Analisis pandangan para mufassir dalam Surah Ash-Shaff ayat 2-3 tentang Jujur
D. Analisis pandangan para mufassir dalam Surah Ash-Shaff ayat 2-3 tentang Jujur
1. Ketidaksesuaian antara perkataan dan perbuatan
Sangat banyak manusia yang pandai berbicara, suka menganjurkan suatu perbuatan baik, dan mengingatkan agar orang lain menjauhi larangan-larangan Allah, tetapi ia sendiri tidak melaksanakannya (M. Atho Mudzhar, dkk., 1998: 109).
Thabathaba’i sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab, menggarisbawahi perbedaan antara mengatakan sesuatu apa yang tidak
dia kerjakan , dan tidak mengerjakan apa yang dikatakan. Pertama adalah kemunafikan, sedang yang kedua adalah kelemahan tekad. Kedua inipun merupakan keburukan. Allah menjadikan kebahagiaan manusia melalui amal kebajikan yang dipilihnya sendiri, sedang kunci pelaksanaannya adalah kehendak dan tekad, yang keduanya tidak akan memberi dampak positif kecuali jika ia mantap dan kuat. Nah, tidak adanya realisasi perbuatan setelah ucapan merupakan pertanda kelemahan tekad dan ini tidak akan menghasilkan kebajikan bagi yang bersangkutan (M. Quraisy Shihab, 2002: 12).
Namun tidak berarti bahwa orang-orang tidak boleh mengatakan kebenaran bila ia sendiri belum mampu melaksanakannya. Mengatakan kebenaran wajib, sedangkan melaksanakannya tergantung kemampuan pribadi masing-masing (M. Atho Mudzhar, dkk.,2012: 110). Dapat dilihat dalam firman Allah surah At-Taghabun [64]: 16.
Artinya: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Kementerian Agama RI, 2013: 557).
2. Sangat keras kebencian Allah terhadap orang yang tidak sesuai antara perkataan dan perbuatan.
Allah memperingatkan bahwa sangat besar dosanya orang mengatakan sesuatu, tetapi ia sendiri tidak melaksanakannya. Hal ini Allah memperingatkan bahwa sangat besar dosanya orang mengatakan sesuatu, tetapi ia sendiri tidak melaksanakannya. Hal ini
Artinya: “Tanda orang munafik ada tiga macam: bila berkata, ia berdusta, bila berjanji, ia menyalahi janjinya, dan bila dipercaya, ia berkhianat.” (Muhammad Nashiruddin Al-Albani, 2006: 37). Orang-orang salaf berdalil wajibnya menepati janji. Kemudian
Allah menjelaskan amat buruknya perkataan yang tidak sejalan antara perbuatan. Dalam Firman Allah SWT, surah Ash-Shaff [61]: 3;
Artinya: “(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Kementerian Agama RI, 2013: 551) Menepati janji merupakan bukti bagi karakter yang baik atau
akhlak yang mulia seoarang pendidik. Dengan menepati janji, terwujudlah kepercayaan di antara pendidik dan murid, wibawa seorang pendidik akan selalu terjaga apabila tepat janji. Dan sebaliknya jika pendidik ingkar/menyalahi janji, maka akan kecillah kepercayaan terhadapnya, dan pada hakikatnya pendidik yang jujur akan melahirkan ikatan batin terhadap siswa-siswanya.
Ciri-ciri kepribadian muslim sangat ditekankan oleh Al-Qur’an dan as-Sunnah, berulang-ulang menambahkan penekanannya. Dalam Al- Qur’an Allah mengancam orang-orang yahudi dalam surah Al-Baqarah [2]: 44;
Artinya: “Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidaklah kamu mengerti?” (Kementerian Agama RI, 2013: 7) Allah juga mengancam orang-orang munafik dengan firman-Nya
dalam surah An-Nisa’ [4]: 81;
Artinya: “Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: ‘(Kewajiban kami hanyalah) taat’. Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu (Muhammad), sebagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi.” (Kementerian Agama RI, 2013: 91)
Juga firman-Nya dalam surah Al-Baqarah [2]: 204-205;
Artinya: “Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan bersaksi kepada Allah mengenal isi hatinya, padahal dia Artinya: “Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan bersaksi kepada Allah mengenal isi hatinya, padahal dia
Dapat dipahami mengenai penjelasan ayat di atas hubungannya dengan kepribadian jujur seorang pendidik yaitu bahwa seorang pendidik hendaknya menjauhi sifat-sifat yang kurang baik (akhlaq almazmumah) yang nantinya menjadikan murka Allah menimpa atasnya, di antaranya yang diterangkan dalam surat Ash-Shaff ayat 2-3 adalah menghindari sifat-sifat munafik/kemunafikan.
Sedangkan kepribadian jujur di sini memposisikan diri apabila ada seorang muslim atau mukmin yang mempunyai karakter-karakter yang kurang baik seperti yang diterangkan dalam ayat di atas, supaya dapat menjauhi/menghindari sifat kemunafikan tersebut dan bertindak, berperilaku serta berperangai layaknya orang yang beriman tanpa adanya unsur kemunafikan di dalam dirinya. Sehingga dapat tercermin dalam tindakannya sesuai dengan apa yang diucapkannya dan juga mempunyai sifat-sifat terpuji lain seperti halnya berkata tanpa berdusta, menepati janji, dapat dipercaya, ikhlas, dan sifat-sifat terpuji lainnya.
Karena di sini kepribadian yang baik seperti halnya menepati janji merupakan perwujudan dari iman yang kuat. Budi pekerti yang agung, dan sikap yang berperikemanusiaan pada seseorang, menimbulkan kepercayaan dan penghormatan siswa. Sebaliknya, perbuatan menyalahi janji merupakan tanda iman yang lemah, serta tingkah laku yang jelek, dan sikap yang tidak berperikemanusiaan, akan menimbulkan sikap Karena di sini kepribadian yang baik seperti halnya menepati janji merupakan perwujudan dari iman yang kuat. Budi pekerti yang agung, dan sikap yang berperikemanusiaan pada seseorang, menimbulkan kepercayaan dan penghormatan siswa. Sebaliknya, perbuatan menyalahi janji merupakan tanda iman yang lemah, serta tingkah laku yang jelek, dan sikap yang tidak berperikemanusiaan, akan menimbulkan sikap
Agar sifat tercela itu tidak dipunyai oleh para pendidik, alangkah baiknya jika menepati janji dan berkata benar itu dijadikan tujuan pendidikan yang utama yang diajarkan kepada siswa-siswa, agar siswa- siswa nantinya mempunyai pribadi yang mulia yang tidak menyimpang dari segi agama di samping beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan melatih diri mengerjakan berbagai bentuk ibadah yang diwajibkan atasnya.