Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs

6.2. Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs

6.2.1. Keluhan Musculosceletal Disorders Keluhan MSDs pada pekerja dalam penelitian ini ditinjau dari tingkat keluhannya dan bagian tubuh yang dirasakan keluhan. Menurut Humantech (2003), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Hal tersebut dapat terjadi jika otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut

musculosceletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculosceletal .

Dari hasil pengukuran keluhan MSDs berdasarkan tingkat keluhan maka diperoleh paling banyak (77,3%) pekerja yang mengalami keluhan MSDs ringan, Dari hasil pengukuran keluhan MSDs berdasarkan tingkat keluhan maka diperoleh paling banyak (77,3%) pekerja yang mengalami keluhan MSDs ringan,

Hasil penelitian diatas sesuai dengan yang telah dilakukan oleh Juniani (2007) pada welder yang melakukan pengelasan bahwa keluhan MSDs seperti kaku sering dirasakan pada bagian bahu sebanyak 66%, pekerja merasa sakit atau nyeri pada leher sebanyak 69% dan merasakan nyeri pada bagian pinggang sebanyak 77%.

Menurut NIOSH (1997), MSDs pada leher dan bahu terjadi karena pekerja melakukan gerakan berulang „repetitive work’, posisi leher dan bahu dalam keadaan

menahan beban berat serta posisi yang ekstrim ketika bekerja. Sedangkan keluhan MSDs yang terjadi pada ping gang „ low back pain ‟ dapat muncul akibat postur kerja yang buruk seperti membungkuk dan gerakan mengangkat berulang sehingga memaksa kerja otot/sendi tulang belakang dan akhirnya terjadi pembengkakan pada sendi. Menurut James (2007), ketika ruas-ruas tulang menekuk ke depan maka otot akan bekerja dengan keras untuk menopang tulang/rangka bagian atas sampai kepala, sehingga otat akan melentur. sehingga semakin sering dan semakin lama digunakan dengan berlebihan, maka hal demikian akan menyebabkan hilangnya kelenturan pada otot tersebut.

Gambar 6.1.

Postur Kerja yang Tidak Ergonomis Postur Kerja yang Tidak Ergonomis

Sumber :a. James T. Alberts (2007) b. dokumentasi Peneliti Berdasarkan hasil temuan di tempat penelitian, diketahui bahwa munculnya

keluhan MSDs dikarenakan terdapat beberapa workshop yang tidak memiliki alat bantu kerja berupa meja kerja. Meja kerja yang biasa digunakan untuk memudahkan dalam melakukan pengelasan dan dirancang sedemikian rupa dengan mempertimbangkan aspek ergonomis. Penggunaan alat tersebut diharapkan dapat meningkatkan produkstivitas dan juga pekerja dapat melakukan pengelasan tanpa berada pada posisi yang tidak ergonomis sehingga dapat menghindari ergonomi berupa musculosceletal disorders . Akibatnya jika ada pekerja yang bekerja tanpa workshop maka mereka akan melakukan pengelasan secara bebas dan tanpa disadari telah bekerja dengan posisi yang tidak standard dan berisiko.

Beberapa pekerja juga menuturkan bahwa keluhan yang dirasa besar kemungkinan disebabkan oleh posisi yang statis dan tidak standar (seperti jongkok, Beberapa pekerja juga menuturkan bahwa keluhan yang dirasa besar kemungkinan disebabkan oleh posisi yang statis dan tidak standar (seperti jongkok,

Hal yang sama dilaporkan oleh Europan communities (2008) bahwa sekitar 40% dari MSDs bagian extrimitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan, atau dengan kata lain lebih dari 500,000 orang di Eropa telah menderita MSDs setiap

tahunnya dan juga cidera musculoskeletal disorders (MSDs) menyebabkan kehilangan waktu kerja terjadi sekitar 21% pada perusahaan manufacture ( Installation, maintenance, and repair occupations ) dan sektor pelayanan jasa, terutama mayoritas yang menerima pajanan ini adalah operator ataupun pekerja kasar (dalam Susan Stock et al, 2005).

Adapun gambar dari meja kerja adalah sebagai berikut :

Gambar 6.2.

