BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI
Pada Bab ini akan diuraikan hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi untuk mempermudah pembaca dalam memahami gambaran proses
penerimaan diri pada male-to-female transeksual, maka data akan dijabarkan, dianalisa, dan diinterpretasi per subjek. Analisa data akan
dijabarkan dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam pedoman wawancara.
Pada bab ini juga akan ditemui kode-kode tertentu, seperti “P.W1.11-17” yang dimaksudkan bahwa pernyataan tersebut dapat dilihat dan dijumpai
pada verbatim partisipan, wawancara pertama, di line 11 sampai 17 di bagian lampiran.
A. ANALISA PARTISIPAN
A.1. Identitas Diri Partisipan Tabel 2.1. Identitas Partisipan
Keterangan Partisipan
Nama samaran Bunda Reni
Usia 44 tahun
Pendidikan SMA
Pekerjaan Hair Stylish
Status pernikahan Tidak Menikah
Universitas Sumatera Utara
Partisipan dalam penelitian ini bernama bunda Reni, namun lebih akrab dipanggil bunda, seorang wanita transeksual yang berusia 44 tahun.
Partisipan terlahir sebagai salah satu dari anak kembar yang memiliki jenis kelamin lelaki, namun dalam perjalanan hidupnya ia merasa terjebak
dalam tubuh yang salah. Sejak memasuki Sekolah Dasar, partisipan telah menyadari adanya perbedaan perilaku yang ia miliki dengan anak lelaki
sebayanya yang lain. Partisipan cenderung bersikap lebih lemah gemulai, kemayu, dan ia lebih suka bermain dengan anak perempuan dengan
permainan seperti boneka, lompat karet, kuaci, dan permainan anak perempuan lainnya. Pada saat partisipan duduk dibangku kelas 6 SD, ia
pertama kali mengucapkan keinginannya untuk melakukan operasi pergantian kelamin kepada ibunya. Peristiwa khusus yang membuat
partisipan benar-benar menyadari identitas gendernya adalah saat ia diberikan mimpi akhil baligh, dimana partisipan bermimpi bahwa ia
adalah wanita yang sedang digagahi oleh lelaki. Seiring dengan berjalannya waktu, ketika partisipan memasuki usia
remaja atau saat ia memasuki usia Sekolah Menengah Pertama, ia mulai mencari teman yang memiliki persamaan dengan dirinya, yaitu para waria
atau transgender. Perilakunya tersebut ternyata tidak dapat diterima oleh orangtuanya sehingga partisipan sempat dipindahkan keluar kota.
Walaupun partisipan tinggal di luar Medan, ia tetap berusaha mencari teman yang juga merupakan transgender. Perbuatannya tersebut lambat
laun diketahui oleh orangtuanya, sehingga diputuskan partisipan untuk
Universitas Sumatera Utara
kembali bersekolah di Medan. Setelah tamat SMA, partisipan menggeluti bidang yang diminatinya, yaitu dunia salon. Sempat beberapa kali sekolah
tata rias ke beberapa negara hingga akhirnya menetap cukup lama di Singapura.
Selama di Singapura, partisipan bekerja sebagai hairstylish dan mulai menetapkan keinginannya untuk mengumpulkan cukup uang untuk
melakukan operasi pergantian kelamin. Setelah uang untuk operasi terkumpul, partisipan berangkat ke Bangkok untuk melaksanakan apa yang
telah diidam-idamkannya sejak kecil itu pada saat ia berusia 22 tahun. Setelah pulih pasca operasi, partisipan kembali pulang ke Medan
karena diminta oleh keluarganya. Dimulailah kehidupan partisipan yang semulanya bernama Rendi menjadi Reni.
Awalnya partisipan bekerja sebagai hairstylish di salah satu salon terkemuka di kota Medan. Namun, saat ini partisipan tidak memiliki
kesibukan apapun karena salon terakhir tempatnya bekerja mengalami suatu permasalahan ekonomi sehingga menjadi bangkrut. Saat ini ia
memutuskan untuk beristirahat sejenak dan fokus untuk mengurusi kedua orangtuanya saja yang telah lanjut usia. Namun ia tetap menerima
panggilan kerja jika ada yang membutuhkan jasanya. Partisipan tinggal dengan kedua orangtuanya, seorang kakak ipar, dan dua keponakannya.
Hingga saat ini, partisipan telah menjalani hidupnya sebagai wanita yang seutuhnya selama kurang lebih 22 tahun.
Universitas Sumatera Utara
A.2. Observasi A.2.1 Observasi Umum
Peneliti mengenal partisipan karena partisipan merupakan hairstylish di sebuah salon yang sering peneliti datangi untuk mengisi
waktu luang. Peneliti telah mengenal pastisipan kurang lebih 2 tahun lamanya. Pertemuan pertama dengan partisipan adalah sekitar tahun 2011
awal, saat itu partisipan sedang duduk di depan salon tempatnya bekerja sambil merokok, saat peneliti melewatinya ia memberikan senyum simpul.
Dari penampilan fisiknya tidak terlihat seperti transgender pada umumnya, partisipan benar-benar terlihat seperti wanita. Peneliti baru menyadari
bahwa ia adalah transgender saat diberitahu oleh seorang karyawati yang bekerja di salon tersebut. Beberapa kali peneliti datang selalu disambut
dengan hangat oleh partisipan. Mulailah terjalin hubungan antara pelanggan dan hairstylish diantara peneliti dan partisipan. Awal mula
partisipan hanya bercerita mengenai kesibukannya di salon dan lama- kelamaan partisipan berani menceritakan tentang dirinya yang sebenarnya.
Suatu kali partisipan mengeluh pada peneliti dengan berkata “Bunda selalu dikritik sama orang-orang, dibilanglah ngapain kau solat,
bertelekung pula lagi, mana diterima ibadahmu itu.. urusan ibadah diterima apa nggak kan Wallahualam.. seandainya bisa request bunda juga
pengen aja dilahirkan jadi cewek”. Mendengar pernyataannya tersebut peneliti menjadi tertarik untuk mengetahui keadaan yang dialaminya
Universitas Sumatera Utara
dengan lebih mendalam sehingga peneliti menjadikannya sebagai partisipan penelitian ini.
Berdasarkan observasi diperoleh gambaran bahwa partisipan adalah seorang wanita transeksual yang memiliki ciri fisik dengan tinggi
kira-kira 172 cm dan berat badan kurang lebih 60 kg. Berambut lurus dengan panjang sebahu berwarna coklat kemerahan dan warna kulitnya
kuning langsat. Penampilannya kini sudah benar-benar menyerupai wanita, jika tidak diperhatikan dengan seksama tidak akan terlihat jika ia masih
memilki jakun di lehernya.
A.2.2 Observasi Saat Pengambilan Data • Pertemuan Pertama
Tabel 2.2. Jadwal Wawancara dengan Partisipan No
HariTanggal Waktu
Tempat Kegiatan
1 Jumat 8-02-13
15.25 – 16.00 Salon tempat
partisipan bekerja
Rapport dengan
partisipan
Pertemuan pertama untuk penelitian ini dilakukan pada tanggal 8 Februari 2013 pukul 15.25 – 16.00 WIB di salon tempatnya bekerja. Pada
pertemuan itu, partisipan sedang bekerja dan peneliti berdalih ingin menggunting rambut. Partisipan menggunakan kaus lengan panjang warna
Universitas Sumatera Utara
kuning muda dan celana jeans panjangnya sampai dibawah lutut. Dikarenakan pertemuan itu hanya untuk meminta persetujuan partisipan,
maka peneliti membangun rapport dengan partisipan. Peneliti menjelaskan tentang penelitian, tujuan dari penelitian, dan apa saja keterlibatan
partisipan dalam penelitian ini. Setelah menjelaskan maksud kedatangan peneliti kali itu, partisipan dengan antusias menyambut keinginan peneliti
untuk dijadikan sampel penelitian. Keantusiasan partisipan diakuinya sebagai bentuk perasaan senangnya karena ia berharap dengan penelitian
ini bisa dijadikan suatu tulisan yang dapat membuka mata masyarakat untuk tidak memandang sebelah mata kaum transeksual.
• Pertemuan Kedua Tabel 2.3. Jadwal Wawancara dengan Partisipan
No HariTanggal
Waktu Tempat
Kegiatan
2 Minggu 17-02-13 13.00 – 14.00 Salon
tempat partisipan
bekerja Rapport,
penjadwalan, informed
concern
Pertemuan kedua berlangsung di salon tempat partisipan juga bekerja untuk menandatangani informed concern dan mengatur jadwal
wawancara pertama. Saat itu partisipan tetap berpenampilan modis dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan baju terusan selutut warna biru dongker dengan motif polkadot putih.
• Pertemuan Ketiga Tabel 2.4. Jadwal Wawancara dengan Partisipan
No HariTanggal
Waktu Tempat
Kegiatan
3 Selasa 5-03-13
11.00 – 12.55 Rumah partisipan
Pertanyaan utama,
probing
Pertemuan ketiga yang merupakan wawancara pertama berlangsung pada 5 Maret 2013 pada pukul 11.00 – 12.55 WIB di rumah
partisipan. Saat itu partisipan menggunakan kaus lengan pendek babydoll warna coklat muda dan celana legging panjang warna hitam polos. Saat
peneliti datang, partisipan hanya berdua dengan kakak iparnya sedangkan anggota keluarganya yang lain sedang pergi keluar kota dan kedua
keponakannya sedang bersekolah. Wawancara pertama dilakukan di kamar partisipan yang berukuran kurang lebih 4 x 3 m. Kamar partisipan tertata
dengan sangat rapih layaknya kamar anak perempuan lainnya. Di dinding kamarnya terpajang beberapa foto partisipan dengan keluarga atau teman-
temannya. Terdapat sebuah kasur ukuran 5 kaki, lemari pakaian, lemari buku, AC, TV, DVD, dan karpet kecil di dalam kamar partisipan. Kondisi
rumah pada siang itu hening karena kakak partisipan sedang tidur
Universitas Sumatera Utara
dikamarnya. Tepat didepan kamar partisipan terdapat kandang kucing yang cukup besar dengan 3 kucing anggora berada di dalamnya. Partisipan
memperkenalkan masing-masing nama dari kucing peliharaannya dan menggendong 1 kucing abu-abu yang merupakan kucing kesayangannya
yang diberi nama omel. Setelah masuk ke dalam kamarnya, partisipan mempersilahkan peneliti untuk duduk dengan nyaman diatas karpet kecil.
Sebelum memulai wawancara peneliti dan partisipan berbincang mengenai kabar masing-masing. Selama wawancara berlangsung, peneliti dan
partisipan duduk berhadapan. Wawancara berjalan dengan lancar. Partisipan menjawab seluruh pertanyaan peneliti dengan panjang lebar.
Sesekali ia duduk bersandar ke dinding sambil merokok. Terkadang partisipan menepuk-nepukkan tangannya. Selama wawancara partisipan
senantiasa menjaga kontak mata dengan peneliti. Saat menceritakan kisah sahabat transgendernya yang telah meninggal dunia, partisipan terlihat
sedih dan sesekali matanya berair karena menangis mengenang kepergian sahabatnya tersebut. Topik wawancara kali itu hanya berkaitan dengan
pengalaman masa kecil dan periode sebelum partisipan melaksanakan operasi pergantian kelamin.
