FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN MUSCULOSCELETAL DISORDERS PADA WELDER DI BAGIAN FABRIKASI PT. CATERPILLAR INDONESIA TAHUN 2010 SKRIPSI OLEH: MUHAMAD TAUFIK ZULFIQOR NIM: 106101003341 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN MUSCULOSCELETAL DISORDERS PADA WELDER DI BAGIAN FABRIKASI PT. CATERPILLAR INDONESIA TAHUN 2010

SKIRPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) OLEH: MUHAMAD TAUFIK ZULFIQOR NIM: 106101003341 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan pertolongan kepada para hambanya. Dan dengan memohon kepada Alloh SWT semoga memberikan tambahan rahmat dan Islam kepada orang yang termulya dari kesekian hambanya, yaitu makhluq- Nya yang paling mulia, Muhammad Saw.

Laporan ini merupakan hasil dari proses kegiatan penelitian yang dilakukan di PT. Caterpillar Indonesia selama 1 bulan. Begitu banyak pengalaman dan pengetahuan yang tidak dapat tertuang dalam laporan ini. Semoga dengan laporan skripsi ini, mudah-mudahan Alloh SWT selalu melimpahkan pertolongan dan ridla-Nya sehingga dapat menjadi manfaat bagi yang membaca secara umumnya dan bagi penulis secara khususnya.

Sebagai akhir kata, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur memberikan ucapan terimakasih atas terselesaikannya skripsi ini kepada:

1. Keluargaku tercinta, Bapak dan Mama yang selalu memberikan nasihat dan semangat agar selalu menjadi orang yang mengamalkan ilmunya. Serta Kakakku Yuli, yang telah berkenan meminjamkan laptopnya untuk menyelesaikan skripisi ini.

2. Guruku, KH. Drs. Misbahul Anam, At Tijanny yang merupakan sumber inspirasi dan telah banyak memberikan nasihat hingga saat ini.

3. Prof. Dr (Hc). dr. MK. Tadjudin, SP.And selaku Dekan, yang telah banyak memfasilitasi selama kegiatan menuntu ilmu.

4. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah membuka jalan pengetahuan Kesehatan Masyarakat yang luas.

5. Bunda Iting Shofwati ST, M.KKK selaku pembimbing yang secara tulus dan penuh kesabaran menyalakan pelita di gelapnya dunia.

6. Bunda Minsarnawati, SKM, MKM yang telah memberikan coretan ilmu dan kasih sayang selama penyusun skripsi ini.

7. Bunda Catur Rosidati, SKM, MKM, selalu menyediakan waktunya untuk sharing selama penulisan skripsi ini.

8. dr. Ali Nurrahman, M.KKK selaku penguji yang telah memberikan banyak saran terhadap skipsi ini.

9. Pak Ahmad Gozali yang banyak membantu administrasi.

10. Ibu Tari selaku General Manager PT. Caterpillar Indonesia yang secara terbuka menerima penulis untuk melakukan kegiatan penelitian skripsi.

11. Bapak Yogi Daryoto, ST yang telah banyak membantu penlitian dan memotivasi penulis untuk terus belajar.

12. Bapak Moch. Iswantara, Bapak Rudi dan Bapak Budi yang selalu membimbing di lapangan dan memberikan masukan-masukan bermanfaat serta motivasi dalam memaknai hidup ini.

13. Kawan-kawan di Istana Kertamukti; Kang Surma Adnan, Mas Fajar Iqbal, Mas Ahmad Dharif, Mas Purwanto, Aa Iwang, Bang Masda Hilmi, Kakak Rizwan dan Kakak Bagol.

14. Segenap Insan Pergerakan dan Sahabat-sahabat PMII Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, terima kasih atas semangatmu dan selalu „ Yakin Usaha Sampai ‟.

15. Sahabat-sahabat tercinta di Kesehatan Masyarakat 3G FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga keberkahan selalu menyertai langkah kita.

16. Khushushon ilaa Jam’iyyat el q uusn, Blows Band Marawis and The Crazy Wheels of zero sixs ( Aditya Pratama & Prayudi, Ahmad Fauzi, Defriyan, Dian Rawar, Dauly, Halsariki, Lutfi Fauji, Nouval, Ali Imron, Zaenal Arifin, Yunus, Musthafa Iban, Said Muchsin, Trimunggara). Selalu bergerak dalam kreatifitas..!

17. Dan Łẳkh, makasih yaa,,, Ucapan terimakasih ini tidak diberikan kepada penghambat kreatifitas dan

kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan kemurnian dan ketulusan hati untuk berkarya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memperluas wisata ilmu, khusunya di dunia Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Jakarta, 20 Desember 2010

Penulis

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2010

Muhamad Taufik Zulfiqor, NIM : 106101003341

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculosceletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

viii + 114 Halaman, 22 Tabel, 10 Gambar, 2 Skema, 1 Grafik, Lampiran

ABSTRAK

Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Hasil studi pendahuluan diperoleh 80% pekerja (10 welder ) merasakan keluhan MSDs, 40% pekerja mengeluh pada bagian pinggang, 20% pada lengan kanan, betis kanan dan leher bawah, 20% keluhan pada lengan kanan dan pinggang saja.

Penelitian ini dilakukan di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada Juni- Desember 2010. Sampel penelitian sebanyak 75 orang menggunakan desain cross sectional study . Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square dan Kruskall Wallis . Variabel yang diteliti adalah risiko pekerjaan, usia, masa kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani.

Hasil penelitian didapatkan tingkat keluhan MSDs ringan sebanyak 58 orang (77,3%) dan keluhan MSDs berat sejumlah 7 orang (9,3%). Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara keluhan MSDs dengan risiko pekerjaan ( p value = 0,000), masa kerja ( p value = 0,002), kebiasaan merokok ( p value = 0,044) dan

kesegaran jasmani ( p value = 0 , 000). Sedangkan yang tidak berhubungan adalah usia ( p value = 0,116) dan indeks masa tubuh ( p value = 0,941). Pekerja disarankan melakukan istirahat disaat mulai merasakan stres pada otot tubuh, melakukan senam pagi setiap hari dan menggunakan back support untuk meminimalisir keluhan MSDs. Perusahaan dapat melakukan rotasi pekerjaan untuk menghindari stress pada otot tubuh akibat pekerjaan yang menetap, melakukan pengawasan terhadap kegiatan senam pagi dan melakukan program quit smoking untuk mengendalikan kebiasaan merokok pekerja.

Daftar Bacaan : 48 (1987 - 2009)

Kata Kunci : Keluhan MSDs , Welder, Risiko pekerjaan, Kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, Masa kerja

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH CONCENTRATION SAFETY AND HEALTH WORK

Thesis, December 2010

Muhamad Taufik Zulfiqor, NIM : 106101003341

Factors Associated to Welders of Musculosceletal Disorders Complaints in Fabrication Division at PT. Caterpillar Indonesia Year 2010

viii + 114 Pages, 22 Tables, 10 Pictures, 2 Skemes, 1 Grafic, 6 Attachments

ABSTRACT

Musculoskeletal disorders (MSDs) is a pain on the parts of muscle sceletal when that pain starting from a very mild complaint until the very sick. Preliminary study had been showed that 80% of workers (10 welders) symptoms of MSDs, 40% of workers felt on waist, 20% felt on right arm, right leg and under neck, 20% of pain felt on right arm and waist.

This researched was conducted in the Fabrication of PT. Caterpillar Indonesia on June until December 2010 with 75 samples and using a cross sectional study design. The statistical test had been used chi square and Kruskall Wallis. Variables studied an occupational risk, age, periode of employment, body mass index, smoking habits and physical fitness.

The results showed a mild level of MSDs complaints were 58 peoples (77.3%) and complaints of heavy MSDS number of 7 persons (9.3%). Statistical analysis showed an association between MSDs complaints with occupational risk (p value = 0.000), periode of employment (p value = 0.002), smoking habits (p value = 0.044) and physical fitness (p value = 0.000). While that is not related to age (p value = 0.116) and body mass index (p value = 0.941).

To reduce the MSDs complaints suggested to take a rest while begin to feel stress on the muscles of the body, doing morning exercises every day and use a back support and company can do the job rotation to avoid stress on the muscles of the body due to permanent jobs, would be monitoring stretching activities and conducting a quit smoking program.

Reading list : 48 (1987 - 2009)

Keywords

: MSDs complaints, welder, Occupational risk, Periode of employment, Smoking habits, Physical fitness

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon (Grandjean, 1993).

Musculoskeletal disorders termasuk dari pembengkakan dan dampak degenarif kondisi otot, tendon, ligament, sendi pembuluh perifer dan pembuluh darah. Bagian utama tubuh yang terlibat adalah punggung, leher, bahu, lengan bawah dan tangan (extrimitas bagian atas), meskipun bagian extrimitas bawah perlu juga mendapatkan perhatian lebih. Kejadian MSDs terdapat pada banyak negara, yang berdampak pada pengeluaran biaya pengobatan dan juga penurunan kualitas hidup. Pada banyak negara, kejadian tersebut banyak terkait oleh penyakit akibat kerja. Di Amerika Serikat, Kanada, Finlandia, Swedia dan Inggris, MSDs telah banyak menyebabkan tingginya tingkat ketidak-hadiran bekerja. MSDs tentunya lebih banyak terjadi pada sektor industri. Risiko tinggi juga terjadi pada sektor fasilitas perawat, transportasi udara, pertambangan, proses pembuatan makanan, penyamakan kulit dan sektor pembuatan/manufaktur seperti alat berat, kendaraan, perabot, alat rumah tangga, elektronik, tekstil, pakaian, dan sepatu (Susan Stock et.al. 2005).

Dalam Media Relations Officer ILO Jakarta, 2007 menyebutkan : Berdasarkan penelitian yang dilakukan ILO (Organisasi Perburuhan

Internasional), sekitar 2,2 juta jiwa per tahun di seluruh belahan dunia kehilangan nyawa akibat kecelakaan ataupun penyakit yang terkait dengan pekerjaan atau rata-rata setiap hari 6.000 orang meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik. Akibat pekerjaan juga setiap tahun sebanyak 270 juta jiwa lainnya menderita luka parah dan 160 juta lainnya mengalami penyakit jangka panjang atau pendek.

Pada faktanya, Europan communities (2008) telah memperkirakan sekitar 40% dari MSDs bagian extrimitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan, atau dengan kata lain lebih dari 500,000 orang telah menderita MSDs setiap tahun. Berdasarkan hasil survey sebelumnya oleh lembaga

de santé publique de Montréal pada tahun 2005 didapatkan data bahwa cidera musculoskeletal disorders (MSDs) menyebabkan kehilangan waktu kerja terjadi sekitar 21% pada perusahaan manufacture ( Installation, maintenance, and repair occupations ) dan sektor pelayanan jasa, mayoritas yang menerima pajanan ini adalah operator ataupun pekerja kasar (dalam Susan Stock et al, 2005).

Lain halnya dengan European Foundation for the Improvement of Living and Working yang melakukan survei pada 235 juta pekerja di 31 negara Eropa pada tahun 2007, memperoleh 25% mengalami nyeri punggung dan 23% nya nyeri otot, hal tersebut karena diakibatkan menderita MSDs. Di Negara Amerika Serikat sendiri yang merupakan negara maju dalam industri manufaktur telah mencatat bahwa WMSDs ( work related musculoskeletal disorders ) menjadi penyebab utama penyakit akibat kerja dan kehilangan 846.000 hari kerja setiap tahun dengan total biaya pengobatan yang dikeluarkan mencapai $20 milliar sampai $43 milliar (National Academy of Sciences dalam Humantech, 2003 ).

Berdasarkan hasil survey Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan gangguan THT (1.5%) (Depkes RI, 2005).

Sedangkan hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data bahwa sebanyak 40-80% pekerja melaporkan keluhan pada musculoskeletal sesudah bekerja (dalam Mega Octarisya, 2009).

Banyak studi mengenai faktor yang turut berkontribusi terhadap MSDs pada pekerjaan pengelasan, salah satunya disebabkan oleh posisi yang buruk (jongkok, berlutut dan over head ), berat alat yang tidak standar, posisi leher dan bahu statis dengan mendongak ke atas (Humantech 2003). Fakta mengenai risiko yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan, menurut Grandjen (1993) adalah sikap kerja yang tidak alamiah pada umumnya akan menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Sedangkan untuk faktor pekerja itu sendiri, berdasarkan penelitian dari Guo et al. (dalam Bridger, 1995) dikatakan bahwa pada umur 35 tahun, merupakan episode pertama seseorang akan mengalami nyeri punggung, hal tersebut dapat dikarenakan pada usia di atas 35 tahun terjadi proses degenerasi dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berkurangnya stabilitas otot dan Banyak studi mengenai faktor yang turut berkontribusi terhadap MSDs pada pekerjaan pengelasan, salah satunya disebabkan oleh posisi yang buruk (jongkok, berlutut dan over head ), berat alat yang tidak standar, posisi leher dan bahu statis dengan mendongak ke atas (Humantech 2003). Fakta mengenai risiko yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan, menurut Grandjen (1993) adalah sikap kerja yang tidak alamiah pada umumnya akan menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Sedangkan untuk faktor pekerja itu sendiri, berdasarkan penelitian dari Guo et al. (dalam Bridger, 1995) dikatakan bahwa pada umur 35 tahun, merupakan episode pertama seseorang akan mengalami nyeri punggung, hal tersebut dapat dikarenakan pada usia di atas 35 tahun terjadi proses degenerasi dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berkurangnya stabilitas otot dan

Dalam mengatasi masalah elastisitas persendian, Humantech (2003) menjelaskan bahwa seseorang yang tidak pernah melakukan senam ataupun olahraga secara rutin akan menyebabkan otot menjadi tidak fleksibel/kehilangan elastisitasnya sehingga berakibat keluhan MSDs. Sedangkan peningkatan keluhan MSDs itu sendiri juga dipengaruhi oleh umur dan masa kerja, Ohlsson et al. (1989) melaporkan bahwa derajat keluhan MSDs meningkat secara signifikan seiring dengan bertambahnya masa kerja.

Berdasarkan hasil penelitian Juniani dkk, diketahui bahwa ketika melakukan aktifitas pengelasan dengan bebas, pekerja yang sering merasakan kaku pada bahu pada sebanyak 66%, sebanyak 69% pekerja merasa sakit atau nyeri pada leher, 52% nafas pekerja merasa tertekan pada saat melakukan pengelasan dan 77% merasakan nyeri pada bagian punggung.

Hasil penelitian Ansyari (2007) pada pekerja pembungkus dodol, menyimpulkan bahwa: 1) Dari fasilitas kerja yang tidak ergonomis tersebut banyak ditemui keluhan pada pekerja setelah selesai bekerja yaitu 100% pekerja merasakan keluhan sangat sakit pada bahu, leher, punggung, pinggang, bokong, lutut, betis, kaki, dan lengan. 100% tidak merasakan sakit pada siku dan lengan.

2) Setelah dilakukan fasilitas terjadi penurunan keluhan 70% pekerja merasakan keluhan agak sakit dan 30% nya merasakan sakit pada leher, bahu, lengan, punggung, pinggang, bokong, 80% pekerja merasakan keluhan agak sakit dan 20% sakit pada lengan, pergelangan tangan, paha, pantat, lutut, betis dan kaki. 3)

Setelah dilakukan penerapan fasilitas kerja yang sesuai dengan antropometri pekerja terjadi peningkatan produktivitas sebesar 15% -22%.

Hasil penelitian Hendra dan Suwandi (2008), diketahui bahwa pekerjaan pemanenan kelapa sawit dan pemuatannya ke atas truk mempunyai skor REBA antara 8 –10 atau risiko tinggi yang memerlukan tindakan perbaikan segera. Keluhan MSDs terbanyak dialami pada bagian leher dan punggung bawah, yaitu masing-masing sebanyak 98 responden. Sedangkan keluhan paling sedikit adalah pada bagian pantat/bokong. Varibel yang secara signifikan berhubungan dengan keluhan MSDs adalah jenis pekerjaan, umur, dan lama kerja.

PT. Caterpillar Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur pembuatan alat berat dengan terdiri dari proses fabrikasi dan perakitan/ assembling . Perakitan terdiri dari proses penyatuan komponen- komponen yang dibuat di PT. Caterpillar ataupun barang import. Sedangkan bagian Fabrikasi merupakan proses awal pembuatan komponen untuk unit hydraulic excavator (HEX), Track Type Tracktor (TTT) serta Work Tool (WTD). Komponen yang dibuat untuk unit jenis HEX adalah swing frame, base frame, boom, stick dan link as . Untuk unit jenis TTT yang dikerjakan di fabrikasi antara lain C-frame, blade, canopy sedangkan Work tool mengerjakan blade untuk jenis D10 dan D11, bucket tipe 992 serta tipe besar lainnya sesuai dengan pesanan yang diminta. Selain itu, work tool juga menyediakan peralatan untuk kegiatan kehutanan seperti grapples dan log forks . Bahan untuk pembuatan komponen tersebut berasal dari besi dengan kualitas tinggi, kemudian besi-besi tersebut dibentuk menjadi komponen-komponen dengan teknik pengelasan. Teknik PT. Caterpillar Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur pembuatan alat berat dengan terdiri dari proses fabrikasi dan perakitan/ assembling . Perakitan terdiri dari proses penyatuan komponen- komponen yang dibuat di PT. Caterpillar ataupun barang import. Sedangkan bagian Fabrikasi merupakan proses awal pembuatan komponen untuk unit hydraulic excavator (HEX), Track Type Tracktor (TTT) serta Work Tool (WTD). Komponen yang dibuat untuk unit jenis HEX adalah swing frame, base frame, boom, stick dan link as . Untuk unit jenis TTT yang dikerjakan di fabrikasi antara lain C-frame, blade, canopy sedangkan Work tool mengerjakan blade untuk jenis D10 dan D11, bucket tipe 992 serta tipe besar lainnya sesuai dengan pesanan yang diminta. Selain itu, work tool juga menyediakan peralatan untuk kegiatan kehutanan seperti grapples dan log forks . Bahan untuk pembuatan komponen tersebut berasal dari besi dengan kualitas tinggi, kemudian besi-besi tersebut dibentuk menjadi komponen-komponen dengan teknik pengelasan. Teknik

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan Juni 2010 terhadap

10 pekerja bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map , diketahui bahwa seluruh pekerja merasakan keluhan MSDs setelah bekerja. Sebanyak dua orang (20%) merasakan keluhan pada bagian pinggang, lengan kanan, betis kanan dan kiri serta leher bawah, sebanyak satu orang (10%) merasakan keluhan nyeri dan pegal-pegal pada pinggang, lengan kanan, betis kanan dan kiri, sejumlah satu orang (10%) merasakan keluhan pada pinggang dan lengan kanan, serta sebanyak empat orang (40%) merasakan keluhan hanya pada pinggang saja.

Selain itu belum ada penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor yang terkait dengan keluhan MSDs di PT. Caterpillar Indonesia, maka peniliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juni 2010 terhadap 10 pekerja di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, seluruhnya

merasakan adanya gejala MSDs seperti nyeri ataupun pegal-pegal setelah bekerja. Gangguan MSDs pada pekerja dapat mempengaruhi penurunan performance kerja, produktivitas dan kualitas kerja, hubungan dalam pekerjaan, penurunan kewaspadaan, gangguan dalam kehidupan keluarga, dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Juga belum pernah ada penelitian terkait dengan faktor- faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di PT. Caterpilllar Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pekerjaan, usia pekerja, masa kerja, kebiasaan merokok, indeks masa tubuh dan kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs di PT. Caterpilllar Indonesia.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, masa kerja, kesegaran jasmani) di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

4. Apakah ada hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

5. Apakah ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada welder di di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

6. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

7. Apakah ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

8. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

9. Apakah ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan musculoskeletal disorder (MSDs) pada pekerja bagian Fabrikasi di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

3. Diketahuinya gambaran faktor pekerja (usia, Masa kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani) di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

4. Diketahuinya hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

5. Diketahuinya hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

6. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

7. Diketahuinya hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

8. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

9. Diketahuinya hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Perusahaan

1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan MSDs pada pekerja di PT. Caterpillar Indonesia sehingga program-program K3 perusahaan terkait ergonomi dapat lebih dioptimalkan untuk mencapai keberhasilan.

2. Perusahaan dapat melakukan pertimbangan/koreksi/ update terhadap potensi MSDs yang ada di lingkungan kerja.

1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

1. Diperoleh ilmu/metode baru dalam pengukuran risiko ergonomi pada pekerjaan.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan gambaran agar keilmuan K3 yang akan diajarkan di kampus nantinya dapat lebih mendekati kondisi di lingkungan kerja.

3. Terciptanya kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lain.

1.5.3. Bagi Peneliti

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan meneliti terkait ergonomi.

2. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait risiko ergonomi yang telah didapat di perkuliahan pada tempat kerja yang sesungguhnya.

3. Meningkatkan kemampuan penulis khususnya dalam proses identifikasi bahaya ergonomi di lingkungan kerja.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilaksanakan oleh mahasiswa Program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin mengetahui gambaran keluhan MSDs dan faktor-faktor yang berhubungan berupa

faktor pekejaan dan faktor pekerja (usia, Masa kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani). Penelitian dilakukan pada bulan Juni- Desember 2010 di PT. Caterpillar Indonesia bagian Fabrikasi, JL. Raya Narogong KM.19, Cileungsi, Bogor 16820. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study . Populasi penelitian adalah seluruh pekerja las/ welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 75 responden. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung keluhan MSDs dengan nordic body map dan pengukuran risiko pada faktor pekerjaan dengan menggunakan lembar quick expossure check (QEC) serta data karakteristik pekerja dengan menggunakan kuesioner, timbangan berat badan dan microtoa . Data-data tersebut dianalisis secara univariat untuk memperoleh frekuensi jumlah dan persentase, sedangkan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan independen dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi square dan uji Kruskall wallis .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Musculoskelatal Disorders (MSDs)

MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan seperti otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan atapun pembuluh darah. Rasa sakit yang akibat MSDs dapat digambarkan seperti kaku, tidak fleksibel, panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan rasa tidak nyaman. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut keluhan

musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem Musculoskeletal (Humantech, 2003). MSDs dapat dilihat dengan menganalogikan pada sebuah ember. Trauma kecil yang diterima dari pekerjaan oleh tubuh “ Trauma Bucket ”. Kebetulan, tubuh dapat menyembuhkan MSDs dengan sendirinya akan tetapi dibutuhkan waktu tertentu, sehingga kemampuan tubuh untuk menyembuhkan sendiri diibaratkan seperti “ Valve Healing ”. Akan tetapi jika terlalu banyak dan sering trauma yang didapatkan oleh tubuh manusia dengan kemampuannya yang terbatas, justru akan memicu MSDs. Adapun gambar tersebut dapat dilihat berikut ini :

Gambar 2.1. The Trauma Bucket Theory

Sumber : Applied Ergonomics Training Manual , Humantech 2003 Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Menurut Katharine et al. [2005] , Cummulative Trauma Disorders (CTD) atau biasa juga disebut MSDs adalah nyeri muskuloskeletal yang tetap dan selalu muncul akibat trauma setelah 6 (enam) minggu dengan tingkat

keluhan „mild’, „moderate’ and „ severe discomfort’. Standar ergonomi OSHA mengatakan bahwa “ work-related muskuloskeletal disorder ” termasuk CTD

disebabkan atau diperberat oleh faktor risiko yang ada di tempat kerja, termasuk tanda atau gejala yang menetap setidaknya selama 7 hari, atau secara klinis didiagnosis work-related muskuloskeletal disorder .

2.1.1. Jenis-Jenis MSDs

Secara garis besar keluhan otot dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Keluhan sementara ( reversible ), yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan di hentikan.

2. Keluhan menetap ( persistent ), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot terus berlanjut.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja yang terlalu panjang dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma‟mur,1996).

Adapun tiga jenis utama dari MDS tipe extrimitas atas adalah :

1. Tendon disorders (Tendinitis, Tenosynovitis, DeQuervain‟s disease, Ganglion Cyst, Epicondylitis)

2. Nerve disorders & Neuro vascular disorders (carpal tunnel syndrome, cubital tunnel syndrome, thoracic outlet syndrome, H-A Vibration)

3. Back disorders

2.1.2. Gejala MSDs

Menurut Suma‟mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh seseorang adalah:

1. Leher dan punggung terasa kaku.

2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.

3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.

4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.

5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai bengkak.

6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.

7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta kehilangan kepekaan.

8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa panas.

Untuk memperoleh gambaran gejala MSDs dapat menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisa peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana, namun kurang teliti karena mengandung nilai subjektifitas yang tinggi (Kuorinka et al, 1997).

Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuesioner checklist ergonomi. Berntuk lain dari checklist ergonomi adalah checklist International Labour Organizatation (ILO). Namun kuesioner Nordic Body

Map adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuesioner ini paling sering digunakan karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki (Kroemer, 2001). Adapun gambarnya sebagai berikut:

Gambar 2.2. Nordic Body Map

Sumber : Ketut Tirtayasa, et al. 2003 .

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keluhan MSDs

Hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk dijelaskan secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Faktor-faktor risiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia atau pekerja (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan faktor psikososial (Susan Stock, et al, 2005).

1. Faktor Pekerjaan

a. Postur Kerja

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).

Berdasarkan hasil penilitian Hendra dan Raharjo (2008), diperoleh bahwa skor risiko (REBA) pada pekerjaan pemuatan kelapa sawit ke dalam truk sebesar 8-10/ high risk , dan 83,7% dari 117 pekerja merasakan keluhan MSDs pada leher dan punggung bawah. Adapun postur-postur janggal adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3. Postur Tubuh Janggal

Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)

b. Frekuensi

Frekuensi yang terlampau sering akan mendorong fatigue dan ketegangan otot tendon. Ketegangan otot tendon dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Dampak gerakan berulang akan meningkat bila gerakan tersebut dilakukan dengan postur janggal dan beban yang berat. Berdasarkan studi yang dilakukan European Campaign On Musculoskeletal Disorders pada tahun 2008 terhadap 235 juta orang pekerja di Eropa, melaporkan 62% telah terpapar MSDs pada tangan akibat adanya gerak repetitive /berulang dan 46% dilaporkan akibat posisi tubuh yang melelahkan selama bekerja.

Gambar 2.4. Posisi tubuh yang akan diukur

Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)

c. Durasi

Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi didefinisikan sebagai durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan durasi lama yaitu > 2 jam per hari. Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik ( Brief Survey Methode dalam Humantech, 2003).

Berdasarkan hasil studi Octarisya (2009), diketahui bahwa 59,3% pekerja yang mengalami keluhan MSDs diakibatkan oleh Berdasarkan hasil studi Octarisya (2009), diketahui bahwa 59,3% pekerja yang mengalami keluhan MSDs diakibatkan oleh

d. Beban

Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki- laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg.

Berdasarkan studi oleh European Campaign On Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah mengalami MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap harinya.

e. Alat Perangkai/Genggaman

Menurut Tarwaka (2004) pada saat tangan harus memegang alat ataupun menekan tombol, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot menetap. Berdasarkan hasil studi Susan et al. (2004), permasalahan ergonomi pada operator mesin dan assembler adalah ketika tangan digunakan untuk menghidupkan mesin (seperti mendorong tombol dan menekan Menurut Tarwaka (2004) pada saat tangan harus memegang alat ataupun menekan tombol, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot menetap. Berdasarkan hasil studi Susan et al. (2004), permasalahan ergonomi pada operator mesin dan assembler adalah ketika tangan digunakan untuk menghidupkan mesin (seperti mendorong tombol dan menekan

2. Faktor Lingkungan

a. Getaran

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot (NIOSH, 1997). Hal yang sama ditemukan oleh John (2007) bahwa getaran yang berlebihan menyebabkan rasa sakit pada otot, sendi dan organ-organ internal; menyebabkan mual dan trauma ke tangan, lengan, kaki dan kaki. Getaran diukur dengan arah, kecepatan dan frekuensi pada tubuh.

b. Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (NIOSH, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian John (2007), sebuah rentang suhu nyaman pada umumnya adalah 68-74 derajat Fahrenheit dan dipengaruhi juga oleh beban kerja fisik dengan kelembaban antara 20 sampai 60 persen.

c. Pencahayaan

Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek secara jelas dan tepat tanpa menimbulkan kesalahan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah karena mata akan berusaha melihat dengan cara membuka mata lebar-lebar. Intensitas cahaya untuk membaca sekitar 300-700 lux, pekerjaan di kantor 400-600 lux, pekerjaan yang memerlukan ketelitian 800-1200 lux dan pekerjaan di gudang 80-170 lux (NIOSH, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian Spinger (2007), diperoleh bahwa mengurangi cahaya silau di tempat kerja dapat meningkatkan produktifitas sebanyak 7%, sehingga ketika seseorang bekerja di depan komputer dapat bertahan hingga 8 – 12 jam.

3. Faktor Pekerja

a. Usia

Menurut Oborne [1995] keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun. Keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Sedangkan menurut Bridger [2003], sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berusai 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, Menurut Oborne [1995] keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun. Keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Sedangkan menurut Bridger [2003], sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berusai 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut,

Berdasarkan hasil penelitian Collins dan O'Sullivan (2009) yang dilakukan pada 200 perempuan dan 132 laki-laki dengan jenis pekerjaan yang berbeda di Irlandia dan rentang umur antara 18-66 tahun, diperoleh keluhan pada tulang belakang, bahu dan bagian leher lebih banyak dialami pada pekerja yang muda daripada pekerja yang tua.

Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian Mathiowetz et al. (1985) dalam NIOSH (1997), diperoleh tidak ada hubungan antara munculnya keluhan MSDs dengan usia pekerja, hal tersebut dibuktikan bahwa pada tangan pekerja yang sudah tua tidak mengalami penurunan kekuatan ototnya. Torell er al. [1988] menemukan bahwa tidak ada hubungan antara keluhan MSDs dengan usia, akan tetapi mereka hubungan yang sangat kuat antara beban kerja (dengan kategori rendah, sedang, berat) dengan gejala atau diagnosis MSDs.

b. Jenis Kelamin

Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria (Oborne, 1995).

Menurut Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan bahwa pekerja wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan MSDs. Berdasarkan laporan yang diterimanya, pekerja wanita mempunyai risiko lebih dari dua kali lipat.

c. Waktu Kerja

Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu.

Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan MSDs pada supir bis yang dilakukan oleh Karuniasih [2009], diketahui bahwa supir yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam merasakan pegal- pegal pada punggung dan leher.

d. Kebiasaan Merokok

Sama halnya dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok pun masih dalam taraf perdebatan para ahli. Namun dari penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko

LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah (Jeanie Croasmun. 2003). Sedangkan menurut Bustan (2000), kebiasaan merokok dibagi menjadi 4 kategori yaitu, kebiasaan merokok berat (> 20 batang/hari), sedang (10-20 batang/hari), ringan (< 10 batang/hari) dan tidak merokok.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Annuals of Rheumatic Diseases (Croasmun, 2003) terhadap 13.000 perokok dan non perokok dengan rentang umur antara 16 s.d 64 tahun, dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk merasakan MSDs. Hal ini dikarenakan efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena osteoporosis, menghambat penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi tulang.

e. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering

Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans (1996) yang dilakukan terhadap 10 pekerja dan telah berumur (tua), didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya kenaikan 128 % kapasitas oksigan pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan (Evans, 1996).

Gambar 2.5. Senam 4- Before

Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan (2005)

Sejalan dengan penelitian di atas, Moore (1998) telah melakukan penelitian terhadap 60 pekerja di perusahaan manufaktur dengan mengadakan senam selama 5-8 menit setiap harinya dalam dua bulan. Senam tersebut meliputi gerakan pada leher, bahu, tangan, pinggang, punggung dan kaki. Maka diperoleh hasil yang signifikan yaitu pekerja merasakan peningkatan fleksibilitas otot dan pengurangan rasa sakit pada otot.

f. Kekuatan Fisik

Seperti yang dilaporkan oleh NIOSH (2007) bahwa keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut pekerjaan otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya.

Dalam studinya, Chaffin (1991) mengemukakan bahwa pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah beresiko tiga kali lipat lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang memiliki kekuatan otot yang tinggi. Namun sama halnya dengan kebiasaan merokok dan jenis kelamin, pendapat ini masih diperdebatkan.

g. Masa Kerja

Ohlssson et al (1989) melaporkan bahwa terjadinya peningkatan derajat keeratan (OR) antara nyeri pada leher dan bahu dengan masa kerja yang bergantung pada usia kerja. Derajat Ohlssson et al (1989) melaporkan bahwa terjadinya peningkatan derajat keeratan (OR) antara nyeri pada leher dan bahu dengan masa kerja yang bergantung pada usia kerja. Derajat

Berdasarkan penilitian yang dilakukan Octarisya (2009), didapatkan bahwa sebesar 66,7% pekerja yang berumur lebih dari 15 tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan dan kiri, leher dan punggung bawah.

h. Indeks Masa Tubuh

Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi pekerja. Dihitung dengan rumus BB 2 /TB (berat

badan 2 /tinggi badan), adapun menurut WHO (2005) dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-

30) serta obesitas (> 30). Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk seseorang makan bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998).

Kegemukan dan obesitas mengarah pada konsekuensi kesehatan yang serius. Risiko semakin meningkat seiring dengan meningkatnya BMI. Indeks massa tubuh merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kronis seperti musculoskeletal disorders

terutama osteoarthritis. Penelitian Heliovaara (1987), yang dikutip NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria, tapi pada berdasarkan IMT, hanya berpengaruh pada jenis kelamin pria. Selain itu IMT tidak berhubungan terhadap MSD karena pengukuran menggunakan Nordic hanya terkait pada tubuh bagian atas dan MSDs extrimtas atas. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Karuniasih (2009) terhadap 52 orang supir bus travel, 90,4% keluhan MSDs dialami oleh supir yang memiliki indeks masa tubuh > 25 telah mengalami.

4. Faktor Psikososial

Aspek sosial yang tidak baik dapat mempengaruhi terhadap peningkatan insiden MSDs. Dapat juga disebabkan karena beban pekerjaan yang berlebihan ( over stress) ataupun beban kerja yang terlampau ringan ( under stress ). Contohnya pekerjaan yang sangat sedikit aktifitas fisiknya dan hanya menghabiskan waktu dengan banyak duduk, dapat meningkatkan prevalensi MSDs.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh European Agency for Safety and Health at Work (2003), adapun jenis pemicu dari faktor psikososial lainnya adalah permintaan pekerajaan yang berlebih, tugas yang kompleks, tekanan waktu, kontrol kerja yang rendah, kurang motivasi dan lingkungan sosial yang buruk. Gabungan psikososial Berdasarkan studi yang dilakukan oleh European Agency for Safety and Health at Work (2003), adapun jenis pemicu dari faktor psikososial lainnya adalah permintaan pekerajaan yang berlebih, tugas yang kompleks, tekanan waktu, kontrol kerja yang rendah, kurang motivasi dan lingkungan sosial yang buruk. Gabungan psikososial

Sedangkan fakta mengenai dampak kecemasan akan adanya re- organisasi/pergantian struktural kepengurusan memiliki risiko dua kali lipat untuk menyebabkan munculnya MSDs. Berdasarkan hasil survey, hal tersebut biasanya sering dialami oleh laki-laki yang telah berumur/tua (Michael, 2001).

2.1.4. Pengendalian MSDs

Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen et al, 1997):

1. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya menggunakan pengendalian teknik.

2. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering disebut pengendalian administratif.

3. Menggunakan alat pelindung diri. Agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan pekerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut adalah :