PENGERTIAN HUKUM

A. PENGERTIAN HUKUM

Sufi me nggunakan k asyf (intuis i) untuk mencapai Realitas Mutlak sedang kan fil osof mas ih m engguna kan logika hermen eutik.

Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara member ikan suatu Kasyf akan l ahir dan muncul dari saat kerja rasio dilakukan dengan

definisi tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldoom sebaga i- membebaskan ras io dar im ekan isme bendawi (Burckha rdt, 1984: 127 - mana dikutipnya dari Immanuel Kant , para ahli hukum masih mencari Hubungan reali tas b endawi dan ruhani bisa dipahami dalam tentang apa definisi hukum (Noch suchen die juristen eine Definition

zu ihrem BegrifJe von Recht). Definisi tentang hukum yang dikemuka- fungsi dan bisa mun cul dari suatu b enda fi sik yang digerakk an kan para ahli hukum sangat beragam, bergantung dari sudut mana

model mutasi b enda k ee nergi (idea) , dimana cahaya (energi) adalah

menyentuh partike l ud ara d engan kecepatan tertentu (Mulkhan, 2004).

mereka melihatnya. Ahli hukum Belanda J . van Kan (1983) mendefi - Kasyf adalah sua tu b entuk k erja i ntelek a tau ra sio melalu i suatu nisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan

mekanisme yang di sebut ol eh Suhr award i akti vitas Iiudlu ri (Yazd i,

yang bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan-kepentingan

1994). Dengan dem ikian k asyfbukanlah metode yan g tiba-tib a mun cul

orang dalam masyarakat. Pendapat tersebut mirip dengan definisi dari

tanpa kerja intelek, t etapi merupakan h asil dari kerj a int elek at au ras io

Rudolf van Jhering yang menyat akan bahwa hukum adalah kese1uruh-

itu sendiri. Dala m bahasa yang berbe da, k asyf adalah hasil e volusi-

an norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara. kontinu intele k a tau ra sio ketika men empatkan s eluruh tingkat peng e- Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana tahuan tentang re alitas leb ih rendah yang di peroleh sebelurnnya dalam orang harus berperilaku. Pendapat ini didukung oleh ahli hukum Indo- kesatuan sintetik baru ( Rahman , 2000 :3 14-3 15). nesia Wirjono Projodikoro (1992) yang menyatakan bahwa hukum

adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib masyarakat itu. Se1anjutnya O . Notohamidjojo (1975) berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antar negara, yang berorientasi pada dua asas yaitu keadilan dan daya guna, demi tata tertib dan damai

da1am masyarakat. keempat, yaitu norma hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo (1991) Definisi-definisi tersebut menggambarkan betapa luas sesung-

penyebabnya adalah: (1) masih ban yak kepentingan-kepentingan lain guhnya hukum itu. Keluasan bidang hukum itu dilukiskan oleh

manusia yang memerlukan perlindungan, tetapi belum mendapat per- Pumadi Purbaearaka dan Soerjono Soekanto (1986) dengan menyebut

lindungan dari ketiga norma sosial tersebut; (2) kepentingan-kepen- sembilan arti hukum. Menurut mereka hukum dapat diartikan sebagai:

tingan manusia yang telah mendapat perlindungan dari ketiga norma (1) ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun seeara siste-

sosial tersebut belum eukup terlindungi , karena dalam hat terjadi matis atas dasar kekuatan pemikiran; (2) disiplin, yaitu suatu sistem

pelanggaran, reaksi atau sanksinya dirasakan belum eukup memuas- ajaran kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi; (3) norma , yaitu

kan. Sebagai eontoh , norma kepereayaan tidak memberikan sanksi pedoman atau patokan sikap tindak atau perilakuan yang pantas atau

yang dapat dirasakan seeara langsung didunia ini. Demikian pula jika diharapkan; (4) tata hukum, yaitu struktur dan proses perangkat nor-

norma kesusilaan dilanggar, hanya akan menimbulkan rasa malu atau ma-norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu

p enyesalan bagi pelakunya , tetapi dengan tidak ditangkap dan diadili - serta berbentuk tertulis ; (5) petugas, yaitu pribadi -pribadi yang meru-

nya pelaku tersebut, masyarakat mungkin akan merasa tidak aman. pakan kalangan yang berhubungan dengan penegakan hukum (Iaw-