• Pertemuan Keempat Tabel 2.5. Jadwal Wawancara dengan Partisipan
No HariTanggal
Waktu Tempat
Kegiatan
4 Jumat 29-03-13
10.10 – 12.00 Rumah partisipan
Pertanyaan utama,
Universitas Sumatera Utara
probing, dan kredibilitas
data
Wawancara kedua dilakukan pada tanggal 29 Maret 2013, pukul 10.10 – 12.00 WIB di tempat yang sama dengan wawancara pertama, yaitu
di kamar partisipan. Kondisi rumah partisipan pada pagi itu berbeda dengan wawancara pertama. Saat itu rumah partisipan tidak lagi hening,
ada kedua orangtua, kakak ipar, dan seorang asisten rumah tangga partisipan yang sedang bersantai di ruang keluarga. Pagi itu partisipan
menggunakan daster kaus selutut motif bunga kecil warna pink muda. Sama dengan wawancara pertama, pada wawancara kali ini partisipan
tetap menjawab pertanyaan dengan panjang lebar, menjaga kontak mata, dan sesekali merokok. Wawancara berjalan dengan lancar tanpa ada
pertanyaan yang tidak dijawabnya. Wawancara sempat terhenti sebentar karena partisipan dipanggil oleh ibunya. Topik wawancara kali itu adalah
pengalaman partisipan setelah menjadi wanita seutuhnya.
• Pertemuan Kelima Tabel 2.6. Jadwal Wawancara dengan Partisipan
No HariTanggal
Waktu Tempat
Kegiatan
4 Sabtu 18-05-13
10.20 – 12.40 Rumah partisipan
Pertanyaan utama,
probing, dan
Universitas Sumatera Utara
kredibilitas data
Wawancara ketiga dilakukan pada tanggal 18 Mei 2013, pukul 10.20 – 12.40 WIB di tempat yang sama dengan wawancara sebelumnya,
yaitu di rumah partisipan, namun kali ketiga ini tidak lagi di kamar partisipan melainkan di kamar lain yang kosong. Perpindahan tempat
setting wawancara dilakukan karena Ibu partisipan yang sedang sakit menggunakan kamar partisipan sebagai tempat untuk beristirahat. Kondisi
rumah partisipan pada pagi itu cukup ramai. Saat peneliti datang terlihat ayah, kakak ipar, dan kedua keponakan partisipan yang pada pertemuan
sebelumnya tidak ada di rumah karena sedang bersekolah, sedang menonton di ruang keluarga. Pagi itu partisipan menggunakan baju kaus
terusan hitam polos sampai ke bawah lutunya. Sama dengan wawancara sebelumnya, pada wawancara kali ini partisipan tetap menjawab
pertanyaan dengan panjang lebar, menjaga kontak mata, dan sesekali merokok, namun pada kali itu partisipan beberapa kali mengecek
handphone dan terlihat seperti sedang berkirim pesan singkat dengan seseorang, walaupun demikian, rentang perhatian partisipan terhadap
pertanyaan peneliti tidak terputus. Wawancara juga berjalan dengan lancar tanpa ada pertanyaan yang tidak dijawabnya. Topik wawancara kali itu
adalah pengalaman partisipan setelah menjadi wanita seutuhnya yang belum tergali pada wawancara sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
A.3. Analisa Data A.3.1 Gambaran kehidupan partisipan di masa kecil
Saat ibu partisipan mengandungnya, beliau memiliki ekspektasi yang amat kuat untuk memiliki anak perempuan, namun pada kenyataan yang terlahir adalah
bayi kembar dua yang berjenis kelamin laki-laki. Sejak kecil, partisipan sudah menyadari adanya perbedaan perilaku pada dirinya dibandingkan dengan perilaku
normatif anak lelaki sebayanya. “sedari kecil bunda udah nampak keganjilan-keganjilan, seperti waktu
SD, orang lain pakaian cowok, bunda pun juga, tapi bunda lemah gemulai, pakai sapu tangan sampai kadang semua orang ngejek”
P.W1.b.6-15.h.2 “cemana ya, semenjak kecil, salahnya potonya udah gak ada pula, yang
bunda tahu dan perhatikan ya bunda ga perna merasa sebagai lelaki dari kecil.. ke sekolah bawa sapu tangan, ya semacam apala yang risma ingat
tentang masa kecil risma sebagai anak perempuan”
P.W3.b.798-810.h.27 Hal ini terlihat dari perilakunya yang menyerupai anak perempuan, seperti
hanya berteman dengan anak perempuan dan bermain permainan anak perempuan saja seperti kuaci, karet, boneka, rumah-rumahan, dan permainan anak perempuan
lainnya. Sedari kecil partisipan sudah terlihat lebih cenderung untuk berperilaku sebagaimana anak perempuan kebanyakan.
“mainnya main kuaci, boneka-boneka,karet ya seperti gitulah mainan anak perempuan..
P.W1.b.17-24.h.2 “tapi dari kecil bunda udah rasakan orang main mobil-mobilan, bunda
suka boneka” P.W1.b.31-34.h.2
“karena dari kecil udah lebih suka boneka, dikasi mobilan, dipaksa pun bunda gakmau”
P.W1.b.59-63.h.3
Universitas Sumatera Utara
“waktu SD pun bunda dah berkawan ma anak cewek, ga perna ma cowok, main kuaci. Jadi bunda dulu tinggal di komplek anak dosen,
kompleks STO, jadi berkawan ya ma anak cewek juga” P.W1.b.462-471.h.16
“Cuma taunya mainnya itu main kuaci, karet, rumah-rumahan, mamak- mamakan, itu aja la yang buat happy, sampe kadang pake sepatu tumit
tinggi mama tu ampe patah bunda pakein perasaan jadi mamaknya mau pigi ke kantor”
P.W3.b.899-909.h.31 Anggota keluarga partisipan pun turut menyadari adanya perbedaan
perilaku partisipan tersebut sejak partisipan masih kecil. “sebenarnya mama ga terkejut karena dari kecil ia dah tau anaknya
cenderung ke wanita” P.W1.b.458-462.h.16
“mereka tidak akan kaget karena dari kecil yang dilihat itu memang bunda sudah cenderung ke wanita”
P.W1.b.537-541.h.19 Menanggapi perbedaan perilaku partisipan yang menyerupai wanita sejak
kecil, membuat ayahnya menunjukkan reaksi penolakan atas perilakunya tersebut. Terlebih karena ayah partisipan merupakan salah satu guru besar di sebuah
universitas negeri di Medan, sehingga ia khawatir dengan perilaku anaknya yang cenderung mengarah seperti anak perempuan akan menjadi suatu aib bagi
keluarga dan status pekerjaannya. Bentuk penolakan yang ditunjukkan oleh ayahnya dianggap partisipan disebabkan karena ayahnya tidak memahami dan
mengerti perasaan anaknya yang merasa terjebak di dalam tubuh yang salah. “papa tu yang tidak bisa terima karena dia punya kedudukan, jadi
mungkin malu sama rekan dosen atau rektor unimed, jadi biasala manusia ini kan tidak menyadari keinginan anaknya, lebih mementingkan egonya
sendiri..”
P.W1.b.264-275.h.10
Universitas Sumatera Utara
“awalnya sih karena pas mula-mula kita mau begini, orangtua belum bisa terima..”
P.W2.b.270- 273.h.10 “namanya orangtua ingin yang terbaik untuk anaknya, yang dia tau
anaknya terlahir lelaki ya jadi lelakila yang seutuhnya, tapi kan dia gatau batin ini gimana”
P.W3.b.697-704.h.24 Saat masih bersekolah, tak jarang partisipan menjadi korban diskriminasi
oleh teman sebaya lainnya dikarenakan perbedaan perilaku yang ia miliki. Pada saat itu terjadi, partisipan sempat mengalami depresi akibat perlakuan yang
diberikan teman-temannya tersebut. Dan perlakuan temannya tersebut diakui partisipan merupakan bentuk respon yang bersifat kontra terhadap transeksualitas
yang ia miliki. Namun saat ini, partisipan menyadari bahwa ejekan teman sekolahnya terdahulu, merupakan ketidaktahuan mereka terhadap kondisi yang
partisipan alami disebabkan belum matangnya proses kognisi ketika masih anak- anak.
“emang pas kecil tekanannya itu datang dari teman sekolah yang ngejeki peringai bunda yang keperempuan-perempuanan.. sempat juga bunda
stress” P.W2.b.234-241h.9
“Cuma itula ada beberapa sih temen yang ejek-ejek sampe bunda minder dan adala beban mental juga, tapikan namanya anak-anak belum ngerti
juga.. masa sekolah kontranya itu ya dari kawan-kawan aja gitu” P.W3.b.819-828.h.28
Dikarenakan mendapatkan reaksi penolakan dari beberapa pihak, yaitu dari ayah dan teman sekolahnya, membuat partisipan merasakan perasaan kecewa
dan sedih. Namun pada saat itu terjadi, partisipan tidak terlalu menggangap reaksi penolakan yang datang kepadanya sebagai suatu permasalahan yang berarti.
Universitas Sumatera Utara
“masa-masa itu bunda selalu merasa kecewa apalagi punya papa yang streng gitu buat makin kecewa, Cuma karena masih anak-anak ya
dibiarkan berlalu gitu aja, eceknya kalo dimarahi ya masuk kuping kanan keluar kuping kiri, masi belum peduli-peduli kalila sama cakap orang..”
P.W1.b.361-375.h.13 Walaupun demikian, partisipan selalu mendapatkan perlindungan dan
pembelaan dari ibunya yang lebih pengertian dan peka atas perasaan anak bungsunya, dan karena itu ibunya menjadi sumber dukungan sosial terbesar yang
dimiliki partisipan. “jadi orang tua perempuan kan lebih pro ke kita, lebih mengerti, orangtua
laki-laki lebih tegas, tapi selalunya bunda dulu dilindungi sama mama” P.W1.b.48-57.h.3
“kalo orangtua perempuan kan lebih mengerti hati dan perasaan kita. Jadi bunda selalunya curhat sama mama”
P.W1.b.275-280.h.10 “tapi kan walopun papa begitu, syukurnya si mama tetap pro sama
bunda..” P.W1.b.375-378.h.13
Tanpa disadari ibu dan partisipan sendiri, pola asuh yang ibunya terapkan dalam membesarkan partisipan turut mempengaruhi menetapnya perilaku cross-
gender pada partisipan. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan ibunya yang kerap kali membawa partisipan untuk menari di sanggar tempat ibunya mengajar tari, adanya
pembiaran yang ibunya lakukan saat mengetahui anaknya berpakaian cross- dressing ataupun bermain permainan anak perempuan, dan perilaku feminim
partisipan lainnya. “karena dulu kan mama itu penari, bunda sering diajak ke sanggar
narinya jadi ikutanla bunda nari sama anak-anak cewek lain tu..” P.W2.b.251-256.h.9
“udah biasa aja ris, kan karena dari kecil kadang bunda pake-pakein aja
baju kakak ato mama itukan, jadi udah gak heran lagi lah mereka..”
Universitas Sumatera Utara
P.W3.b.143-149.h.6 Peristiwa khusus yang membuat partisipan benar-benar menyadari
identitas gendernya adalah pada saat ia mimpi akhil baligh, dimana dalam mimpi itu ia berperan sebagai wanita yang disetubuhi oleh lelaki. Pada saat itu terjadi, hal
pertama yang dirasakan partisipan adalah terkejut kemudian ia merasakan kepuasan dan perasaan bahagia atas terjawabnya keraguan dirinya selama ini
mengenai siapa identitas dirinya yang sebenarnya. “waktu bunda mimpi akhil baligh itu, biasanya laki-laki normal itu dia
mimpi bersetubuh dengan wanita, tapi bunda mimpinya malah bunda disitu jadi perempuan, bunda yang digagahi laki-laki. Makanya bunda
disitu ia berujar pada dirinya sendiri astagfirullah berarti memang benar aku ini seorang perempuan”
P.W1.b.115-129.h.5 Karena mimpinya itu, ia benar-benar menyakini bahwa ia adalah seorang
wanita sehingga pada saat ia duduk di bangku kelas 6 SD, untuk pertama kalinya ia mengutarakan keinginan untuk melakukan operasi pergantian kelamin pada
ibunya. Hal itu diungkapkannya karena ia merasa telah terperangkap dalam tubuh yang salah. Secara fisik ia memanglah seorang lelaki, namun secara psikologis ia
merasa ia adalah wanita. Dan operasi pergantian kelamin merupakan salah satu cara untuk membuat partisipan tak lagi merasa berada dalam tubuh yang salah.
“karena dari kecil ingat kali ni bunda pernah bilang ke mama masi kelas enam SD “ma kalo mama gajian, operasikan kenapa awak jadi
perempuan daripada awak kekgini” P.W1.b.515-524.h.18
“sedari kecil itula yang kemaren bunda pernah cerita ma risma, yang pas masi kelas 6 itu bunda bilang ke mintala uang mama untuk operasi awak
” P.W3.b.63-69.h.3
“itu merupakan dorongan dia dari dia masi duduk di SD lah itu, kata suami memang dia sudah menampakkan cenderung ke wanita”
Universitas Sumatera Utara
SO.W1.b.375-38.h.14 Mendengar keinginan anaknya yang masih kecil ingin melakukan operasi
pergantian kelamin, ibu partisipan menjadi terkejut dan meminta anaknya untuk tidak asal bicara. Terlebih hal tersebut merupakan suatu hal yang sangat tabu
untuk dilakukan, tetapi pada saat itu terjadi, ibu partisipan hanya menganggap permintaan “aneh” anaknya sebagai suatu lelucon saja.
“Memang mama bunda saat itu kaget bilang “jangan ngomong yang tidak-tidak ya, itu dosa”. Tapi itukan bunda masi kecil, asal nyeplos aja
yakan, kaya Cuma kelakar, dan mama pun anggap itu bercanda dan tidak akan nyangka bakal terjadi..”
P.W1.b.524-536.h.18 Dikarenakan reaksi ibunya yang tidak menyetujui keinginannya untuk
melakukan operasi pergantian kelamin, membuat partisipan tidak bisa melakukan apa-apa dan mulai bertekad untuk mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk
membiayai keinginannya tersebut. “awak diam ajalah karena mikir kan itu juga bukannya murah, karenanya
tadi bunda bilang itu, bunda simpan sendiri uangnya supaya bisa kesampean apa yang bunda pengenin itu”
P.W1.b.609-618.h.23 Saat memasuki usia remaja, atau kira-kira saat bersekolah di SMP,
partisipan pernah disuntikkan hormon pria oleh kedua orangtuanya. Dimana perlakuan orangtuanya ini merupakan bentuk reaksi penolakan lainnya atas
transeksualitas yang dimiliki partisipan. Saat itu, orangtua partisipan menyadari bahwa bentuk tubuh anaknya cenderung ke bentuk tubuh wanita yang memiliki
pinggul, lengan kecil, dan bahasa tubuhnya yang lemah-gemulai. Padahal seharusnya saat anak lelaki memasuki usia pubertas, terjadi perubahan dan
perkembangan fisik yang signifikan seperti perubahan suara yang menjadi lebih
Universitas Sumatera Utara
berat, bentuk tubuh yang lebih kekar, dan perkembangan lain yang tidak tampak terjadi pada diri partisipan. Sehingga suntik hormon ditempuh sebagai upaya
pencegahan atas hal tersebut dan diharapkan bentuk tubuh partisipan dapat berkembang seperti lelaki dewasa yang memiliki kumis, janggut, dan bertubuh
kekar. “orangtua pernah menyuntikkan hormon laki-laki untuk bunda supaya
bunda jadi laki-laki yang seutuhnya” P.W1.b.130-135.h.6
“pas masi SMP kayanya jadi sempatlah disuntikkan supaya bunda bisa berubah”
P.W1.b.1062-1066.h.36 “tujuannya kan supaya tumbuh janggut, kumis dan lebih lelaki. Tapi
memang sedari kecil body badan bunda itu sak kulit-kulit, pinggul pun condong ke wanita”
P.W1.b.253-261.h.9 Walaupun demikian, tidak nampak adanya perubahan fisik pada tubuh
partisipan yang mengarah kepada bentuk tubuh lelaki dikarenakan jumlah hormon wanita ditubuhnya lebih dominan. Hal itu diketahui belakangan pada saat ia
menjalani tes kadar hormon sebelum melakukan operasi pergantian kelamin di Bangkok.
“tapi tidak bisa tetap hormon laki-laki itu hilang dengan sendirinya,hormon wanita lebih banyak”
P.W1.b.135-140.h.6 “bunda termasuk yang sejak lahir lebih banyak hormon wanitanya”
P.W1.b.159-162.h.6 “sempatlah disuntikkan supaya bunda bisa berubah, tapi ya akhirnya
hilang sendiri.. memangla dominan yang wanita” P.W1.b.1064-1070.h.36
Universitas Sumatera Utara
“bentuk tubuh pun kalo untuk yang waria yang masi dominan hormon prianya, dia badannya kan tetap kekar, keras.. tapi kalo bunda ya dari
dulu berpinggul, jadi memang ya begitulah hormon wanita lebih banyak..” P.W1.b.1032-1042.h.35
“dia memang lebih banyak hormon wanitanya, karena lebih banyak hormon wanita itu katanya lebih kuat berapa persen gitu”
SO.W1.b.419-425h.15 Saat memasuki usia pubertas pun partisipan sudah mulai merasakan
adanya perasaan suka dan tertarik pada lelaki. Hal itu semakin memperkuat keyakinan akan identitas gender yang ia miliki. Karena ia merasa ia adalah
perempuan, maka ia memiliki orientasi seksual untuk menyukai lawan jenisnya, yaitu lelaki. Namun saat ia menyadari hal tersebut ia belum berani
mengungkapkannya pada orang lain di sekelilingnya dan memilih untuk memendam sendiri perasaannya itu.
“kalo misalnya suka ma cowok ga berani ceritalah, tapi kan ada terbersit di hati kok bukan perempuan yang suka, tapi kalo nengok suka laki yang
klimis, apalagi bunda tu perfeksionis, melihat lelaki itu dari ujung rambut ke kaki, kalopun suka tapi gak dapat, cukup dalam hati aja.”
P.W1.b.436-450.h.15 Karena merasa depresi dengan situasi rumah yang kurang mendukung,
terutama dengan adanya penolakan yang diberikan ayahnya, membuat partisipan mulai mencari teman yang mengerti situasi dirinya, yaitu sesama transgender. Hal
tersebut dilakukan partisipan sebagai upaya untuk mencari dukungan sosial diluar lingkungan rumah.
“bunda udah mengarah mencari kawan yang mirip dengan bunda karena bunda rasa mereka mungkin bisa jadi orang yang mengerti kita, jadi
waktu itu bunda udah ada kenal 2 orang waria orang salon” P.W1.b.179-188.h.7
“karena emang bunda merasa diri bunda tu wanita, jadi teman yang bunda cari pun teman sesama waria juga gitu”
Universitas Sumatera Utara
P.W1.b.1150-1155.h.39 Mengetahui perilaku anaknya yang sudah mulai bergaul dengan
transgender, ayah partisipan memutuskan untuk memindahkan partisipan ke Bandung, tempat dimana kakak pertama dan kedua partisipan berkuliah. Ayahnya
khawatir jika anaknya menjalin hubungan pertemanan dengan transgender, hal itu akan membawa dampak buruk bagi partisipan, seperti terlibat dalam pergaulan
malam kebanyakan transgender yang tidak baik. “bunda dilarikan ke Bandung supaya bunda jangan dekat dengan kawan-
kawan seperti waria-waria gitu” P.W1.b.144-149.h.6
“rupanya orangtua menyadari anaknya agak melencong jadi bunda dilarikan langsung takut putus sekolah dan ikut hal yang tidak-tidak jadi
ya bunda ikutin sampai tamat SMA.. P.W1.b.189-198.h.7
“macam teroris bunda dibuat si papa, ditangkap terus dikurung di kamar, gak lama beli tiket langsung dilarikan ke bandung..”
P.W2. 307-312.h.11 Partisipan mau tidak mau mengikuti perintah orangtuanya untuk
melanjutkan sekolah di Bandung. Walaupun demikian, selama ia bersekolah disana, partisipan tetap mencari teman yang juga merupakan transgender. Dan
ternyata akses untuk mencari teman transgendernya menjadi lebih mudah karena sekolahnya berdekatan dengan tempat berkumpulnya komunitas waria Bandung.
“tapi pas di bandung tu pun bunda juga tetap mencari kawan yang seperti bunda, pas pula di dekat sekolah smp bunda itu tempat mangkalnya para
waria, jadi makin mudah sebenarnya akses bunda ke mereka..” P.W2.b.325-335.h.12
Universitas Sumatera Utara
Mengetahui perihal tersebut, keluarga partisipan lantas mengambil keputusan untuk memulangkan partisipan kembali ke Medan agar lebih mudah
diawasi oleh ibunya. “karena ketauan akses gabung ma waria makin mudah, dipulangkanla
bunda ke medan lagi.. itu bunda pulang sendiri naik bus ke medan, di medan udah ditungguin mama..”
P.W2.b.339-348.h.12 Sesampainya di Medan, partisipan mengungkapkan keinginannya untuk
berhenti melanjutkan SMA karena ingin menggeluti dunia salon, namun keinginannya itu ditentang oleh ibunya karena ibunya tidak ingin anaknya putus
sekolah, terlebih rata-rata latar belakang anggota keluarga partisipan merupakan orang-orang yang berpendidikan tinggi. Oleh karena itu partisipan memenuhi
permintaan ibunya untuk bersekolah sampai tamat SMA. “udahla ma awak gausah sekolah lagi karena awak memang mau terjun
ke dunia salon.. tapi mama bilang, janganlah nak, sekolah itu penting, jadi akhirnya sampai selesailah..”
P.W2.b.358-366.h.13
A.3.2 Gambaran Kehidupan partisipan selama masa Transgender
Setelah tamat SMA, partisipan mulai berpenampilan layaknya wanita melakukan cross-dressing. Perilaku cross-dressing tersebut berani dilakukannya
karena bertepatan dengan kepergian ayahnya untuk melanjutkan sekolah S3 ke Amerika, dimana saat figur yang ditakutinya tersebut sedang tidak berada di
rumah, digunakannya sebagai kesempatan untuk semakin mengeksplorasi keinginannya untuk dapat berperilaku layaknya seorang wanita. Selama ini
partisipan dapat bertahan untuk tetap berpakaian seperti lelaki karena saat masih
Universitas Sumatera Utara
bersekolah hal tersebut mustahil untuk dilakukan mengingat adanya peraturan sekolah yang melarang anak lelaki untuk memanjangkan rambut dan berpakaian
cross-dressing. “jadi lepas tamat SMA yang pas si papa ke amerika itu jadi beranila
bunda karena gada dia kan, pas pula bunda waktu itu lanjutkan ke les salon itula baru bunda bener-bener pake baju perempuan terus..”
P.W3.b.130-139.h.5 Partisipan merasa mendapatkan psychososial comfort atas perilaku cross-
dressingnya tersebut karena merasa sebentar lagi keinginannya untuk menuju ideal-selfnya akan segera tercapai.
“senang kali lah ris, ibaratnya tinggal satu tahapan lagi aku bisa jadi wanita seutuhnya.. bunda berharap semoga cepat-cepat la kesampean..”
P.W3.b.166-172.h.7 Tidak ada reaksi penolakan terhadap perilaku cross-dressing partisipan
dari pihak keluarganya. Hal ini terjadi karena keluarga sudah sering terpapar dengan perilaku tersebut sejak partisipan kecil. Sejak kecil, ibu partisipan terkesan
membiarkan perilaku cross-dressing pada partisipan, sehinga hal itu semakin menguatkan perilaku tersebut untuk menetap pada diri partisipan.
“udah biasa aja ris, kan karena dari kecil kadang bunda pake-pakein aja baju kakak ato mama itukan, jadi udah gak heran lagi lah mereka”
P.W3.b.143-149.h.6 “sampe kadang pake sepatu tumit tinggi mama tu ampe patah bunda
pakein perasaan jadi mamaknya mau pigi ke kantor” P.W3.b.905-909.h.31
Partisipan tidak lagi melanjutkan kuliah karena ingin mengejar cita-citanya terjun ke dunia salon, sehingga ia mengambil kursus salon.
“tamat SMA bunda ga sambung kuliah, langsung ambil kursus salon mengikuti kata hati..”
P.W1.b.77-81.h.4
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1988, partisipan sempat aktif bergabung dengan komunitas HIWARIASU atau Himpunan Waria Sumatera Utara dan berkesempatan
beberapa kali menyandang gelar Ratu Waria. “dah lamaaa.. taun 89 apa taun berapala itu udah lupa pas bunda masi
aktif-aktifnya dulu sebelom operasi kan dulu bunda aktif di hiwari” P.W3.b.388-394.h.14
“dulu bunda aktif di hiwari karena bunda sempat juga jadi ratu 3-4 kali gitu, kan bagi yang udah jadi ratu kek seperti miss indonesia gitu”
P.W3.b.393-393.h.14 Selama bergabung dengan Hiwaria, partisipan pernah menjalin kerjasama
dengan Depnaker Departemen Ketenagakerjaan untuk memberdayakan para waria yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap untuk dibina dan diberikan
perlatihan agar memiliki keterampilan tertentu sehingga diharapkan para waria yang mengikuti kegiatan itu tidak perlu lagi menggantungkan hidupnya dengan
pekerjaan yang tidak halal. “dulu kali perna disuruh DEPNAKER dan organisasi HIWARIA,
himpunan waria medan ini untuk merekrut mereka yang di jalanan untuk diajarkan bekal pekerjaan yang halal gitu bareng temen waria lain..
P.W3.b.326-336.h.12 Dengan adanya kegiatan tersebut, partisipan berniat untuk dapat
menaikkan derajat kaum transgender sehingga tidak lagi dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Namun dikarenakan tidak mendapatkan apresiasi yang begitu
baik dari berbagai pihak yang terlibat, kegiatan pemberdayaan itu pun berakhir. “tapi kita merekrut mereka itu risma, lebih bagus kita piara kambing 200
ekor..” P.W3.b.336-339.h.12
“disuruh datang, nanti alasannya gada duit, tapi untuk narkoba ada aja duit mereka.. padahal di rekrut gitu supaya ada kepandaian mereka,
supaya baek, ada pegangan hidup enggak jadi sampah, selama ini
Universitas Sumatera Utara
memang kita selalu dianggap sebagai sampah, makanya mau bunda mereka tu tunjukkan prestasi, dah bunda usahakan dulu tapi susah..
akhirnya Depnaker ma Hiwari tadi pun jadi macam kurang mendorong..”
P.W3.b.341-359.h.12 “tapi lama lama kaya ga diopeni, kita kan bukan malaikat, udah korban
waktu, materi, tenaga malah ga dihargai yaudahlah..” P.W3.b.379-384.h.14
Pada tahun 1989, partisipan memperdalam keterampilannya dalam dunia salon dengan melanjutkan sekolah tata rias ke beberapa negara mulai dari
Hongkong, Malaysia, dan akhirnya lama menetap di Singapura. “bunda memperdalam hairstylish, bunda ke luar negri, ke singapur,
malaysia, hongkong, tapi lama menetap di singapur” P.W1.b.83-88.h.4
Selama di Singapura, partisipan bekerja sebagai hairstylish dan mulai menetapkan hati untuk mengumpulkan uang agar dapat melaksanakan
keinginannya sejak kecil, yaitu operasi pergantian kelamin. “jadi memang sudah ada niatan dari dulu seandainya aku ada rezeki, aku
harus merubah identitas diriku menjadi female yang sebenarnya.. prosesnya bunda kerja di singapur beberapa tahun sampai terkumpul
uangnya, langsung bunda operasi..”
P.W1.b.89-101.h.4 “sedari dulu bunda bekerja itu tujuannya untuk dapat materi untuk
merubah jati diri..” P.W1.b.784-789.h.27
“sampe bunda dulu pas sebelum kerja yang di luar negri udah nyimpan- nyimpan uangla untuk operasi”
P.W3.b.77-81.h.4 Disana partisipan juga bergabung dalam komunitas transgender. Diakui
partisipan bahwa bukanlah karena pengaruh dari komunitas itu yang membuatnya ingin melakukan operasi pergantian kelamin. Keinginannya untuk operasi adalah
Universitas Sumatera Utara
murni berasal dari hati kecilnya, dan keterlibatannya dalam komunitas transgender Singapura semata-mata karena ia ingin mencari dukungan sosial.
“udah, pas di singapur, tapi bukan karena ikut pengaruh komunitas jadi pengen operasi. Tujuannya karena bunda merasa mereka lebih mengerti
kita” P.W1.b.714-721.h.24
“mereka itu lebih open-minded.. lebih terbuka dan transparan.. cara bergaul disana berbeda dengan kita disini, disana kejujuran itu paling
penting” P.W2.b.196-203.h.8
Setelah terkumpul cukup uang, partisipan melakukan upaya perubahan jati dirinya yang pertama dengan melakukan operasi payudara pada tahun 1990.
“bunda operasi payudara dulu, kalo hormon emang pas di singapur rajin suntik, terus operasi kelamin..”
P.W1.b.630-634.h.22 “lebih duluan, kalo gak salah bunda taun 1990 habis itu setahun
kemudian baru kelamin” P.W3.b.3-6.h.1
Disusul dengan melakukan terapi hormon, dimana partisipan sering menerima suntikan peningkat hormon wanita pada tubuhnya.
“kalo hormon emang pas di singapur rajin suntik” P.W1.b.631-633.h.22
Sebagai upaya terakhir untuk menyempurnakan perubahan identitasnya, partisipan melakukan operasi pergantian kelamin di Bangkok pada tahun 1991.
Keputusannya untuk melakukan operasi kelamin diambilnya sendiri tanpa campur tangan orang lain dan tanpa keraguan sedikit pun.
“sendiri, tanpa campur tangan siapapun. Mulai dari simpan uang, apa- apa sendiri, Cuma pas mau pergi operasi bunda minta temenin temen
bunda orang singapur karena khawatir takut ada apa-apakan selama operasi. Berdua berangkat ke Bangkok”
P.W1.b.576-589.h.20
Universitas Sumatera Utara
“karena operasi dulu umur bunda udah 20 lebih, bunda jadi teringat taun 1991 la itu bunda operasi kelamin, payudara 1990.. jadi pas operasi tu
bunda dah merasa cukup dewasa” P.W3.b.1055-1063.h.36
Sebelum pergi ke Bangkok untuk memenuhi keinginan masa kecilnya itu, partisipan sempat mengirim surat kepada keluarganya di Medan yang menyatakan
bahwa ia ingin melakukan operasi pergantian kelamin. Surat tersebut dikirimkannya agar keluarga mengetahui keadaan dirinya yang sebentar lagi akan
berubah menjadi seorang wanita yang seutuhnya. “bunda operasi kelamin di Bangkok, sebelum operasi bunda buat surat
supaya keluarga ga kaget, 3 hari setelah operasi bunda udah enakan badannya, bunda langsung balik ke singapur”
P.W1.b.549-558.h.19 Dan jika seandainya keluarga tidak menyetujui keputusanya tersebut,
partisipan akan tetap teguh pendirian untuk segera melancarkan niatnya merubah identitas diri, karena partisipan beranggapan apabila keluarganya dapat
memahami apa yang ia rasakan, maka sudah seharusnya mereka dapat menerima keputusannya itu.
“soal keluarga setuju ataupun tidak, saya tidak peduli, yang penting terlaksana dulu niat dari hati kecil saya, kalo memang mereka bisa
mengerti saya, pasti mereka bisa menerima.” P.W2.b.38-46.h.2
Sebelum keberangkatannya ke Bangkok, partisipan melakukan beberapa ritual keagaamaan seperti shalat tahajud, shalat dhuha, dan puasa sunnah demi
kelancaran operasi yang akan dijalaninnya, bahkan ia sempat bernazar seandainya Tuhan tidak mengizinkan niatnya, ambil saja nyawanya di meja operasi.
“sebelum operasi pun bunda sempat tahajud dan bunda berserah diri dan jika memang Engkau tidak mengizikan Ya Allah, merubah jati diriku,
cabutlah nyawaku di meja operasi.”
Universitas Sumatera Utara
P.W1.b.696-704.h.24 “jadi bunda jauh sebelum itukan udah lakuin solat dhuha, tahajud, segala
macam minta petunjuk dari Allah lah yakan, dan alhamdulillah gada halangan”
P.W2.b.72-79.h.4 “karena bunda sendiri pun sebelom mau operasi itu puasa dulu, solat
tahajud dan memohon seandainya memang tidak diizinkan cabutla nyawaku di meja operasi dan jika diizinkan mudah-mudahan aku
selamat..”
P.W3.b.256-265.h.10 Sesampainya di Bangkok, partisipan tidak langsung dioperasi oleh dokter,
melainkan melewati beberapa tahapan prosedur pra-operasi terdahulu, seperti cek darah, cek kadar hormon, tanya jawab dengan psikiater, dan diakhiri dengan sign
mati atau penandatanganan terhadap suatu perjanjian seandainya partisipan meninggal saat dioperasi, keluarga tidak boleh menuntut pertanggungjawaban
dokter. Prosedur in dilakukan sebagai tes kelayakan apakah seseorang yang menginginkan operasi pergantian kelamin memang pantas mendapatkan hal
tersebut atau tidak, hal ini juga dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisir munculnya penyesalan pasca-operasi.
“nyampe sana ga langsung operasi tapi cek darah, hormon, tanya jawab dengan psikiater, dan tahapannya berlangsung dalam 2 hari, yang
diakhiri dengan sign mati, jadi kalo misalnya bunda mati di meja operasi ga bole nuntut dokter.”
P.W1.b.589-600.h.20 “sebelum menandatangani sign mati itu ada namanya prosedur tanya
jawab dengan psikiater. Dia menanyakan sebab-sebab ingin operasi kenapa, eee semua semualah ditanyakan..”
P.W2.b.15-23.h.2 “setelah selesai tanya jawab dengan psikiater, dilakukanlah pemeriksaan
hormon, baru diakhiri dengan sign mati, panjang juga itu prosedurnya, bunda lupa juga karena udah berpuluh-puluh tahun yang lalu kan itu
kejadiannya..”
Universitas Sumatera Utara
P.W2.b.52-63.h.3
A.3.3 Gambaran Kehidupan partisipan setelah menjadi Transeksual
Butuh waktu kurang lebih satu bulan bagi partisipan untuk pulih pasca- operasi. Setelah itu, partisipan memberi kabar kepada keluarga dan menyatakan
bahwa ia telah menjadi wanita yang seutuhnya. Saat itu, ia juga menanyakan apakah keluarga dapat menerima dirinya yang telah berubah identitas, jika
keluarga tidak menerima ia bertekad untuk menetap dan menjadi warga negara Singapura saja.
“3 hari setelah operasi bunda udah enakan badannya, bunda langsung balik ke singapur dan nelfon keluarga”
P.W1.b.553-559.h.19 “abis itu ada waktu bunda telfon keluarga, terutama sama mama,
bilangkan bahwasanya bunda gini-gini.. P.W2.b.163-168.h.6
“disitu bunda bilang, kalo mama gak terima, awak gausah pulang ke medan, mama nangis disitu..”
P.W2.b.175-179.h.7 Menanggapi perubahan yang terjadi pada anak bungsunya sempat
membuat ibu pertisipan kaget dan sedih. Namun dengan berat hati ia menerima keputusan anaknya karena ibu partisipan telah memahami dan menyadari bahwa
hal tersebut merupakan ideal-self yang didambakan partisipan sejak ia kecil. Bentuk penerimaan yang diberikan ibunya saat itu adalah dengan berpesan jika
partisipan sudah berubah menjadi wanita, maka berperilakulah sebagaimana seorang wanita berperilaku, bukan seperti kebanyakan transgender lainnya. Dan
ibu partisipan memintanya untuk kembali pulang ke Medan.
Universitas Sumatera Utara
“memang disitu mama kaget dia bilang ya semua berpulang kepadamulah nak, untungnya keluarga bunda open minded , mereka terima dengan
tangan terbuka dan berpesan ingat Tuhan dan jadilah wanita seutuhnya.” P.W1.b.559-570.h.19
“Namanya orangtua perempuan, sedih itu ada..tapikan mereka bisa menerima, karena menganggap mungkin inilah takdirnya”
P.W2.b.169-174.h.7 Begitu pula penerimaan dari anggota keluarga yang lain. Tidak ada yang
menunjukkan reaksi penolakan atas identitas baru partisipan. Terutama saudara kandung partisipan, mereka dapat menerima kondisi adik bungsunya yang baru
dengan tangan terbuka dan tanpa rasa malu. “respon tidak menerima itu gak ada yah, karena sebelum operasi kan
udah sempat kasi kabar duluan, untungnya mereka juga open-minded, kakak dan abang bunda juga terbuka, barangkali mereka pun punya
teman-teman yang seperti bunda, apalagi yang abang-abang, mereka bahkan gak malu mengakui inilah apa adanya adekku, jadi begitu bunda
jadi wanita yang seutuhnya mereka menerima dengan terbuka..”
P.W2.b.545-565.h.19 Selang beberapa waktu, partisipan berkenalan dengan seorang lelaki
berinisial M. Perkenalan tersebut bermula dari pertemuan yang diatur oleh rekan kerjanya sesama hairstylish di Singapura.
“ga berapa lama itula bunda kenal ma mantan suami bunda itu di Singapur..”
P.W3.b.1131-1134.h.38 “dikenalin temen yang sama-sama kerja di salon di singapur, yah bunda
rasa dia orangnya baik, pengertian dan sopan walopun umurnya lebih muda daripada bunda, tapi bunda rasa nyaman dan nyambung ngobrol
dengan dia”
P.W3.b.1143-1153.h.39 Setelah bertemu beberapa kali, partisipan akhirnya berani terbuka
mengenai identitas dirinya kepada M, dan M ternyata tidak mempermasalahkan hal tersebut dan keduanya mulai menjalin hubungan romantis.
Universitas Sumatera Utara
“akhirnya ga lama jalin hubungan serius kami..” P.W3.b.1154-1156.h.39
“iya tau, tapi setelah beberapa kali ketemu sih bunda kasi taunya, pas udah mulai ngarah-ngarah ke serius.. orang sana kan lebih terbuka ris
jadi mereka ga permasalahin kali lah masalah kaya begitu.. buktinya dia malah melamar bunda..”
P.W3.b.1161-1171.h.39 Karena permintaan keluarga yang meminta partisipan untuk kembali ke
Medan, partisipan kembali pulang ke Indonesia bersama M. Sesampainya di Indonesia, partisipan segera mengurus perubahan identitas dirinya di kelurahan
setempat dengan menunjukkan woman letter surat keterangan yang menyatakan partisipan telah melakuan operasi pergantian kelamin, yang menjadi bukti atas
identitas barunya. Dalam mengurus proses perubahan identitasnya, partisipan tidak mengalami hambatan apapun, tetapi ia merasa simpati terhadap kesulitan
yang dialami transeksual lain dalam mengurus perubahan identitasnya. “sebenernya di Indonesia sih gak ada susahnya karena yang penting
misalnya kita dah operasi, terus ada pernyataan tertulis semacam woman letter itu mudah aja sih, tapi sedihnya yang temen senasib bunda di
Surabaya itu ampe ribut ya dia perjuangkan dirinya.. tapi syukurnya bunda mudah aja, ke lurah ke mana-mana berjalan lancar.”
P.W1.b.758-774.h.26 Dimulailah kehidupan baru partisipan yang semula bernama Rendi,
menjadi Reni. “diganti dari mister Rendi jadi miss Reni Adelia, itu bahagianya ga bisa
diucapkan dengan kata-kata.. Cuma itula yang bisa bunda bilang..” P.W3.b.520-526.h.18
Kehidupan pernikahan partisipan dan M berjalan kurang lebih 12 tahun layaknya pasangan suami istri kebanyakan.
“kan bunda ma suami bunda tu 12 tahun nikah, bunda juga udah coba tutup ris karena udah bunda ikhlaskan semuanya..”
P.W3.b.1209-1214.h.41
Universitas Sumatera Utara
“12 taun, dari masa di Singapur pacaran dan meridnya di sini..” P.W3.b.1283-1286.h.43
“memang dia perna nikah sama orang sana, dan hidup normal kaya
pasangan berumah tangga yang seperti biasa juga” SO.W1.b.172-177.h.7
Pernikahan tersebut berakhir beberapa tahun yang lalu dikarenakan mantan suami partisipan menghendaki partisipan untuk dapat mengandung. Saat
itu partisipan merasa kecewa dengan permintaan M untuk memberinya anak kandung, sebab sejak awal perkenalan, M seharusnya sudah tahu bahwa hal
tersebut adalah mustahil bagi partisipan untuk dapat mengandung. Bahkan partisipan sempat memberikan alternatif untuk mengambil anak angkat sebagai
solusi permintaan suaminya. “dia nuntut yang tidak mungkin terjadi, mau anak kandung ya mana bisa,
dia mengharapkan yang enggak-enggak, daripada dia ga bisa terima yaudah mendingan kita pisah aja.. kan dari awal dia dah tau siapa bunda,
kalo udah nuntut gitu berartikan udah laen”
P.W3.b.1294-1305.h.44 “cumakan dari awal dia udah tau siapa bunda, harusnya bisa terima
segala konsekuensi yang bakal kita hadapi bersama, walaupun bunda ga bisa mengandung, kan ada alternatif lain, sempat juga bunda angkat anak,
tau kan risma anak gadis bunda”
P.W3.b.1319-1130.h.44 Dengan berbesar hati, akhirnya partisipan menerima keputusan M untuk
berpisah darinya dan itu merupakan akhir dari pernikahan mereka berdua. Partisipan dapat menerima situasi tersebut karena ia menyadari adanya
kekurangan pada dirinya yang tidak bisa membuatnya menjadi seorang sosok istri yang sempurna. Setelah M kembali ke Singapur, keduanya tidak pernah
behubungan lagi.
Universitas Sumatera Utara
“awalnya sedihlah pasti, kecewa pun juga, kenapa dia begitu, tapi bunda terima kok karena pikir aja pake logika, hal itu memang udah diluar kuasa
bunda, gak akan bisa bunda hamil, selama itu bisa dipikirkan dengan logika ya bunda ikhlas, solusinya itu tadi bunda angkat anak dan
perlakukan seperti anak sendiri..”
P.W3.b.1352-1366.h.46 Sejak saat itu hingga sekarang, partisipan tidak pernah menjalin hubungan
romantis kembali dengan pria lainnya. Dan untuk saat ini pula partisipan sudah tidak memiliki keinginan untuk kembali berumah tangga karena merasa sudah
tidak lagi memiliki hasrat seksual terhadap lelaki lagi. “kayanya sekarang bunda enggak mikir kesitu,dan bunda juga merasa
libido seks bunda udah menopause, hasrat untuk itu kembali ke nol” P.W3.b.1182-1188.h.40
“kalo yang saya tau dalam pergaulannya, dia sama lelaki lain ga ada jalin hubungan yang spesial lagi, tapi kalo bergaul dengan yang lain ya
sama ajala seperti macemana yang sewajarnya.. kalo yang spesial sampe sekarang belum ada pernah cerita lagi..”
SO.W1.b.234-246.h.9 Di dunia pekerjaannya, partisipan mengalami pasang-surut dalam
kehidupan berkarirnya sebagai hair stylish. Sempat beberapa kali mengalami pindah-pindah salon. Dan akhirnya sekarang ini sedang menganggur.
“dalam berbisnis pun bunda perna ngerasakan pasang-surut, suatu kali booming nama tiba-tiba turun, jadi semua sudah perna bunda rasakan..
kaya sekarang lagi nganggur” P.W2.b.693-701.h.24
“naik turunlah, tapi kalo dalam karir dia pun oke, termasuk maju dan pesatlah dia, dalam setiap pekerjaannya dia banyak menonjolkan skill,
kekmana kita bilang ya... nampakla dia punya keahlian yang luar biasa, itula kelebihannya, selain mudah bergaul, dia selalu menunjukkan skill
yang dipunya”
SO.W1.b.311-325.h.11 Keluarga, khususnya ibu dan saudara kembar partisipan senantiasa
memberikan dukungan sosial. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan adalah
Universitas Sumatera Utara
mereka memiliki kesepakatan untuk menutup rapat cerita masa lalu tentang kehidupan partisipan sebelum operasi.
“terutama mama dan abang kembar bunda yang memberi pengertian.. dan bunda juga tunjukkan prestasi bunda dan berperilaku sebagaimana
wanita yang sebenarnya tidak kaya yang lain-lain..” P.W3.b.709-719.h.24
“hati seorang ibu akan tetap menerima anaknya, apalagi bunda sangat dekat sama mama, jadi dia pun peka dan diala yang beritau ke keluarga
yang lain, kaya om-om bunda itu dulu kan manggilnya lain, sekarang lain, semua sangat mendukung dan setuju untuk tinggalkan memori lama itu..”
P.W3.b.740-753.h.25 “kita udah ga melihatnya dengan negatif lagi, kita anggap aja itu
memang adek perempuan kita, kita udah ga pandang dia macemana- macemana lagi, mulai dari dia berubah seperti itu sampe sekarang ya
memang kami anggap dia itu wanita, tidak dibedakan dan ga perna lagi kita ungkit masa lalunya lagi..”
SO.W1.b.509-524.h.18 Keluarga besar partisipan benar-benar menutup cerita lama mengenai
identitas partisipan yang sebenarnya sehingga bagi anggota keluarga yang masih muda, seperti keponakan-keponakan partisipan tidak mengetahui identitas asli
partisipan. Ada kemungkinan mereka akan mengetahuinya saat mereka sudah dewasa, namun sejauh ini mereka belum mengetahui hal itu.
“kaya ponakan yang kecil, tidak tahu bunda itu siapa.. hanya tau bunda itu ibunya yang wanita seutuhnya, mungkin suatu saat kalo dah besar baru
tahulah ya..” P.W1.b.1172-1179.h.39
“karena keponakan semua pun gatau status asli bunda, jadi foto-foto dulu yang masi apa itu udah bunda koyak semuanya, karena takut jadi
pertanyaan buat anak-anak yang tidak tau ini, yang mereka taunya bunda ini ibunya.. dan untungnya keluarga besar juga sangat sangat mendukung
keputusan bunda ini..”
P.W3.b.575-589.h.20 “memang mereka gatau karena kita juga ga perna mengkaji ulang lagi
siapa bunda, anak-anak ini semua taunya itu ibunya, masa lalunya ga
Universitas Sumatera Utara
perlu kami ceritakan karena ga penting, nanti kalo dah besar mungkin lama-lama bakalan tau sendiri, yang penting keluarga kita mensupport
dan menerima bunda”
SO.W1.b.540-555.h.19 Dukungan sosial dari keluarga besar tersebut membuat partisipan menjadi
sosok yang “self-acceptant”.Dimana bentuk penerimaan ini tidak dimiliki oleh kebanyakan teman partisipan, baik yang masih transgender maupun yang sudah
menjadi transeksual. Partisipan berpendapat bahwa adanya penolakan dari keluarga menuntun para transeksual lain untuk menyesali keputusan mereka yang
telah melakukan operasi pergantian kelamin. Untuk itu partisipan sangat mensyukuri ia mendapatkan penerimaan dan dukungan dari keluarganya.
“namanya Lia, lebih tua dan senior dari bunda, dia belum sampe operasi kelamin, dia pinter, sekolah tinggi sekali ampe kedokteran, tapi itulah
umurnya pendek, walopun gitu yang bisa buat bunda ikhlas dia pergi itu karena pas dia sakit parah sebelum meninggal itu bunda yang urusin dia
karena itulah kasian dia ga didukung keluarga, dia kan orang cina, dikeluarkan dari keluarga karena dianggap buat malu..”
P.W1.b.914-934.h.31 “temen lain ada juga yang diusir dari keluarga, tidak diakui lagi jadi
anak, dianggap sampah, dan syukurnya bunda diterima..” P.W1.b.1008-1014.h.34
“.. kaya yang udah bunda bilang sebelumnya, mereka ga diakui keluarga, setelah operasi minta balik kelamin sampe gila itu teman komunitas bunda
di singapur, dan ada yang parah sampe bunuh diri..” P.W2.b.879-888.h.30
Sesekali partisipan dijadikan tempat konsultasi bagi para transgender lainnya yang ingin mengikuti jejaknya untuk melakukan operasi pergantian
kelamin. Tiap kali ada junior yang berkonsultasi dengannya, partisipan berusaha terbuka akan pengalamannya karena ia tidak ingin ada transeksual lain yang
menyesali keputusannya kelak. Ia juga senantiasa menekankan untuk
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan alasan apa yang mendasari seseorang menginginkan operasi pergantian kelamin. Berdasarkan pengalamannya, ia menemukan beberapa alasan
yang salah yang mendasari seseorang melakukan hal tersebut, seperti karena adanya tuntutan dari pasangan, belum mengenal siapa dirinya sehingga terlalu
cepat mengambil keputusan untuk operasi, karena ingin bekerja sebagai pekerja seks komersial, dan karena ada materi yang mendukung.
“kadang kalo ada junior yang tanya bunda dia kepingin operasi bunda nasehatin betul-betul jangan sampe kejadian begitu terulang..”
P.W2.b.899-904.h.30 “ada anak bunda tu namanya si Lora, sebelum operasi dia datang ke
bunda, bunda nasehatin la menurut pengalaman yang telah bunda lewati, kaya apa yang dulu psikiater itu tanyakan ke bunda, bunda tanya balek ke
dia, dan yang bunda tekankan itu yakinkan dirimu karena kau masi muda, belom ada ketetapan dalam hatimu, kalo memang yakin bukan karena
materi atau pacar lebih baik gausah..”
P.W2.b.922-941 “ada yang mudaa kali umur 18taun datang ke bunda kemaren, namanya si
Wen-wen.. tapi akhirnya apa menyesal dia minta kembali, padahal udah bunda ingatkan, dan udah terjadi sekarang macammana lagi kita bilang,
ya bunda kasitau aja udah terima ajalah kembalila menurut agamamu gimana, kamukan budha, berdoa banyak banyak..”
P.W3.b.235-251.h.9 Partisipan merasa senang sekaligus terharu dijadikan tempat konsultasi
bagi para juniornya yang ingin operasi karena merasa ia bukanlah orang yang kompeten dalam bidang tersebut namun tetap dipercaya untuk dimintai pendapat.
Dengan senang hati ia akan selalu memberi nasihat dan berbagi pengalaman terkait dengan transeksualitasnya agar tidak ada transeksual lain yang menyesali
keputusannya merubah identitas. “terharu sekaligus bahagia, karena ada orang yang menghargai bunda
walopun awak ni bukan dokter, kita berbagi pengalaman, supaya jangan terjadi penyesalan di akhir nanti..”
Universitas Sumatera Utara
P.W3.b.274-282.h.10 Belakangan ini, semenjak menganggur partisipan jarang bergaul dengan
teman-teman transgendernya. Yang dilakukan partisipan untuk mengisi waktu luangnya adalah dengan mengurus kucing peliharaannya, mengurus ibunya yang
sedang sakit, berkumpul dengan keluarga, mengaji, dan banyak mendekatkan diri dengan Allah. Status penganggurannya ini dimaknai partisipan sebagai sebuah
titik balik dalam kehidupannya sehingga ia menjadi lebih dekat dengan Allah. Dengan demikian, ia dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan.
“sekarang bunda kurang bergaul dengan mereka-mereka itu.. bunda mulai mengikuti ajaran agama kita, kalo bergaul dengan yang solat, kita
pun ikut solat, bergaul ma yang baek, jadila yang baek.. makanya sekarang udah kurangla ma mereka lagi..”
P.W3.b.462-473.h.16 “banyakan dirumah ajalah ris, kan mama papa juga dah tua ya nemenin
mereka ajalah, kalo lagi ada pengen kesini bunda anterin.. banyak untuk keluarga ajalah dulu untuk sementara..”
P.W2.b.1070-1078.h.36 “jadi untuk sekarang bunda lebih banyak berkumpul dengan keluarga dan
ibadah aja, karena dengan begitu ketenangan batin yang bunda rasakan lebih tentram gitu, daripada yang masa dulu belum istiqomah ibadahnya,
bunda nganggur ini bunda anggap sebagai pembelajaran untuk bunda lebih dekat dengan Allah..
P.W3.b.118-1203.h.41 “agak lebih banyak mendekatkan diri, ya mungkin sifat manusia kan
kadang mengingat dan bersyukur sama Yang Menciptakan kita, saya rasa adalah tersentuh hatinya untuk itu, jadi satu kebagusan dan kebanggaan
juga bahwasanya dia masi ingat Pencipta dan ingat norma-norma agama, saya bersyukur jugala dengan dia begitu kan artinya dia ga salah
bergaul”
SO.W1.b.350-368
Universitas Sumatera Utara
Refleksi masa depan yang dimiliki oleh partisipan adalah ingin mempunyai salon sendiri. Namun hal tersebut sulit untuk dicapai dalam waktu
dekat karena keterbatasan dana yang ia miliki. “kepinginnya buka salon sendiri, tapi terbentur dana, Cuma yakin ajala
selama Allah emang berkehendak pasti ada aja jalannya..” P.W3.b.1497-1503.h.50
A.3.4 Tahapan Penerimaan Diri
1 Penghindaran - Aversion Saat pastisipan masih kecil, ia mengalami perasaan kecewa akan identitas
gendernya. Ia selalu berharap seandainya saja ia terlahir sebagai anak perempuan. Partisipan benar-benar merasa terperangkap dalam tubuh yang salah, walaupun
secara fisik ia adalah lelaki yang normal, namun secara psikologis ia sangat menyakini dirinya adalah wanita. Tak ada keraguan sedikit pun mengenai hal
tersebut karena ia berpendapat bahwa menjadi anak perempuan adalah sesuatu yang menyenangkan, dimana seandainya ia adalah anak perempuan maka ia dapat
berpakaian dengan cantik, tidak seperti pakaian anak lelaki yang modelnya hanya sebatas celana dan kaus atau kemeja saja, selain itu ia bisa berdandan dengan
riasan make-up dan tatanan gaya rambut yang juga cantik, dan memiliki bentuk tubuh yang indah.
“waktu kecil awal awal dulu bunda ada rasa kecewa juga, pertama terhadap diri bunda sendiri, kayanya kenapalah aku nasibnya begini,
kenapa sih aku ga lahir langsung jadi perempuan aja, kan pernah ya bunda bilang ma risma, seandainya bisa request itula request bunda..”
P.W1.b.347-361.h.13 “masa-masa itu bunda selalu merasa kecewa apalagi punya papa yang
streng gitu buat makin kecewa, Cuma karena masih anak-anak ya dibiarkan berlalu gitu aja”
P.W1.b.361-369.h.13 “sempat juga bunda stress karena itu Cuma yah mama bunda selalunya
kasi support jadi bunda anggap angin lalu aja..”
Universitas Sumatera Utara
P.W2.b.240-245.h.9 “ada, tapi itu masa belum operasi bunda pikir kenapala aku begini.. yang
bunda masi kecil itu” P.W3.b.1371-1375.h.46
“kekecewaan akan jati diri itu hanya semasa sebelom operasi ya muncul pertanyaan mengapa aku begini karena sangking kepinginnnya jadi
wanita..” P.W3.b.1397-1404.h.47
Karena keyakinan dirinya yang kuat mengenai identitas gendernya membuat partisipan merasa jijik akan kelaminnya sendiri penis, ia
mengumpamakan perasaan seorang anak perempuan kecil yang akan merasa jijik jika melihat alat kelamin anak lelaki sebayanya, namun karena penis itu ada
ditubuhnya sendiri, partisipan semakin merasa jijik akan tubuhnya dan berharap seandainya ia bisa menghilangkan penis itu dari tubuhnya. Namun pada saat itu
terjadi tidak banyak yang dapat ia perbuat dikarenakan keterbatasan sumber daya yang ia miliki, sehingga ia selalu meminta kepada ibunya untuk memberinya uang
agar dapat menjalani operasi pergantian kelamin. “tapi sempat juga la bunda rasa bunda jijik sama burung itu.. rasanya
mau bunda potongkan aja sendiri gitu” P.W3.b.847-852.h.29
“iya.. geli ma jijik macamana kalo anak perempuan liat burung gitulah.. risma dulu waktu kecil kalo ada kawan cowo yang nunjuk-nunjukkan
burung cemana? Jijik kan?” P. W3.b.861-869.h.29
“gitu jugala bunda, tapi ni ada ditubuh bunda sendiri.. jadi makin berlipat jijiknya.. Cuma ya macemana mau kita buat.. jadi dulu bunda terus
ngerengek aja minta dioperasikan” P. W3.b.871-878.h.30
Selama masa kecilnya partisipan jarang menunjukkan adanya reaksi penghindaran mengenai permasalahan yang dihadapinya ini, bahkan ia selalu
Universitas Sumatera Utara
berperilaku layaknya anak perempuan hingga ia dewasa. Hal tersebut dilandasi oleh keyakinan dirinya berada pada tubuh yang salah. Sehingga ia semakin
mengejar ideal-self yang didambakannya. Namun setelah bertransisi menjadi wanita transeksual, ia membatasi ruang geraknya hanya berpusat pada lingkungan
salon dan keluarganya saja. Ia merasa bahwa hanya 2 tempat itu sajalah yang dapat menerima dirinya sehingga ia tidak pernah keluar untuk mengekspolasi
comfort zone yang ia miliki. “setelah kawan karib bunda almarhum Lia itu meninggal gak ada sih,
kalo sekarang malah jadi lebih betah di rumah, kalo dulu enggak pernah betah, rumah itu Cuma untuk ganti baju dan tidur..”
P.W3.b.985-993.h.33
2 Keingintahuan – Curiosity Karena keinginannya untuk operasi kelamin saat ia masih kecil ditentang
oleh ibunya, partisipan mulai mencari tahu sendiri mengenai identitas gendernya seorang diri. Diawali dengan mencari teman yang ia rasa mampu memahami dan
mengerti perasaannya, yaitu sesama transgender. Hal ini dilakukannya sebagai upaya pencarian dukungan sosial diluar lingkungan rumah.
“hati bunda itu menjerit, jadi bunda mencari jati diri dengan sendirian sehingga tamat SMA gak sambung kuliah, langsung ambil kursus
mengikuti kata hati”
P.W1.b.72-81.h.4 “sendiri, tanpa campur tangan siapapun. Mulai dari simpan uang, apa-
apa sendiri, Cuma pas mau pergi operasi bunda minta temenin temen bunda”
P.W1.b.576-580.h.20
“bunda udah mengarah mencari kawan yang mirip dengan bunda karena bunda rasa mereka mungkin bisa jadi orang yang mengerti kita, jadi
waktu itu bunda udah ada kenal 2 orang waria orang salon” P.W1.b.179-188.h.7
Universitas Sumatera Utara
“karena emang bunda merasa diri bunda tu wanita, jadi teman yang bunda cari pun teman sesama waria juga gitu”
P.W1.b.1150-1155.h.39 “pas di bandung tu pun bunda juga tetap mencari kawan yang seperti
bunda, pas pula di dekat sekolah smp bunda itu tempat mangkalnya para waria, jadi makin mudah sebenarnya akses bunda ke mereka..”
P.W2.b.325-335.h.12 Selain mencari teman sesama transgender, partisipan juga mencari tahu
informasi mengenai apa saja yang dapat dilakukannya untuk mencapai ideal- selfnya, yaitu menjadi wanita yang seutuhnya. Informasi tersebut didapatnya
dengan bertanya kepada transgender yang lebih senior maupun dari buku-buku mengenai ilmu kedokteran yang ia baca di perpustakaan di sekolahnya. Proses
pengumpulan informasi ini juga merupakan salah satu indikator perilaku yang menyatakan bahwa partisipan mempelajari lebih lanjut mengenai situasi
transeksualitas yang dimilikinya. “bunda tanya-tanya juga ke teman-teman itu cemana seandainya mau
operasi, cari tau berapa biaya yang dibutuhkan, apa aja yang perlu dilakuin sampe ke tahap operasi..”
P.W2.b.432-440.h.15 “iya, tanya dari kawanlah ris, ada juga yang baca-baca buku kedokteran
gitu di sekolah.. tapi banyakan tanya kawan.. terutama pas di bandung karena disitu langsung pusat mangkalnya yang dekat sekolah..”
P.W2.b.444-453.h.16
3 Toleransi – Tolerance Setelah mencari tahu informasi mengenai masalah yang dihadapinya
identitas gendernya, partisipan kemudian memunculkan niat untuk mengumpulkan dana demi mencapai ideal-selfnya, yaitu melakukan operasi
pergantian kelamin.
Universitas Sumatera Utara
“jadi memang sudah ada niatan dari dulu seandainya aku ada rezeki, aku harus merubah identitas diriku menjadi female yang sebenarnya..
prosesnya bunda kerja di singapur beberapa tahun sampai terkumpul uangnya, langsung bunda operasi..”
P.W1.b.89-101.h.4 “bunda simpan sendiri uangnya supaya bisa kesampean apa yang bunda
pengenin itu” P.W1.b.614-618.h.21
“sedari dulu bunda bekerja itu tujuannya untuk dapat materi untuk
merubah jati diri..” P.W1.b.784-789.h.27
“kumpulin rezeki ajalah ris.. kan emang dah niatan dari kecil.. jadi pas udah kerja itu pande-pande bunda atur pengeluaran supaya segera
tekumpul..”
P.W2.b.460-466.h.16 “sampe bunda dulu pas sebelum kerja yang di luar negri udah nyimpan-
nyimpan uangla untuk operasi” P.W3.b.77-81.h.4
Selama proses pengumpulan dana, partisipan berharap agar hal tersebut dapat berlangsung dengan cepat, sehingga operasi pergantian kelaminnya pun
cepat terlaksana. Proses pengumpulan dana yang dilakukan partisipan ini merupakan cara bertahan partisipan dari perasaan tidak menyenangkan atas situasi
transeksualitasnya, dimana ia berharap perasaan tidak menyenangkan itu akan segera hilang saat dana yang dikumpulkannya telah mencapai nominal tertentu
untuk dapat secepatnya melakukan operasi pergantian kelamin. “disatu sisi bunda seneng dan ada rasa ga sabar pengen cepat aja, disisi
lain mesti hemat, tahan-tahan ga bole belanja yang gak perlu, kalo ada kepingin beli baju ato apa mesti dipikir lagi ini beneran perlu apa
enggak..”
P.W2.b.486-495.h.17
Universitas Sumatera Utara
4 Membiarkan begitu saja – Allowing Setelah terkumpul dana untuk melakukan operasi, partisipan lantas pergi
ke Bangkok untuk melancarkan keinginannya sejak kecil itu. Namun setelah sadar dari pengaruh obat bius pasca operasi, partisipan sempat merasakan massive pain
terhadap organ baru vagina yang dimiliki tubuhnya tersebut. “pas sadar bagian dari pinggang ke bawah ini kaya kaki gajah gitu risma,
sakitnya bengkak gitu, selama hidup bunda itulah ngerasakan sakit luar biasa yang tidak bisa tertahankan.. jadi sangking sakitnya itu sampe mau
terpingsan, berkunang-kunang gitu, jadi bunda minta tolonglah sama perawat disitu, hingga pas ngomong ajapun sakit ris, macam langsung
tekontak ke kelamin kita ini” P.W2.b.90-107.h.5
Rasa nyeri itu muncul akibat tubuh partisipan belum terbiasa dengan vagina, bahkan pada saat ingin buang air kecil sekalipun tidak bisa ia kontrol,
dimana air seninya secara otomatis bisa keluar begitu saja tanpa adanya kehendak dari partisipan untuk mengeluarkannya.
“kan awalnya belom pande lagi gimana mau pipis, keluar langsung- langsung aja gitu”
P.W2.b.150-154.h.6 “memang bunda drop masa itu, karena masi belom tau fungsinya barang
itu gimana” P.W3.b.1072-1075.h.36
Karena rasa nyeri yang dirasakannya tersebut, sempat membuat partisipan meragukan keputusannya yang telah terlanjur melakukan operasi pergantian
kelamin. Padahal operasi pergantian kelamin merupakan apa yang telah diidam- idamkan oleh partisipan sejak ia kecil, namun pada saat itu telah terjadi ia bukan
merasakan efek yang baik, melainkan rasa nyeri yang luar biasa hebatnya. Dikarenakan rasa nyeri itu pula partisipan sempat merasa terkejut dan ragu.
Universitas Sumatera Utara
“ada juga pernah mikir kok setelah dilakukan bukannya malah enak, kok kesakitan luar biasa yang ada, jadi sempat mikir apa ini salah ato
cemanala ini” P.W3.b.1075-1082.h.37
“Cuma sakitnya aja yang buat sempat mikir gitu, macam kagetlah bukan nyesal”
P.W3.b.1100-1103.h.37
Pengalaman tidak menyenangkan pasca-operasi ini tidak berlangsung dalam waktu yang lama karena niat partisipan yang kuat untuk menjadi wanita
yang sesunguhnya, membuatnya bangkit untuk dapat melawan rasa nyeri yang dideritanya. Ia belajar untuk beradaptasi dan mulai membiasakan diri dengan
situasi baru yang dimilikinya. Proses tersebut mampu dilaluinya dalam kurun waktu satu bulan. Pada masa itu, partisipan membiarkan rasa nyeri dan perasaan
ragu itu datang dan pergi begitu saja, ia secara terbuka membiarkan perasaan itu mengalir dengan sendirinya sampai akhirnya mendapatkan manfaat atas
pengalaman tidak menyenangkannya tersebut. “bunda lalui semuanya, bunda biarkan dan rasakan aja rasa sakit itu
kadang ada, kadang enggak.. tapi seiiring waktu kurang lebih sebulanla itu lepas operasi, baru bisa dinikmati..”
P.W3.b.1083-1090.h.37
“setelah itu baru tau ooo rupanya begini, biasalah namanya ada benda baru jadi eceknya macam beradaptasi dululah badan ini..”
P.W3.b.1107-1112.h.37
5 Persahabatan – Friendship Setelah berhasil mengetahui cara mengkondisikan situasi baru yang ada
pada dirinya, partisipan merasa bahagia karena telah sempurna menjadi wanita yang seutuhnya.
Universitas Sumatera Utara
“gak bisa bunda ucapkan dengan kata-kata.. pokoknya bahagianya itu ya Allah ya Tuhanku walaupun saat itu bunda ga ada duit pun rasa bunda
bahagiaaaa kali ris..” P.W3.b.500-507.h.18
“semenjak bunda begini kebahagiaan itu ga bisa dinilai pake uang ya.. jadi kebahagiaan itu benar-benar bunda rasakan..”
P.W3.b.645-651.h.22 Adanya penerimaan dari berbagai pihak semakin membuat partisipan
bahagia, terutama penerimaan dari keluarga, pasangan dan lingkungan sekitar. Dimana dukungan-dukungan tersebut mampu membuat partisipan menjadi sosok
yang lebih self-acceptant. Partisipan senantiasa mensyukuri adanya penerimaan yang begitu baik dari significant others disekelilingnya sehingga ia tidak pernah
merasakan adanya penyesalan terkait dengan identitas baru yang dimilikinya. “insyaallah.. enggak semua orang bisa mendapatkan yang begitu, jadi
mungkin bundalah orang yang tidak pernah salah jalan.. semogalah..Bersyukur udah setua ini semua keluarga masi meyanyangi..”
P.W1.b.1162-1171.h.39 “untung banyak dukungan dan nasehat dari keluarga, itu semua kembali
kepada keluarga besar kita, apalagi mama selalu menasehati, kalo kepingin jadi wanita ya jadila wanita yang sepenuhnya..”
P.W3.b.535-544.h.19 “banyaknya dorongan dari keluarga juga, dari dia buat keputusan
berubah dan keluarga pun mendukung, mendorong, dan menerima, itulah membuat dia semakin kuat hatinya untuk menjalani hidup sebagai wanita
memang itu faktor dorongan dari keluarga semua..”
SO.W1.b.400-414.h.14 “iya tau, tapi setelah beberapa kali ketemu sih bunda kasi taunya, pas
udah mulai ngarah-ngarah ke serius.. orang sana kan lebih terbuka ris jadi mereka ga permasalahin kali lah masalah kaya begitu.. buktinya dia
malah melamar bunda..”
P.W3.b.1161-1171.h.39 “tapi selama ini apa yang bunda jalani, semua keluarga dan lingkungan
karena udah lama juga bunda tinggal disini jadi udah banyak yang tahu, rasanya bisa menerima..”
Universitas Sumatera Utara
P.W2.b.636-643.h.22 “insyaallah, mulai dari operasi sampai sekarang enggak ada tuh, kan
kadang-kadang bunda juga ikut mama solat di masjid, ga pernah keluar komen yang menyakitkan sama sekali”
P.W2.b.714-722.h.24 “kalo ke plaza pun ga perna juga di ejek atau dihina gitu.. karena bunda
pun juga ga perna berlenggak-lenggok kaya cacing kepanasan gitu kan.. apalagi kalo pergi juga selalunya sama keluarga, jadinya ya kalo
hambatan lingkungan insyaallah sejauh ini ga ada..”
P.W2.b.731-743.h.24 “lingkungan sini pun gak ada masalah, macam bunda bilang dulu kalo
solat ke mesjid pun gak ada gitu yang bisik-bisik apa cemana..” P.W3.b.1017-1022.h.34
“dia bisa bawa dirinya dalam lingkungan dimana dia bekawan, dalam lingkungan semua banyak bisa nerima dia.. dan menganggap dia benar-
benar wanita.. ga ada lagi yang bedakan dia, asalnya dia macemana,sekarang macemana..”
SO.W1.b.256-264.h.10 “syukurnya lingkungan juga enggak pernah mengecilkan dia, saya merasa
lingkungan juga nerima dia kok karena dia kan menunjukkan sifat wanita, jadi uda gada masalah dengan lingkungan rumah kita”
SO.W1.b.666-675.h.23
A.3.5 Kondisi yang mendukung Penerimaan Diri
1 Self-Understanding Pemahaman partisipan mengenai dirinya sejak kecil bahwa ia adalah
perempuan yang sesungguhnya. Dan ia senantiasa memohon ketetapan hati kepada Allah untuk tetap pada pemahamannya tersebut dan agar tidak mengalami
penyesalan di kemudian hari seperti beberapa teman transeksualnya. “sedari kecil bunda udah nampak keganjilan-keganjilan, seperti waktu
SD, orang lain pakaian cowok, bunda pun juga, tapi bunda lemah gemulai, pakai sapu tangan sampai kadang semua orang ngejek”
P.W1.b.6-15.h.2
Universitas Sumatera Utara
“cenderung ke wanita, waktu SD pun bunda dah berkawan ma anak cewek, ga perna ma cowok”
P.W1.b.462-471.h.16 “bunda merasa diri bunda tu wanita, jadi teman yang bunda cari pun
teman sesama waria juga gitu” P.W1.b.1150-1155.h.39
“bunda kan dah yakin bunda ni perempuan sedari bunda yang mimipi akhil baligh itu”
P.W2.b.426-430.h.15 “yakin kalo sekarang bunda adalah wanita yang 100, soal diterima atau
tidak itu urusanku dengan Tuhan, yang penting bunda solat 5 waktu, dhuha, tahajud kadang kalo terbangun, dan bunda selalu berdoa ya Allah,
terimalah ibadahku, terimalah tobatku, kadang teringat juga kawan bunda yang setelah operasi minta balik kelamin, jadi bunda memohon untuk
diberikan ketetapan hati dan jangan ada penyesalan, jadikanla bunda wanita yang sholehah, itu aja yang bunda minta..”
P.W2.b.661-683.h.23
“cemana ya, semenjak kecil, salahnya potonya udah gak ada pula, yang bunda tahu dan perhatikan ya bunda ga perna merasa sebagai lelaki dari
kecil.. ke sekolah bawa sapu tangan, ya semacam apala yang risma ingat tentang masa kecil risma sebagai anak perempuan..”
P.W3.b.798-810.h.27
2 Realistic Expectation Harapan realistik partisipan untuk saat ini adalah ingin membahagiakan
kedua orangtua dan memiliki salon sendiri. “hanya ingin membahagiakan keluarga, terutama mama.. bantu keluarga
dan sukses dalam bisnis salon..” P.W2.b. 688-693.h.24
“kepinginnya buka salon sendiri, tapi terbentur dana, Cuma yakin ajala selama Allah emang berkehendak pasti ada aja jalannya..”
P.W3.b.1497-1503.h.50 3 Absence of Environmental Obstacle
Universitas Sumatera Utara
Sejauh ini, partisipan tidak pernah merasakan adanya reaksi negatif dari lingkungan sekitar tempat ia tinggal. Ia merasa bahwa lingkungannya sangat
mendukung ia dalam proses penerimaan dirinya. Tidak adanya reaksi negatif dari lingkungan ini juga disebabkan karena partisipan yang senantiasa mampu menjaga
sikap dan perilakunya layaknya seorang wanita yang seutuhnya, tidak seperti kebanyakan transgender lain.
“insyaallah, mulai dari operasi sampai sekarang enggak ada tuh, kan kadang-kadang bunda juga ikut mama solat di masjid, ga pernah keluar
komen yang menyakitkan sama sekali” P.W2.b.714-722.h.24
“kalo ke plaza pun ga perna juga di ejek atau dihina gitu.. karena bunda pun juga ga perna berlenggak-lenggok kaya cacing kepanasan gitu kan..
apalagi kalo pergi juga selalunya sama keluarga, jadinya ya kalo hambatan lingkungan insyaallah sejauh ini ga ada..”
P.W2.b.731-743.h.24 “lingkungan sini pun gak ada masalah, macam bunda bilang dulu kalo
solat ke mesjid pun gak ada gitu yang bisik-bisik apa cemana..” P.W3.b.1017-1022.h.34
“dia bisa bawa dirinya dalam lingkungan dimana dia bekawan, dalam lingkungan semua banyak bisa nerima dia.. dan menganggap dia benar-
benar wanita.. ga ada lagi yang bedakan dia, asalnya dia macemana,sekarang macemana..”
SO.W1.b.256-264.h.10 “syukurnya lingkungan juga enggak pernah mengecilkan dia, saya merasa
lingkungan juga nerima dia kok karena dia kan menunjukkan sifat wanita, jadi uda gada masalah dengan lingkungan rumah kita”
SO.W1.b.666-675.h.23 4 Absence of Severe Emotional Stress
Partisipan tidak pernah merasakan adanya stress berat terkait dengan identitas gendernya setelah menjadi wanita seutuhnya. Adapun stressor yang
dirasakannya selama ini banyak bersumber dari dunia pekerjaan, namun ia belum
Universitas Sumatera Utara
pernah merasakan adanya stress yang berkepanjangan. Kondisi ini dapat mengarahkan pada semakin positifnya ia dalam membentuk evaluasi diri dan
proses ia menerima dirinya. “insyaallah belum, dan jangan sampela dikasi Tuhan sampe begitu, dari
awal berganti identitas sampe sekarang yang dirasakan hanya bahagia, stress pasti pernah tapi bukan yang kesitu ya arahnya, misal kaya
sekarang lagi ga ada kerjaan, itu manusiawilah ya, tiap manusia pasti perna lewati fase begitu, solusinya ingat agama ajalah lagi..”
P.W2.b.749-765.h.26
Bahkan pada saat ini, dimana kondisi ekonominya sedang menurun akibat menganggur, tidak membuat partisipan merasa terbebani, apalagi depresi karena
status penganggurannya. Ia mampu merasakan bahwa setiap masalah yang dihadapinya merupakan suatu bentuk pembelajaran yang dapat menuntunnya
untuk menjadi manusia yang lebih baik. “semuakan pembelajaran, oo ini harus begini, begini, kalo ga bisa terima
itula ada yang sampe bunuh diri, stress, gila.. jangan, karena pasti ada hikmah dari semua yang dikasi Allah.. Allah lebih ngerti apa yang
dikasinya ke kita, dan Dia ga akan mencoba mahluknya diluar kemampuannya..”
P.W3.b.1566-1579.h.53
5 Preponderance of Successes Terkadang partisipan memperhitungkan kembali jumlah keberhasilan yang
telah ia dapatkan di masa lalu. Namun hal tersebut jarang dilakukannya karena ia tidak ingin terperangkap dalam keberhasilannya di masa lalu dan merasa puas
dengan hal tersebut. “bunda perna mikir ih dulu kok kayanya aku jaya kali ampe bisa ambil
rumah, mobil, dan buka salon sendiri.. flashback ke belakang gitu, tapi banyak nasihat dari orang terdekat melarang kita begitu, karena kalo
Universitas Sumatera Utara
diingat terus kita malah ga bisa maju gitukan.. kalo terpikir begitu paling langsung istigfar dan positif thinking aja ajalah..”
P.W2.b.774-790.h.26
6 Good Childhood Training Walaupun ayah partisipan cenderung kasar, tegas, dan keras dalam
mendidiknya, peran ibu yang sangat mendukung, pengertian dan peka atas kebutuhannya, membantu partisipan untuk dapat menerima dirinya. Ibu partisipan
juga merupakan sumber dukungan sosial terbesar yang partisipan miliki. “papa tu yang tidak bisa terima karena dia punya kedudukan, jadi
mungkin malu sama rekan dosen atau rektor unimed, jadi biasala manusia ini kan tidak menyadari keinginan anaknya, lebih mementingkan egonya
sendiri..”
P.W1.b.264-275.h.10 “papa orangnya streng, dari masa kecil, bunda ingat kali tu, kalo ditanya
ke dia mungkin diapun gak mau ngaku lagi, masa kecil kami itu bahagia, penuh dengan kasih sayang, tapi jangan salah, ada juga dukanya, karena
papa ni kalo anaknya salah main cambuk pake tali pinggang.. maksudnya kan itu didikan supaya anak-anak itu takut sama dia, memang berhasil dia
buat kami punya ketakutan sama dia, tapi dia ga bisa mikir kalo psikologis anaknya terganggu, contohnya bunda, masi terngiang sampe sekarang ini,
bahkan kadang bunda ngerasa kasih sayang ke dia bisa jadi ga tulus”
P.W2.b.500-526.h.17 “namanya orangtua ingin yang terbaik untuk anaknya, yang dia tau
anaknya terlahir lelaki ya jadi lelakila yang seutuhnya, tapi kan dia gatau batin ini gimana”
P.W3.b.697-704.h.24 “jadi orang tua perempuan kan lebih pro ke kita, lebih mengerti, orangtua
laki-laki lebih tegas, tapi selalunya bunda dulu dilindungi sama mama” P.W1.b.48-57.h.3
“kalo orangtua perempuan kan lebih mengerti hati dan perasaan kita. Jadi bunda selalunya curhat sama mama”
P.W1.b.275-280.h.10
Universitas Sumatera Utara
“tapi kan walopun papa begitu, syukurnya si mama tetap pro sama bunda..”
P.W1.b.375-378.h.13
7 Stable Self-concept Partisipan merasa bahwa ia dapat menerima dirinya dalam kondisi yang
stabil, karena ia senantiasa memohon kepada Allah untuk diberikan ketetapan hati agar tidak timbul penyesalan atas keputusannya yang telah merubah identitas diri.
“insyaallah nak stabil.. karena bunda selalu memohon ketetapan hati” P.W3.b.1031-1034.h.35
“berdoa dan memohon untuk ditetapkan, apalah daya kita kan semua Dia yang mengatur, ya intinya berdoa, memohon dan memohon”
P.W3.b.1039-1045.h.35
Universitas Sumatera Utara
B. ANALISA SIGNIFICANT OTHER B.1. Identitas Diri Significant Other