Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sesudah Otonomi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

60

2. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sesudah Otonomi

Daerah Tabel 4.3 Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Karo Setelah Otonomi Daerah dalam jutaan rupiah Pos APBD 2001 2002 2003 2004 Pendapatan Daerah 145.557,24 189.057,72 243.513,16 232.954,14 Total Belanja 114.268,75 139.460,85 166.514,28 237.003,30 Total Pembiayaan 21.597,25 34.151,26 66.460,18 9.378,70 Sumber : Statistik keuangan pemerintah kabupatenkota, 2005 Uraian bagian pos ayat APBD setelah otonomi daerah : a. Pendapatan Daerah 1. Pendapatan Asli Daerah 1.1 Pajak daerah 1.2 Retribusi daerah 1.3 Hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 1.4 Lain-lain pendapatan daerah yang sah Universitas Sumatera Utara 61 2. Dana Perimbangan 3. Bagi hasil pajak 4. Bagi hasil bukan pajaksumber daya alam 5. Dana alokasi umum 6. Dana alokasi khusus 7. Lain-lain pendapatan yang sah b. Pembiayaan daerah Uraian bagian pos ayat realisasi pengeluaran pemerintah daerah : a. Belanja aparatur daerah 1. Belanja pegawai 2. Belanja barang dan jasa 3. Belanja perjalanan dinas 4. Belanja pemeliharaan 5. Belanja lain-lain 6. Belanja modal 7. Bagi hasil dan bantuan keuangan 8. Pengeluaran tidak tersangka b. Belanja pelayanan publik c. Belanja pegawai d. Belanja barang dan jasa e. Belanja perjalanan dinas f. Belanja pemeliharaan Universitas Sumatera Utara 62 g. Belanja lain-lain h. Belanja modal i. Bagi hasil dan bantuan keuangan j. Pengeluaran tidak tersangka

3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

a. Kinerja Keuangan daerah dalam bentuk kemandirian pembiayaan Rasio kinerja keuangan dalam bentuk kemandirian pembiayaan terbagi dua : 1. Kinerja keuangan dalam bentuk kemampuan pembiayaan daerah : Pendapatan asli Daerah PAD Belanja rutin non belanja pegawai BRNBP 2. Kemampuan mobilisasi daerah : Pajak daerah PAD b. Kinerja Keuangan dalam Bentuk Tingkat Kemandirian Tingkat kemandirian mengukur tingkat kemampuan daerah dalam kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Adapun formula untuk mengukur tingkat kemandirian adalah : Tingkat Kemandirian : Pendapatan Asli Daerah PAD Bantuan Pemerintah PusatPropinsi dan Pinjaman Universitas Sumatera Utara 63 c. Kinerja Keuangan Daerah dalam Bentuk Desentralisasi Fiskal Desentralisasi fiskal menunjukkan tingkat kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yaitu kabupaten dan kota untuk melaksanakan pembangunan. Adapun formula untuk mengukur kinerja keuangan daerah dalam bentuk desentralisasi fiskal adalah : Desentralisasi Fiskal : PAD Total Penerimaan Daerah C.Analisis Hasil Penelitian 1. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat desentralisasi fiskal digunakan untuk melihat kontribusi pendapatan asli daerah PAD terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan.Secara umum, semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah PAD terhadap total penerimaan daerah dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai pengeluarannya sendiri akan menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Dalam hal ini, kinerja keuangan positif dapat diartikan sebagai suatu kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah otonomi khusus pada daerah tersebut. Universitas Sumatera Utara 64 Tabel 4.4 Derajat Desentralisasi Fiskal Sebelum Otonomi Daerah Pada Kabupaten Karo No. Keterangan Sebelum Otonomi DaerahTahun 19971998 19981999 19992000 2000 1 PADTPD 13.08 4.58 5.29 12.65 2 BHPBPTPD 12.86 11.94 7.89 6.14 Rata-rata1 8.9 Rata-rata2 9.73 Sumber: Penulis, 2008 Tabel 4.5 Derajat Desentralisasi Fiskal Sesudah Otonomi Daerah Pada Kabupaten Karo No. Keterangan Setelah Otonomi Daerah Tahun 2001 2002 2003 2004 1 PADTPD 3.22 3.97 3.82 3.92 2 BHPBPTPD 6.5 5.41 3.75 9.81 Rata-rata1 3.73 Rata-rata2 6.36 Sumber: Penulis, 2008 Tabel 4.4 menunjukkan derajat desentralisasi fiskal Kabupaten Karo sebelum otonomi daerah dari tahun 1997-tahun 2000 dan tabel 4.5 menunjukkan derajat desentralisasi fiskal sesudah otonomi daerahdari tahun 2001- tahun 2004. Sebagai hasilnya terdapat penurunan rata-rata tingkat PADTPD pada Pemerintah Kabupaten Karo sebelum dan sesudah otonomi daerah, yaitu sebesar 5.17. Demikian pula untuk rasio BHPBPTPD juga mengalami penurunan Universitas Sumatera Utara 65 sebesar 3.37. Dimana sebelum otonomi daerah rata-rata tingkat PADTPD dan BHPBPTPD masing-masing sebesar 8.9 dan 9.73 sedangkan setelah otonomi daerah 3.73 dan 6.36. Jadi, untuk rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio PADTPD pada Pemerintah Kabupaten Karo terjadi penurunan kinerja setelah otonomi daerah. Demikian pula untuk rasio BHPBDTPD juga mengalami penurunan kinerja setelah otonomi daerah diterapkan. Rasio PADTPD dan BHPBDTPD yang mengalami penurunan kinerja disebabkan karena realisasi PAD, jenis objek penerimaan setelah otonomi daerah mengalami penurunan. Selain itu krisis ekonomi telah menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas fiskal daerah, karena beberapa sumber penerimaan daerah Pendapatan Asli Daerah misalnya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah cenderung menurun, baik jenisnya maupun nominal yang dipungut. Adapun faktor – faktor yang menyebabkan belum optimalnya PAD khususnya pada pos Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu : a. Faktor Penyebab Langsung Yang dimaksud faktor penyebab langsung ini adalah faktor – faktor yang dapat mempengaruhi secara langsung terhadap pencapaian sasaran, oleh karena itu apabila faktor ini diatasi, maka akan mempunyai pengaruh langsung terhadap pencapaian sasaran. Faktor – faktor ini meliputi : Universitas Sumatera Utara 66 1. Masih belum realistisnya di dalam penentuan target PAD Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Masih tingginya tingkat kebocoran dan kelolosan 3. Berkurangnya objek penerimaan. b. Faktor Penyebab Tidak Langsung Yang dimaksud faktor penyebab tidak langsung ini adalah faktor – faktor yang dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap pencapaian sasaran, oleh karena itu apabila faktor ini diatasi maka tidak akan mempunyai pengaruh langsung terhadap pencapaian sasaran, namun akan mempunyai pengaruh kepada akibat yang disebabkan oleh faktor penyebab yang diatasi tersebut. Faktor – faktor ini meliputi : 1 Sistem penentuan target yang didasarkan pada data historis. 2 Belum efektifnya pemberlakuan sanksi 3 Pelayanan operasional di lapangan masih belum dilaksanakan secara prima 4 Terbatasnya sumber daya atau petugas pelaksana operasional di lapangan 5 Adanya birokrasi dalam pelayanan pemungutan pajak dan retribusi daerah 6 Kurangnya sarana dan prasarana untuk operasional di lapangan. 7 Belum efektifnya sistem pengendalian dan pengawasan di lapangan Universitas Sumatera Utara 67 Sesuai dengan faktor-faktor penyebab langsung maupun tidak langsung yang diuraikan di atas, maka upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mengatasinya guna mengoptimalkan penerimaan PAD khususnya Pajak dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut : a. Pemecahan masalah terhadap faktor penyebab langsung adalah: 1. Mengupayakan agar dalam penentuan target PAD dilakukan secara lebih realistis. 2. Mengeliminir tingkat kebocoran dan kelolosan. 3. Mengupayakan agar jenis objek penerimaan yang berasal dari pajak maupun retribusi yang jumlahnya berkurang dapat ditingkatkan kembali. b. Pemecahan masalah terhadap faktor penyebab tidak langsung adalah : 1. Mengupayakan agar metode yang digunakan dalam penentuan target seharusnya tidak didasarkan pada data historis. 2. Mengefektifkan pemberlakuan sanksi. 3. Mengupayakan tersedianya pelayanan yang prima terhadap masyarakat dalam pemungutan pajak dan retribusi. 4. Mengupayakan tidak adanya birokrasi terhadap pelayanan pemungutan pajak dan retribusi. 5. Mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai untuk operasional di lapangan 6. Mengefektifkan sistem pengendalian dan pengawasan di lapangan. Universitas Sumatera Utara 68 Jika ditinjau berdasarkan interval kriteria kinerja keuangan hasil penemuan tim Fisipol UGM Tabel 2.1 pada halaman 18, angka ini persentase derajat desentralisasi fiskal khususnya rasio PADTPD untuk Kabupaten Karo berada pada tingkat yang sangat kurang, karena kurang dari 10. Kualitas pemerintahan, yang merupakan variabel gabungan dari partisipasi masyarakat, orientasi pemerintah, pembangunan sosial dan manajemen ekonomi makro berhubungna positif dengan derajat desentralisasinya maka semakin baik pula partisipasi masyarakatnya, orientasi pemerintah, pembangunan sosial, dan manajemen ekonomi makro. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas pemerintahan Pemerintah Kabupaten Karo kurang baik sebelum dan sesudah otonomi daerah.

2. Rasio Tingkat Kemandirian Pembiayaan