Perlindungan yang diberikan oleh norma hukum dikatakan lebih enforcement officer); (6) keputusan penguasa , yaitu hasil proses

m emuaskan dibandingkan dengan norma-norma yang lain, tidak lain diskresi; (7) proses pemerintahan , yaitu proses hubungan timbal balik

karcna pelaksanaan norma hukum dikatakan lebih memuaskan diban- antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan; (8) sikap tindak-

d ingkan dengan norma-norma yang lain, tidak lain karena pelaksanaan tanduk atau perikelakuan "teratur", yaitu perikelakuan yang diulang-

norma hukum itu dapat dipaksakan. Apabila tidak dilaksanakan, pada ulang dengan eara yang sama yang bertujuan untuk meneapai ke-

prinsipnya akan dikenakan sanksi oleh penguasa. Di sini terlihat damaian; dan (9) jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konscpsi-

b etapa erat hubungan antara hukum dan kekuasaan itu. konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap ba ik dan buruk. Dengan

Kekuasaan yang dimiliki itupun terbatas sifatnya sehingga demikian apabila kita ingin mendefinisikan hukum seeara memuas-

norma hukum yang ingin ditegakkannya pun memiliki daya jangkau kan, kita harus dapat merumuskan suatu kalimat yang meliputi paling

yang terbatas. Kcndati demikian, bukan tidak mungkin terdapat nor- tidak sembilan arti hukum itu. Suatu pekerjaan yang tidak mudah!

ma-norma hukum yang berlaku universal dan abadi (tidak dibatasi Walaupun hukum dapat didefinisikan menurut sekian banyak

oleh ruang dan waktu) , yang oleh sebagian ahli hukum disebut dengan pengertian , tetapi seeara umum hukum dipandang sebagai norma ,

hukum kodrat atau hukum alam . Dari sini timbul hubungan yang erat yaitu norma yang mengandung nilai-nilai tertentu. Jika kita batasi

antara hukum kodrat dengan hukum positif.

hukum dalam pengertian sebagai norma, tidak lalu berarti hukum Dari sekian banyak definisi yang ada, menurut Paul Seholten identik dengan norma. Norma adalah pedoman manusia dalam ber-

ada beberapa eiri-eiri hukum , sebagaimana dikutip oleh A. Gunawan tingkah laku. Dengan demikian, norma hukum hanyalah salah satu

Setiardja (1990: 79 -90) yaitu:

saja dari sekian banyak pedoman tingkah laku itu. Di luar norma hukum terdapat norma-norma lain. Purbaearaka

1. Hukum adalah aturan perbuatan manusia. Dengan demikian dan Soekanto (1989) menyebutkan ada empat norma, yaitu (I) keper-

menurut ahli hukum, tatanan hukum adalah hukum positif yang eayaan; (2) kesusilaan; (3) sopan santun; dan (4) hukum. Tiga norma

dibuat oleh pemerintah dan pemerintah adalah sumber hukum yang disebutkan dimuka dalam kenyataannya belum dapat mernberi-

2. Hukum bukan hanya dalam keputusan, melainkan dalam kan perlindungan yang memuaskan sehingga diperlukan norma yang

realisasinya . Menurut Prof. Padmo Wahyono, S.H., hukum Bila kita menghadapi bentuk-bentuk hukum yang a ktual pada yang berlaku dalam suatu negara mencerminkan perpaduan

z aman modem ini , kita sampai pada keyakinan bahwa hukum ya ng sikap dan pendapat pimpinan pemerintah dan masyarakat

mempunyai arti yuridis yang sungguh-sungguh adalah hukum y ang mengenai hukum tersebut.

ditentukan oleh pemerintah suatu negara, yaitu und ang-undang ( Huij - bers , 1995: 40). Hal ini jelas dalam kenyataan bahwa p eratur an-

3 . Hukum ini mewajibkan . Apabila hukum positif telah ditetapkan peraturan yang berlaku dalam lembaga non -negara, m embutuhkan

maka se tiap warga negara wajib untuk menaati hukum sesuai peneguhan dari negara supaya berlaku sungguh-sungguh seca ra y uri- dengan undang-undang. dis . Sebagaimana halnya hukum adat hanya dipandan g s eb agai hu kum

4. Institusionali hukum. Hukum positif merupakan hukum institu- yang sah , bila terdapat pengakuan oleh negara k epad a wa rga n egara sional dan melindungi masyarakat.

yang akan menggunakan hukum adatnya tersebut.

5. Dasar hukum . Setiap hukum mempunyai dasar, yaitu mewajib- kan dan mengharuskan. Pelaksanaannya dengan ideologi

C. KEBERLAKUAN HUKUM

bangsa . Perbedaan antara peraturan yuridis dan tidak y uridis digamba r- k an s ecara tepat oleh H.L.A Hart (1979). Hart m eny atakan b ahwa

B. s uatu negara tidak boleh disarnakan d engn negara po lisi d HUKUM DAN UNDANG-UNDANG NEGARA an kaidah-

k aid ah hukum suatu negara tidak boleh disamakan d engan s eperti Ada banyak pengertian ten tang hukum, namun jika kita defini-

p erintah seorang perampok yan g d apat memaks ao rang l ain untuk sikan hukum dalam tata hidup masyarakat modern tentu akan lebih

m eny erahkan harta yang dimiliki a gar diserahkan k epada p e rampok tersebut, jika tidak akan dikenakan sank si (gunman s ituation). Men u-

mudah mendefinisikannya. Tentu saja pengertian hukum zaman rut Hart sejauh dipandang dari lua r pengert ian Au stin ten t ang h ukum modern dengan zaman primitif akan berbeda, meskipun secara hakiki t epat, sebab m emang benar bahwa perintah -perintah yang dise but pengertiannya adalah sama. Jika filsafat berusaha mencari makna yang hukum dikelu arkan oleh seseorang yang berkuasa dan b iasanya ditaati , hakiki dari suatu fenomena, maka sudah seharusnya disini kita mampu

mencari makna yang hakiki dari hukum itu sendiri , melewati ruang namun sesungguhnya ada aspek lain yang tidak dip erhatikan o leh dan waktu , modern maupun prirnitif

Au stin , yaitu aspek intern. Aspek intern untuk m enta ati suatu aturan . hanya dapat dimiliki oleh orang -orang yang hidup p ada w ilayah

Para antropolog menekankan hal ini . Leopold Pospisil misal- nya, mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa

dimana peraturan terse but berlaku. Sebaliknya aspek int ern t idak akan dirasakan oleh orang-orang yang hidup dilu ar wi laya h di mana

suatu masyarakat yang tidak merniliki peraturan -peraturan yang abs- peraturan ters ebut diberlakukan. Orang-orang yang hidup dal am suatu trak dianggap sebagai masyarakat tanpa hukum . Menurut Prospisil wilyah tertentu menerima hukum yang ditetapk an se bagai h uk um pengawasan sosial merupakan unsur inti dari hukum. Ciri mendasar mereka dan mer eka merasa terik at padanya sebab dit entukan ol eh dari fenomena yang termasuk dalam ' kategori konseptual ini adalah

pemerintah sendiri.

bahwa gejala itu haruslah merupakan pengawasan sosial yang melem- Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahw a hukum ya ng baga (Ihromi , 1984: 92-99). s esungguhnya adalah hukum yang leg al atau sah . Bil a p eraturan-

peraturan ditentukan oleh suatu instansi yang berwenang, dalam hal Kaidah sekunder, yaitu kaidah yang menentukan syar.at bagi berlaku- ini pemerintah yang sah, dan ditentukan menurut kriteria yang berlaku

nya kaidah primer. Kaidah ini juga yang merupakan syarat bagi maka peraturan-peraturan tersebut bersifat sah atau legal dan mem-

perubahan kaidah primer (rules of change), dan bagi dipecahkannya punyai kekuatan yuridis (validity). Oleh karena itu hal ini berbeda

konflik (rules ofadjudication).

dengan kebiasaan yang tidak berlaku secara yuridis, karena tidak Van Oer Vlies membahasakannya sebagai asas formal dan asas memenuhi aspek legalitas.

material. Asas formal, terkait dengan prosedur pembuatan peraturan Menurut Sudikno Mertokusumo, agar suatu peraturan perun-

perundang-undangan. Dimulai dari tahap persiapan pembuatan per- dang-undangan dapat berlaku efektif dalam masyarakat harus memi-

aturan perundang-undangan dan motivasi dibuatnya suatu peraturan liki kekuatan berlaku. Ada tiga macam kekuatan berlaku, yaitu kekuat-

perundang-undangan. Asas formal meliputi:

an berlaku filosofis, sosiologis dan yuridis. Undang-undang memiliki

a . Asas tujuan yang jelas, terkait dengan sejauh man a peraturan kekuatan yuridis apabila persyaratan formal terbentuknya undang- perundang-undangan mendesak untuk dibentuk. undang telah terpenuhi. Sedangkan undang-undang memiliki kekuatan

berlaku secara sosiologis apabila undang-undang tersebut berlaku

b. Asas organ/lembaga yang tepat, terkait dengan kewenangan efektif sebagai sebuah aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat

lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan dengan serta dapat dilaksanakan. Kekuatan berlakunya hukum secara sosiolo-

materi muatan yang dimuat didalamnya.

gis di dalam masyarakat ada dua macam (Mertokusumo, 1996: 87):

I. Menurut teori kekuatan (/Ilachtstheorie) hukum berlaku secara c. Asas perlunya pengaturan, terkait dengan perlunya suatu ma- sosiologis j ika dipaksakan berlakunya oleh penguasa .

salah tertentu diatur dalam suatu peraturan perundang- undangan.

2. Menurut teori pengakuan ianerkennungstheoriei hukum berlaku secara sosiologis jika diterima dan diakui masyarakat.

d. Asas dapat dilaksanakan, terkait dcngan penegakkan suatu per- aturan perundang-undangan. Jika tidak dapat ditegakan maka

Hukum memilki kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum suatu peraturan perundang-undangan akan kehilangan fungsi tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (rechtsidee) suatu bangsa.

dan tujuannya serta menggerogoti kewibawaan pembentuknya . Agar berfungsi, maka kaedah hukum harus memenuhi ketiga unsur

tersebut sekaligus.

e. Asas konsensus , yaitu kesepakatan antara rakyat dengan pem- Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa suatu peraturan ber-

bentuk peraturan perundang-undangan, karena peraturan perun- si fat legal? Menurut Hart ada dua cara untuk menjawabnya:

dang-undangan terse but akan diberlakukan kepada rakyat. Sehingga pada saat diundangkan masyarakat siap.

1. Membedakan Dua Jenis Kaidah Hukum

Yang kedua adalah asas materiil, yaitu terkait dengan substansi suatu peraturan perundang-undangan. Asas materiil meliputi:

Kaidah hukum terbagi menjadi dua bagian, kaidah primer dan kaidah sekunder. Kaidah primer, yaitu kaidah yang menentukan kela-

a. Asas terminologi dan sistematika yang benar, terkait dengan kuan orang. Kaidah primer disebut petunjuk pengenal (rules of recog-

bahasa hukum/perundang-undangan. Yaitu bisa dimengerti oleh nition), sebab kaidah ini menyatakan manakah hukum yang sah.

orang awam, baik strukuktur maupun sistematikanya.

b . Asas dapa td ikenali, yaitu dapat dikenali jenis dan bentuknya . Di dalam sistem perundang -undangan dikenal adanya hierarki (kewerdaan atau urutan). Ada peraturan yang lebih t inggi dan ada pe r-

c. Asas per lakuan yan g s ama d alam hukum .

aturan yang lebih rendah. Perundang-undangan suatu negara merupa-

d . Asas kepastian hu kum. kan suatu sistem yang tidak menghendaki at au membenarkan ata u membiarkan adanya pertentangan atau konflik di da lamnya. Jika t er-

e. Asas pelaksanaan huk um s esu ai dengan keada an i ndi vidu . nyata ada pertentangan yang terjad i dalam suatu sistem pe ratur an perundang-undangan maka salah satu dari keduan ya harus a da y ang dimenangkan dan ada yang dikalahkan. M enurut uu No . 10 t ahu n

2. Stufenbau Theo rie 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dal am pasal 7 ayat (1) disebutkan jenis dan hierarkhi Pera turan Perund ang -

Teori ini d ikembangkan oleh beber apa p emikir antar a l ain undangan adalah sebagai berikut: Merkl, Hans Kelse n dan H.L.A Ha rt . Pad a intinya teori ini d ima ksud -

kan untuk menyus un su atu h ier arki norm a-no rma s ehingga berlapi s-

1. UUD 1945

lapis dan berjenja ng-jenj ang. Suatu peratu ran b aru dapat diakui s ecara

Pemerintah Pengga nti legal, bila ti dak b ertentangan dengan p eraturan-per atu ran yang be rlaku

2. Undang-Undang

(UU)/Peraturan

Undang-Undang (Perpu)

pada suatu j enjang y ang lebih ting gi. S eluruh s istem hukum m empu-

nyai struktur piramida l, mulai dari yang a bstrak (i deologi n egara d an

3. Peraturan Pemerintah (PP)

UUD) sampa i y ang konkrit (UU dan p eraturan p elaksanaan). Menurut Hans Nawiasky da lam"Theorie von Stuf enbau des Rechtso rdnung"

4 . Peraturan Presiden

ada empat ke lompok p enj enjangan perund ang -und ang an:

5 . Peraturan Daerah (Perda)

Bagi peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan yang meru pa kan landasan akhir b agi peraturan-peraturan lebih

1. Norma da sar (grundnorm) . Norm a dasar nega ra dan hukum

peraturan yang lebih tinggi, maka dapat dilakukan Judi cial Review (uji lanjut.

yang diajukan melalui gugatan dan keberatan kepada Mah - kmah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Seperti disebutkan dalam

2 . Aturan -aturan dasar negara atau konstitusi , yang menentukan Pasal 24C UUD 1945 bahwa Mahkamah Konstutusi berwenang norma-no rm a yang menjamin berlansungnya negara dan pen-

mengadili tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final jagaa n hak-h ak anggota masyarakat. Aturan i ni bersifat umum

untuk menguji Undang-Undang terhadap Und ang-Undang Dasar. dan tid ak m eng andung sanksi , maka tidak termasuk perundang-

Sedangkan Mahkamah Agung sebagaimana tercantum dalam Pasal undangan.

24A ayat (1) redaksi berwenang menguji peraturan perundang -

3 . Undang- und ang formal yang di dalamnya telah masuk sanksi- undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang. sanksi d an diberl akukan dalam rangka mengatur lebih lanjut

Ada beberapa asas yang mendasari pengaturan kedudukan

ha l-hal ya ng dimuat dalam undang -undang dasar. masing-masing peraturan perundang-undangan, Menurut Sudikno Mertokusumo, setidaknya ada 3 asas (adagium) dalam tata urutan

4 . Pera turan-peratura n pelaksanaan dan peraturan-peraturan peraturan perundang-undangan: Asas lex s up eriori iderogat legi infe - otonom .

riori, Asas lex specialis derogate legi generali, dan Asas lex posteriori

derogat legi priori (Mertokusumo, 1996: 85-87). peraturan perundang-undangan atau kebijakan maupun tindakan Asas lex superiori derogat legi inJeriori berarti peraturan yang

pemerintah lainnya, terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan yang lebih rendah. Jadi jika

yang lebih tinggi tingkatannya atau tingkat yang tertinggi yaitu ada suatu peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan

Undang-Undang Dasar.

yang lebih tinggi, maka yang digunakan adalah peraturan yang lebih tinggi tersebut. Asas lex specialis derogate legi generali berarti pada

peraturan yang sederajat, peraturan yang lebih khusus melumpuhkan