nilai berupa sosial-budaya yang ditonjolkan, dan keadaan alam tempat terjadinya cerita tersebut.
B. Analisis Struktural Roman
Pada umumnya untuk memahami ataupun memberikan apresiasi sebuah hasil karya sastra yang berbentuk roman, pembaca pertama kali haruslah
mengetahui unsur-unsur intrinsik yang membentuknya dengan melakukan kajian struktural. Kajian struktural ini menjadi dasar untuk melanjutkan ke analisis
berikutnya. Pendekatan struktural memandang dan menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun mutu karya sastra. Unsur-unsur pembangun karya
sastra meliputi alur, penokohan, latar, dan tema.
1. Alur
Stanton melalui Nurgiyantoro, 2010: 113 menjelaskan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan peristiwa, namun tiap peristiwa yang satu disebabkan
atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain. Alur berperan penting di dalam suatu cerita karena alur merupakan sebuah rangkaian peristiwa yang menekankan pada
adanya hubungan kausalitas atau sebab akibat. Pemahaman mengenai alur akan mempermudah pembaca dalam meresapi cerita yang ditampilkan.
Untuk menentukan sebuah alur pada karya sastra merupakan hal yang tidak mudah karena peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita tidak selalu
mengacu pada pembentukan sebuah alur cerita. Oleh karena itu, pengetahuan akan sekuen atau satuan cerita diperlukan. Sekuen menurut Schmit dan Viala 1982:
63 yaitu “
U
ne séquence est, d’une façon générale, un segment de texte qui forme un tout cohérent autour d’un même centre d’inté
ret
.” “Sekuen secara umum merupakan bagian dari teks yang membentuk sebuah hubungan keterkaitan dalam
satu titik perhatian. ”
Barthes 1981: 19 mengemukakan pendapatnya tentang sekuen. “
Une séquence est une suite logique de noyaux, unis entre eux par une
relation de solidarité : la séquence s’ouvre lorsque l’un de ses termes n’a point d’antécédent solidaire et elle se ferme lorsqu’un autre de ses termes
n’a plus de conséquent.” “Sekuen adalah urutan logis yang dibangun karena adanya hubungan
saling keterkaitan antarunsur pembangun cerita : sekuen terbuka ketika salah satu bagian tidak mempunyai hubungan dan tertutup ketika salah
satu bagian lainnya memiliki hubungan akibat.
”
Untuk membuat sebuah sekuen perlu diperhatikan kriteria-kriteria yaitu 1 sekuen berpusat pada satu titik perhatian fokalisasi dan objek yang diamati
haruslah objek tunggal yang mempunyai kesamaan baik peristiwa, tokoh, gagasan, dan bidang pemikiran yang sama, 2 sekuen harus membentuk satu
koherensi waktu dan ruang Schmitt dan Viala, 1982: 27. Sekuen membentuk relasi atau hubungan tak terpisahkan dalam sebuah bangunan cerita.
“
Une séquence narative correspond à une série de faits représentant une étape dans
l’évolution de l’action.” “Sekuen berasal dari serangkaian peristiwa yang dihadirkan dalam suatu tahapan-tahapan da
lam perkembangan sebuah cerita.” Schmitt dan Viala, 1982: 63.
Berdasarkan hubungan antarsekuen, Barthes 1981: 15 membagi fungsi sekuen ke dalam dua bagian yakni
fonctions cardinales noyaux
atau fungsi utama dan
fonctions catalyses
katalisator. Satuan cerita yang mempunyai fungsi
utama
fonction cardinales
dikaitkan dengan hubungan kausalitas sehingga satuan ini mempunyai peranan penting untuk mengarahkan jalannya cerita.
Sedangkan untuk satuan-satuan cerita yang berfungsi katalisator
fonction catalyses
berfungsi sebagai penghubung antara satuan-satuan cerita sehingga membentuk hubungan kronologi yang merangsang pembentukan sebuah cerita.
Nurgiyantoro 2010: 153 membagi alur didasarkan pada kriteria urutan waktu. Waktu yang dimaksud adalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan. Berdasarkan kriteria ini, alur dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Alur lurus atau progresif.
Alur ini ditandai dengan penyajian cerita yang kronologis atau runtut. Cerita dimulai dari tahap awal penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik diikuti
dengan tahap tengah konflik meningkat, klimaks dan diakhiri oleh tahap yang terakhir penyelesaian.
b. Alur sorot balik atau flashback.
Alur sorot balik regresif menyajikan cerita secara tidak runtut atau tidak kronologis. Cerita dimungkinkan dimulai dari tahap tengah konflik kemudian
akhir penyelesaian baru kemudian awal cerita pengenalan. Pengarang dalam menggunakan teknik ini biasanya menggambarkan tokohnya dalam keadaan
merenung kembali ke masa lalu ataupun melalui sebuah penceritaan yang dilakukan kepada tokoh lain secara lisan atau tulisan.