Model industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera memasuki era globalisasi: kasus PPS Nizam Zachman Jakarta

(1)

DJOKO KUSYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

ABSTRAK

DJOKO KUSYANTO. Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing oleh: M. Fedi A. Sondita, Daniel R. Monintja, John Haluan dan Soepanto.

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan dan mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh dari setiap faktor-faktor tersebut dan (2) merumuskan strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi. Tujuan pertama dilakukan melalui tahapan analisis untuk mendeteksi (1) pengaruh internal industri (II) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (2) pengaruh eksternal industri (EI) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (3) pengaruh lingkungan ekonomi (LE) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (4) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (5) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap pelayanan PPS; (6) pengaruh kinerja pelayanan PPS terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (7) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (8) pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (9) pengaruh pelayanan PPS terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (10) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (11) pengaruh kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (12) pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (13) pengaruh pelayanan PPS terhadap daya saing global industri perikanan (DSG). Pemodelan industri perikanan dengan studi kasus PPS Nizam Zachman Jakarta ini menerapkan pendekatan Structural Equation Model (SEM), yaitu sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan antara variabel yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan rumit ini dapat mencakup satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) model industri perikanan berbasis PPS yang dibangun dengan delapan faktor ini dapat digunakan untuk merencanakan dan meramalkan pengembangan industri perikanan dalam perdagangan global karena memenuhi kriteria goodness of fit yang dipakai, yaitu nilai Chi-square, peluang (probability), RMSEA, GFI, AGFI, NFI, CFI, IFI, dan PGFI. Selanjutnya, telah dibuktikan bahwa ke 8 (delapan) faktor tersebut (faktor II, EI, LE, LIP, KB, PEL, KIP, dan DSG) saling berhubungan dan mempengaruhi secara positip. Hal ini berarti setiap perubahan pada salah satu faktor akan mempengaruhi kinerja faktor lainnya dan besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada besaran perubahan nilai faktor/ variabel. Model industri perikanan ini dapat digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan industri perikanan memasuki pasar global pada pelabuhan perikanan samudera lainnya dengan menambah, mengurangi atau mengubah variabel pembentuk faktor pada lingkungan industri, kebijakan pemerintah, pelayanan PPS, kinerja industri. Penambahan variabel tersebut tetap harus didasarkan pada telaah pustaka yang cermat mengingat penelitian ini bersifat eksplorasi.

Kata kunci : model, industri perikanan, pelabuhan perikanan samudera, globalisasi, PPS Nizam Zachman Jakarta


(3)

Port towards Globalization. Under supervision of M. Fedi A. Sondita,

Daniel R. Monintja, John Haluan and Soepanto.

The objectives of this research are: (1) to analyze factors

determining performance of fishery industries and to identify significant

variables of each factor, (2) to formulate strategies for developing fishery

industries in an ocean fishing port. The first objective was achieved by

conducting a series of analysis to identify: (1) influence of internal

industries (II) on fishery industry environment (LIP), (2) influence of

external industries (EI) on fishery industry environment; 3) influence of

economic environment (LE) on fishery industry environment; 4) influence

of government policy (KB) on fishery industry environment; 5) influence of

government policy on fishing port services (PEL) ; 6) influence of fishing

port service on fishery industry environment; 7) influence of government

policy on fishery industry performance (KIP); 8) influence of fishery

industry environment on fishery industry performance; 9) influence fishing

port services on fishery industry performance; 10) influence of government

policy on global competitivenes (DSG); 11) influence of fishery industry

performance on DSG; 12) influence of fishery industry environment on

DSG; 13) influence of fishing port services on DSG. This modeling

analysis of the industry (with a case of Nizam Zachman Jakarta Fishing

Port) applied structural equation model (SEM) approach, a statistical

analysis for simultaneously testing various relationships constructed with

complex variables of indicators.

This research concluded that: 1) the model of the fishery industry in

the Jakarta fishing port constructed with 8 factors can be used to plan and

predict fishery industry development to face and compete in global trading

since the model fulfill all criteria of goodness of fit (Chi-square, probability,

RMSEA, GFI, AGFI, NFI, CFI, IFI, PGFI); 2) Strong relationships among

all the factors were identified, it means any significant change in one factor

will affect the other factors; 3) the model can be used to explore and

formulate development strategies for other ocean fishing ports, but

modification of variables of indicators for each factor may be needed since

their characteristics are different from the Jakarta fishing port.

Keywords : Model, fishery industry, ocean fishing port, globalization,

Jakarta fishing port


(4)

MODEL INDUSTRI PERIKANAN

BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA MEMASUKI

ERA GLOBALISASI: KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

OLEH:

DJOKO KUSYANTO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya


(6)

i

LEMBAR PENGESAH AN

Judul : Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta

Nama : Djoko Kusyanto

NRP : C 526010154

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H. M. Fedi A. Sondita, MSc Ketua

Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc Anggota

Prof. Dr. Daniel R. Monintja Anggota

Prof. Dr. Ir. Soepanto,MM Anggota

Diketahui, Ketua

Program Studi Teknologi Kelautan

Dekan

Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc Prof. Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, MS Ujian Tanggal : 13 Oktober 2006 Tanggal Lulus :


(7)

pada tanggal 19 Mei 1949, Putra ke tujuh dari sebelas bersaudara dari pasangan alm. Suyudi dan alm. Kustinah

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Utomo Rini Blitar lulus tahun 1956, pendidikan Sekolah Rakyat Kepanjen Lor I Blitar lulus tahun 1962, lulus dari SMP Negeri I Blitar, tahun 1965. Lulus SMA Negeri 1 Blitar tahun 1968, Lulus Sarjana Perikanan Universitas Diponegoro melalui program Afiliasi dengan Institut Pertanian Bogor pada tahun 1976.

Tahun 1996 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 di Program Studi MM IPWI Jakarta Lulus Tahun 1998. Pada September 2001 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi ke Jenjang S3 pada Program Studi Teknologi Kelautan. Penulis saat ini bekerja sebagai Direksi Perum Prasarana Perikanan Samudera Sebagai Direktur pengembangan dan tata pelabuhan. Penulis menikah dengan Sri Lestari, BSc dan telah dikarunia tiga orang anak Ika Hayu Listianti (sekarang sedang menyelesaikan pendidikan dokter di Universitas Islam Sultan Agung/UNISSULA), Rio Hayu Dyanto (sekarang sedang menyelesaikan program sarjana Teknik Sipil Universitas Islam Sultan Agung/ UNISSULA), alm Niko Hayu Dyanto (meninggal tahun 2001 pada usia 14 tahun) .


(8)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa penulis panjatkan, karena atas segala limpahan rahmat dan hidayah–Nyalah sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih untuk disertasi ini adalah

Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera

Memasuki Era Globalisasi: Kasus Nizam Zachman Jakarta”.

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan bahan pertimbangan untuk pengambil kebijakan pemerintah maupun swasta dalam mengembangkan usaha perikanan.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih yang setulusnya dan penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. H. M. Fedi A. Sondita, MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc, Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja serta Bapak Prof. Dr. Ir. Soepanto, MM atas arahan dan masukan dalam penulisan disertasi ini. Kepada Bapak Dr. Ir. Budi Wiryawan, Bapak Prof. Dr. Lachmuddin Sya’rani, serta Bapak Dr. Ir. Ari Purbayanto, MSc atas masukan serta saran-saran dalam ujian tertutup dan terbuka. Demikian pula kepada Bapak Ir. Agus Suherman, MSi dan Bapak Drs. Suharnomo, M.Si ; Ibu Erna Iyasin selaku Sekretaris Direktorat Pengembangan dan Tata Pelabuhan PERUM PPS serta bantuan teman-teman yang belum sempat disebutkan satu persatu dalam membantu peneliti menyelesaikan pembuatan disertasi

Ucapan terima kasih kami tujukan pula kepada keluarga penulis (Isteri, anak- anak, menantu dan cucu) yang telah memberikan dorongan serta pengorbanan waktu yang diberikan selama penulis melakukan studi dan penelitian. Demikian juga penulis ucapkan terima kasih kepada para pengusaha industri perikanan yang berada di kawasan PPSNZ Jakarta yang telah bersedia membantu dan memberikan data serta informasi tentang kegiatan perusahaannya untuk pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada para pejabat dari berbagai instansi di lingkungan PPSNZ Jakarta serta instansi terkait diluar PPSNZ Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan disertasi ini masih belum sempurna, untuk itu saran dan masukan-masukan yang membangun sangat penulis harapkan, semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, September 2006


(9)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Keterbatasan Penelitian ... 11

2 TINJAUAN PUSTAKA... 13

2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera Sebagai Pusat Pengembangan Industri ... 13

2.2 Lingkungan Industri Perikanan... .... 16

2.2.1 Internal Industri ... 18

2.2.2 Eksternal Industri ... 19

2.2.3 Lingkungan Ekonomi ... 20

2.3 Kebijakan Pemerintah... 21

2.4 Kinerja Industri Perikanan... 23

2.5 Daya Saing Global Industri Perikanan... ... 24

2.6 Penelitian Terdahulu... ... 25

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1 Kerangka Pemikiran ... 28

3.2 Tatalaksana Penelitian ... 35

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.3.1 Data Primer ... 37

3.3.2 Data Sekunder ... 38

3.3.3 Pengolahan Data Mentah ... 38

3.4 Jenis dan Jumlah Data yang Diperlukan ... 38

3.5 Pengambilan Sampel ... 39

3.6 Metode Analisis Data ... 39

3.7 Waktu dan Lokasi Penelitian... 40

3.8 Model Persamaan Struktural (Structural Equation Model / SEM) ... 41

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.1.1 Peran PPSNZ Jakarta dalam mendukung pengembangan industri perikanan ... 53

4.1.2 Fasilitas PPSNZ Jakarta ... 55

4.1.3 Pengelolaan PPSNZ Jakarta ... 63

4.1.4 Kinerja PPSNZ Jakarta ... 69


(10)

iv

4.2 Hasil Analisis SEM ... 74

4.2.1 Kesesuaian model dengan data ... 74

4.2.2 Hasil pengujian hipotesis ... 78

4.3 Pembahasan ... 83

4.3.1 PPS Sebagai Basis Pengembangan Industri Perikanan ... 83

4.3.1.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap pelayanan PPS ... 83

4.3.1.2 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Lingkungan Industri Perikanan (LIP) ... 86

4.3.1.3 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Kinerja Industri Perikanan ... 90

4.3.1.4 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Daya Saing Global (DSG) industri perikanan ... 93

4.3.2 Lingkungan Industri Perikanan (LIP) ... 96

4.3.2.1 Pengaruh faktor internal industri terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ... 97

4.3.2.2 Pengaruh faktor eksternal industri terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ... 98

4.3.2.3 Pengaruh faktor lingkungan ekonomi terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ... 99

4.3.2.4 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ... 100

4.3.3 Kinerja Industri Perikanan (KIP) ... 102

4.3.3.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap kinerja industri perikanan (KIP) ... 102

4.3.3.2 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja industri perikanan (KIP) ... 104

4.3.3.3 Pengaruh faktor pelayanan terhadap kinerja industri perikanan (KIP) ... 105

4.3.4 Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) ... 108

4.3.4.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap daya saing global industri perikanan ... 108

4.3.4.2 Pengaruh faktor kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global industri perikanan ... 111

4.3.4.3 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing global industri perikanan ... 114

4.3.4.4 Pengaruh faktor pelayanan terhadap daya saing global industri perikanan ... 115

4.4 Strategi Pengembangan Industri Perikanan Berbasis PPS ... 117

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

5.1 Kesimpulan ... 120

5.2 Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123 Halaman


(11)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Kerangka operasional variabel ... 46

2 Goodness of fit statistics ... 51

3 Tingkat pendidikan SDM UPT-Nizam Zachman ... 65

4 Tingkat Pendidikan SDM PPPS Jakarta ... 67

5 Jenis pelayanan untuk industri perikanan di PPSNZ Jakarta Tahun 2001- 2005 ... 69

6 Jumlah kapal ikan di PPSNZ Jakarta tahun 2003 ... 70

7 Produksi ikan didaratkan di PPSNZ Jakarta ... 72

8 Jumlah ekspor ikan dari PPSNZ Jakarta ... 74

9 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model ... 75

10 Hasil uji nilai lambda atau faktor loading baku ... 77

11 Regression weight model industri perikanan memasuki era globalisasi ... 78

12 Pengujian hipotesis ... 79

13 Komponen penting dari faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan di PPSNZ Jakarta ... 81


(12)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Modifikasi agrobased industry cluster (ABIC) Porter (1990) dan

Kotler (1997) ... 18

2 Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri perikanan (Porter.1990) ... 22

3 Aspek kajian dan tata laksana penelitian dengan pendekatan SEM ... 36

4 Tahapan pengumpulan data dan analisis data ... 38

5 Proses dan kaidah analisis data (Solimun 2002) ... 40

6 Langkah-langkah pendekatan SEM (Hair et al. 1998) ... 42

7 Model path diagram ... 44

8 Model hubungan dan pengaruh antar faktor dan pengaruh variabel terhadap masing-masing faktor ... 47

9 Lay out pembagian blok industri perikanan di PPSNZ Jakarta ... 56

10 Kolam PPSNZ Jakarta ... 57

11 Turap (revetment) untuk menahan longsor tanah PPSNZ Jakarta .. 58

12 Jalan komplek industri dan masyarakat di PPSNZ Jakarta ... 58

13 Tuna Landing Center (TLC) di PPSNZ Jakarta ... 59

14 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPSNZ Jakarta ... 59

15 Coldstorage di PPSNZ Jakarta ... 60

16 Pabrik es milik Perum PPSNZ Jakarta ... 60

17 Slipway milik Perum PPSNZ Jakarta ... 61

18 Pusat Pemasaran Ikan (PPI) di PPSNZ Jakarta ... 62

19 Organisasi UPT-PPSNZ Jakarta ... 64

20 Organisasi PPPS Jakarta ... 66

21 Jenis kapal penangkapan ikan tuna ... 71

22 Jenis ikan tuna didaratkan ... 71

23 Industri processing tuna loin ... 72

24 Jenis produk processing tuna loin pesanan pasar ekspor ... 73

25 Distribusi dan rantai pemasaran ikan di PPSNZ Jakarta ... 74

26 Structural equation model dari industri perikanan di PPSNZ Jakarta ... 75


(13)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Peta lokasi PPS NIZAM ZACHMAN ... 129 2 Data sampel industri perikanan ... 130 3 Output analisis data penelitian menggunakan LISREL 8.72 ... 132


(14)

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikanan merupakan sumberdaya ekonomi yang strategis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Makna strategis itu tercermin dari kondisi objektif kira-kira dua per tiga wilayah Indonesia adalah perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk, dan selat. Keseluruhannya adalah bagian dari perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km2. Selain itu, Indonesia juga

memiliki hak pengelolaan dan pemanfaatan ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE), yaitu perairan yang berada 12 hingga 200 mil dari garis pantai titik titik terluar kepulauan Indonesia. Luas ZEE sekitar 2,7 juta km2. Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alam hayati dan non hayati di periran yang luasnya sekitar 5,8 juta km2. Selain sumber daya perairan,

Indonesia juga memiliki 17. 508 pulau yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar di dunia (Nikijuluw 2002). Selanjutnya disebutkan juga bahwa sumberdaya perikanan laut di Indonesia masih cukup melimpah, data terakhir menunjukan bahwa potensi lestari sumberdaya laut yang besarnya 6,4 juta ton/tahun, baru dimanfaatkan sekitar 59,53%. Permintaan ikan dunia dari tahun ketahun menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas hidup yang diikuti dengan perubahan pola makan masing-masing masyarakat. Peningkatan kualitas hidup menyebabkan bergesernya komposisi jenis makanan ke makanan sehat yang dicirikan dari rendahnya kandungan kolesterol dan tingginya kandungan protein sebagaimana terdapat pada ikan (Dirjen Perikanan Tangkap 2002).

Komoditi hasil perikanan ini selain untuk konsumsi dalam negeri juga merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi. Pada saat ini konsumsi ikan Indonesia diperkirakan sebesar 21,77 kg/tahun/kapita, sedangkan konsumsi dunia menurut FAO telah mencapai 27,5 kg/tahun/kapita, sehingga perlu upaya untuk peningkatan. Kondisi seperti ini akan mendorong pembangunan sektor perikanan menjadi lebih besar, ditambah dengan memanfaatkan dan menyatukan seluruh fungsi yang terkait dengan pembangunan, terutama dengan adanya sistem administrasi pembangunan yang lebih kondusif dan didukung program perencanaan serta pelaksanaan kegiatan yang semakin terarah dan efisien (Kamaluddin 2002).


(15)

Upaya yang dilakukan untuk pembangunan sektor perikanan adalah dengan cara menyediakan berbagai kemudahan untuk memberikan berbagai fasilitas yang menunjang keberhasilan usaha perikanan seperti kemudahan untuk mendapatkan sarana produksi/perbekalan ke laut, mendaratkan hasil tangkapan dan menjamin pemasarannya, sehingga menjamin kelancaran sejak mulai produksi sampai pemasarannya.

Faktor utama untuk mendukung pengembangan usaha perikanan khususnya kegiatan penangkapan adalah dengan tersedianya prasarana penangkapan ikan berupa pelabuhan perikanan/pendaratan ikan (PP/PPI) sebagai tempat berlindung dan berlabuh bagi kapal-kapal perikanan, mengisi bahan perbekalan serta mendaratkan ikan hasil tangkapannya.

Pada hakekatnya pelabuhan perikanan merupakan kawasan pengembangan industri perikanan. Pembangunan pelabuhan perikanan disuatu daerah merupakan embrio pembangunan perekonomian di suatu daerah (Manurung 1995). Urgensi pelabuhan perikanan dalam kegiatan perikanan cukup jelas, yakni sebagai tempat berlabuh kapal/perahu perikanan dan tempat melakukan kegiatan bongkar muat sarana produksi dan produksi. Fungsi pelabuhan perikanan sangat luas. Keberadaan pelabuhan perikanan dalam arti fisik, seperti kapasitas pelabuhan harus mampu mendorong kegiatan ekonomi lainnya sehingga pelabuhan perikanan menjadi kawasan pengembangan industri perikanan.

Dengan diberlakukannya AFTA (Asean Free Trade Area), APEC (Asia Pacific Economic Council) 2010 dan WTO (World Trade Organization) pada 2020, merupakan cermin globalisasi tata ekonomi dunia (borderless economy). Guna mengantisipasinya, diperlukan peningkatan daya saing (competitiveness) serta penciptaan produk unggulan (comperative product).

Komoditi perikanan juga dihadapkan pada suatu tantangan yang harus diantisipasi, karena dalam perdagangan internasional komoditi perikanan tidak hanya ditentukan oleh faktor penawaran dan permintaan tetapi banyak dipengaruhi oleh berbagai perjanjian konvensi internasional. Dalam mengantisipasi pemberlakuan GATT (General Agreement Tariff and Trade); dimasa mendatang akan terjadi tata perdagangan dunia baru seperti penurunan hambatan-hambatan tarif, sehingga perdagangan bebas akan menuntut penghapusan subsidi dan proteksi. Sebagai konsekuensinya akan menjadi ancaman karena peserta pasar yang memperoleh keuntungan dari kuota ekspor


(16)

3

bilateral, secara bertahap harus menghadapi kenyataan bersaing secara terbuka dalam merebut pasar suatu negara, akibatnya akan timbul persaingan dalam perdagangan internasional yang semakin ketat (Eriyatno dan Winarno 1999).

Tantangan perdagangan komoditi perikanan era globalisasi yang terkait dengan perjanjian internasional dapat dikelompokkan kedalam 3 bagian :

(1) Perjanjian internasional yang bermuara menjaga kelestarian sumber daya perikanan seperti United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS) dan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Sedangkan yang bersifat regional ditujukan untuk species ikan tertentu seperti International Convention for the Conservation of Atlantic Tuna (ICCAT)

(2) Perjanjian internasional yang bermuara lingkungan hidup khususnya

Convention on International Trade of Endangered Species (CITES)

dimana isi perjanjiannya menyatakan bahwa beberapa jenis ikan atau fauna laut dan air tawar dibatasi pemasarannya karena populasinya semakin menurun.

(3) Perjanjian internasional tentang perdagangan yaitu perjanjian World Trade Organization (WTO). Perjanjian ini mempunyai implikasi yang sangat besar terhadap perdagangan global komoditi perikanan.

Tantangan lain dalam pengembangan industri perikanan adalah pada kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam perikanan yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri (industri berbasis sumberdaya alam). Oleh karena itu industri perikanan akan mempunyai keunggulan komperatif apabila mampu memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah, dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, harga produknya bersaing, serta memiliki sumberdaya manusia yang potensial, artinya untuk menghasilkan produk yang memiliki daya saing tinggi diperlukan kekuatan internal didalam industri agar dapat menghasilkan produk bermutu sesuai dengan selera konsumen (Gardjito1996).

Selain memiliki keunggulan komperatif industri perikanan masih harus dihadapkan pada tantangan untuk memiliki keunggulan kompetitif. Industri perikanan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif apabila dapat melakukan peningkatan efisiensi. Peningkatan efisiensi bagi industri perikanan terutama di negara berkembang mutlak diperlukan dan harus dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait terutama dari internal industri perikanan; karena kegagalan


(17)

meningkatkan efisiensi akan berakibat kegagalan dalam persaingan usaha baik nasional maupun internasional.

Upaya untuk dapat meningkatkan efisiensi adalah melalui pemilihan teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya manusia. Pemilihan teknologi di negara maju selalu dikaitkan dengan ketersediaan dan kemampuan sumberdaya manusia. Selain teknologi, upaya efisiensi dalam industri perikanan adalah kemudahan mendapatkan bahan baku dan harga bahan baku relatif murah. Memasuki era globalisasi dalam memperoleh bahan baku yang murah, industri perikanan akan mengimpor bahan baku dari luar negeri (Putro 2001).

Menghadapi persaingan yang sedemikian ketat tantangan berikutnya dari industri perikanan selain upaya efisiensi, industri perikanan akan dihadapkan pada upaya untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen, karena konsumen akan menuntut jaminan persyaratan mutu produk yang tinggi. Kepuasan konsumen disini adalah tingkat perasaan seseorang yang dihasilkan dari membandingkan tampilan produk secara nyata (Gardjito 1996).

Industri perikanan juga akan dihadapkan pada berbagai hambatan seperti ditolaknya produk ekspor hasil perikanan oleh beberapa negara tujuan ekspor seperti Eropa dan Amerika, sebagai akibat mutu produk tidak terjamin dan memenuhi persyaratan, karena diduga tercemar logam berat. Posisi penawaran harga produk yang lemah karena harga ditentukan oleh negara tujuan ekspor yaitu Jepang dan Amerika, Uni Eropa dan Korea.

Untuk mengantisipasi gejala ini industri perikanan harus dikembangkan dan pemikiran pengembangan melalui agroindustri, karena industri perikanan membutuhkan ketersediaan bahan baku berkembang tanpa dukungan kegiatan perikanan yang menghasilkan bahan baku primer (ikan). Untuk penyediaan bahan baku primer harus didukung oleh sarana (alat tangkap dan kapal) maupun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan yang dilakukan secara bersamaan dan harmonis (Wahyuni 2002).

Kesempatan berkembang industri perikanan masih terbuka sangat luas di Indonesia dan dapat berhasil apabila mampu memanfaatkan peluang potensi

resources yang dimiliki. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, sangat beralasan industri perikanan dikembangkan, antara lain karena:

(1) Indonesia memiliki sumberdaya laut sebagai bahan baku industri berupa ikan dengan potensi sekitar 6,7 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan


(18)

5

58,5%. Secara faktual kondisi industri perikanan masih belum sepenuhnya memanfaatkan potensi tersebut, sehingga perlu melakukan terobosan guna meningkatkan nilai tambah produk agar mampu bersaing dipasaran dunia.

(2) Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta jiwa merupakan potensi tenaga kerja dan konsumen potensial

(3) Penambahan jumlah penduduk dunia dan perubahan pola makan dari red meat menjadi white meat mendorong industri perikanan mampu menyediakan makanan ikan yang berkualitas dengan harga kompetitif. Untuk menjawab segenap tantangan dan menghadapi berbagai hambatan diatas; strategi kebijakan pemerintah untuk mendukung kemampuan industri perikanan menurut Putro (2002) adalah :

(1) Membangun prasarana berupa pelabuhan perikanan samudera yang tidak lain adalah untuk memberi pelayanan dalam pengembangan industri perikanan

(2) Menghilangkan birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri

(3) Mengembangkan dan mendorong organisasi nelayan agar nelayan tradisional mampu meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan usahanya guna memanfaatkan sumberdaya perikanan guna mensuplai kebutuhan bahan baku industri

(4) Menyediakan modal investasi dan modal kerja kepada industri perikanan agar mampu meningkatkan kualitas produk dengan harga yang kompetitif untuk memenangkan persaingan pasar.

PPS Nizam Zachman (PPSNZ) Jakarta merupakan pelabuhan perikanan terbesar dibandingkan pelabuhan perikanan yang lain di Indonesia. Jumlah dan keberadaan industri perikanan yang ada di PPSNZ Jakarta sudah bertaraf internasional serta mempunyai produk hasil industri yang mampu bersaing di pasar internasional.

PPSNZ Jakarta dibangun dengan maksud untuk menjembatani hubungan antara masyarakat perikanan atau nelayan dengan konsumen, dalam hal ini untuk menyelamatkan nelayan dari tengkulak demi kesejahteraannya, dan untuk pengawasan dinas. Orientasi pengelolaan PPSNZ Jakarta tidak semata-mata pada bisnis (komersil), tetapi juga pada public service dengan menyediakan sarana dan prasarana perikanan yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen. Tujuan pembangunan PPSNZ Jakarta adalah; (1) meningkatkan kemampuan


(19)

armada penangkapan ikan samudera; (2) meningkatkan eksport hasil perikanan untuk menambah devisa negara dari sektor non migas; (3) menyediakan kawasan industri untuk kegiatan industri perikanan yang berorientasi kepada pemberian nilai tambah produksi perikanan.

PPSNZ Jakarta dilengkapi berbagai fasilitas untuk mendukung industri perikanan yang dimulai pada PELITA III. Biaya pembangunan mendapat bantuan dana dari OECF (Jepang) dan dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Tahap I dimulai tahun 1980 dengan pengurukan (reklamasi) laut di teluk Jakarta seluas 60 ha. Tahap II dibangun fasilitas dasar berupa : penahan gelombang, dermaga, revetment, tempat pelelangan ikan, kawasan industri, jalan kompleks, kolam pelabuhan seluas 40 Ha dengan kedalaman -4 m sampai –7 m yang diperuntukkan kapal industri diatas 60 GT. Tahap III dibangun berbagai fasilitas

slipway dan bengkel. Pada tahap IV dilakukan rehabilitasi dan pengembangan fasilitas jalan kawasan industri, gedung pertokoan, pusat pendaratan ikan tuna, perluasan pusat pemasaran ikan, rehabilitasi tempat pelelangan ikan, penambahan slipway, serta dilakukan perbaikan rencana induk pengembangan PPSNZ Jakarta. Pertumbuhan industri perikanan yang memanfaatkan PPSNZ Jakarta cukup pesat sejak dibangun tahun 1980 sampai 2004 rata-rata 7 industri perikanan per tahun sehingga saat ini mencapai jumlah 139 unit industri perikanan.

Pertumbuhan industri perikanan yang begitu cepat ternyata kinerja industri perikanan masih belum mampu bersaing dipasar internasional bahkan daya saing diantara 75 Negara perikanan menurun dari posisi 44 menjadi posisi 67 sehingga tertinggal dengan Malaysia, Thailand,Philippina dan Vietnam (Putro 2001).

Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan suatu kajian terpadu dan komprehensif tentang model industri perikanan yang berbasis di PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi. Adanya hubungan atau saling keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain dalam sistemnya membuat persoalan dalam pengembangan industri tersebut semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam pemecahannya akan dilakukan dengan pendekatan Model Persamaan Struktural/Sruktural Equation Model (SEM). Model persamaan struktural (SEM) adalah sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan rumit itu


(20)

7

dapat dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen.

1.2 Perumusan Masalah

Pembangunan pelabuhan perikanan yang dilakukan sejak Pelita II didasarkan pada program yang mempunyai prospek jangka panjang sebagai konsekwensi logis dan realisasi dari segenap kebutuhan masyarakat nelayan oleh sebab itu secara prinsip pelabuhan perikanan merupakan ”public utility” yang kepentingan-kepentingannya menyangkut hajad orang banyak, disamping sebagai ”social overhead capital” untuk mendorong berkembangnya usaha perikanan baik penangkapan, pengolahan maupun pemasaran hasil-hasil perikanan.

Sebagai sebuah infrastruktur pembangunan ekonomi, pelabuhan perikanan memiliki peranan penting sebagai penggerak roda ekonomi suatu kawasan. Pembangunan pelabuhan perikanan merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya mengurangi overhead cost industri perikanan. Melalui pelabuhan perikanan tersebut industri perikanan akan mendapat pelayanan dan kemudahan untuk berusaha sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang perikanan yang diubah menjadi Undang Undang no. 31 tahun 2004 fungsi pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan masyarakat perikanan, tempat berlabuh bagi kapal perikanan, pusat pendaratan ikan hasil tangkapan, pembinaan mutu hasil perikanan, pusat penanganan dan pengolahan hasil perikanan, pusat pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data, pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan.

Dikaitkan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PPS maka variabel pelayanan pelabuhan perikanan yang akan diteliti adalah 1) Pelayanan produksi (tambat labuh kapal) , 2) Pelayanan processing (air, es, cold storage); 3) Pelayanan pemasaran baik dalam dan luar negeri; 4) Pelayanan logistik kapal ikan; 5) Pelayanan fasilitas industri perikanan (air, listrik, telephone, kawasan industri, BBM)

Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam menyongsong era globalisasi pembangunan perikanan terus dipacu di bidang penangkapan mulai dari pengembangan sarana produksi, pasca panen, pengolahan dan pemasaran yang didukung dengan prasarana penunjang yang disebut prasarana pelabuhan


(21)

perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan (PPI). Usaha perikanan di dalam kawasan pelabuhan perikanan akan menjadi kondusif, karena di kawasan tersebut tersedia fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan, pemakai jasa perikanan dan tercipta rasa aman dan gangguan alam sekitar.

Pelabuhan perikanan sebagai salah satu sarana ekonomi dan sosial, yang diharapkan mampu mengembangkan pola usaha perikanan yang lebih maju (modern) dalam hal ini kinerja industri perikanan yang berbasis PPS. Namun demikian, pembangunan pelabuhan perikanan memerlukan anggaran yang sangat besar baik untuk biaya investasi awal maupun untuk pengoperasiannya, sehingga berdampak pada tingginya harga pokok penjualan dari barang dan jasa untuk melayani konsumen. Jika konsumen harus membeli barang dan jasa yang disediakan oleh PPS berakibat kinerja industri perikanan berbasis PPS masih belum mampu bersaing memasuki era globalisasi. Pada konteks ini, kewajiban pemerintah adalah harus menciptakan iklim usaha yang kondusif agar kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam kawasan pelabuhan perikanan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi industri yang berbasis di PPS.

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian tentang ”Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era Globalisasi : Kasus PPSNZ Jakarta” adalah sebagai berikut:

(1) Apakah ada pengaruh dari internal industri terhadap lingkungan industri perikanan dan kinerja industri perikanan ?.

(2) Apakah ada pengaruh dari eksternal industri terhadap lingkungan industri perikanan dan kinerja industri perikanan ?

(1) Apakah ada pengaruh dari lingkungan ekonomi terhadap lingkungan industri perikanan dan kinerja industri perikanan ?

(2) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara kebijakan pemerintah terhadap lingkungan industri perikanan ?

(3) Apakah ada hubungan dan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta?

(4) Apakah ada pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap lingkungan industri perikanan ?

(5) Apakah ada pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kinerja industri perikanan ?


(22)

9

(6) Apakah ada pengaruh lingkungan industri perikanan terhadap kinerja industri perikanan ?

(7) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap kinerja industri perikanan ?

(8) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara kebijakan pemerintah terhadap daya saing global industri perikanan ?

(9) Apakah ada hubungan dan pengaruh kinerja industri perikanan terhadap daya saing global industri perikanan ?

(10) Apakah ada hubungan dan pengaruh lingkungan industri perikanan terhadap daya saing global industri perikanan ?

(11) Apakah ada pengaruh tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap daya saing global industri perikanan ?

(12) Bagaimana membangun variabel yang optimal untuk meningkatkan kinerja industri perikanan berbasis PPS?

(13) Bagaimana merumuskan strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah di atas dapat dikemukakan tujuan penelitian ini, yakni :

1.3.1 Tujuan umum

Membangun model industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan dan mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh dari setiap faktor-faktor tersebut, untuk itu dilakukan tahapan-tahapan analisis terhadap:

(1) Pengaruh internal industri (II) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP)

(2) Pengaruh eksternal industri (EI) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP)


(23)

(3) Pengaruh lingkungan ekonomi (LE) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP)

(4) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP)

(5) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL)

(6) Pengaruh kinerja pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP)

(7) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap kinerja industri perikanan (KIP)

(8) Pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja industri perikanan (KIP)

(9) Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap kinerja industri perikanan (KIP)

(10) Menganalisis dan membahas pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG)

(11) Pengaruh kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG).

(12) Pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG)

(13) Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG)

(2) Merumuskan strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian tentang analisis model pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi ini akan menganalisis dan membahas hubungan serta pengaruh kebijakan, pelayanan PPSNZ Jakarta, kinerja industri perikanan, lingkungan industri perikanan, dan daya saing industri dalam menghadapi era globalisasi. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat pada :

(1) Pemahaman tentang variabel-variabel yang mempengaruhi industri perikanan dan daya saing produk perikanan memasuki era globalisasi. (2) Perumusan kebijakan dan langkah strategis guna meningkatkan kinerja dan


(24)

11

(3) Penajaman perencanaan dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan khususnya pelayanan pelabuhan perikanan samudera dalam mendukung industri perikanan.

(4) Sebagai dasar pengembangan penelitian di bidang teknologi kelautan dan perikanan, khususnya aspek perencanaan industri perikanan dan pelabuhan perikanan.

(5) Pengusaha industri perikanan dalam menanamkan investasi sebagai upaya mengembangkan usahanya guna mengantisipasi era globalisasi.

(6) Pengambil kebijakan untuk meramalkan kinerja industri perikanan dalam mengantisipasi persaingan pasar bebas.

(7) Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan untuk digunakan sebagai pedoman dalam mengambil kebijakan dalam pembangunan prasarana berupa pelabuhan perikanan guna mendukung dan membina industri perikanan.

1.5 Keterbatasan Penelitian

Model pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi difokuskan terutama pada industri perikanan yang berorientasi eksport. Dengan segenap fasilitas dan pelayanan sebagai lingkungan industri.

Lokasi penelitian di PPSNZ Jakarta terletak di Muara Baru Jakarta Utara. Analisis ini beorientasi pada peningkatan kinerja industri perikanan yang berdaya saing dan berbasis pelabuhan perikanan samudera untuk menghadapi pasar global.

Kendala dan keterbatasan pada penelitian ini adalah :

(1) Keterbatasan data dan informasi dari industri perikanan karena belum tentu semua sampel yang diambil akan memberikan data dan informasi secara transparan sehingga harus dilakukan pengujian

(2) Jumlah sampel yang dipersyaratkan dalam perangkat lunak yang akan digunakan kemungkinan belum dapat mencukupi, sehingga akan dilakukan konfirmasi dan penyesuaian data yang diperoleh.

(3) Penelitian model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi akan dibatasi pada analisis pengaruh :

- Lingkungan industri perikanan yang terdiri dari variabel penelitian internal industri, lingkungan ekonomi, ekternal industri


(25)

- Kebijakan pemerintah untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perikanan, dengan variabel penelitian kebijakan pemerintah yang sudah diberlakukan dan pengaruhnya terhadap industri perikanan - Pelayanan PPSNZ Jakarta sebagai penyedia fasilitas sesuai kebutuhan

industri perikanan

- Kinerja industri perikanan dengan variabel penelitian a) kinerja keuangan yaitu : laba/rugi, ROI, ROE, b) kinerja pemasaran yaitu: volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, kemampuan diversifikasi produk, mutu produk, kemampuan harga bersaing dan c) kinerja sumberdaya manusia yaitu : penyerapan tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, persaingan antar perusahaan.

- Daya saing industri perikanan dengan variabel produk 1) harga 2)

quality; 3) delivery 4) beberapa variabel daya saing lainnya.

Karena keadaan yang akan datang selalu berubah-ubah, maka harus dipertimbangkan ketidak pastian variabel yang mempengaruhi perencanaan peramalan; karena tidak mungkin mengkuantifikasi pengaruh perencanaan secara lengkap dan sempurna; walaupun perlu diuji tingkat risiko (Gittinger 1982).

(4) Obyek penelitian adalah industri perikanan yang ada didalam kawasan PPSNZ Jakarta yang merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar dibandingkan dengan 4 (empat) pelabuhan perikanan samudera lainnya yang ada di Indonesia. Kondisi lingkungan industri perikanan yang ada didalam kawasan tidak dapat disamakan dengan industri yang ada diluar kawasan pelabuhan perikanan samudera.

(5) Pada penelitian ini tidak sepenuhnya faktor-faktor yang diteliti dapat dikendalikan, tetapi di dalam pelaksanaannya akan menggali dan mengkaji informasi sehingga kendala yang dihadapi adalah mengkuantifikasi dari pada informasi tersebut. Akibatnya dapat saja terjadi penilaiannya tidak sepenuhnya sesuai dengan fakta dilapangan. Hal ini dicoba dieliminasi dengan cara penyesuaian melalui asumsi-asumsi.


(26)

13

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera Sebagai Pusat Pengembangan Industri

Pelabuhan perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan serta merupakan tempat berlabuh bagi kapal-kapal perikanan yang akan datang dan pergi dari operasi penangkapan ikan, juga sebagai tempat perbaikan kapal dan melindungi kapal dari badai dan topan. Pengertian tentang pelabuhan perikanan sebagai pusat pelayanan umum, sebenarnya banyak macam rumusannya. Sebagai suatu lingkungan kerja, pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi perikanan. Fungsi tersebut meliputi berbagai macam aspek yakni sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil tangkapan, serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan). Sebagai suatu lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan terdiri atas berbagai fasilitas atau sarana yang dapat mendukung kelancaran kerja; namun demikian fungsi yang harus diemban sebagai suatu lingkungan kerja adalah cukup luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan yang diperlukan sehingga lingkungan kerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal. Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut tentunya atas adanya kerjasama yang terkoordinasi/terintegrasi antara berbagai instansi maupun institusi yang berkaitan dengan pengembangan usaha dan masyarakat perikanan.

Pelabuhan perikanan berdasarkan skala pelayanan yang diberikan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelas dan yang terbesar adalah pelabuhan perikanan samudera, untuk selanjutnya disebut PPS. Pelabuhan ini adalah pelabuhan perikanan kelas A, yang skala layanannya sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan diwilayah laut teritorial, zona ekonomi eksekutif Indonesia dan wilayah perairan internasional (keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor KEP.10/MEN/2004 tentang pelabuhan perikanan).

Walaupun tidak dirumuskan secara eksplisit akan tetapi menurut uraian pengertian tersebut di atas, pelabuhan perikanan antara lain juga berfungsi


(27)

sebagai pusat pengolahan dan pembinaan mutu hasil perikanan; suatu mata rantai dari sistem produksi yang banyak memberikan nilai tambah dalam seluruh rantai perjalanan distribusi hasil perikanan mulai dari ditangkap dari laut sampai berada di konsumen.

Pembangunan pelabuhan perikanan yang direncanakan untuk menjadi pelabuhan perikanan samudera disiapkan untuk menampung industri perikanan dan harus mampu melaksanakan segenap fungsi tersebut diatas. Berkaitan dengan hal diatas, maka jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun disesuaikan dengan kondisi dan tingkat kebutuhan industri perikanan pada wilayah yang bersangkutan. Sebagai landasan operasional dari penyediaan pelabuhan perikanan maka adanya kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Intruksi Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan kebijakan yang diharapkan dapat mendukung pengembangan usaha masyarakat termasuk industri perikanan.

Mengingat pelabuhan perikanan samudera merupakan lingkungan kerja untuk melayani kegiatan perikanan berarti fungsi yang diemban cukup luas dan majemuk. Oleh karena itu didalam pengelolaannya memerlukan berbagai tatanan yang kondusif. Pengelola dalam menjalankan kewajiban harus dapat memberikan pelayanan terbaik agar kinerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal untuk melayani industri perikanan (Elfandi. 2000).

Pengertian pelayanan terbaik bagi pengelola pelabuhan perikanan paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut (Murdiyanto. 2004):

1) Kesederhanaan; yaitu prosedur atau tatacara pemberian pelayanan mudah dipahami sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat dan lancar serta tidak berbelit-belit.

2) Mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, secara rinci memuat ketentuan berikut :

(1) Tatacara pelayanan mudah diikuti

(2) Jenis persyaratan yang harus dipatuhi oleh pengguna baik teknis maupun administratif

(3) Unit kerja dan pejabat yang memberikanan pelayanan (4) Jenis dan rincian biaya serta tatacara pembayaran (5) Jangka waktu penyelesaian pelayanan


(28)

15

(6) Hak dan kewajiban kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima pelayanan sesuai bukti pemrosesan

(7) Pejabat yang menerima keluhan pelanggan

(8) Keamanan, setiap pelanggan akan mendapatkan rasa aman dan kepastian hukum selama proses pelayanan diberikan

(9) Keterbukaan yaitu seluruh prosedur, persyaratan pejabat/unit kerja penanggung jawab pelayanan, jangka waktu pelayanan,rincian biaya,tarif yang berlaku berkaitan dengan pelayanan wajib diinformasikan ke pelangganserta terbuka sehingga dapat diketahui oleh masyarakat umm baik diminta atau tidak.

(10) Ketepatan waktu, seluruh prosedur yang sudah ditetapkan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditentukan

(11) Efektif, maksudnya persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan kesesuaian antara persyaratan dengan produk pelayanan. Dihindari timbulnya pengulangan pemenuhan kelengkapan persyaratan terutama antara unit kerja atau antar instansi (12) Ekonomis; yaitu penetapan biaya pelayanan umum harus wajar dan

sesuai ketentuan yang berlaku

(13) Keadilan maksudnya jangkauan pelayanan umum harus luas dan merata serta dapat dinikmati oleh semua pihak.

Pada saat ini menurut data Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap tahun 2004 terdapat 5 pelabuhan perikanan samudera (PPS) ; 11 pelabuhan perikanan nusantara (PPN), 40 pelabuhan perikanan pantai (PPP) yang terdiri dari 3 (tiga) PPP yang dikelola oleh Departemen Kelautan dan Perikanan; serta 37 PPP yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. Khusus untuk mendukung pengembangan industri perikanan setiap pelabuhan perikanan disediakan fasilitas berupa tanah kawasan Industri yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas sesuai kebutuhan industri perikanan.

Untuk mendukung kinerja industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera Nizam Zachman maka pelayanan pelabuhan perikananan sebagai wujud pelaksanaan kebijakan pemerintah harus dapat melaksanakan tugasnya sesuai kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan optimal kepada industri perikanan.


(29)

Dalam konsep pembangunan ekonomi, sektor minabisnis (padanan agribisnis di sektor Pertanian) mencakup 4 (empat) sub sektor yaitu : Pertama, subsektor minabisnis hulu (up-stream fisherybusiness) yakni kegiatan industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi perikanan primer (pembibitan, alat dan mesin penangkapan, perkapalan, bahan penunjang, dan lain-lain) :Kedua, subsektor usaha penangkapan (on-farm fisherybusiness) yakni kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi perikanan primer untuk menghasilkan komoditas primer (termasuk perikanan budidaya dan usaha penangkapan ikan); Ketiga, sub-sektor minabisnis hilir (down-stream fisherybusiness) yakni kegitan industri yang mengolah komoditas primer menjadi produk olahan (pengalengan ikan, pengemasan ikan segar, industri pengolahan ikan, dll); beserta perdagangan dan distribusinya (pasar tradisional, supermarket, distributor, dan sebagainya); dan Keempat, sub-sektor jasa penunjang ( fishery-supporting institutions) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi minabisnis (perbankan, Litbang, kebijakan pemerintah, dan lain-lain). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa banyak penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor minibisnis (yang berbasis perikanan), sehingga jika kita membicarakan kegiatan usaha pada umumnya, usaha kecil, menengah dan koperasi khususnya, maka sebagian besar akan berada di sektor minabisnis (Dirjen Perikanan Tangkap 2005).

Kegiatan minibisnis, akan berkembang dengan baik di pelabuhan perikanan bila ditujang dengan fasilitas yang memadai dan pelayanan yang prima. Keempat subsektor minabisnis merupakan satu-kesatuan yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, untuk itu perlu ditumbuhkembangkan di pelabuhan perikanan sebagai stimulan bagi kegiatan usaha perikanan lainnya.

2.2 Lingkungan Industri Perikanan (LIP)

Pengertian industri menurut Kotler (1997) adalah sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lainnya. Pengertian substitusi dekat disini adalah produk dengan elastisitas silang permintaan yang tinggi; Jika permintaan akan suatu produk meningkat sebagai akibat kenaikan harga suatu produk lain, kedua produk tersebut merupakan substitusi dekat. Bagi produk processing perikanan yang dihasilkan oleh suatu industri perikanan jika harga ikan tuna meningkat atau sulit didapat dipasaran orang akan beralih ke produk jenis ikan lainnya (seperti


(30)

17

cakalang, kakap, udang,dan sebagainya) sehingga ikan tuna dan ikan cakalang atau ikan kakap merupakan barang substitusi dekat.

Lingkungan industri adalah salah satu faktor terpenting untuk menunjang keberhasilan industri dalam persaingan. Untuk membuat atau menentukan tujuan, sasaran dan strategi yang akan diambil, diperlukan suatu analisis mendalam serta menyeluruh mengenai lingkungan dimana suatu industri berada. Lingkungan industri dapat dibagi dua, dimana pembagian kedua lingkungan di dasarkan pada besarnya pengaruh industri terhadap lingkungan-lingkungan tersebut, yaitu lingkungan Internal (lingkungan dalam industri) dan lingkungan eksternal (lingkungan luar industri)

Lingkungan industri maupun lingkungan pemasaran akan selalu mengalami perubahan dan selalu menimbulkan peluang baru, tantangan baru maupun ancaman baru. Setiap industri harus memiliki manajer yang tugasnya selalu mengamati setiap perubahan dan sekaligus mengidentifikasi setiap perubahan apakah perubahan merupakan peluang ancaman bahkan tantangan. Kegagalan dalam mengidentifikasi perubahan lingkungan industri atau pemasaran dapat berakibat kegagalan industri.

Porter (1990) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri dapat terbagi menjadi 3 penentu keberhasilan industri yaitu ; Lingkungan Internal Industri, untuk menggali informasi tentang LII (Life Internal Industri) adalah mengenai potensi SDM yang dimiliki industri, teknologi yang digunakan iindustri dan keuangan serta asset yang dimiliki industri (kepemilikan asset).

Faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi industri dapat didekati dengan melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan teknologi, ketersediaan jasa-jasa antara lain jasa pelatihan pegawai, keuangan (bank), dan pelayanan pemerintah. Disamping itu, terdapat faktor lingkungan ekonomi industri yang diduga ada hubungan kuat pengaruhnya bersama faktor eksternal industri terhadap lingkungan industri adalah perkembangan teknologi perikanan yaitu informasi dan transportasi, situasi perdagangan dunia, serta ketersediaan sumberdaya alam dan energi (Gambar 1)


(31)

INDUSTRI PEMASOK (MESIN TEKNOLOGI, BAHAN BAKU) BAHAN BAKU BAHAN PROCESSING MESIN & PERLENGKAPAN INDUSTRI PENDUKUNG HULU INDUSTRI FOKAL INDUSTRI HILIR R&D MARKET R&D MARKET R&D MARKET

VALUE ADDED PRODUKSI BAHAN BAKU PROCESSING PRIMAIR PROCESSING SEKUNDER/ TERTIER KONDISI EKONOMI FAKTOR-FAKTOR - TEKNOLOGI - R & D

- INFORMASI GLOBAL - LINGKUNGAN - ENERGI - SDM - MODAL - PEMBIAYAN - SUMBER AIR - DLL NILAI TAMBAH PERTENAGA KERJA PRODUKTIVITAS PER UNIT

INDUSTRI JASA , INDUSTRI TERKAIT, MODAL

PELAYANAN BANK

PELAYANAN R & D

PELAYANAN TRAINING PELAYANAN PEMELIHARAAN PELAYANAN TRANSPORT PELAYANAN DISTRIBUSI PELAYANAN EKSPOR PASAR EKSPOR DOMESTIK

Gambar 1 Modifikasi agrobased industry cluster (ABIC) Porter (1990) dan Kotler (1997)

Dengan demikian justifikasi variabel yang mempengaruhi faktor lingkungan industri perikanan adalah :

- Internal industri (II) - Eksternal industri (EI) - Lingkungan ekonomi (LE)

Tiga diatas adalah indikator penelitian yang akan dijelaskan oleh beberapa variabel bebas dengan justifikasi sebagai berikut :

- Internal industri (II) akan dijelaskan dengan indikator : SDM yang terlibat didalam kegiatan Industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman); teknologi industri yang digunakan; keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan - Kondisi eksternal industri (EI) akan dijelaskan dengan indikator

perkembangan teknologi, jasa pelatihan pegawai; dan ketersediaan infrastruktur dari pemerintah

- Lingkungan ekonomi (LE) akan dijelaskan dengan indikator perkembangan teknologi, situasi perdagangan dunia, dan daya beli masyarakat .

2.2.1 Internal industri (II)

Faktor internal industri memegang peranan penting dan merupakan faktor dominan terhadap keberhasilan kinerja industri seperti ; 1) sumberdaya manusia yang dimiliki industri (jumlah, tingkat pendidikan, usia, pengetahuan,


(32)

19

pengalaman) dan secara faktual kondisi sumber daya manusia yang bergerak dibidang perikanan masih memiliki pendidikan relatif rendah. Disamping itu, teknologi yang digunakan oleh industri perikanan masih disesuaikan dengan tingkat kemampuan sumberdaya manusia menggunakan teknologi yang sederhana terutama dalam penanganan pasca panen ; akibatnya mutu bahan baku yang disuplai untuk keperluan industri perikanan rendah. Rendahnya mutu bahan baku ini sangat berpengaruh terhadap mutu hasil produksi, dampak yang dirasakan adalah produk hasil industri tidak dapat bersaing dipasaran terutama pasar global (Wahyuni. 2002). Faktor berikut yang termasuk dalam internal industri adalah 2) teknologi yang digunakan oleh perusahaan; disamping mempertimbangkan faktor efisiensi dan menghadapi pesaing harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya manusia yang akan mengelola teknologi yang akan digunakan. Apabila pemilihan teknologi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya manusia, maka pemilihan teknologi tinggi merupakan salah satu jawaban dari peningkatan efisiensi (Putro.2002} Di sisi lain pemilihan teknologi disamping untuk kemajuan industri harus dapat menyerap tenaga kerja, dengan demikian di samping itu harus mempertimbangkan keserasian kapasitas mesin yang digunakan, berarti harus dipertimbangkan pula bahwa mesin tidak banyak menimbulkan kerusakan (efisiensi), hemat energi dan tersedia suku cadang, praktis serta mudah dioperasionalkan. Dengan demikian pemilihan teknologi merupakan salah satu pertimbangan dalam menentukan keberhasilan pengembangan industri perikanan. Disamping hal diatas maka faktor 3) keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan dalam kaitannya dengan rencana pengembangan dimasa datang. Keterbatasan modal usaha sangat mempengaruhi kepemilikan asset perusahaan hal ini dapat menghambat pengembangan industri dimasa mendatang terutama menghadapi pesaing yang memiliki modal cukup kuat. Kemudian sulitnya mendapatkan modal usaha dari perbankkan serta besarnya bunga pinjaman mengakibatkan sulitnya perusahaan untuk mengembangkan usahanya.

2.2.2 Eksternal industri (EI)

Faktor eksternal industri seperti 1) perkembangan teknologi industri,

mesin dan kelengkapan teknologi yang sangat diperlukan dalam proses produksi. Kapasitas dan kualitas infrastruktur yang tersedia sangat mempengaruhi proses produksi, pada gilirannya akan berdampak pada tingkat efisiensi. Kebijakan pemerintah membangun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan diatur melalui


(33)

undang-undang nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan jo. undang-undang nomor 31 tahun 2004 dalam rangka menunjang peningkatan produksi perikanan dimaksudkan juga untuk memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan serta mempercepat pelayanan terhadap seluruh kegiatan yang bergerak dibidang usaha perikanan.

Disamping itu faktor 2) ketersediaan jasa pelatihan sangat mendukung dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki. Jasa pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan dan pelatihan swasta sangat menolong upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan maupun keterampilan sumberdaya manusia yang terlibat didalam perusahaan baik manajerial maupun operator.(Madecor group. 2002)

Demikian pula dengan 3) ketersediaan infrastruktur berupa sarana dan prasarana (pelabuhan perikanan, transportasi, pemasaran) yang dapat mendukung dan memberikan kemudahan serta efisiensi produksi Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung industri tidak tertutup kemungkinan timbulnya biaya untuk mendapatkan sarana dan prasarana. Faktor eksternal industri ini harus disediakan oleh pemerintah untuyk memberikanan pelayanan kepada industri agar benar-benar dapat mendukung kinerja industri perikanan. (Putro S. 2002 ; Wayuni. 2002)

2.2.3 Lingkungan ekonomi (LE)

Faktor kondisi lingkungan ekonomi diduga juga akan dapat mempengauhi lingkungan industri perikanan antara lain: 1) lingkungan teknologi kemajuan teknologi baik informasi maupun transportasi akan mendorong kearah efisiensi dan ini sangat strategis dalam era persaingan, karena dengan munculnya teknologi baru kemungkinan akan mengancam teknologi yang sudah ada. Hasil riset dan pengembangan (research & development / R & D) merupakan salah satu sub system yang akan selalu mendorong tumbuh dan berkembangnya teknologi, karena hal ini akan mendorong (motivasi) dalam mengambil langkah perbaikan secara terus menerus dan upaya pengembangan proses produksi sehingga akan diperoleh hasil optimal sesuai tujuan perusahaan.

Faktor penting lainnya adalah 2) situasi perdagangan dunia dengan munculnya informasi global; dengan semakin majunya teknologi komunikasi informasi global memegang peranan penting dalam pemasaran terutama untuk


(34)

21

mengetahui dan mempelajari kebutuhan pelanggan. Informasi ini digunakan untuk mempersiapkan strategi kebijakan dalam memasuki dan menghadapi persaingan pasar. Perubahan budaya makan dari daging ke ikan dapat

mempengaruhi persaingan produk makanan yang berasal dari bahan baku ikan. Faktor yang ikut berpengaruh adalah 3) sumberdaya alam dan energi

yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri. Keunggulan ketersediaan sumberdaya alam dan energi khususnya sumberdaya perikanan yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri ini dapat mempengaruhi tingkat kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan bersaing industri jika mampu memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah (Gardjito 1996).

2.3 Kebijakan Pemerintah

Kebijakan 1) pembangunan pelabuhan perikanan yang telah dikeluarkan dan dilaksanakan mulai pelita ke II antara lain bertujuan mendukung pembangunan perikanan dan rencana pembangunan lima tahun berikutnya. Pada Pelita ke V pembangunan prasarana perikanan berupa pelabuhan perikanan perlu disesuaikan dan ditata kembali terutama manajemen pelabuhan perikanan. Untuk mendukung hal diatas maka dikeluarkan kebijakan 2)

membentuk badan usaha milik negara (Perusahaan umum prasarana

perikanan samudera melalui peraturan pemerintah nomor 2 tahun 1990). Tujuan pembentukan badan usaha tersebut adalah agar fungsinya pelabuhan perikanan seperti yang diamanatkan dalam Undang undang nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan dapat terpenuhi, yakni disamping sebagai penunjang utama kegiatan dibidang produksi, juga mencakup penunjang pengelolaan, penyaluran hasil, pemasaran dan pelestarian sumber yakni dalam bentuk; (a) prasarana penangkapan ikan; (b) prasarana penanganan dan pengolahan hasil; (c) prasarana penyaluran hasil/pemasaran; dan (d) prasarana pelestarian sumber.

Tindak lanjut dari kebijakan tersebut pada Pelita ke 6 (REPELITA VI: 1994-1998) adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pendapatan petani nelayan melalui upaya optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan serta peningkatan nilai tambah hasil-hasil perikanan. Kemudian pada tahap berikutnya perlu peningkatan penyediaan dan distribusi bahan pangan komoditas perikanan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan konsumsi gizi masyarakat. Dilain pihak perlu mendorong dan


(35)

meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif. Tujuan berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah mendorong peningkatan pertumbuhan industri didalam negeri melalui penyediaan bahan baku dan meningkatkan penerimaan devisa (Murdjijo 1997).

Untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan tersebut sasaran pembangunan perikanan dalam REPELITA VI antara lain adalah peningkatan ekspor sebesar 9,7% pertahun, baik akhir Repelita VI ekspor hasil perikanan diperkirakan akan mencapai 800 ribu ton dengan nilai US $ 2.134 juta.

Berdasarkan kondisi diatas maka strategi kebijakan yang dilaksanakan adalah melalui pendekatan agribisnis dan agroindustri, untuk mendukung rencana diatas maka kebijakan 3) pengaturan pemanfaatan prasarana didalam kawasan industri perikanan berupa kemudahan mendapatkan modal usaha dan investasi bagi industri perikanan dikeluarkan melalui keputusan menteri Kelautan dan Perikanan nomor 32 tahun 2000 dan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12 tahun 2001.

Dalam mewujudkan penerapan kebijakan dibidang perikanan diatas, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah meningkatkan keterkaitan fungsional antar subsistem sehingga setiap kegiatan pada masing-masing subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Selain itu pengembangan agribisnis juga harus mampu meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan dengan diarahkannya pada pengembangan kemitraan usaha antara usaha skala besar dan skala kecil secara serasi dan dilakukan melalui pengembangan sentra produksi perikanan dalam suatu skala ekonomi yang efisien.

FAKTOR KONDISI -SUMBER DAYA ALAM - SDM

- PENGETAHUAN - MODAL - INFRA STRUKTUR - TEKNOLOGI

STRATEGI PERUSAHAAN / STRUKTUR PERSAINGAN

- STRUKTUR, LOKASI - PERSAINGAN, RESIKO

INDUSTRI PERIKANAN & TERKAIT

- PERSAINGAN INDUSTRI PENDUKUNG

-PERSAINGAN INDUSTRI TERKAIT

PENENTUAN PERMINTAAN

- BESAR PERMINTAAN

-SEGMEN USAHA - PERMINTAAN GLOBAL - SALING

KETERGANTUNGAN PELUANG

-KEJADIAN TIDAK DAPAT DIPREDIKSI -HAMBATAN EKSTERNAL -TEKNOLOGI

PEMERINTAH

-FASILITAS & KENDALA KEBIJAKAN -INVESTASI UNTUK

UMUM

Gambar 2 Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri perikanan (Porter.1990)


(36)

23

Keterkaitan antar faktor dalam pengembangan industri perikanan perlu dukungan dan peranan pemerintah terutama dalam penyediaan fasilitas dan ketentuan investasi. Sebagai upaya untuk memenuhi permintaan konsumen, industri perikanan perlu mendapat suplai dari dukungan infrastruktur, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan faktor permodalan. Dilain pihak faktor internal perusahaan yaitu strategi perusahaan dalam memanfaatkan faktor pendukung, cara menghadapi pesaing, pemanfaatan infrastruktur yang efektif, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar optimal dengan biaya minimal atau dengan resiko yang paling kecil.

2.4 Kinerja Industri Perikanan

Kinerja industri perikanan antara lain diukur dari keberhasilan tingkat kinerja keuangan. Sebagai variablel keberhasilan kinerja keuangan diukur oleh 1) tingkat laba (rugi) perusahaan, 2) tingkat pengembalian investasi (Return of investment/ ROI), dan 3) tingkat return on equity (ROE) serta perkembangan dari industri perikanan (Kotler 1997)

Kemudian variabel kinerja industri perikanan berikutnya adalah dibidang pemasaran, dalam hal ini penting yang harus ditangani dengan serius diantaranya adalah tersedianya 4) informasi pasar yang cepat, tepat dan akurat terutama tentang 5) mutu produk, dan 6) harga produk. Ketersediaan Informasi pasar merupakan salah satu komponen yang strategis agar mampu mengembangkan pemasaran lebih luas baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Untuk menghasilkan informasi yang akurat diperlukan kerjasama yang erat antar instansi terkait, pihak swasta dan assosiasi perikanan untuk menciptakan transparansi pasar. Dilain pihak penetapan harga produk disamping untuk kepentingan industri juga harus memperhatikan harga yang ditawarkan oleh para pesaingnya. Untuk mengukur indikator pemasaran berikutnya 7) volume penjualan, 8) Pertumbuhan penjualan; 9) pertumbuhan pelanggan.

Berdasarkan kondisi diatas berarti sistem pendukung agribisnis yaitu pembinaan mutu, pengolahan (agroindustri) sangat penting. Memasuki era globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, membawa konsekuensi bagi produk perikanan Indonesia mampu bersaing dipasaran, baik didalam maupun diluar negeri. Untuk mengantisipasikan persaingan bebas tersebut dan guna meraih keunggulan kompetitif diperlukan upaya antara lain peningkatan efisiensi usaha dan 10) diversifikasi produk, manajemen mutu serta pengembangan pemasaran. Namun demikian kinerja industri juga harus diukur


(37)

dengan 11) tingkat penyerapan tenaga kerja; 12) produktivitas kerja (Wahyuni. 2002)

Menurut Murdjijo (1997) peningkatan keunggulan kompetitif produk perikanan dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan dan pengelolaan faktor produksi, distribusi dan pemasaran hasil serta manajemen mutu produk. Disamping itu harus tanggap terhadap kecenderungan adanya perubahan permintaan pasar sebagai titik tolak dalam memperoleh pangsa yang maksimal dan berkelanjutan. Produk yang dikembangkan harus memenuhi spesifikasi dan segmen pasar tertentu, agar penetapan harga produk yang kompetitif dapat ditetapkan untuk memperoleh peningkatan volume penjualan.

Dalam upaya diversifikasi produk peranan sumberdaya manusia perlu dipertimbangkan terutama untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi, dapat menyerap tenaga kerja maupun peningkatan kesejahteraan tenaga kerja secara wajar. Memasuki pasar bebas berarti akan terjadi persaingan produk yang sejenis dari berbagai negara, sehingga diperlukan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan pelanggan akan semakin maju dan canggih karena permintaan produk lebih bervariasi, kualitas dan pelayanan lebih baik terutama kehandalan

(reliability) dan tepat waktu (response time)

Dengan demikian model kinerja industri perikanan sebagai variabel kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Peningkatan kinerja keuangan (laba (rugi) ; ROI dan ROE)

- Pemasaran ( informasi pasar ,diversifikasi produk, mutu produk, harga produk, peningkatan volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan)

- Sumberdaya manusia (penyerapan tenaga kerja, produktivitas kerja, kesejahteraan tenaga kerja)

2.5 Daya saing global Industri perikanan

Memasuki era globalisasi akan terjadi pertumbuhan perdagangan global dan persaingan internasional yang eksplosif. Di sini tidak ada negara yang tetap dapat terisolasi dari ekonomi dunia. Jika negara itu menutup pasarnya dari persaingan asing, penduduknya akan membayar lebih mahal untuk barang berkualitas lebih rendah. Tetapi jika negara itu membuka pasarnya, akan menghadapi persaingan ketat dan banyak usaha domestiknya akan menderita (Kotler. 1997).


(38)

25

Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan baru yang akan dihadapi adalah perubahan teknologi. Diramalkan akan terjadi perkembangan teknologi informasi dan kecepatan komunikasi, bahan-bahan baru kemampuan biogenetika dan obat-obatan, keajaiban elektronik dan sebagainya. Perubahan terjadi dengan kecepatan luar biasa seperti merek makanan, bentuk perubahan baru, meningkatnya kepekaan konsumen akan merek dan mutu serta harga barang sehinga perusahaan ataupun industri harus mampu merubah keunggulan komperatif menjadi keunggulan kompetitif diperlukan upaya efisiensi. Peningkatan efisiensi suatu industri dapat dilakukan dengan pemilihan teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya manusia.

Upaya perusahaan yang berhasil dalam merubah teknologi dan efisiensi ternyata ada yang gagal dalam meningkatkan pendapatan jika tidak memiliki visi pemasaran dan keahlian pemasaran. Berbagai tuntutan aturan globalisasi lainnya yang memaksa industri harus mampu bertahan dan menyesuaikan seperti lingkungan hidup, hak azasi manusia , ketersediaan sumberdaya.

Untuk meningkatkan daya saing industri, termasuk industri perikanan dimasa datang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi, komposisi bahan baku, keamanan mengkonsumsi, aspek lingkungan hidup bahkan aspek hak asasi manusia (pengeksploitasian buruh).

Dalam penelitian menganalisis industri perikanan memasuki era globalisasi akan dikaji mengenai kemampuan produk bersaing global karena itu harus berbasis global. Berbagai strategi untuk mengembangkan industri perikanan memasuki pasar global serta faktor pendukung yang mempengaruhinya. Selain mengamati perusahaan yang menghasilkan produk dan pasar yang sama , pengamatan variabel yang mempengaruhi kinerja industri perikanan seperti kemampuan kondisi keuangan, pemasaran serta sumberdaya manusia yang terlibat didalam industri perikanan.

2.6 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian mengenai restrukturisasi pertanian berbasis industri yang mengkaji masalah industri processing dan ikan kaleng di Indonesia bagian timur (Madecor Group. 2001) memberikan rekomendasi agar pemerintah Indonesia pertama, mengarahkan para investor bersedia membangun dibidang industri pemasok seperti mesin dan perlengkapan, kapal, peralatan penangkapan, fasilitas pembuatan dan perawatan kapal ikan; penelitian ini perlu


(39)

dikaji lebih lanjut sampai sejauh mana pengaruh dari penyediaan segenap fasilitas yang disarankan dibangun dapat mendukung kinerja industri memasuki era globalisasi. Kedua, meningkatkan kemampuan manajemen pelabuhan perikanan dan melengkapi fasilitas seperti cold storage dan pabrik es serta sarana transportasi yang dilengkapi dengan fasilitas pendingin, artinya dengan perbaikan manajemen pelabuhan perikanan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pelabuhan sehingga mampu mempengaruhi kinerja industri perikanan, daya saing global industri. Ketiga, mengembangkan pelabuhan perikanan di kawasan Indonesia bagian timur seperti pelabuhan Bitung untuk mendukung industri processing perikanan agar dapat lebih efisien artinya kebijakan pemerintah membangun dan menyediakan infrastruktur diperlukan agar dapat mempengaruhi kinerja industri dan mampu meningkatkan efisiensi sehingga industri memiliki daya saing global. Keempat, mengembangkan pemasaran ikan melalui penetapan zona ekonomi strategis , artinya segenap kebijakan dan pelayanan pelabuhan perikanan akan dapat mempengaruhi dan mendukung kemampuan daya saing pemasaran produk secara global.

Penelitian Eriyatno dan Winarno (1996) mengenai pemodelan sistem pengendalian mutu produk kualitas ekspor agroindustri perikanan rakyat menyimpulkan bahwa model AGUAFISH (statistic quality control dan quality cost concept) merupakan model SPK (sistem penunjang keputusan) untuk membantu pengguna pengambil keputusan yang berkaitan dengan masalah mutu produk kualitas ekspor. Agroindustri perikanan rakyat model sampling berguna untuk menentukan pilihan rancangan pengambilan contoh, sedangkan modul inspeksi berguna untuk membantu dala pemeriksaan mutu produk. Modul biaya berguna untuk melakukan prakiraan biaya mutu. Penelitian memberikan suatu dorongan untuk menganalisis suatu model industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera

Penelitian Sunarya (1996) mengenai prospek pengembangan pasca panen perikanan di Indonesia memberikan informasi bahwa hasil produksi ikan di jawa dan sumatera yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan dalam keadaan segar hanya 60% dan sisanya 40% diproses pindang, peda, terasi, asap, beku, kaleng dan tepung ikan. Dominasi utama ikan olahan adalah ikan asin dan peda. Pemanfaatan hasil produksi sebagian besar masih digunakan untuk mencukupi kebutuhan makanan diwilayahnya dan sebagian kecil dipasarkan antar pulau dan diekspor. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dan pelayanan


(40)

27

pelabuhan perikanan dalam menyediakan infrastruktur dan pelayanan akan mempengaruhi kinerja industri dan mendorong kemampuan daya saing industri.

Penelitian Clucas dan Basmal (1995) yang dikutip oleh Sunarya (1996) mengenai masalah perikanan pelagis kecil dipantai utara Jawa dan upaya pemecahannya menunjukkan bahwa kerugian akibat kerusakan mutu hasil tangkapan disebabkan oleh berbagai faktor seperti desain palka ikan di kapal kurang baik, kurangnya penggunaan es akibat es relatif mahal, kesalahan penanganan ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) kurangnya sarana pendukung (cold storage, pabrik es, pasokan air) di pelabuhan perikanan. Dampak yang dirasakan adalah sulitnya mendapatkan bahan baku industri. Demikian pula dengan penelitian ini bahwa tanpa dukungan kebijakan pemerintah dalam penyediaan infrastruktur dan pelayanan pelabuhan perikanan akan mempengaruhi kinerja industri perikanan terlebih untuk meningkatkan kemampuan daya saing.

Hasil pengamatan Putro (2001) selaku atase pertanian dan sebagai perutusan Republik Indonesia untuk Uni Eropa, Brussel, produk pengolahan hasil perikanan dipasar global akan menghadapi peluang dan tantangan perdagangan. Dalam hal ini Indonesia harus menangkap peluang sebelum sektor perikanan dimasukkan dalam perjanjian GATT/ WTO yaitu mengupayakan agar tarif bea masuk dapat dikurangi dan diberlakukan secara fair dan non diskriminatif. Disamping itu harus meningkatkan kualitas (mutu) produk karena akan menghadapi program rapid alert system Uni Eropa dan automatic detention yang diberlakukan oleh Amerika serikat . Hal ini mengisyaratkan bahwa perlu segera diambil campur tangan pemerintah dengan berbagai kebijakan untuk mendukung industri perikanan memasarkan produknya memasuki era globalisasi.


