Perkembangan Hukum Kodrat

2. Perkembangan Hukum Kodrat

kerangka rasionaI. Dengan ini pula sebenamya berarti ban yak pemikir Pemikir zaman ini menerima bahwa terdapat prinsip-prinsip

menolak positivisme hukum, tetapi sekaligus mengakui bahwa hukum tertentu yang menjadi pedoman bagi pembentukan undang-undang,

yang benar adalah hukum positif.

oleh karena itu dewasa ini muncul satu anggapan bahwa hukum kodrat Namun demikian para positivis memandang bahwa prinsip - seperti bangkit kembali sebagaimana disuarakan Roscoe Pound (1982:

prinsip hukum yang terdapat dalam hukum kodrat sebagai prinsip 24), Eikema Hommes (1961), dan Wolfgang Kluxen (1979) . Namun

regulatifbelaka, yaitu sebagai pedoman bagi terbentuknya hukum, dan berbeda dengan pemikir zaman dulu, pemikir zaman ini menginsyafi

bukan sebagai prinsip konstitutif dari hukum. Artinya prinsip-prinsip bahwa hidup manusia bersifat dinamis. Dinamisnya masyarakat ter-

tersebut memang harus diindahkan pad a saat undang-undang di- cermin dalam pandangan-pandangannya, misalnya masalah perbudak-

bentuk, namun bila undang-undang yang ada seandainya bertentangan an, zaman dulu hat ini sesuatu yang wajar dan sesuai dengan martabat

dengan prinsip-prinsip hukum kodrat , maka undang-undang tersebut kemanusiaan, namun kita harus akui bahwa pandangan tersebut keliru,

tetap sah berlaku. Dengan kata lain menurut para postivis cenderung Contoh yang lain misalnya masalah kesetaraan gender, dan lain

menganut prinsip kepastian hukum, dibandingkan dengan sarjana sebagainya.

tradisional yang lebih memperhatikan prinsip keadilan dan keman- Demikianlah dapat dipastikan bahwa manusia melalui pikiran-

faatan hukum bagi masyarakat.

nya meIihat dirinya dalam suatu situasi hsitoris aktual tertentu, dan

B. POSITIVISME HUKUM

Prinsip-prinsip positivisme yuridis adalah:

1 . Hukum adalah sama dengan undang-undang,

1. Pengertian ini didasarkan pemikiran bahwa hukum muncul ber- kaitan dengan Negara, sehingga hukum yang benar adalah

Positivisme dalam pengertian modem adalah suatu sistem fil- hukum yang berlaku dalam sua tu Negara. safat yang mengakui hanya fakta-fakta positif dan fenomena-feno-

2. Tidak ada hubungan mutlak ' antara hukum dan moral. mena yang bisa diobservasi. Dengan hubungan objektif fakta-fakta ini

Hukum adalah ciptaan para ahli h ukum belaka. dan hukurn-hukum yang menentukannya, meninggalkan semua penye-

3. Hukum adalah suatu closed logical system . lidikan menjadi sebab-sebab atau asal-asul tertinggi (Muslehuddin,

Untuk menafsirkan hukum tidak perlu bimbingan norma 1991: 27). Dengan kata lain, positivisme merupakan sebuah sikap

sosial, politik dan moral melainkan cukup disimpulkan dari ilmiah, menolak spekulasi-spekulasi apriori dan berusaha membangun

undang-undang. Tokohnya adalah : R. von Jhering dan John dirinya pada data pengalaman. Teori ini dikembangkan oleh August

Austin (analytical jurisprudence).

Comte, seorang sarjana Perancis yang hidup pada tahun 1798 hingga 1857.

b. Positivisme sosiologis

Dimulai dengan pertengahan kedua abad ke-19, positivisme Dalam perspektif positivisme sosiologis, hukum dipan- menjalar ke dalam segala cabang ilmu pengetahuan sosial, termasuk

dang sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Dengan demi- ilmu pengetahuan hukum. ia berusaha untuk mendepak pertimbangan-

kian hukum bersifat terbuka bagi kehidupan masyarakat. Keter- pertimbangan nilai-nilai dari ilmu Yurisprudensi dan membatasi tugas

bukaan tersebut menurut positivisme sosiologis harus diselidiki ilmu-ilmu ini pada analisa, dan mendobak tatanan hukum positif. Para

melalui metode ilmiah. Tokohnya adalah Auguste Comte (1789- positivis mengajarkan bahwa hukum positiflah yang merupakan

1857) yang menciptakan ilmu pengetahuan baru, sosiologi. hukum yang berlaku; dan hukum positif disini adalah norma-norma

yudisial yang dibangun oleh otoritas negara. la juga menekankan Dalam teori hukum modem, positivisme telah mendapatkan pemisahan ketat hukum positif dari etika dan kebijaksanaan sosial dan

pengertian umum. Positivisme hukum telah memanifestasikan dirinya cenderung mengidentifikasikan keadilan dengan legalitas, yaitu

ke dalam yurisprudensi analitik , yang disini disebut Positivisme Ana- ketaatan kepada aturan-aturan yang ditentukan oleh negara.

litik. Positivisme Analitik bertitik tolak dari suatu tatanan hukum ter- Positivisme hukum ada 2 bentuk, yaitu positivisme yuridis dan

tentu, dimana dari situ dijaring konsep-konsep, pengertian-pengertian positivisme sosiologis:

dan perbedaan -perbedaan fundamental tertentu dengan menggunakan metode yang sepenuhnya induktif, kemudian membandingkannya

a. Positivisme yuridis dengan perbedaan-perbedaan, konsep-konsep dan pemikiran-pemikir- Dalam perspektif positivisme yuridis, hukum dipandang

an fundamental tertentu dari tatanan hukum lain untuk memastikan sebagai suatu gejala tersendiri yang perlu diolah secara ilmiah.

sejumlah unsur yang sama (Bodenheimer, 1967: 93). Dengan cara ini, Tujuan postivisme yuridis adalah pembentukan struktur-struktur

Positivisme Analitik berarti melengkapi ilmu pengetahuan hukum rasional system-sistem yuridis yang berlaku. Dalam praksisnya

dengan anatomi suatu sistem hukum, prinsipnya memisahkan hukum konsep ini menurunkan suatu teori bahwa pembentukan hukum

yang ada (das sein) dengan hukum yang seharusnya (das sol/en) bersifat professional yaitu hukum merupakan ciptaan para ahli

(Friedmann, 1990: 257).

hukum.

2. Positivisme Analitik

diberikan oleh negara. Dengan otoritas semacam itu mungkin telah dijamin secara jelas; tapi biasanya ia memberinya melalui persetujuan

Sarjana yang membahas secara kompr ehen sif sistem positivis-

(secara diam-diam) (Bodenheimer, 1967 : 96).

me hukum analitik adalah John Austin ( 1790-1859), seorang yuris Adanya berbagai jenis hukum diterangkan oleh tokoh positivis- Inggris. la mendefinisikan hukum sebagai suatu aturan yang ditentu -

me John Austin (1970-1859). Menurut dia hukum dibedakan menjadi kan untuk membimbing makhluk berakal oleh makhluk berakal yang

dua:

telah memiliki kekuatan mengalahkannya. Sehingga karenanya hu- I). Hukum Allah, merupakan suatu moral hidup daripada hukum kum, yang dipisahkan dari keadilan dan sebagai gantinya didasarkan

pada ide-ide baik dan buruk, dilandaskan pada kekuasaan yang ter-

dalam arti sejati.

tinggi (Friedmann, 1990: 258).

2). Hukum manusia, yakni segala peraturan yang dibuat oleh Menurut Austin, ilmu yurisprudensi membicarakan hukum-

manusia sendiri.

hukum positif, karena mempertimbangkan tanpa memperhatikan baik

Hukum manusia dibedakan lagi menjadi:

atau buruknya hukum-hukum itu. Semua hukum positif berasal dari

a. Hukum yang sungguh-sungguh (properly so called). Hukum pembuat hukum yang sangat menentukan, sebagai yang berdaulat. la

ini adalah undang-undang yang berasal dari suatu kekuasaan mendefinisikan penguasa sebagai seorang manusia superiori yang

politik, atau peraturan-peraturan pribadi-pribadi swasta yang menentukan, bukan dalam kebiasaan ketaatan kepada seorang yang

menurut undang-undang yang berlaku . seakan-akan superiori dan yang menerima kebiasaan ketaatan dari

b. Hukum yang sebenamya bukan hukum (improperly so suatu masyarakat tertentu. la menjelaskan bahwa atasan itu mungkin

called) . Seperti peraturan -peraturan yang berlaku bagi suatu seorang individu, sebuah lernbaga atau sekumpulan individu. Pengua-

klub olahraga, pabrik , dan sebagainya. Peraturan-peraturan sa tidak dengan sendirinya diikat oleh batasan hukum baik dipaksakan

ini bukan hukum dalam arti yang sesungguhnya, sebab tidak oleh prinsip-prinsip atasan atau oleh hukum-hukumnya sendiri.

berkaitan dengan pemerintah sebagai pembentuk hukum. Karakteristik hukum yang terpenting menurut teori Austin ter-

letak pada karakter imperatifnya . Hukum dipahami sebagai suatu Jika kita mengacu pada apa yang dikatakan oleh Austin maka perintah dari penguasa. Akan tetapi memang tidak semua perintah

menurut Huijbers (1995: 41) ada dua turunan pandangan: oleh Austin dianggap sebagai hukum , menurut pandangannya hanya

1 . Bidang yuridis mendapat tempat yang terbatas, yaitu menjadi perintah-perintah umum yang mengharuskan seseorang atau orang- unsur negara. Wilayah hukum bertepatan dengan wilayah suatu orang untuk bertindak atau bersabar dari suatu kelas pantas mendapat

negara.

atribut hukum (Bodenheimer, 1967: 95). Menurut Austin sebuah perintah yang memenuhi syarat sebagai hukum tidak harus keluar

2. Hukum mengandung arti kemajemukan sebab terdapat beberapa langsung dari sebuah badan legislatif suatu negara, semi sal Parlemen

bidang hukum di samping negara, walaupun bidang-bidang itu di Inggris. la bisa saja keluar dari sebuah badan resmi (pemerintah)

tidak mempunyai arti hukum dalam arti yang penuh. Hukum dimana otoritas pembuatan hukum telah didelegasikan oleh penguasa.

dalam arti yang sesungguhnya adalah hukum yang berasal dari Menurut Austin hukum buatan hakim adalah hukum positif dalam

negara dan yang dikukuhkan oleh negara, Hukum-hukum lain pengertian yang sebenamya dari istilah ini, karena aturan-aturan yang

tetap dapat disebut hukum, tetapi tidak memiliki arti yuridis dibuat hakim melalui kekuatan hukum mereka berupa kekuasaan yang

yang sesungguhnya.

