c. Drag-queens : aktor profesional yang menggunakan pakaian wanita
yang gemerlap untuk alasan tertentu. biasanya mereka merupakan pria gay
d. Female impersonators : aktor profesional yang berpakaian seperti
wanita untuk alasan hiburan. Berdasarkan definisi mengenai transeksual diatas, peneliti menyimpulkan
bahwa transeksual merupakan individu yang meyakini bahwa dirinya memiliki jenis kelamin yang berkebalikan dengan keadaannya yang sebenarnya dan
melakukan usaha-usaha tertentu untuk berubah kepada jenis kelamin yang diinginkannya.
C. PENERIMAAN DIRI PADA MALE TO FEMALE TRANSEKSUAL.
Pada hakikatnya, manusia yang terlahir ke dunia ini hanya diciptakan untuk terbagi ke dalam dua jenis kelamin yang berbeda, yaitu pria dan wanita.
Namun ternyata dalam perjalanan hidupnya, sebagian kecil manusia tidak termasuk ke dalam dua kategori tersebut. Mereka disebut sebagai orang-orang
jenis ketiga, yaitu orang-orang yaitu jenis kelaminnya tidak teridentifikasi sebagai wanita maupun pria. Menurut Walen dan Roth dalam Carroll, 2005, organ
seksual terpenting berada diantara kedua telinga, yaitu otak. Jadi menurut mereka, jenis kelamin seseorang itu bergantung pada apa yang mereka persepsikan secara
pribadi. Jadi bersyukurlah kita jika otak kita mengatakan kita adalah perempuan dan jenis kelamin biologis yang diberikan Tuhan sejalan dengan apa yang kita
Universitas Sumatera Utara
pikirkan. Namun hal tersebut tidaklah terjadi pada orang-orang jenis ketiga tadi. Mereka merasa terperangkap dalam tubuh yang salah.
Orang-orang jenis ketiga itu dalam konteks psikologis termasuk dalam transeksualisme. Transeksual menurut Carroll 2005 merupakan individu dengan
gangguan identitas gender yang umumnya dimulai sejak kecil dimana ia merasa dan meyakini bahwa dirinya adalah jenis kelamin yang berkebalikan dengan
keadaannya yang sebenarnya, dimana mereka mulai menelusuri mengenai identitas diri mereka sendiri dan perasaan ini terus berlanjut hingga masa dewasa.
Transeksual itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu male-to-female transsexual dan female-to-male transsexual. Fokus penelitian ini merujuk pada male-to-female
transeksual. Bukanlah perkara yang mudah bagi individu untuk memutuskan hidup
menjadi seorang transeksual dimana hal itu memerlukan banyak pertimbangan, baik dari dalam diri sendiri maupun pertimbangan dari orang-orang
disekelilingnya. Hal ini dikarenakan merubah sesuatu menjadi hal yang baru bukanlah permasalahan yang mudah, terlebih lagi jika perubahan itu merujuk
kepada identitas gender yang sifatnya adalah kodrat yang telah diberikan oleh Tuhan. Hal tersebut akan memicu munculnya respon dari lingkungan sekitar, ada
yang pro dan ada pula yang kontra. Kedua respon tersebut akan menyebabkan distress dan penurunan dalam fungsi sosial dan pekerjaan pada seorang
transeksual yang akan berujung kepada penghayatan akan penerimaan diri atas identitas baru yang dimilikinya. Apakah ia dapat menerima atau tidak menerima
dirinya dengan seutuhnya.
Universitas Sumatera Utara
Penerimaan diri self-acceptance sangatlah penting dimiliki oleh setiap individu dalam menjalani kehidupannya. Hal ini merujuk kepada sejauh mana
seorang individu memiliki pandangan positif yang mengenai siapa dirinya yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan
harus dikembangkan oleh individu Germer, 2009. Penerimaan diri pada male to female transeksual adalah sikap seorang
individu yang merupakan seorang transeksual yang berganti kelamin dari seorang pria menjadi seorang wanita, dimana ia menunjukkan perasaan mampu menerima
dan bahagia atas segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya serta mampu dan bersedia untuk hidup dengan segala karakteristik yang ada dalam
dirinya, tanpa merasakan ketidaknyaman terhadap dirinya sendiri. Jika dikaitkan dengan kehidupan transeksual, pada fase dimana mereka
dapat menerima dirinya dengan apa adanya, hal tersebut diharapkan dapat memberikan outcome yang baik bagi kehidupan mereka. Mereka pasti dapat
berfungsi dengan baik dan memiliki kesehatan mental yang baik pula. Namun jika mereka tidak dapat menerima dirinya yang telah “terlanjur” beralih ke identitas
baru tersebut, maka ia akan mulai mempertanyakan kembali keputusannya untuk merubah jenis kelaminnya itu. Hal itu akan menghasilkan banyak dampak yang
tidak baik bagi kesehatan mental individu itu sendiri. Menurut Germer 2009 seseorang akan melakukan serangkaian tahapan
sebagai usaha penerimaan diri melalui 5 tahapan, antara lain : dimulai dari tahap penghindaran aversion, kemudian tahap keingintahuan curiousity, masuk ke
tahap toleransi tolerance, selanjutnya tahap membiarkan begitu saja allowing,
Universitas Sumatera Utara
dan berakhir saat individu mampu mencapai masa dimana ia dapat bersahabat dengan situasi yang dihadapinya, yang disebut dengan tahapan persahabatan
friendship. Ditambahkan lagi oleh Hurlock 1974 bahwa cara bagaimana seseorang
akan menerima maupun menolak dirinya dipengaruhi oleh lingkungan. Hal itu akan terbentuk jika didukung oleh kondisi-kondisi berikut : pemahaman diri yang
baik, adanya harapan yang realtistis, tidak adanya hambatan lingkungan, sikap sosial yang menyenangkan, tidak adanya stress emosional, jumlah keberhasilan
yang diraihnya, mampu mengidentifikasikan dirinya dengan well-adjusted people, perspektif diri yang baik, pola asuh masa kecil yang baik, dan konsep diri yang
stabil. Hurlock 1974 menegaskan kembali bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki self-acceptance yang konsisten, dimana hal ini sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dan sikap orang-orang disekelilingnya. Penerimaan diri sangatlah penting untuk dimiliki dan dikembangkan oleh
seorang transeksual mengingat, transeksualisme sendiri sudah merupakan suatu permasalahan psikologis, dikhawatirkan saat seorang transeksual tidak bisa
menerima dirinya akan merujuk kepada gangguan psikologis lain yang dapat mempersulit jalan kehidupannya.
Efek penerimaan diri pada seorang transeksual akan membawa pemahaman bahwa ia merasa terpuaskan dengan segala karakteristik yang ada
pada dirinya tanpa keinginan untuk menjadi orang lain. Penghayatan penerimaan diri juga akan menuntun kepada kejujuran honesty, kebenaran truth, dan
kesatuan dalam diri unity within yourself sehingga mereka tidak perlu merasa
Universitas Sumatera Utara
khawatir saat ingin mengaktualisasikan dirinya ke hadapan masyarakat Ellen, 2010. Dalam penyesuaian sosial pun, saat seorang transeksual telah mampu
menerima dirinya, maka ia akan memiliki kemampuan untuk berfungsi secara sosial dengan lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
PARADIGMA TEORITIS
didukung
Tahapan:
1. Aversion
menghindari situasi transeksualitas
2. Curiosity
memperlajari lebis lanjut situasi transeksualitas
3. Tolerance
bertahan berharap gender discomfort segera hilang
4. Allowing
membiarkan gender discomfort datang pergi begitu saja
5. Friendship
merasa bersyukur atas situasi transeksualitas
1. Pemahaman Diri
2. Harapan Realistis
3. Tiada hambatan
lingkungan 4.
Sikap sosial yang menyenangkan
5. Tidak adanya stress berat
6. Memperhitungkan jumlah
keberhasilan 7.
Mengidentifikasi model yang telah menerima
dirinya 8.
Perspektif diri 9.
Pola asuh yang baik 10.
Konsep diri yang stabil Memicu timbulnya
respon disekelilingnya
MtF FtM
Transeksualisme
Memutuskan menjadi transeksual
Menerima Tidak
Menerima
Penghayatan penerimaan diri?
Pro Kontra
Menyebabkan distress dan penurunan dalam fungsi
sosial dan pekerjaan
Menyesali keputusannya telah melakukan operasi pergantian kelamin
Dapat berfungsi secara sosial dengan baik
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN