yang menimbulkan kelainan kulit pada dermatitis kontak iritan, seperti faktor individu (misalnya, ras, usia, lokasi, atopi, penyakit kulit lain), faktor lingkungan (misalnya, suhu, kelembaban, udara, oklusi). Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor di atas , maka DKI diklasifikasikan menjadi 10 macam, yaitu DKI akut, DKI lambat akut, DKI kumulatif, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI noneritematosa, dan DKI subyektif, DKI akneformis atau pustular, DKI friksi, dan DKI eksema (Sularsito dan Djuanda, 2007).

2.3.2.6. Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan pada anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah dikenali karena munculnya lebih cepat sehingga penderita umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga ada kalanya sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai (Sularsito dan Djuanda, 2007).


(31)

Kriteria diagnostik primer DKI menurut Rietschel meliputi makula eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol, kulit seperti terbakar. Kriteria objektif minor meliputi batas tegas pada dermatitis, dan kecenderungan untuk menyebar lebih rendah dibanding DKA (Hogan, 2009).

2.3.2.7. Penatalaksanaan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanis, fisis, maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor-faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan secara sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal. Kalaupun memakai obat topikal, cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering (Sularsito dan Djuanda, 2007).

Untuk mengatasi peradangan, dapat diberikan kortikosteroid topikal, seperti hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan (Sularsito dan Djuanda, 2007).

2.3. Keluhan Kulit Akibat Kerja pada Pekerja Bengkel

Penyebab munculnya keluhan kulit pada pekerja-pekerja adalah akibat dermatitis kontak iritan oleh bahan-bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, besi, baja, nikel, dan juga serbuk kayu (Sularsito dan Djuanda, 2007).

Kelainan kulit yang terjadi, ditentukan oleh tiga faktor. Faktor yang pertama adalah faktor yang berasal dari bahan iritannya, berupa ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, serta pH. Faktor yang kedua adalah faktor yang berasal dari lingkungan berupa lama kontak, kekerapan (terus-menerus terpapar atau berselang), temperatur, tekanan, dan trauma fisik. Dan faktor yang ketiga adalah faktor yang berasal dari masing-masing individu berupa usia, jenis


(32)

kelamin, ras, penyakit kulit yang sedang diderita, dan daerah kulit yang terpapar (Chowdhury dan Maibach, 2004).

Pada pekerja bengkel, faktor -faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap kesehatan kulit selain faktor suhu dan kelembaban. Bahan-bahan iritan yang sering terpapar pada pekeja bengkel berupa minyak pelumas (oli), gas, cat, plastik, pembersih radiator, pembersih baja, dan nikel (Adams Robert, 1983).

Keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel dapat berupa dermatitis kontak iritan kumulatif. Hal ini terjadi karena kontak yang berulang-ulang dengan bahan iritan lemah serta adanya kerjasama dengan faktor-faktor lainnya seperti yang telah disebutkan di atas. Bahan iritan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi kuat apabila bergabung dengan faktor tersebut (Sularsito dan Djuanda, 2007).

Pada pekerja bengkel sendiri, bahan iritan yang paling sering terpapar adalah minyak pelumas (oli) di samping bahan-bahan iritan yang telah disebut di atas. Minyak pelumas sendiri merupakan zat yang dipakai dalam pemeliharaan mesin untuk melumasi mesin kendaraan bermotor, kendaraan diesel, mesin industri, kapal, dan lain-lain. Fungsi utamanya adalah untuk melumasi dan mengurangi gesekan, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi keausan mesin, sebagai pendingin mesin dari panas yang timbul akibat gesekan, dan sebagai deterjen untuk melarutkan kotoran hasil pembakaran sehingga turut membantu perawatan mesin (Pertamina Lubricant Guide, 2010).

Apabila pelumas terkena kulit, paparan akut berupa kerusakan kulit, iritasi, dan rambut kulit mudah rontok karena kerusakan akar. Reaksinya diawali pada permukaan punggung tangan, jari, kaki, dan dapat berkembang menjadi gangguan kulit yang disebut dengan perifoliculate papules. Paparan kronik terjadi apabila paparan yang berulang atau dalam jangka waktu yang lama (Pertamina Lubricant Guide, 2010).

Selain pelumas, pekerja bengkel juga sering terpapar bensin yang merupakan senyawa benzena yang digunkan bahan bakar mobil atau motor. Jika terjadi paparan akut, bensin dapat mengiritasi kulit dan menyebabkan kulit melepuh. Paparan berulang atau berkepanjangan (kronik) dapat menyebabkan


(33)

kulit kering akibat hilangnya lemak dari kulit, iritasi, dan dermatitis (CCOHS, 1997).

2.4. Bentuk Kelainan Kulit (Ruam)

Menurut Satiti Retno Pudjiati, bentuk kelainan kulit atau patologi kulit terdiri atas:

2.4.1. Makula

Makula adalah perubahan warna kulit tanpa disertai perubahan konsistensi dan permukaannya. Makula berukuran < 1 cm, sedangkan jika >1cm disebut patch.

Beberapa contoh makula : • Makula hitam pada freckles • Makula putih pada vitiligo

• Makula merah (eritem) pada dermatitis

2.4.2. Papula

Papula adalah penonjolan kulit yang solid dengan diameter < 0,5 cm. Terjadinya papula karena adanya proses:

• Infiltrat pada papilla dermis:

- Proses inflitrasi selular pada kasus lichen nitidus - Proses non-selular pada kasus lichen amiloidosis • Hiperplasia epidermis:

- Veruka-molluscum contagiosum 2.4.3. Plak

Plak adalah kelaianan kulit seperti papula dengan pemukaan datar dan diameter > 0,5cm. Plak dapat terjadi karena perluasan suatu papula, tetapi juga karena gabungan atau konfluensi dari beberapa papula, misalnya:

- Lichen simplex - Psoriasis


(34)

2.4.4. Urtika

Penonjolan kulit dengan batas tegas, timbulnya cepat, tetapi hilangnya juga cepat; biasanya berwana kemerahan dan pucat di bagian tengah,sering terdapat pseudopodia (kaki semu). Urtika timbul disebabkan karena adanya edema interselular yang biasanya merupakan kelanjutan dari meningkatnya permeabilitas kapiler dan hampir tidak pernah dijumpai adanya infiltrat radang. Biasanya urtika timbul akibat adanya reaksi alergi, atau reaksi hipersensitifitas. Urtika yang timbul di jaringan yang longgar, seperti dikelopak mata, bibir, dan scrotum biasanya berukuran besar (luas) dan dinamakan angioedema.

2.4.5. Vesikel

Vesikel merupakan gelembung berisi cairan sebum, beratap, berukuran kurang dari 0,5 cm, dan memmpunyai dasar, vesikel berisi darah disebut vesikel hemoragik.

2.4.6. Kista

Kista merupakan ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Kista terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun kemudian dapat meradang. Dinding kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat yang dilapisi oleh sel epitel dan endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang melebar dan tertutup, saluran kelenjar, pembuluh darah, saluran getah bening, atau lapisan epidermis.

2.4.7. Abses

Abses merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit berate di dalam kutis atau subkutis. Abses biasanya terbentuk terbentuk dari infiltrate radang. Sel dan jaringan yang hancur membentuk nanah.


(35)

2.4.8. Nodus

Nodus merupakan massa subkutan padat sirkumskrip terletak dikutan atau subkutan, dapat menonjol, jika diameter lebih dari 1 cm disebut nodulus.

2.4.9. Tumor

Tumor istilah untuk benjolan yang berdasarkan pertumbuhan sel maupun jaringan 2.4.10.Sikatriks

Sikartriks terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit licin dan tidak terdapat adneksa kulit. Sikatriks dapat atrofi, kulit mencekung dan dapat hipertropik, yang sacara klinis terlihat menonjol karena kelebihan jaringan ikat.Bila sikatriks hipertrofik menjadi patologik, pertumbuhan melampaui batas luka disebut keloid.

2.4.11.Anetoderma

Anetoderma bila kutis kehilangan elastsitas tanpa perubahan berarti pada bagian kulit yang lain, dapat dilihat bagian-bagian yang lain ditekan dengan jari seakan-akan berlubang.

2.4.12.Erosi

Erosi merupakan kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak melampaui stratum basal.

2.4.13.Ekskoriasi

Jika garukan lebih dalam lagi sehingga tergores sampai ujung papil, maka akan terlihat darah yang keluar selain serum. Kelainan kulit disebabkan oleh jaringan sampai stratum papilare disebut ekskoriasis.

2.4.14.Ulkus

Ulkus adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasis. Ulkus dengan demikian mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi. Termasuk erosi atau


(36)

ekskoriasis dengan bentuk liniar ialah fisura atau rhagades, yakni belahan kulit yang terjadi oleh tarikan jaringan disekitarnya.

2.4.15.Skuama

Skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama dapat halus sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal dan luas sebagai lembara kertas.

2.4.16.Krusta

Krusta adalah cairan badan yang mengering yang dapat bercampur dengan jaringan nekrotik maupun benda asing (kotoran, obat, dan sebagainya).


(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Gambaran dan Prevalensi Keluhan Gangguan Kulit pada Pekerja Bengkel di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor Tahun 2012.

3.2. Definisi Operasional

Variabel pada penelitian ini adalah gambaran dan prevalensi keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor tahun 2012.

Tabel 3.1. Variabel dan Definisi Operasional No Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Gambaran

kelainan kulit

Kondisi abnormal fungsi dan struktur kulit yang menimbulkan manifestasi klinis atau ruam yang sekarang dialami dan Cahaya dan kaca pembesar Pemeriksa-an 1.Positif (ada gangguan kulit) 2.Negatif (tidak ada gangguan kulit) Ordinal Pekerja bengkel di Kecamatan

Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor

Prevalensi yang mengalami gangguan

kulit

Jenis kelainan kulit yang dialami pekerja


(38)

paling dominan 2 Prevalensi

gangguan kulit

Jumlah keseluruhan gangguan kulit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah

Kuesioner Wawancara % (persen) Ratio

3.2.1. Gambaran Kelainan Kulit

Di bawah ini akan diberikan definisi berbagai kelainan kulit dan istilah-istilah yang berhubungan dengan kelainan tersebut:

Tabel 3.2. Definisi Kelainan-Kelainan Kulit (Sularsito dan Djuanda, 2007) No. Kelainan Kulit Definisi

1. Makula Kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata.

2. Plak Penonjolan padat rata, berdiameter lebih besar dari 0,5 cm 3. Urtika Edema setempat yang timbul mendadak dan hilang secara

perlahan-lahan.

4. Vesikel Gelembung berisi cairan berdiameter kurang dari 0,5 cm. 5. Pustul Vesikel yang berisis nanah.

6. Bula Vesikel yang berukuran lebih besar dari 0,5 cm.

7. Kista Ruangan berdinding berisi cairan, sel, maupun sisa sel di dalam jaringan

8. Abses Kumpulan nanah dalam jaringan.

9. Papul Penonjolan di atas permukaan kulit berukuran diameter kurang dari 0,5 cm.


(39)

dengan diameter 1-5 cm.

11. Tumor Benjolan yang berdasarkan pertumbuhan sel atau jaringan dengan ukuran lebih besar dari 5 cm.

12. Infiltrat Benjolan yang terdiri atas kumpulan sel radang.

13. Vegetasi Pertumbuhan berupa penonjolan bulat atau runcing yang menjadi satu.

14. Sikatriks Relief kulit yang tidak normal karena jaringan kulit yang tidak utuh, timbul jaringan ikat baru yang cekung (atrofik) atau meninggi (hipertrofik)

15. Anetoderma Bila kutis kehilangan elastisitas tanpa perubahan pada kulit yang lain.

16. Erosi Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak melampaui stratum basalis.

17. Eksoriasi Kelainan kulit yang disebabkan oleh karena hilangnya jaringan sampai dengan stratum papilare.

18. Ulkus Hilangnya jaringan yang lebih dalam dari eksoriasis. 19. Skuama Lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.

20. Krusta Cairan badan yang mengering, dapat bercampur dengan jaringan nekrotik maupun benda asing.

21. Likenifikasi Penebalan kulit yang disertai relief kulit yang semakin jelas. 22. Guma Infiltrat sirkumskrip, menahun, destruktif, dan biasanya

melunak.

23. Eksantema Kelainan kulit yang timbul serentak dalam waktu singkat dan tidak berlangsung lama, umumnya didahului dengan demam. 24. Fagedenikum Proses yang menjurus ke dalam dan meluas (ulkus tropikum,

ulkus mole).

25. Terebrans Proses yang menjurus ke dalam.

26 Telengiektasis Pelebaran pembuluh darah kapiler yang menetap pada kulit. 27. Roseola Eksantema yang lentikular berwarna merah tembaga pada


(40)

28. Eksantema skarlatiniformis

Erupsi yang difus dapat generalisara atau lokalisata. 29. Eksantema

morbiformis

Erupsi berupa eritema yang lentikular.

3.2.2. Prevalensi Kelainan Kulit

Untuk prevalensi terdapat dua ukuran, yaitu point prevalence (prevalensi sesaat) dan periode prevalence (prevalensi periode).

Point prevalence =

Jumlah pekerja bengkel

Jumlah semua kasus yang dicatat (pada saat waktu tertentu)

3.2.3. Pekerja Bengkel

Pekerja bengkel adalah orang yang bermata pencaharian/ mencari nafkah dengan bekerja memperbaiki kendaraan bermotor yang sedang mengalami kerusakan pada suatu tempat (bengkel kendaraan bermotor).


(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif untuk mendeskripsikan bagaimana gambaran dan prevalensi keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel kendaraan bermotor di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor tahun 2012. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional, dimana observasi (pengumpulan data) dilakukan pada satu saat tertentu.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat bengkel yang berada di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor, Medan, Sumatera Utara, mulai bulan Juli sampai dengan September 2012. Alasan pemilihan tempat penelitian karena di daerah tersebut banyak terdapat bengkel-bengkel kendaraan bermotor, dimana kawasan tersebut merupakan kawasan jalan raya yang banyak dilalui oleh pengendara kendaraan bermotor.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua pekerja bengkel yang terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor, Medan, Sumatera Utara.


(42)

4.3.2. Sampel

Menurut Sastroasmoro dan Ismael (2010), besar sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

n=

dimana n= besar sampel minimum

Zα= nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu P= proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari

d= tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki/kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Q= (1-P)

bila proporsi sebelumnya tidak diketahui, maka dipergunakan P= 0,5. Bila Zα= 1,96 P= 0,5

Q= 0,5 d= 0,1 n = 1,962 x 0,5 x 0,5 = 97

(0,1)2

Dengan menggunakan rumus di atas diperoleh jumlah sampel sebanyak 97 orang. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Consecutive sampling. Semua subyek yang didatangi dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang dibutuhkan terpenuhi. Consecutive sampling ini merupakan jenis nonprobability sampling yang paling baik dan sering merupakan cara termudah (Sastroasmoro dan Ismael, 2010).

Zα2PQ d2


(43)

Adapun kriteria inklusi yang digunakan adalah :

1. Pekerja bengkel kendaraan bermotor yang bekerja di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian.

2. Pekerja bengkel kendaraan bermotor yang bekerja di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor yang terpapar langsung dengan bahan-bahan iritan atau alergi di bengkel.

Kriteria eksklusi sampel adalah :

1. Pekerja bengkel kendaraan bermotor yang bekerja di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor yang sedang atau pernah mengalami sakit kulit yang berat, yang bukan disebabkan pekerjaan di bengkel.

2. Semua pekerja bengkel yang termasuk dalam kriteria inklusi tetapi tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan fisik secara langsung kepada pekerja.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Tahap kedua coding yaitu memberikan kode angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisis. Tahap ketiga entry yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer dengan menggunakan program SPSS. Tahap keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak (Wahyuni, 2008). Untuk mendeskripsikan prevalensi keluhan gangguan kulit akibat kerja pada pekerja


(44)

bengkel kendaraan bermotor di Kecamatan Medan Baru, Medan Johor, dan Medan Selayang tahun 2012 dilakukan perhitungan frekuensi dan presentase. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(45)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada tiga kecamatan di Kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor. Pada Kecamatan Medan Baru penelitian dilakukan pada 6 bengkel (5 bengkel sepeda motor dan 1 bengkel mobil) di sepanjang Jalan Iskandar Muda, Jalan Jamin Ginting, Jalan Sei Batanghari dan Jalan Darussalam. Pada Kecamatan Medan Selayang, penelitian dilakukan pada 17 bengkel (14 bengkel sepeda motor dan 3 bengkel mobil) di Jalan Setia Budi, Jalan Ngumban Surbakti, Jalan Bunga Kenanga, Jalan Bunga Mawar, Pasar 3 Setia Budi, Jalan Jamin Ginting. Sedangkan Pada Kecamatan Medan Johor, penelitian dilakukan pada 7 bengkel (7 bengkel sepeda motor) di Jalan Karya Wisata, Jalan Eka Rasmi, Jalan A.H. Nasution.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah pekerja bengkel di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor berjumlah 97 responden dengan karakteristik sebagai berikut :

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Pekerja Bengkel Menurut Umur

Umur Frekuensi (n) Persentase (%)

<18 15 15.5

19-40 74 76.3

>40 8 8.2

Total 97 100.0

Dari Tabel 5.1. dapat dilihat pekerja bengkel dengan kelompok umur < 18 tahun sebanyak 15 orang (15,5%), umur 19-40 tahun sebanyak 74 orang (76,3%), umur >40 tahun sebanyak 8 orang (8,2%).


(46)

Tabel 5.2.Distribusi Frekuensi Pekerja Bengkel Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)

SMP 13 13.4

SMA 32 33.0

SMK/STM 48 49.5

MAHASISWA 4 4.1

Total 97 100.0

Dari Tabel 5.2. dapat diketahui tingkat pendidikan pekerja bengkel SMP sebanyak 13 orang (13,4%), SMA sebanyak 32 orang (33%), SMK/STM 48 orang (49,5%), dan Mahasiswa 4 orang (4,1%).

Tabel 5.3.Distribusi Frekuensi Pekerja Bengkel Menurut Lokasi Bengkel Lokasi Bengkel Frekuensi (n) Persentase (%)

Medan Baru 21 21.6

Medan Selayang 52 53.6

Medan Johor 24 24.7

Total 97 100.0

Dari Tabel 5.3. dapat diketahui jumlah pekerja yang bekerja di Kecamatan Medan Baru 21 orang (21,6%), Medan Selayang 52 orang (53,6%), dan di Medan Johor 24 orang (24,7%).


(47)

5.1.3. Deskripsi Analisis Penelitian

Tabel 5.4.Distribusi Frekuensi Gambaran Keluhan Gangguan Kulit Pekerja Bengkel

Keluhan Gangguan Kulit Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak ada keluhan 63 64,9

Gatal 6 6.2

Kulit kering (serosis) 2 2.1

Panas dan bengkak (urtikaria) 1 1.0

Kulit merah (makula eritem) 2 2.1

Gatal dan merah 8 8.2

Gelembung (vesikel) 5 5.1

Gatal, merah, gelembung 2 2.1

Melepuh dan gatal 5 5.2

Bersisik (skuama) 3 3.1

Total 97 100.0

Dari Tabel 5.4. diketahui pekerja bengkel yang tidak memiliki keluhan kelainan kulit sebanyak 63 orang (64,9%), keluhan gatal 6 orang (6,2%), kulit kering (serosis) 2 orang (2,1%), panas dan bengkak (urtikaria) 1 orang (1%), kulit merah (makula eritem) 2 orang (2,1%), gatal dan merah 8 orang (8,2%), gelembung (vesikel) 5 orang (5,1%), gatal, merah, gelembung 2 orang (2,1%), melepuh dan gatal 5 orang (5,2%), bersisik 3 orang (3,1%). Sehingga jumlah pekerja bengkel yang memiliki gangguan kelainan kulit sebesar 34 orang (35,1%).


(48)

Tabel 5.5.Distribusi Frekuensi Pemakaian Alat Pelindung Tubuh oleh Pekerja Bengkel

Pemakaian APT Frekuensi (n) Persentase (%)

Ya 4 4.1

Tidak 93 95.9

Total 97 100.0

Dari Tabel 5.5. dapat diketahui pekerja bengkel yang memakai alat pelindung tubuh ketika bekerja sebanyak 4 orang (4,1%), dan yang tidak menggunakan 93 orang (95,9%).

Tabel 5.6.Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Pada Pekerja Bengkel (dalam tahun) Lama Bekerja Frekuensi (n) Persentase (%)

0-3 38 39.2

3-6 19 19.6

>6 40 41.2

Total 97 100.0

Dari Tabel 5.6. dapat diketahui lama bekerja pekerja bengkel 0-3 tahun sebanyak 38 orang (39,2%), 3-6 tahun sebanyak 19 orang (19,6%), >6 tahun sebnyak 40 orang (41,2%). Kemudian diketahui bahwa semua pekerja bengkel (100%) yang membersihkan tubuh setelah bekerja.


(49)

Tabel 5.7.Distribusi Frekuensi Bahan Pembersih Tubuh pada Pekerja Bengkel Bahan Pembersih Tubuh Frekuensi (n) Persentase (%)

Sabun mandi 18 18.6

Sabun cuci 47 48.5

Air saja 1 1.0

Bensin 26 26.8

Bensin dan sabun cuci 3 3.1

Tiner 2 2.1

Total 97 100.0

Dari Tabel 5.7. dapat diketahui bahan pembersih tubuh yang digunakan pekerja bengkel yaitu sabun mandi sebanyak 18 orang (18,6%), sabun cuci 47 orang (48,5%), air saja 1 orang (1%), bensin 26 orang (26,8%), bensin 26 orang (26,8%), bensin dan sabun cuci 3 orang (3,1%), dan yang menggunakan tiner 2 orang (2,1%).

Tabel 5.8.Distribusi Frekuensi Riwayat Keluhan Gangguan Kulit Sebelumnya Pada Pekerja Bengkel

Riwayat Frekuensi (n) Persentase (%)

ya 19 19.6

tidak 78 80.4

Total 97 100.0

Dari Tabel 5.8. dapat diketahui pekerja bengkel yang memiliki riwayat keluhan gangguan kulit sebelumnya sebanyak 19 orang (19,6%), dan yang tidak sebanyak 78 orang (80,4%).


(50)

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Waktu Riwayat Keluhan Gangguan Kulit Muncul

Waktu Frekuensi (n) Persentase (%)

Sebelum 4 4.1

Sesudah 15 15.5

Tidak ada 78 80.4

Total 97 100.0

Berdasarkan Tabel 5.9. dapat diketahui pekerja bengkel yang mimiliki riwayat keluhan gangguan kulit sebelum bekerja di bengkel 4 orang (4,1%), sesudah bekerja di bengkel 15 orang (15,5%), dan tidak ada riwayat keluhan gangguan kulit 78 orang (80,4%)

5.2. Pembahasan

Pada penelitian ini didapatkan pekerja bengkel dengan kelompok umur yang paling banyak adalah kelompok umur 19-40 tahun sebanyak 74 orang (76,3%). Seperti pada penelitian Nusantara (2010) yang dilakukan di Semarang kelompok umur paling banyak adalah umur 21-50 tahun sebanyak 73,3%. Ini karena, usia 19-50 tahun merupakan usia produktif kerja.

Tingkat pendidikan pekerja bengkel paling banyak adalah pendidikan SMK/STM 48 orang (49,5 %). Ini sesuai dengan penelitian menurut penelitian Pakpahan (2011) yang dilakukan di Medan, pendidikan SMA/sederajat 74,2% merupakan tingkat pendidikan terbanyak pada pekerja bengkel

Pada penelitian ini didapatkan jumlah pekerja bengkel paling banyak berada di Kecamatan Medan Selayang sebanyak 52 orang (53,6%). Ini dikarenakan Kecamatan Medan Selayang memiliki jalan-jalan besar yang banyak dilalui kendaraan bermotor, seperti Jalan Jamin Ginting, Jalan Ngumban Surbakti, dan Jalan SetiaBudi.

Pekerja bengkel yang memiliki keluhan gangguan kulit sebanyak 34 orang (35,1%). Adapun keluhan gangguan kulit yang timbul pada pekerja bengkel


(51)

seperti : keluhan gatal 6 orang (6,2%), kulit kering (serosis) 2 orang (2,1%), panas dan bengkak (urtikaria) 1 orang (1%), kulit merah (makula eritem) 2 orang (2,1%), gatal dan merah 8 orang (8,2%), gelembung (vesikel) 5 orang (5,1%), gatal, merah, gelembung 2 orang (2,1%), melepuh dan gatal 5 orang (5,2%), bersisik 3 orang (3,1%). Seperti yang dikemukakan oleh Kenerva dan Diepgen (2003), bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh paparan bahan-bahan kimia berupa : sensasi terbakar, gatal, eksema, gambaran seperti makula atau papula, eritema, vesikel, dan skuama.

Pada pekerja bengkel, sering terpapar oli atau pelumas yang mengakibatkan kerusakan kulit, iritasi, dan kerontokan rambut kulit (Pertamina Lubricant Guide, 2010). Selain itu, pekerja bengkel juga sering terpapar bensin yang dapat mengiritasi kulit dan menyebabkan kulit melepuh (CCOHS, 1997). Pada penelitian ini dijumpai keluhan-keluhan yang kemungkinan disebabkan hal-hal tersebut.

Pada penelitian ini, ditemukan 63 orang (64,9%) pekerja bengkel yang tidak mengalami keluhan gangguan kulit apa pun selama tahun 2012. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor, seperti lamanya kontak dengan bahan iritan, kekerapan (terus-menerus atau berselang), kulit lebih permeable, ada tidaknya gesekan atau trauma fisik. Selain itu, dapat disebabkan faktor individu, seperti usia (anak-anak dan lanjut usia lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (wanita lebih mudah teriritasi daripada laki-laki), dan perbedaan ketebalan kulit yang menyebabkan perbedaan permeabilitas kulit (Djuanda dan Sularsito, 2009).

Pada penelitian ini ditemukan 93 orang (95,9%) pekerja bengkel yang tidak menggunakan alat pelindung tubuh ketika bekerja. Hal ini sesuai seperti penelitian Pakpahan (2011), ditemukan 90,7% pekerja bengkel tidak menggunakan alat pelindung tubuh ketika bekerja. Menurut peneliti, alasan pemakaian alat pelindung tubuh menyulitkan mereka dalam bekerja.

Menurut lama bekerjanya, pekerja bengkel 0-3 tahun sebanyak 38 orang (39,2%), 3-6 tahun sebanyak 19 orang (19,6%), >6 tahun sebnyak 40 orang (41,2%). Kemudian dilakukan tabulasi silang lama bekerja dan gambaran keluhan


(52)

kulit , didapatkan 15 orang (15,4%) yang bekerja >6 tahun , 6 orang (6,1%) yang bekerja 3-6 tahun, 13 orang (13,4%) yang bekerja 0-3 tahun. Ini sesuai dengan teori keluhan gangguan kulit dipengaruhi seringnya paparan dan lama kontak dengan bahan iritan atau alergen (Djuanda dan Sularsito, 2009).

Pada penelitian ini ditemukan 97 orang (100%) pekerja bengkel mencuci tangan setelah bekerja. Bahan pencuci tangan yang digunakan sabun mandi sebanyak 18 orang (18,6%), sabun cuci 47 orang (48,5%), air saja 1 orang (1%), bensin 26 orang (26,8%), bensin dan sabun cuci 3 orang (3,1%), Tiner 2 orang (2,1%). Pekerja bengkel mayoritas mencuci tubuh dengan memakai bahan iritan (seperti sabun cuci, bensin, dan tiner) di kulit. Peneliti berpendapat, ini dapat disebabkan kurangnya pengetahuan pekerja bengkel tentang kesehatan kulit di lingkungan kerja.

Menurut Djuanda dan Sularsito (2009), riwayat penyakit kulit sebelumnya atau sedang mengalami paparan penyakit kulit, dapat menurunkan ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun, sehingga kulit semakin sensitif terhadap bahan iritan. Pada penelitian ini ditemukan 19 orang (19,6%) yang memiliki riwayat keluhan gangguan kulit sebelumnya. Dan 14 orang dari populasi yang memiliki gangguan kulit sebelumnya, mengalami keluhan gangguan kulit.


(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Prevalensi keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel kendaraan bermotor di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor adalah 35,1%.

2. Gambaran keluhan kulit pada pekerja kendaraan bermotor di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor, sebagai berikut : tidak memiliki keluhan kelainan kulit sebanyak 63 orang (64,9%), keluhan gatal 6 orang (6,2%), kulit kering (serosis) 2 orang (2,1%), panas dan bengkak (urtikaria) 1 orang (1%), kulit merah (makula eritem) 2 orang (2,1%), gatal dan merah 8 orang (8,2%), gelembung (vesikel) 5 orang (5,1%), gatal, merah, gelembung 2 orang (2,1%), melepuh dan gatal 5 orang (5,2%), bersisik 3 orang (3,1%). 3. Sebanyak 93 orang (95,9 %) pekerja bengkel tidak menggunakan alat

pelindung tubuh ketika bekerja.

6.2. Saran

1. Untuk masyarakat, khusus pekerja bengkel agar lebih meningkatkan kesadaran kesehatan kulit dengan memperhatikan kebersihan kulit. Pekerja bengkel juga agar lebih memperhatikan perlindungan tubuh ketika kerja dengan memakai alat pelindung tubuh ketika bekerja, khususnya untuk perlindungan kulit.

2. Untuk pengusaha bengkel, agar lebih memperhatikan kesehatan kerja pada pekerja bengkel dengan menyediakan alat pelindung tubuh ketika bekerja dan menyediakan bahan pembersih tubuh yang benar dan tidak merusak kulit.

3. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan sampel dan cakupan daerah yang lebih besar agar didapatkan gambaran dan prevalensi yang lebih luas dan diteliti dengan beberapa variabel hubungan.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, R.M., 1969. Occupational Contact Dermatitis. London: Pitman Medical Publishing.

Adams, R.M., 1983. Occupational Skin Diseases. New York: Grune & Stratton, Inc.

Buchari, 2007. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja, USU. Available from:

[Accesed 2 April 2012].

Canadian Centre for Occupational Health and Safety, 1997. Health Effects of Gasoline. Available from Chew, Ai-Lean., Maibach, H. I., 2006. Irritant Dermatitis. Berlin:

Springer-Verlag, 7-8.

Chowdhury, M. M. U., Maibach, H. I., 2007. Occupational Skin Disorders. In: LaDou, J., ed. Current Occupational & Enviromental Medicine. Edisi Keempat. USA: McGraw-Hill Companies, 280-297.

Graham-Brown, R. dan Burns, T., 2005. Dermatologi. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Harahap, M.1990. Penyakit Kulit. Penerbit: PT Gramedia Jakarta.

Hogan, D.J., 2011. Allergic Contact Dermatitis, Emedicine. Available from: Mei 2012].

Hunter, J., Savin, J., & Dahl, M., 2002. Clinical Dermatology. 3rd ed. USA: Blackwell.


(55)

Keefner, K.P., 2004. Tabel Iritan Yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak Iritan. Dalam; Febriani, H.T., Musa, S. T., Sumantri, M. A., Dermatitis Kontak. Available from Mei 2012].

Kenerva, L., Diepgen, T.L., 2003. Occupational Skin Disease. In: Fritsch, P., Burgdorf, W. Skin Diseases in Europe. Berlin, Germany: ABW Wissenschaftsverlag GmbH, 19-24. Available from:

Kusnoputranto, Haryoto, 1986. Kesehatan Lingkungan. Depdikbud, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Notoatmodjo,S. (1997). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta :PT Rineka Cipta. Nusantara,N.N., 2010. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kejadian Ginggival

Lead Line Pada Pekerja Bengkel Motor di Semarang, Undip.

Pakpahan, Samuel, 2011. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pekerja Bengkel Terhadap Dermatitis Kontak Akibat Kerja Di Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, dan Medan Helvetia Tahun 2011, USU.

Peate, W.F., 2002. Occupational Skin Disease. Am. Fam Physician66(6): 1005-1033. Available from: [Accessed 08 Mei 2012].

Pelumas Pertamina, 2010. Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan. Available from:

Saint-Mezard, Rosieres, Krasteva, et al, Allergic Contact Dermatitis. Am Eur J Dermatol (14): 284-95.2004.