Austin menyatakan demikian karena bertolak dari kenyataan Teori Austin yang berlandaskan pada perintah pengu asa- bahwa terdapat suatu kekuasaan yang mernberikan perintah-perintah

penguasa dalam arti negara modem kemudian d ikembangkan oleh

Rudolf von Jhering dan George Jellinek. Kaum po sitivi sme se j ak dar i mengapa orang menaati perintah -perintah te rs ebut, ada orang yang

dan ada orang yang menaati perintah-perint ah t ersebut. Tidak penting

Austin, amat terpengaruh oleh teori hukum deng an m en gubah pene- mentaati karena rnerasa memilik i kew ajib an u ntuk memperhatikan

kanan dari teori-teori keadilan menjadi teori-teori n egara berdaul at kepentingan umum , takut akan kekacauan , t erpaksa dan lain sebagai-

nasional sebagai gudang dan sumber kekuasaan hukum . Ha ns K elsen nya tidak menjadi persoalan. Yang jela s jik a ti dak mentaati, maka

dan para pengikutnya yang secara kolekt if dik enal s eba gai " Mazhab akan dikenakan sanksi . Maka untuk dap at dise but hukum menurut

Wina" kemudian mengembangkan positivi sme a na litis A ustin . Austin diperlukan adanya unsur -unsur s ebagai berikut: (1) adanya

penguasa (souvereighnityy , (2) s uatu pe rintah (command) , (3) kewa- jiban untuk menaati (duty) , dan (4) s anksi b agi mereka yang tidak taat

Kritik atas Teori Austin

(sanction ). Penggolongan Austin yang mengkategorikan s emua hukum Dengan demikian Austin, sebagaimana dikatakan oleh Fried-

sebagai perintah telah dikritik oleh berbagai penulis seperti Bryce, man (1990), mengganti ideal keadilan yang secara tradisional dipan-

Gray, Dicey, yang menganggap hak-hak privat, undang-undang admi- dang sebagai pokok utama segala hukum, d engan perintah seorang

nistratif dan hukum-hukum deklaratori tidak bisa digolongkan seb agai penguasa. Definisi Austin (dalam Friedman , 1990) tentang hukum

perintah. Disamping itu, teori Austin tidak menawarkan pem ecahan berbunyi sebagai berikut:

dalam menghadapi interpretasi-interpretasi yang bertentangan den gan

suatu keadaan atau preseden. Pemisahan hukum secara ketat da ri cita- individual or body, to a m ember o rm emb ers of

Every positiv e is di rectly o r c ircuitously, by sou vereighn

cita keadilan juga dibantah oleh pemikir-p ernikir lain . political society

ind ependent

its auth or i ss upreme.

3. Positivisme Pragmatik

Hukum adalah tiap -tiap undan g-undang positif yang ditentukan

secara langsung atau tidak Ian gsun g ol eh seorang pribadi atau seke-

Sebagai lawan dari teori Austin adalah gerakan kaum Realis

Amerika yang disebut Positivisme Pragmatis, yang mempelaja ri anggota suatu masyarakat politik yang b crdaulat, dimana yang mem-

lompok orang yang berwibawa bag i scoran g anggota atau anggota-

hukum sebagai karya-karya dan fungsi-fungsinya bukan scbagai yang bentuk hukum adalah yang tcrtinggi. tertulis di atas kertas. Hal ini merupakan sua tu pendekatan pragmatis

Menurut Huijbers (1995) kelemahan utama t eori Austin terletak terhadap hukum, yang mengarah pada akhir segala sesuatu , hasil dari pada pandangan bahwa negara dan hukum adalah kenyataan belaka.

akibat-akibatnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Friedmann , menjelang Hukum dianggapnya tidak lain daripada perintah-perintah yang dike-

akhir abad ke-19, skeptisisme yang sehat yang menyerang pendirian l uarkan oleh yang berkuasa dan yang biasanya ditaati . Hal ini berarti

jurisprudensi analitis mengambil dua bentuk yang amat berbeda: suatu

idealisme hukum baru yang sebagian bersifat metafisik dan sebagian peraturan tersebut dianggap berlaku juga secara

jika peraturan-peraturan tersebut secara d e fa cto ditaati, peraturan-

lagi bersifat sosiologis, lentur dan bertekad melawan asumsi positivis- menurut Huijbers tidak dapat dibenarkan, menurut Huijbers hukum

de jure. Hal ini

me analitis dan mengarah untuk meneliti realitas-realitas masyarakat yang sesungguhnya adalah hukum yang legal.

modem dalam hubungan mereka dengan hukum modem (Friedmann,

Positivisme Pragmatik dan Analitik merupakan kubu-kubu yang itu?" tetapi bukan pertanyaan "apa hukum itu seharu snya?". Teori ini terpisah dalam konsep -konsep hukum mereka. Bagi kaum positivis

mengkonsentrasikan diri pada hukum semata-mat ad an berusaha Analitis, hukum dipisahkan dari etika, sernentara kaum Positivis Prag-

melepaskan ilmu pengetahuan hukum dari campur tan gan ilrnu penge- matis melekatkan makna penting kebaikan etik , tetapi esensi dari

tahuan asing seperti psikologi dan etika. Kelsen m emisahk an penger- kebaikan -sebagairnana dinyatakan oleh WiIIiam James- adalah benar-

tian hukum dari segala unsur yang berperan dal am p embentukan benar memuaskan keinginan-keinginan. Roscoe Pound (lahir 1870)

hukum seperti unsur-unsur psikologi , sosiolog i, se jarah, politik , dan pendiri fiIsafat sosial Amerika , benar -benar terpengaruh oleh filsafat

bahkan juga etika. Semua un sur ini termasuk 'id e hukum ' atau ' isi Pragmatis yang dikemukakan oleh William lames, karena ia meng-

hukum' . Isi hukum tidak pernah lepas dari unsur politik, psik is, sosial- anggap tujuan akhir hukum dalam rangka memuaskan keinginan-

budaya, dan lain-lain. Bukan demikian halnya dengan pengertian keinginan semaksimal mungkin.

hukum. Pengertian hukum menyatakan hukum dalam arti formalnya, Hukum menurut Positivisme Pragmatik , harus ditentukan oleh

yaitu sebagai pcraturan yang berIaku s ecara yuridis . In ilah hukum fakta-fakta sosial yang berarti sebuah konsepsi hukum dalam perubah-

dalam arti yang benar , hukum yang murni (das rein e Recht). an terus menerus dan konsep masyarakat yang berubah lebih cepat

Mengapa kewajiban yang terIetak dalam kaidah hukum adalah dibandingkan hukum, sementara Positivisme Analitik mempertahan-

suatu kewajiban yuridis? Menurut pcnganut positivisme, hal ini ter- kan kestabilan yang kaku dalam hukum . Kaum Positivis Pragmatis

sangkut dengan suatu kcharusan ekstem , yaitu karena ada paksaan/- mementingkan hukum seharusnya, sedangkan tcori Austin hanya me-

ancaman dari pihak luar jika tidak menaati. Dasarnya adalah bahwa mentingkan 'apa hukum itu?'. Perbedaan ini disamping yang lainnya

asal mula segala hukum adalah undang-undang dasar negara. Oalam membuat Positivisme menjadi scbuah teori yang mengalami kontra-

relasi negara ada penguasa dan ada rakyat, ada yang memberi perintah diksi dalam dirinya sendiri.

dan ada yang harus menaati perintah.

Pandangan kedua menyatakan bahwa hal ini tersangkut dengan suatu kewajiban intern , yaitu karena dorongan dari batin untuk mene-

C. TEORI HUKUM MURNI rimanya sebagai suatu kewajiban yang harus ditaati. Kewajiban yuri- dis dianggap sebagai suatu dorongan batin yang tidak dapat dielakkan.

Pembahasan utama Hans Kelsen (lahir 1881) dalam teori Lalu bagaimana hukum dapat mewajibkan secara batin? Menurut hukum murni adalah untuk membebaskan ilmu hukum dari unsur

Hans Kelsen (1881-1973) adalah karena adanya kewajiban yuridis, ideologis . Kcadilan misalnya, oleh Kelsen dipandang sebagai sebuah

sebab memang beginilah pengertian kita tentang hukum . suatu per- konsep ideologis. la melihat dalam keadilan sebuah ide yang tidak

aturan yang a-normatiftidak masuk akal , dan tidak merupakan hukum. rasional dan teori hukum murni tidak bisa menjawab tentang perta-

Meminjam istilah Immanuel Kant , K elsen menyatakan bahwa kewa- nyaan tentang apa yang membentuk keadilan karena pernyataan ini

jiban hukum tennasuk dalam peng ertian transedental-logis , yaitu sama sekali tidak bisa dijawab secara ilmiah. Jika keadilan harus di-

"mewajibkan" harus diterima sebagi syarat yang tidak dapat dielakkan identikkan dengan legaIitas, dalam arti tempat, kcadilan berarti meme-

untuk mengerti hukum sebagai hukum. Jika menurut Kant ada norma lihara sebuah tatanan (hukum) positif melalui aplikasi kesadaran

dasar (grundnorm) bagi moral (yang berbunyi: berlakulah sesuai atasnya.

dengan suara hatimu), maka menurut Hans Kelsen dalam hukum juga Teori hukum murni menenurut Kelsen adalah sebuah teori

terdapat suatu norma dasar yang harus dianggap sebagai sumber keha- hukum positif . Teori ini berusaha menjawab pertanyaan "apa hukum

rusan dibidang hukum . Norma dasar (grundnorm) tersebut berbunyi:

orang-orang harus menyesuaikan diriya dengan apa yang telah membentuk lingkaran. Sedemikian besar makna syariat, sehingga ditentukan.

tanpanya pengembaraan spiritual tidak akan mungkin dapat ditempuh, Meskipun Kelsen telah berusaha menjawab pertanyaan tentang

dan dengan dernikian agama itu sendiri tidak akan dapat dipraktikan. mengapa hukum mewaj ibkan secara batin, . namun jawaban Kelsen

Dari sini kita mengetahui bahwa konsep Nasr diatas telah banyak dikritik karena konsep norma dasar abstraknya tidak dapat

menjelaskan konsep transedental-Iogis hukum yang dikemukakan dipahami. Kritik ini membawa Kelsen menerima teori stufenbau.

Immanuel Kant.

Menurut Kelsen syarat satu-satunya bagi suatu peraturan untuk dapat disebut sebagai hukum yang mewaj ibkan adalah bahwa terdapat suatu minimum efektivitas (yaitu orang harus menaatinya). Dengan kesim-

Kritik atas teori Kelsen

pulan ini Kelsen sudah beralih ke positivisme hukum. Singkatnya teori Kelsen mernbatasi dirinya pada hukum seba- Jawaban yang lain diberikan oleh konsepsi Islam tentang makna

gaimana adanya tanpa memperhatikan keadilan atau ketidakadilannya. syariat sebagai hukum yang mewajibkan. Seorang muslim harus

Akan tetapi menurut Stammer kemurnian mutlak bagi teori hukum : menginsyafi bahwa kehidupannya telah diatur oleh syariat. Syariat

apapun adalah tidak mungkin. Kelsen harus mengakui manakala teori tersebutlah yang memberi makna sakral pada setiap aspek kehidupan,

ini memasuki pertanyaan tentang norma-norma fundamental yang meneiptakan keseimbangan pada masyarakat, dan menyediakan media

bertentangan. Pertanyaan, yang merupakan norma-norma fundamental bagi umat manusia agar dapat menjalankan kehidupan sal eh sarat

yang valid, dirnana teori murninya tidak bisa menghindari, karena dengan nilai, serta untuk memenuhi fungsi manusia sebagai makhluk

tanpa itu maka keseluruhan bangunan itu akan runtuh (Friedrnann, Tuhan yang ditempatkan di muka bumi agar mengabdikan diri kepada

1990: 285). Dari sisi lain, Lauterpaeht seorang pengikut Kelsen telah kehendak-Nya. Menurut Sayyid Hossein Nasr (2003: 90) melalui

mernpertanyakan apakah teori hierarki norma-norma hukum tidak syariat , seorang muslim mempunyai potensi untuk dapat melampui

menyatakan seeara langsung sebuah pengakuan akan prinsip-prinsip makna esoterik syariat itu sendiri dan menempuh jalan (thariqat)

hukum alam, walaupun Kelsen menyerang keras ideologi hukum alam menuju kebenaran (hakikat) yang terkandung di balik sisi lahir dan

(Friedmann, 1990: 286).

ajaran-ajaran hukum yang suei. Keeuali teori hukum murni menyatakan bahwa situasi-situasi Nasr menjelaskan bahwa syariat adalah garis yang mernbentuk

yang mengabaikan pilihan diantara dua ideologi alternatif, semi sal sebuah lingkaran , tiap-tiap titik dalam garis yang melingkar tersebut

interpretasi-interpretasi yang memperdebatkan undang-undang, teori mewakili tempat berpijak umat muslim. Tiap-tiap radius yang meng-

ini menolak mernberikan bimbingan apapun juga bagi pemeeahan hubungkan setiap titik sudut pada garis lingkaran ke titik di tengah

atas-atas konflik semaeam itu. Tidak dapat disangkal bahwa hukum lingkaran itu menyirnbolkan thariqat, dan titik yang berada ditengah

dalam kasus-kasus semaeam itu tidak bisa diinterpretasikan dengan adalah hakikat, yang menjadi sumber keberadaan garis radial, dan

tanpa menunjuk kepada cita-cita hukum. Selanjutnya hukum menurut sudut garis yang membentuk lingkaran. Semua bagian lingkaran,

Austin dan Kelsen merupakan sebuah tatanan yang digaransi oleh dengan titik di tengah, garis lingkaran dan garis radialnya dapat dium-

aneaman-aneaman -yang menurut Friedmann merupakan eiri khas pamakan mewakili totalitas tradisi Islam. Seseoranng diperkenankan

hukum kriminal- ia mengabaikan fungsi utama hukum sebagai alat

kontrol sosial, diluar proses pengadilan atau penuntutan perdata. kannya ke titik yang berada di tengah-tengah lingkaran, namun

untuk memilih salah sa tu I garis radial sebagai rute yang mengantar-

Dengan pernberian kekuasaan, tidak : melalui tatanan yang digaransi dengan satu syarat yakni melalui garis perrnulaan dari lini yang

oleh aneaman-aneaman, hukum memiliki kontribusi dalam kehidupan

sosial. la memungkinkan individu-individu bisa membentuk hubung- Dari sini filsafat hukum dengan akal sebagai basisnya, ambruk an-hubungan hukum mereka dengan orang-orang lain melalui kontrak,

karena hukum alam ditafsirkan oleh setiap yuris menurut akalnya wasiat, perkawinan dan tindakan hukum lainnya.

sendiri padahal berbeda dari satu ke lain orang dan lain tempat (Muslehuddin, 1991: 40).

D. HUKUM BERLANDASKAN WAHYU

I -Iume telah memberikan rembesan analisis logis yang meng- hancurkan pretensi hukum alam terhadap validitas ilmiah. Teori

Menarik untuk dieatat bahwa Roseoe Pound menandai kejadi- hukum alam ditandaskan pada scbuah konsepsi akal sebagai potensi

yang melekat pada diri setiap manusia dan menciptakan norma-norma kepada hukum alarn dengan hasil bahwa hukum alam diinterpre-

an-kejadian pada abad ke- I 9 yang memberi sebuah rangkaian baru

perbuatan yang abadi dan pasti. Hume memperjelas bahwa akal tasikan sesuai dengan perubahan sosial dan kehilangan karakter

seperti dipahami dalam sistem hukum alam mengacaukan tiga hal idealnya sebagai hukum yang lebih tinggi . la mengatakan:

berbeda:

Karena kemacetan organisasi sosial feodal, kenaikan perda-

a. Kebenaran-kebenaran yang tidak dapat dihindarkan dan pen-

gangan dan era penemuan, kolonisasi dan eksploitasi atas sumber-

ting, yang amat sedikit sekali seperti aksioma-aksioma metema-

sumber benua-benua barn, bersarnaan dengan rnunculnya nation-

tika. Aksioma tersebut tidak ada dalam kawasan tingkah laku

. nation menggantikan tumpukan teritorial yang dipegang oleh budak,

manusia.

ruembutuhkan sebuah hukum nasional yang disatukan dalarn dominasi nasional. Starkey mcngajukan kodifikasi kepada Henry VIII dan

b. Hubungan antara fakta-fakta atau kejadian-kejadian yang seeara Durnoulin menghimbau harmonisasi dan unifikasi hukum adat

formal dijelaskan melalui 'sebab dan akibat' karena fakta dan

Perancis dengan kcdifikasi akhirnya. Para teolog yuris Protestan abad

kejadian selalu diasosiasikan dalam suatu pola khusus, sebagai

ke- 19 mencmukan scbuah basis filsafat untuk me menu hi keinginan-

bahan bagi pengalaman dan observasi. Tetapi tidak ada keperlu-

keinginan waktu itu dalarn negara yang dinobatkan sebagai bersifat

an logis dalam asosiasi semacam itu, ia semata-rnata sebuah ketuhanan dan dalam hukum alam yang dipisahkan dari teologi dan

bahan bagi hubungan empirik sedangkan observasi atas

hubungan-hubungan ini merupakan objek ilmu pengetahuan terbatas pada akal dengan datangnya renaissance. Jadi setiap yuris

berlandaskan semata-mata kepada akal, merefleksikan keyakinan tak

empirik.

nasional biasa menafsirkan sendiri hukum alam berkat kemarnpuan akalnya, sebagaimana setiap orang Kristcn bisa menafsirkan finnan

e. Perbuatan manusia yang 'rnasuk akal'. Teori-teori hukum alam

Tuhan untuk dirinya sendiri seperti yang ditunjukkan oleh akal dan

mengasumsikan bahwa ada prinsip-prinsip tingkah laku rasional

kesadarannya. Disisi lain para Yuris Katolik kalangan Kontra-refor-

yang karenanya mcrupakan bagian dari validitas universal dan masi menemukan sebuah basis filsafat untuk memenuhi keinginan-

penting (Sabine, 1964: 59).

keinginan yang sama dalarn sebuah konsepsi hukurn alam sebagai sua tu sistem batasan-batasan perbuatan manusia yang mengekspesikan

Analisa diatas menunjukkan bahwa konsep akal yang dijadikan

sifat manusia, yaitu gagasan rnanusia sebagai makhluk rasional, dan

tumpuan teori hukum alam, hanyalah sebuah kekaeauan dari tiga

hukum positif sebagai sistem ideal yang mengekspresikan hukum

faktor yang pengertiannya amat berbeda ini. Karena itu, Hume sebuah negara yang tidak menyatu (Pound , 1953: 13-14).

menolak akal. Menurutnya akal hanyalah semata-mata khayalan, dan dibuat-buat. Untuk ini Muslehuddin menyatakan:

Filsafat hukum yang bertujuan mencapai keadilan mutlak bunuhan, pemotongan anggota badan maupun tindakan melu- berlandaskan pada hukum alam, tidak akan bertahan lama selama akal,

kai. Termasuk memelihara kemuliaan dan harga diri manusia yang selalu berubah, menjadi

dengan jalan mencegah perbuatan qadzcf (menuduh berzina), sendiri merupakan karakter cair dan tidak bisa memberikan sebuah

Demikina pula keadilan itu

dan melindungi kebebasan berpikir, berpendapat, berkarya dan definisi yang tepat. Kedua faktor ini menyebabkan kelemahan filsafat

bergerak ditengah dinamika sosial sepanjang tidak merugikan hukum, walaupun ia talah berjuang keras untuk mencapai tujuan yang

orang lain (Zahrah, 1994: 549-550).

diinginkannya. Ini membuktikan perbedaan antara akal dan wahyu. Akal gaga] mencapai keadilan, tetapi wahyu telah menjadi sumber

3. Memelihara akal (al-Muhafadzah ala al- 'aql) abadi bagi keadilan dan pada kenyataanya sebagai keadilan mutlak.

Yaitu menjaga akal agar tidak terkena bahaya (kerusakan) yang Karena hanya Tuhanlah yang mengetahui apa yang mutlak baik dan

mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak berguna lagi adil untuk manusia. Karena itu Islam mendekati keadilan dengan cara

dimasyarakat, menjadi sumber keburukan dan penyakit bagi yang dijel'askan oleh Tuhan dan menurut petunjuk yang digariskan orang lain. Arti penting pemeliharaan akal: oleh wahyu, karena konsep keadilan tidak pemah berubah maupun

bervariasi tetapi tetap abadi dibawah wahyu (Muslehuddin, 1995: 41) .

a. Setiap individu sebagai bagian dari sebuah tatanan ma- syarakat, maka akal yang dimiliki oleh setiap anggota

Menurut As Syatibi, Abu Zahroh (1994), Abdul Wahab Khalaf masyarakat memiliki fungsi sosial, Sebab denagan akal (1994), Islam telah mensyariatkan berbagai hukum yang menjamin

tersebut, setiap individu ikut membentuk po la kehidupan terwujudnya hal -hal yang dharuri (primer) yang meIiputi: agama,

masyarakat.

jiwa, akal, kehormatan, dan harta kekayaan; dan menjamin pemeIiha-

b. Orang yang membiarkan akalnya dalam kerusakan, akan raan terhadap kelima hal tersebut.

menjadi beban yang harus dipikul oleh masyarakat.

c. Dengan rusaknya akal seseorang maka memungkinkan Agama adalah sekumpulan akidah, ibadah, hukum dan undang-

1. Memelihara agama

timbulnya ketidaktertiban dalam masyarakat. Masyarakat undang yang disyariatkan oleh Allah untuk mengatur hubungan

akan menanggung resiko atas terjadinya kejahatan dan manusia denganNya, dan hubungan antar manusia (Khalaf,

pelanggaran yang disebabkan oleh rusaknya akal 1994: 314). Untuk mewujudkan dan memeIihara agama, Islam

(Zahrah, 1994: 549-550).

telah mensyariatkan iman dan hukum pokok ajaran dasar islam Oleh karena itu Islam mensyariatkan pengharaman minuman tsyahadatain, sholat, zakat, puasa Ramadhan, dan haji), kewa-

khamar dan segala hal yang memabukkan yang menyebabkan jiban berdakwah untuk menyeru manusia kepada agama, kewa-

hilangnya (rusaknya) akal.

jiban berjihad untuk memerangi orang-orang yang menghalangi

4. Memelihara keturunan tal-Muhafadzah ala an-Naslt agama, hukuman terhadap orang yang murtad dari agama, dan

Yaitu memelihara tatanan nilai dalam proses pergaulan diantara hukuman terhadap pembuat bid 'ah (mengada-ada dalam

sesama manusia dan mencegah terjadinya kerusakan biologis agama).

yang diakibatkan oleh ketidakterjagaan didalam proses interaksi

2. Memeliharajiwa ial-Muhafadzah ala an-Nafsy sesama manusia. Oleh karena itu Islam melarang menikah dan Yaitu memelihara hak untuk hidup terhormat dan memelihara

berhubungan kelamin dengan muhrimnya (incest) dan melarang jiwa agar terhindar dari tindakan penganiayaan, berupa pem-

berzina dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya

berupa hukuman hadd.

5. Memelihara harta tal-Muhafadzah ala al -Mali Untuk menghasi lkan dan mernperoleh h arta k ekayaan, Islam

mensyaratkan kew aj iban b eru saha untuk m ernperoleh r ezeki ,

BAB VII

kebebasan bermua malah, p ertukaran, p erdagangan dan k erja-

AZASHUKUM

sama dalarn usaha .S ed an gkan untuk m em elihara h arta , I slam mensyariatkan peng harama n p encurian d en gan hukuman hadd

bagi setiap orang ya ng m elakukannya, dan mengharamkan riba P engertian az as hukum adalah p rin sip -prin sip y ang dianggap

karena termasuk pe rbuatan a niaya (d zalim) t erhadap orang lain

d asar atau fundam en hukum atau p en gertian d an n ila i-nilai yang men- dalam hal harta. j adi titik tolak berpi kir t entang huku rn ata ut itik t olak bagi p emb en-

tukan undang-und ang dan interpr etasi undang-undang a tau prinsip- prinsip yang k edudukannya lebih tin ggi d aripada hukum yang dit entu- kan manusia , Ada ti ga ma cam a zas h ukum (H uijbers, 1995: 82) : zas I. A obj ektif hukum yang b ersifat moral. Prin sip ini t elah ada p ada p ara p emikir Zaman Kla sik

2. A zas obj ekti f hukum yang b ersifat rasiona l, yaitu pr insip-prin- s ip yang t erm asuk p engertian hukum dan aturan hidup b ersama y ang ra sional. Prinsip -prinsip ini ju ga telah dit erima se j ak dahu - lu, akan t etap i baru diungk apk an s ecara nyata s ejak mulainya za man mod em, y aitu sejak timbulnya negara-negara nasional

dan hukum yan g dibuat ol eh kaum yuris secara prof esional.

3. Azas subjektif hu kum yang b ersifat moral dan rasional, yaitu hak-hak y ang ada p ada manu sia dan yang m enjadi titik tolak p embentukan hukum . P erkembangan hukum paling nampak pada bid ang ini .

Hukum d alam arti objektif m enandakan kaidah yang sebagai normatif meng atur kaidah keh idup an bermasyarakat. Hukum dalam

a rti subjektif m en and ak an hak d an k ewajiban yang ada pada o rang y ang merupakan an ggota masyarak at , y akni sebagai subjek h ukum .

S eperti a zas -aza s y ang

A. AZAS OBJEKTIF HUKUM kerelaan hati orang-orang untuk mengakui suatu aturan hidup yang melebihi kesukaan individual. Aturan hidup itu menjadi sasaran bagi

1. Azas Rasional seorang yang bersikap adil adalah aturan Sang Pencipta, yang menjadi Azas rasional hukum, yaitu azas yang bertalian dengan suatu

nyata dalam kesadaran manusia tentang tugasnya di dunia. Tugasnya aturan hidup bersama yang masuk akal, dan karenanya diterima

itu tidak selalu sama, sebab berkembang bersama dengan kesadaran sebagai titik tolak bagi pembentukan suatu tata hukum yang baik.

etis manusia . Seorang yang beriman akan menerima petunjuk dari Azas rasional hukum meIiputi azas bagi hukum objektif (undang-

firman Tuhan, akan tetapi orang yang tidak beriman seperti Aristoteles undang) dan hukum subjektif (hak), yaitu antara lain:

akan memikirkan makna keadilan juga (Brunner, 1943 dalam

a. Hak manusia sebagai pribadi.

Huijbers, 1988: 256-259).

b. Kepentingan masyarakat. Muhammad Iqbal (1934: 1966) mendukung pandangan bahwa

c. Kesamaan hak didepan pengadilan. hukum merupakan hasil upaya manusia untuk bertindak sesuai dengan

d. PerIindungan terhadap yang kurang mampu. prinsip-prinsip keadilan. Sikap adil dan baik diperlukan guna mem-

e. Tidak ada ganti rugi tanpa kesalahan (Huijbers, 1995: 87). bangun suatu hidup bersama yang diatur melalui hukum dan cinta kasih. Sikap ini dianggapnya sebagai suatu rasa dasar kemanusiaan yang berkaitan erat dengan sikap keagamaan juga.

2. Azas Moral Kehendak untuk berIaku baik terhadap sesama manusia ber- Azas moral hukum, yaitu azas yang lebih dipandang sebagai

muara pada pergaulan antar pribadi, berdasarkan prinsip-prinsip rasio- sesuatu yang idiil, yang belum tentu dapat diwujudkan dalam tata

nal dan moral. Kehendak yang sama juga mendorong manusia untuk hukum yang direncanakan. Sejak zaman Romawi prinsip-prinsip

membuat suatu aturan hidup bersama yang sesuai dengan prinsip- moral ini dipandang sebagai hukum kodrat, entah hukum itu dianggap

prinsip moral tersebut, yaitu dengan membentuk suatu sistem norma- berkaitan dengan kehendak Tuhan atau tidak. H.L.A. Hart, seorang

norma yang harus ditaati semua pihak yang termasuk dalam suatu positivis berpandangan bahwa undang -undang harus dibuat dengan

masyarakat tertentu.

berpedoman pada prinsip moral ("minimum hukum kodrat") . Akan Kehendak untuk mengatur hidup menghasilkan tiga macam tetapi prinsip ini hanya sebagi prinsip regulatif saja, artinya undang-

norma:

undang itu tetap hukum, walaupun melawan prinsip moral (Hart,

1. Norma moral yang mewajibkan tiap-tiap orang secara batiniah. 1979: 76). Gustav Radbruc berpendapat bahwa diperIukan sedikit

Norma ini bersifat subjektif, karena berkaitan dengan suara hati natural law yang berfungsi sebagai prinsip konstitutifhukum.

nurani subjek yang bersangkutan . Selain itu norma ini juga bersifat Emil Brunner (1889-1966) menyatakan bahwa negara harus

"menuntut" untuk ditaati.

tunduk pada suatu norma kritis, yaitu hukum kodrat. Hukum kodrat i tu

2. Norma-norma masyarakat, atau norma-norma sopan santun yang bukan hukum, bila dipandang secara tersendiri, akan tetapi berfungsi

mengatur pergaulan secara umum. Norma ini bersifat objektif, sebagai prinsip konstitutif bagi undang-undang. Sehingga undang-

karena berhubungan dengan masyarakat dan kebudayaan dan ber- undang yang tidak menurut hukum kodrat, tidak dapat diakui sebagai

sifat tidak "menuntut", tetapi hanya "mengundang". hukum. Menurut isinya hukum kodrat itu merupakan buah usaha ma-

3. Norma -norma yang mengatur hidup bersama secara umum dengan nusia untuk bertindak secara adil, yaitu hukum kodrat mengandaikan

menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Norma inilah yang dimaksud dengan norma hukum. Norma ini bers ifat objektif,

III

karena berkaitan dengan negara dan bersifat menuntut untuk Hak ini merupakan bagian dari eksistensi etis manusia di dunia ditaati.

ini. John Locke menerangkan bahwa manusia pada z aman purbakala pun mengetahui hak dan kewajiban yang ada pad a

Diatas dinyatakan bahwa norma-norma berdasar atas kehendak , dirinya sebagaimana diajarkan oleh alam. Menurut L ocke, "Th e sebabnya adalah bahwa suatu keharusan yang dalam tiap-tiap norma

state of nature has a law of nature to gove rn it , whi ch oblig es mengandaikan bahwa ada "sesuatu yang menghendaki". Demikian

everyone, and reason, which is that law, t eaches all mankind pula dalam bidang hukum , "sesuatu yang menghendaki" itu adalah

who will but consult it, that being all equal a nd ind ependent, no warga negara yang bersama-sama mau mengatur hidupnya secara

one ought to to harm another in hi s lif e, h ealth, lib erty or yuridis. Oleh karcna itu dalam bidang hukum, sustu kehendak yuridis

possesions" ("Negara alam" telah memiliki "hukum alam " merupakan akar dan syarat scluruh hukum (positif).

untuk mengatumya, yang mewajibkan seseorang dan dengan R. Stammler menerangkan bahwa kehendak yuridis tersebut

alasan tersebut ia kita sebut sebagai hukum , mengajarkan se mua bukanlah suatu realitas psikologis , seperti halnya kehendak untuk

jenis manusia yang akan meminta petunjuknya , dengan mem - memberikan harta jika seseorang dirampok. Karena memberikan harta

perlakukannya sama rata dan tidak saling bergantung, tidak a da bukanlah suatu kewajiban yuridis , melainkan semata-mata oleh sebab

yang saling menyakiti satu sama lain dalam kehidupannya , takut (psikis). Oleh karcna itu kehendak psikologis termasuk bidang

kesehatannya, kebebasan atau dalam hal kep emilikan (Coples - "ada", bukan bidang "harus". Tampak juga bahwa kehendak psiko-

ton, 1961 -1975: 138)

logis itu bersifat subjektif, sedangkan kehendak yuridis bersifa netral 2). Hak yang ada pada manusia akibat adanya peraturan perun- dan objektif (Kelsen). Menurut Stammler kehendak bebas dan otonom

dang-undangan. Hak ini tidak langsung berhubungan dengan yang membangun hidup bersama secara yuridis bersifat formal belaka

martabat manusia, tetapi menjadi hak sebab termuat dalam (dalam arti Fortnen a priori Kanti, dan tidak ada sangkut pautnya

undang-undang yang sah.

dengan isi suatu tata hukum yang bcrsifat materiil. Oleh karena itu harus dibedakan dcngan teliti antara pengertian hukum yang formal,

Hak dan kewajiban manusia melekat sebagai akib at m anusia dan ide hukum yang material (Huijbers, 1988: 150-156).

memiliki martabat. Manusia memiliki martabat, mengapa? Karena manusia merupakan makhluk istimewa yang tidak a da bandingannya di dunia. Keistimewaan ini nampak dalam pangkatnya, bobotnya, rela-

B. NILAI SUBJEKTIF HUKUM

sinya, fungsinya sebagai manusia. Bukan sebagai makhluk individual, melainkan sebagai anggota kelas manusia, yang berbeda dengan tum-

1. Hak dan Kewajiban

buh-tumbuhan dan binatang. Keistimewaan manusia dapat diterang- kan sebagai berikut:

Hak adalah keistimewaan yang membuka kemungkinan baginya

a. Secara ontologis

untuk diperlukan sesuai dengan keistimewaan tersebut. Kewajiban a). Menurut filsuf Yunani, Skolastik dan Arab, manusia adalah adalah permintaan berupa sikap atau tindakan yang sesuai dengan

makhluk istimewa yang tinggal pada tangga yang paling atas keistimewaan yang ada pada orang lain. Ada dua macam hak:

seluruh hierarki makhluk-makhluk, sebagai wujud yang berakal 1). Hak yang dianggap melekat pada tiap-tiap manusia sebagai

budi dan/atau ciptaan Tuhan.

manusia sebab berkaitan dengan realitas hidup manusia sendiri. b). Max Scheler: manusia merupakan suatu makhluk ruhani yang

melebihi makhluk-makhluk lainnya karena akal budinya yang Manusia mempunyai hak-hak kebebasan sipil dan politik dalam transeden.

menentukan pemerintahan dan policy pemerintahan tersebut. c). G Marcel: manusia bersifat istimewa karena sebagai pribadi

yang memerlukan orang lain.

b. Secara etis Immanuel Kant menyatakan bahwa nilaimanusia terletak dalam kebebasannya dan otonominya, yang nyata dalam praksis hidup, dalam hidup moralnya. Tetapi hidup moral yang bemilai itu berakar dalam nilai religiusnya, sebab kebebasannya berasal dari Tuhan .