(1)

(0.091) (0.030) 4.18 8.04

X38 = 0.32*DSG, Errovar.= 0.27 , R² = 0.28 (0.081) (0.031)

4.00 8.70

X25 = 0.19*KB, Errovar.= 0.28 , R² = 0.11 (0.048) (0.030)

3.89 9.34

X26 = 0.46*KB, Errovar.= 0.18 , R² = 0.53 (0.061) (0.047)

7.48 3.84

X27 = 0.22*KB, Errovar.= 0.23 , R² = 0.18 (0.045) (0.026)

4.94 9.84

X28 = 0.054*PEL, Errovar.= 0.44 , R² = 0.0065 (0.057) (0.044)

-0.94 9.94

X29 = 0.30*PEL, Errovar.= 0.38 , R² = 0.19 (0.057) (0.043)

5.22 8.83

X30 = 0.42*PEL, Errovar.= 0.34 , R² = 0.34 (0.061) (0.047)

6.91 7.16

X31 = 0.57*PEL, Errovar.= 0.29 , R² = 0.53 (0.069) (0.064)

8.17 4.52

X32 = 0.080*PEL, Errovar.= 0.42 , R² = 0.015 (0.056) (0.042)

1.43 9.90

Structural Equations

LIP = - 0.23*PEL, Errovar,= 0.95 , R² = 0.053 (0.12) (0.50) 2.78 1.89

KIP = 0.39*LIP – 0.18*KB + 0.45*PEL, Errovar.= 0.66 , R² = 0.34 (0.18) (0.12) (0.17) (0.39)

2.19 2.51 2.78 1.67

DSG = 0.24*LIP – 0.028*KIP + 0.64*KB, Errovar.= 0.50 , R² = 0.50 (0.12) (0.11) (0.18) (0.24) 1.96 2.36 3.64 2.07


(2)

139

LIP = 0.0*KB – 0.23*PEL, Errovar.= 0.95, R² = 0.053 (0.12)

2.78

KIP = - 0.18*KB + 0.36*PEL, Errovar.= 0.80, R² = 0.20 (0.12) (0.15)

2.51 2.78

DSG = 0.65*KB – 0.066*PEL, Errovar.= 0.55, R² = 0.45 (0.17) (0.059)

3.64 2.16

Correlation Matrix of Independent Variables

KB PEL

--- ---

KB 1.00

PEL -0.29 1.00 (0.11)

2.95

Covariance Matrix of Latent Variables

LIP KIP DSG KB PEL --- --- --- --- ---

LIP 1.00

KIP 0.27 1.00

DSG 0.28 -0.14 1.00

KB 0.07 -0.28 0.67 1.00

PEL -0.23 0.41 -0.25 -0.29 1.0

Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 771

Minimum Fit Fucntion Chi-Square = 1418.57 (P = 0.0)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 1334.85 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 563.85

90 Percent Confidence Interval for NCP = (466.38 ; 669.16)

Minimum Fit Function Value = 7.13

Population Discrepancy Function Value (FO) = 2.83 90 Percent Confidence Interval for FO = (2.34 ; 3.36) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.061 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.055 ; 0.066)

P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00091

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 7.61 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (7.12 ; 8.14)

ECVI for Saturated Model = 8.65 ECVI for Independence Model = 14.83


(3)

Chi-Square for Independence Model with 820 Degrees of Freedom = 2869.23

Independence AIC = 2951.23 Model AIC = 1514.85 Saturated AIC = 1722.00 Independence CAIC = 3127.46

Model CAIC = 1901.70 Saturated CAIC = 5422.85

Normed Fit Index (NFI) = 0.91 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.77

Comparative Fit Index (CFI) = 0.95 Incremental Fit Index (IFI) = 0.94

Relative Fit Index (RFI) = 0.90

Critical N (CN) = 122.38

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.032 Standardized RMR = 0.084

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.95 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.67

The Modification Indices Suggest to Add the

Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate X4 DSG 8.1 -0.14 X37 KIP 8.4 -0.14 X28 KB 9.1 0.19 X32 KB 12.2 0.21

The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate X8 X1 15.5 -0.09 X10 X6 8.4 0.07 X11 X1 10.2 0.08 X13 X1 9.1 0.07 X16 X4 8.8 0.07 X16 X11 9.2 -0.07 X18 X6 11.5 0.08 X19 X7 8.3 0.07 X19 X11 10.6 0.08 X20 X1 15.5 -0.09 X20 X8 8.0 0.06 X21 X7 7.9 -0.07 X21 X17 8.4 0.07

X22 X3 10.0 0.07 X22 X13 10.4 0.07

X23 X13 12.0 0.09 X33 X11 14.5 -0.09 X33 X16 20.7 0.11 X34 X17 8.0 -0.05 X35 X1 9.3 0.07 X36 X17 11.8 0.08 X37 X8 14.3 0.08


(4)

141

X38 X34 8.4 0.06 X25 X37 13.1 -0.08 X26 X9 11.5 -0.07 X27 X3 9.0 0.06 X27 X37 13.3 0.07 X30 X35 8.1 0.07 X32 X28 10.0 0.10


(5)

Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing

oleh: M. Fedi A. Sondita, Daniel R. Monintja, John Haluan dan Soepanto.

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis

faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kinerja industri perikanan dan mengidentifikasi variabel-variabel yang

berpengaruh dari setiap faktor-faktor tersebut dan (2) merumuskan strategi

pengembangan industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi. Tujuan

pertama dilakukan melalui tahapan analisis untuk mendeteksi (1) pengaruh internal

industri (II) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (2) pengaruh eksternal

industri (EI) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (3) pengaruh lingkungan

ekonomi (LE) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (4) pengaruh kebijakan

pemerintah (KB) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (5) pengaruh

kebijakan pemerintah (KB) terhadap pelayanan PPS; (6) pengaruh kinerja pelayanan

PPS terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (7) pengaruh kebijakan pemerintah

(KB) terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (8) pengaruh lingkungan industri

perikanan (LIP) terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (9) pengaruh pelayanan

PPS terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (10) pengaruh kebijakan pemerintah

(KB) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (11) pengaruh kinerja

industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (12)

pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing global industri

perikanan (DSG); (13) pengaruh pelayanan PPS terhadap daya saing global industri

perikanan (DSG). Pemodelan industri perikanan dengan studi kasus PPS Nizam

Zachman Jakarta ini menerapkan pendekatan

Structural Equation Model (SEM),

yaitu

sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian

hubungan antara variabel yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan rumit ini

dapat mencakup satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel

independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk

faktor (

konstruk

) yang dibangun dari beberapa variabel indikator.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) model industri perikanan berbasis PPS

yang dibangun dengan delapan faktor ini dapat digunakan untuk merencanakan dan

meramalkan pengembangan industri perikanan dalam perdagangan global karena

memenuhi kriteria

goodness of fit

yang dipakai, yaitu nilai

Chi-square

,

peluang

(

probability)

, RMSEA, GFI, AGFI, NFI, CFI, IFI, dan PGFI. Selanjutnya, telah

dibuktikan bahwa ke 8 (delapan) faktor tersebut (faktor II, EI, LE, LIP, KB, PEL, KIP,

dan DSG) saling berhubungan dan mempengaruhi secara positip. Hal ini berarti setiap

perubahan pada salah satu faktor akan mempengaruhi kinerja faktor lainnya dan

besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada besaran perubahan nilai faktor/

variabel. Model industri perikanan ini dapat digunakan untuk merumuskan strategi

pengembangan industri perikanan memasuki pasar global pada pelabuhan perikanan

samudera lainnya dengan menambah, mengurangi atau mengubah variabel

pembentuk faktor pada lingkungan industri, kebijakan pemerintah, pelayanan PPS,

kinerja industri. Penambahan variabel tersebut tetap harus didasarkan pada telaah

pustaka yang cermat mengingat penelitian ini bersifat eksplorasi.

Kata kunci :

model, industri perikanan, pelabuhan perikanan samudera, globalisasi,

PPS Nizam Zachman Jakarta


(6)

ABSTRACT

DJOKO KUSYANTO. 2006. A Model of Fishery Industry in Ocean Fishing

Port towards Globalization. Under supervision of M. Fedi A. Sondita,

Daniel R. Monintja, John Haluan and Soepanto.

The objectives of this research are: (1) to analyze factors

determining performance of fishery industries and to identify significant

variables of each factor, (2) to formulate strategies for developing fishery

industries in an ocean fishing port. The first objective was achieved by

conducting a series of analysis to identify: (1) influence of internal

industries (II) on fishery industry environment (LIP), (2) influence of

external industries (EI) on fishery industry environment; 3) influence of

economic environment (LE) on fishery industry environment; 4) influence

of government policy (KB) on fishery industry environment; 5) influence of

government policy on fishing port services (PEL) ; 6) influence of fishing

port service on fishery industry environment; 7) influence of government

policy on fishery industry performance (KIP); 8) influence of fishery

industry environment on fishery industry performance; 9) influence fishing

port services on fishery industry performance; 10) influence of government

policy on global competitivenes (DSG); 11) influence of fishery industry

performance on DSG; 12) influence of fishery industry environment on

DSG; 13) influence of fishing port services on DSG. This modeling

analysis of the industry (with a case of Nizam Zachman Jakarta Fishing

Port) applied structural equation model (SEM) approach, a statistical

analysis for simultaneously testing various relationships constructed with

complex variables of indicators.

This research concluded that: 1) the model of the fishery industry in

the Jakarta fishing port constructed with 8 factors can be used to plan and

predict fishery industry development to face and compete in global trading

since the model fulfill all criteria of goodness of fit (Chi-square, probability,

RMSEA, GFI, AGFI, NFI, CFI, IFI, PGFI); 2) Strong relationships among

all the factors were identified, it means any significant change in one factor

will affect the other factors; 3) the model can be used to explore and

formulate development strategies for other ocean fishing ports, but

modification of variables of indicators for each factor may be needed since

their characteristics are different from the Jakarta fishing port.

Keywords : Model, fishery industry, ocean fishing port, globalization,

Jakarta fishing port