(56)

Sastroasmoro, S., 2010. Pemilihan Subjek Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, S., dan Ismael S., (eds). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto: Jakarta, 78-81.

Siregar, RS. Dermatosis Akibat Kerja. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran 107:1996.

Sisilia, 2008. Hubungan Penyakit Dermatitis Kontak dengan Penggunaan Kromium pada Pekerja Industri Pelapisan Logam PT. Subur Emas Murni di Jakarta Pusat Tahun 2008. Available from:

Sularsito, S.A. dan Djuanda, S., 2007. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S, (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta, 129-153.

Susanti, 2010. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri (sarung Tangan) terhadap Penurunan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Bagian Penyelesaian Akhir Di CV. Roda Jati Karanganyar, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Available from: Trihapsoro, Iwan.,2003. Dermatitis Kontak Alergi Pada Pasien Rawat Jalan

RSUP Haji Adam Malik Medan, USU. Available from:

[Accesed 2 April 2012].

Wahyuni, A.S., 2008. Statistik Kedokteran. Jakarta Timur: Bamboedoea Communication.


(57)

KUESIONER PENELITIAN PREVALENSI KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA PEKERJA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN SELAYANG, DAN MEDAN JOHOR TAHUN 2012 IDENTITAS RESPONDEN

No. responden : Tanggal survei :

Usia :

Pendidikan :

1. Gambaran kelainan kulit (hasil pemeriksaan):

………. 2. Apakah anda menggunakan alat pelindung tubuh ketika melakukan

pekerjaan? a. Ya b. Tidak

3. Berapa lama anda bekerja sebagai pekerja bengkel? a. 0-3 tahun

b. 3-6 tahun c. > 6 tahun

4. Apakah anda membersihkan tubuh setelah bekerja? a. Ya

b. Tidak

5. Dengan apa anda sering membersihkan tubuh anda setelah bekerja? a. Sabun

b. Bensin c. Air

d. Dan lain-lain (……….)

6. Apakah anda pernah mengalami keluhan gangguan kulit sebelumnya? a. Ya

b. Tidak

7. Kapan keluhan gangguan kulit itu muncul? a. Sebelum bekerja di bengkel


(58)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN Dengan hormat,

Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu/Saudara/Saudari atas kesediaannya meluangkan waktu untuk mengisi surat persetujuan dan kuesioner ini.

Saya Lidia Giritri br Bangun, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2009. Saat ini saya sedang mengerjakan penelitian guna melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya untuk menyelesaikan pedidikan di Fakultas Kedokteran USU. Adapun judul penelitian saya adalah Gambaran dan Prevalensi Keluhan Gangguan Kulit pada Pekerja Bengkel Kendaraan Bermotor di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor Tahun 2012.

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui prevalensi dan gambaran keluhan gangguan kulit pada pekerja bengkel, agar kiranya kelak pekerja bengkel lebih memperhatikan perlindungan kulit terhadap bahan-bahan iritan dan alergen yang ada di tempat kerja. Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk ikut serta dalam penelitian ini, yaitu sebagai responden. Saya akan menanyakan beberapa hal seputar identitas, fakta sesuai pekerjaan yang anda bidangi, dan melakukan pemeriksaan fisik pada bagian-bagian tubuh anda yang sering terpapar bahan iritan dan alergen di tempat anda bekerja.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesediaan waktu Bapak/Ibu/Saudara/Saudari, saya mengucapkan terima kasih. Semoga partisipasi dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dalam penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, ………. 2012 Peneliti,


(59)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan di bawah ini,

Nama :

Alamat :

Telah mendapatkan penjelasan dan memahami sepenuhnya tentang penelitian yang akan dilakukan,

Judul Penelitian : Gambaran dan Prevalensi Keluhan Gangguan Kulit pada Pekerja Bengkel Kendaraan Bermotor di Kecamatan Medan Baru, Medan Selayang, dan Medan Johor Tahun 2012

Nama Peneliti : Lidia Giritri br Bangun

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Jenis Penelitian : Deskriptif dengan pendekatan cross sectional

Lokasi Penelitian : Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Selayang, dan Kecamatan Medan Johor, Medan, Sumatera Utara Dengan ini menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara sukarela sebagai responden penelitian. Bila sewaktu-waktu saya berniat mengundurkan diri, maka kepada saya tidak akan dikenakan sanksi apapun.

Medan, …...2012


(60)

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : Lidia Giritri br. Bangun

Tempat/ tanggal lahir : Medan, Sumut, Indonesia / 08 Mei 1991 Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Melinjo 2 No. 14 Komp. Johor Permai Medan , Sumatera Utara, Indonesia.

Nomor Telepon : 083198228251

Orang Tua : - Ayah : Ir. Mbue Kata Bangun, M.Sc - Ibu : Ir. Sempana Sitepu

Riwayat Pendidikan : TK Immanuel Medan (1996 – 1997) SD Immanuel Medan (1997 – 2003) SMP St. Thomas 1 Medan (2003 – 2006) SMA Negeri 4 Medan (2006 – 2009)

Universitas Sumatera Utara (2009 – sekarang)

Riwayat Organisasi : 1. Anggota Unit Kegiatan Mahsiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen FK USU (2009-sekarang)


(61)

pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SMP 13 13.4 13.4 13.4

SMA 32 33.0 33.0 46.4

SMK 48 49.5 49.5 95.9

MAHASISWA 4 4.1 4.1 100.0

Total 97 100.0 100.0

Kel.Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <18 15 15.5 15.5 15.5

19-40 74 76.3 76.3 91.8

>40 8 8.2 8.2 100.0

Total 97 100.0 100.0

alamat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Medan Baru 21 21.6 21.6 21.6

Medan Selayang 52 53.6 53.6 75.3

Medan Johor 24 24.7 24.7 100.0


(62)

P1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid gatal 6 6.2 6.2 6.2

tidak ada keluhan 63 64.9 64.9 71.1

kulit kering 2 2.1 2.1 73.2

panas dan gembung 1 1.0 1.0 74.2

merah 2 2.1 2.1 76.3

gatal dan merah 8 8.2 8.2 84.5

gelembung 1 1.0 1.0 85.6

gatal, merah, gelembung 2 2.1 2.1 87.6

melepuh 4 4.1 4.1 91.8

melepuh dan gatal 5 5.2 5.2 96.9

bersisik 3 3.1 3.1 100.0

Total 97 100.0 100.0

P2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 4 4.1 4.1 4.1

tidak 93 95.9 95.9 100.0


(63)

P3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0-3 38 39.2 39.2 39.2

3-6 19 19.6 19.6 58.8

>6 40 41.2 41.2 100.0

Total 97 100.0 100.0

P4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 97 100.0 100.0 100.0

P5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sabun mandi 18 18.6 18.6 18.6

sabun cuci 47 48.5 48.5 67.0

air saja 1 1.0 1.0 68.0

bensin 26 26.8 26.8 94.8

bensin dan sabun cuci 3 3.1 3.1 97.9

tiner 2 2.1 2.1 100.0


(64)

P6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 19 19.6 19.6 19.6

tidak 78 80.4 80.4 100.0

Total 97 100.0 100.0

P7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sebelum 4 4.1 4.1 4.1

sesudah 15 15.5 15.5 19.6

tidak ada 78 80.4 80.4 100.0


(65)

P1 * P3 Crosstabulation

Count

P3

Total

0-3 3-6 >6

P1 gatal 2 1 3 6

tidak ada keluhan 25 13 25 63

kulit kering 1 1 0 2

panas dan gembung 0 0 1 1

merah 0 0 2 2

gatal dan merah 4 0 4 8

gelembung 0 1 0 1

gatal, merah, gelembung 1 1 0 2

melepuh 2 1 1 4

melepuh dan gatal 3 1 1 5

bersisik 0 0 3 3

Total 38 19 40 97

P1 * P6 Crosstabulation

P6

Total

ya tidak

P1 gatal Count 2 4 6

% within P1 33.3% 66.7% 100.0%

tidak ada keluhan Count 8 55 63

% within P1 12.7% 87.3% 100.0%

kulit kering Count 1 1 2

% within P1 50.0% 50.0% 100.0%

panas dan gembung Count 0 1 1

% within P1 .0% 100.0% 100.0%

merah Count 0 2 2


(66)

gatal dan merah Count 1 7 8

% within P1 12.5% 87.5% 100.0%

gelembung Count 0 1 1

% within P1 .0% 100.0% 100.0%

gatal, merah, gelembung Count 1 1 2

% within P1 50.0% 50.0% 100.0%

melepuh Count 3 1 4

% within P1 75.0% 25.0% 100.0%

melepuh dan gatal Count 2 3 5

% within P1 40.0% 60.0% 100.0%

bersisik Count 1 2 3

% within P1 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 19 78 97


(67)

(68)

(1)

P3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0-3 38 39.2 39.2 39.2

3-6 19 19.6 19.6 58.8

>6 40 41.2 41.2 100.0

Total 97 100.0 100.0

P4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 97 100.0 100.0 100.0

P5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sabun mandi 18 18.6 18.6 18.6

sabun cuci 47 48.5 48.5 67.0

air saja 1 1.0 1.0 68.0

bensin 26 26.8 26.8 94.8

bensin dan sabun cuci 3 3.1 3.1 97.9

tiner 2 2.1 2.1 100.0


(2)

P6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 19 19.6 19.6 19.6

tidak 78 80.4 80.4 100.0

Total 97 100.0 100.0

P7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sebelum 4 4.1 4.1 4.1

sesudah 15 15.5 15.5 19.6

tidak ada 78 80.4 80.4 100.0


(3)

P1 * P3 Crosstabulation

Count

P3

Total

0-3 3-6 >6

P1 gatal 2 1 3 6

tidak ada keluhan 25 13 25 63

kulit kering 1 1 0 2

panas dan gembung 0 0 1 1

merah 0 0 2 2

gatal dan merah 4 0 4 8

gelembung 0 1 0 1

gatal, merah, gelembung 1 1 0 2

melepuh 2 1 1 4

melepuh dan gatal 3 1 1 5

bersisik 0 0 3 3

Total 38 19 40 97

P1 * P6 Crosstabulation

P6

Total

ya tidak

P1 gatal Count 2 4 6

% within P1 33.3% 66.7% 100.0%

tidak ada keluhan Count 8 55 63

% within P1 12.7% 87.3% 100.0%

kulit kering Count 1 1 2


(4)

gatal dan merah Count 1 7 8

% within P1 12.5% 87.5% 100.0%

gelembung Count 0 1 1

% within P1 .0% 100.0% 100.0%

gatal, merah, gelembung Count 1 1 2

% within P1 50.0% 50.0% 100.0%

melepuh Count 3 1 4

% within P1 75.0% 25.0% 100.0%

melepuh dan gatal Count 2 3 5

% within P1 40.0% 60.0% 100.0%

bersisik Count 1 2 3

% within P1 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 19 78 97


(5)

(6)