Meja Kerja yang Digunakan di PT.Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Sumber : Dokumentasi P eneliti

6.2.2. Risiko Pekerjaan

Risiko pekerjaan diukur dengan menggunakan metode quick exposure check ketika melakukan pengelasan pada tubuh bagian atas. Menurut Buckle (2005), pengukuran dilakukan pada bagian tubuh atas seperti leher, punggung, lengan dan bahu serta dengan mempertimbangkan berat beban yang diangkat, durasi, frekuensi dan postur.

Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh 52% pekerjaan memiliki risiko sedang, sedangkan 48% lainnya memiliki risiko pekerjaan ringan. Namun tinggi rendahnya tingkat risiko pekerjaan yang ada dipengaruhi oleh banyaknya jumlah permintaan barang dari pasar sehingga membuat pekerja untuk bekerja lebih ekstra untuk memenuhi target bulanan. Oleh karena itu, semakin tinggi dari pekerjaan maka semakin besar pula peluan seseorang untuk mengalami keluhan MSDs. Berdasarkan studi yang dilakukan European Campaign On Musculoskeletal Disorders pada tahun 2008 terhadap 235 juta orang pekerja di Eropa, melaporkan 62% telah terpapar MSDs Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh 52% pekerjaan memiliki risiko sedang, sedangkan 48% lainnya memiliki risiko pekerjaan ringan. Namun tinggi rendahnya tingkat risiko pekerjaan yang ada dipengaruhi oleh banyaknya jumlah permintaan barang dari pasar sehingga membuat pekerja untuk bekerja lebih ekstra untuk memenuhi target bulanan. Oleh karena itu, semakin tinggi dari pekerjaan maka semakin besar pula peluan seseorang untuk mengalami keluhan MSDs. Berdasarkan studi yang dilakukan European Campaign On Musculoskeletal Disorders pada tahun 2008 terhadap 235 juta orang pekerja di Eropa, melaporkan 62% telah terpapar MSDs

6.2.3. Usia Pekerja

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan MSDs. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa rata-rata usia pekerja adalah 31 tahun, usia pekerja paling tua adalah 43 tahun dan usia pekerja paling muda adalah 21 tahun. Melihat teori yang diungkapkan dalam Oborne (1995) bahwa keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun dan keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Lain halnya menurut Bridger (2003), sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berusai 30 tahun. Oleh karena itu pekerja yang ada di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia mempunyai potensi untuk mengalami keluhan MSDs.

6.2.4. Masa Kerja

Masa kerja diukur dengan menjumlahkan total keseluruhan masa kerja baik itu di PT. Caterpillar Indonesia ataupun perusahaan sebelumnya bekerja. Menurut Ohlssson et al (1989), semakin lama masa kerja seseorang dapat menyebabkan terjadinya kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang secara fisik maupun secara psikis. Hal ini dikarenakan tingkat endurance otot yang sering digunakan untuk bekerja akan menurun seiring lamanya seseorang bekerja. Berdasarkan tabel hasil

5.4, dapat dilihat bahwa rata-rata masa kerja adalah 84 bulan atau setara dengan 7 tahun. Masa kerja terlama adalah 20 tahun.

Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi pekerja. Menurut Horn et al (1998), seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan kelelahan dan nyeri otot. Berdasarkan hasil, diperoleh pekerja yang memiliki indeks masa tubuh obesitas sejumlah 13 pekerja (17,3%) dan pekerja dengan indeks masa tubuh normal sebanyak 32 pekerja (42,7%).

6.2.6. Kebiasaan Merokok

Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok pekerja dapat diketahui berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari dengan pengkategorian merokok dan tidak merokok. Pekerja yang termasuk tidak merokok jika tidak pernah ataupun sudah berhenti merokok lebih dari satu tahun. Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa responden yang merokok adalah sejumlah 39 pekerja (52%) dan responden yang tidak merokok sejumlah 36 pekerja (48%). Menurut Croasmun (2003), kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah.

6.2.7. Kesegaran Jasmani

Kesegeran jasmani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan MSDs. Menurut Mitchell (2008), tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan Kesegeran jasmani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan MSDs. Menurut Mitchell (2008), tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan