Perjanjian Jual Beli 1 Pengertian Perjanjian Jual Beli

29 pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan, jadi tidak berada dalam kedudukan yang sama, misalnya perjanjian iaktan dinas. 14. Perjanjian campuran Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsure perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar sewa- menyewa tapi juga menyajikan makanan jual beli juga pelayanan. B. Perjanjian Jual Beli B.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli Istilah perjanjian jual beli berasal dari terjemahan contract of sale. Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457 samapi dengan pasal 1540 KUHPerdata jual beli menurut BW adalah suatu perjanjian timabal balik dalam mana piahk yang satu penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya sipembeli berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Terjadinya perjanjian jual beli dan peralihan hak. Unsur-unsur pakok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Dimana pertama-tama antara penjuan dan pembeli harus ada akata sepakat tentang harga dann benda yang menjadi objek jual beli. Sesuai dengan asas “ konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian BW, perjanjian jual beli itu Universitas Sumatera Utara 30 sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu kedua belah pihak telah setuju dengan barang dan harg, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Sifatnya konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi “jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahakn maupun harganya belum dibayar.” 20 Namun perlu diperhatikan, bahwa dengan persetujuan ini, sipembeli belumlah menjadi pemilik eigenaar, kerena persetujuan ini hanya bersifat obligator. Untuk menjadi pemilik, harus diadakan penyerahan lavering lebih dulu. Penyerahan inilah yang mengakibatkan terjandinya pemindahan kebendaan. Penyerahan ini bergantung pada jenis bendanya, apakah bergerak, tidak bergerak maupun benda tidak bertubuh. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan pasal 1459 KUHPerdata, yakni “hak milik atas barang yang di jual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut pasal 612 21 , 613 22 , dan 616 23 Bagi sipembeli untuk mendapatkan kepastian bahwa ia benar-benar akan menjadi pemilik benda yang bersangkutan maka dapat di berikan semacam uang panjar. Karena dalam pasal 1464 KUHPerdata menegaskan, bahwa dengan panjar ” 20 Prof.RSubekti 1995.Aneka Perjanjian .Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.2 21 Pasal 612 KUHPerdata : penyerahan kebendaan bergerak, terkecualai yang tidak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu atau atas naman pemilikk, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada. 22 Pasal 613 KUHPerdata : penyerahan atas nama piutang-piutang dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau dibawah tangan dengan mana hakl-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. 23 Pasal 616 KUHPerdata :penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tidak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 620 Universitas Sumatera Utara 31 ini, kedua belah pihak tidak dapat membatalkan persetujuan jual beli, baik dengan memberikan uang itu di tangan penjual maupun dengan pengembalian uang itu ketanggan pembeli. Biasanya uang yang diberikan itu diperhitungkan dengan harga pembelian sebelumnya, sehinggan lebih merupakan suatu pemberian perschoot pembayaran. Artinya dari pada penyerahan ini ditegaskan dalam pasam 1475 KUHPredata. 24 Penyerahan adalah pemindahan benda yang dijual kedalam kekuasaan pembeli. Penyerahan ini harus memperhatikan jenis bendanya, apakah benda bergerak atau benda tidak bergerak, karena apabila benda bergerak, penyerahan nyata dan penyerahan juridis adalah satu tindakan, sedangkan untuk benda bergerak, maka perlu diperhatikan pasal 612,613,616 KUHPerdata. Juga disini berlaku ketentuan bahwa jual beli milik orang lain tidak sah. 25 Macam-macam jual beli antara lain: 1. Jual beli dengan percobaan ; diatur dalam pasal 1463 KUHPerdata. Jual beli percobaan berarti pembeli baru akan membeli kepastian jadi tidaknya jual beli, setelah pembeli melakukan percobaan atau mencoba barang yang hendak dibeli 26 2. Jual beli dengan system panjar; diatur dalam pasal 1464 KUHPerdata. Jual beli dengan sistem panjar merupakan suatu jual beli yang dilakukan antara penjual dengan pembeli. Dimana jual beli itu pihak pembelian menyerahkan uang perschootpanjar atas harga barang, sesuai dengan kesepakatan antara dalam jual beli dengan percobaan, dibuat dengan syrat tangguh, dimana jadi atau tidaknya transaksi jual beli berdasarkan hasil percobaan itu 24 Achmad Ichsan.1969.Hukum Perdata IB.jakarta; Pembimbing Masa,Jakarta.hlm 102 25 Ibid 26 M.Yahya Harahap.op.cit.hlm.183 Universitas Sumatera Utara 32 kedua belah pihak. Dalam sistem jual beli ini salah satu pihak tidak dapat meniadakan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjarnya. 3. Jual beli dengan contoh; dalam hal ini barang yang menjadi objek jual beli sebelum dilakukan perjanjian jual beli. Diberikan contohnya terlebih dahulu. Apabila pembeli telah melihat contoh dan sesuai dengan keinginan pembeli, maka perjanjian jual beli pun dapat dilakukan, apabila pembeli merasa sesuai dengan contoh barang yang dimaksud kalau barang yang diserahkan tidak sesuai dengan contoh maka dapat dituntut pembatalan perjanjjian. 4. Jual beli dengan hak membeli kembali; dalam jual beli ini puhak penjual dapat memperjanjikan pada pihak pembeli bahwa barang yang sudah sijualnya dapat dibelinya kembali dari pembeli itu. Waktu yang diperjanjian untuk membeli kembali barang yang sudah dijual itu tidak boleh lebih dari 5 tahun pasal 1519 KUHperdata. Apabila setelah lampau waktu yang diperjanjikan, penjual tidak membeli kembali, maka perjanjian untuk memeli kembali itu gugur. Dalam jual beli dengan hak membeli kembali, apabial objeknya barang bergerak, maka hak untuk membeli kembali itu hanya ada pada penjualanpertama, sedangkan untuk barang tidak bergerak, hak membeli kembali itu tetap ada walaupun barang itu berada pada pihak lain. 5. Jual beli dengan cicilan angsuran; jual beli cicilan secara umum di atur dalam pasal 1576 samapai denga pasal 1576x KUHPerdata balanda, tetapi tidak dimuat dalam KUHPerdata Indonesia. Dalam jual beli dengan cicilan, hak milik atas barang telah berpindah kepada pembeli ketika barang diserahkan Universitas Sumatera Utara 33 walaupun barang belum lunas dibayar, dimana pelunasan barang dilakukan dengan cara mencicil. Begitu pembeli menerima barang, seketika itu juga ia berhak menjual barang itu, walaupun harga belum lunas. Jual beli dengan cicilan ini biasanya mengunakan uang panjar, yang ditentukan oleh penjual. Sisanya dibayar dengan waktu yang telah ditentukan kedua belah pihak. 27 6. Sewa beli disebut juga dengan huurkoop.dalam hal ini pembayaran dilakukan dengan cara berangsuran, namaun demikian sudah ada penyerahan hanya dalam persetujuan ditegaskan bahwa dengan penyerahan ini hak milik belum berpindah. Hak milik baru berpindah setelah harga di bayar lunas. Karena itu sewa beli merupakan suatu pembelian dengan cara Subjek dan objek jual beli Pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek hukum dalam perjanjian jual beli, yaitu bertindak sebagai penjual atau pembeli dengan syarat yang bersangkutan telah dewasa dan atautelah menikah. Namun secara yuridis ada beberapa orang yang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual beli, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut ini 28 a. Jual beli suami istri : Pertimbangan hukum tidak diperkenankan jual beli antara suami istri adalah karena mereka sejak terjadinya perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi percampuran harta, yang disebut harta bersama, kecuali ada perjanjian kawin, namun ketentuan ini ada pengecualiaannya, yakni: 27 Wan Sadjaruddin Baros.loc.cit 28 Salim SH.MS, 2003.HUkum Kontrak TEori dan TeknikPenyusunan KontrakSinar Grafika.Jakarta.hlm 50 Universitas Sumatera Utara 34 1. Jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-bendakepada istri atau kepada suaminya yang oleh pengadilan dipisahkan apa yang menjadi hak suami dan apa yang menjadi hak istri menurut hukum. 2. Jika penyerahan dilakukan seorang suami atau istrinya, juga dari pengembalian benda-bendasi istri yang telah di jual atau uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari persatuan. 3. Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi sejumlah uang yang telah ia janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan. b. Jual beli oleh para Hakim, Jaksa, Advokat, Juru sita dan Notaris, Para pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual beli hanya terbatas pada benda-benda atau barang dalam sengketa. Apabila hal ini tetap dilakukan, maka jual beli ini dapat dibatalkan, serta dibebankan untuk penggantian biaya, rugi dan bunga. c. Pegawai yang memangku jabatan umum yang dimaksud disini adalah membeli untuk kepentingan sendiri terhadap barang yang di lelang. Objek Jual Beli Yang dapat menjadi objek jual beli dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak, baik menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya, sedangkan yang tidak diperkenankan untuk di perjual belikan adalah 29 29 ibid.hlm 51 : Universitas Sumatera Utara 35 a. Benda atau barang orang lain b. Barang yang tidak dperkenankan oleh undan-undang. Seperti;obat terlarang c. Bertentangan dengan ketertiban, dan d. Kesusilaan yang baik B.3. Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Kewajiban Penjual Bagi pihak penjual ada dua kewajiban utama yaitu : a. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan Kewajiban yang menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengelihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan itu dari pihak penjual kepada pembeli. Oleh karena itu KUHPerdata mengenal tiga macam barang, yaitu : barang bergerak, barang tetap dan barang tak bertubuh maka penyerahan hak miliknya juga ada tiga macam yang berlaku untuk masing-masing barang tersebut : a. Penyerahan benda bergerak Penyerahan benda bergerak cukup dengan penyerahan atas barang tersebut, sesuai dengan pasal 612 yang berbunyi sebagai berikut : “penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan nyta akan kebendaan itu oleh atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci dari bangunan dalam mana kebendaan ituberada” Universitas Sumatera Utara 36 b. Penyerahan kebendaan tidak bergerak Bagi kebendaan tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam pasal 506 30 dan pasal 508 KUHPerdata, kecuali mengenai hak ats tanah yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang pokok agrarian, penyerahan hak miliknya dilakukan dengan membuat suatu akta otentik yang bertujuan untuk mengalihkan hak atas tanah tersebut dan selanjutnya mengumumkan dan mendaftarkan sesuai dengan pasal 620 KUHperdata 31 terhadap kebendaan berupa tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, yang di jual bersama-sama dengan tanah tersebut, berlakulah ketentuan yang diatur dalalm UUPA, dimana jual beli dilakukan secara terang dihadapan pejabat pembuat akta tanah, dan tunai, tanpa diperlukan dua peristiwa hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 584 KUHPerdata 32 Dengan demikian jelaslah jika dalam KUHPerdata penyerahan benda tidak bergerak harus dilakukan dengan cara balik nama penyerahan yuridis, namun dengan berlakunya UUPA No.5 Tahun 1960 jo. Peraturan Pemerintahan No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yang mengantikan PP No. 10 Tahun 1961, maka 30 Pasal 506 KUHPerdata : kebendaan tidak bergerak adalah : 1. Perkarangan dan yang di atasnya 2. Penggilingan, kecuali yang termaksud pasal 510 KUHPerdata 3. Pohon-pohon dan tanaman lading 4. Kayu tebangan selama belum di potong 5. Pipa-pipa dan got-got yang diperuntukkan untuk menyalurkan air ke rumah 31 Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi.2003.Seri Hukum Perikatan, JUAL BELI. Hlm 143 32 Ibid.hlm 149 Universitas Sumatera Utara 37 segala hal yang berhubungan dengan jual beli, penyerahan dan pengakutan hak atas tanah serta pendaftarannya diatur didalam dan diselengarakan menurut PP No 24 tahun 1997, sedangkan untuk kapal laut peraturan mengenai hak milik masih diatur dalam Stb.1938-48 c. Penyerahan benda tidak bertubuh Sesuai dengan pasal 613 KUHPerdata penyerahan akan piutang atas nama dan benda tidak bertubuh lainnya dilakukan dengan sebuah akta autentik atauakta dibawah tangan dengan nama hak- hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain Kewajiban pihak pembeli ialah: a. Membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah dibuat b. Memikul biaya yang timbl dalam jual beli, misalnya ongkos antar baiya akta dan sebagainya kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya

b.4 resiko dalam perjanjian jual beli

Dalam perundang-undangan masalah resiko dalam perjanjian jual beli diatur sebagai berikut : a. Benda atau barang yang sudah ditentukan Barang yang sudah ditentukan dijual, maka resiko barang itu saatpembelian menjadi tanggungan si pembeli walaupunbarang itu belum diserahkan pasal 1460 KUHPerdata. Namun, ketentuan ini telah dicabut Universitas Sumatera Utara 38 dengan SEMA No 3 tahun 1963 33 1. Bergantung pada letak dan tempat bendanya itu, dan , sehingga ketentuan ini tidak dapat diterapkan secara tegas, namun penerapannya harus memperhatikan: 2. Bergantung pada yang melakukan kesalahan atas musnahnya barang tersebut 34 b. Benda menurut berat, jumlah, atau ukuran . Barang yang dijual menurut berat, jumlah, atau ukuran tetap menjadi tanggungan si penjual hingga barang itu ditimbang, dihitung, atau diukur. Jadi sejakterjadinya penimbangan, penghitungan dan pengukuran atas barang maka tanggungjawab atas benda tersebut beralih kepada si pembeli pasal 1461 KUHPerdata c. Barang yang di jual secara tumpukan Jika barang yang di jual menurut tumpukan maka sejak terjadinya kesepakatan tentang harga dan barang maka sejak saat itulah barang- barang itu menjadi tanggung jawab si pembeli, walaupun belum ditimbang, dihitung atau di ukur pasal 1462 KUHPerdata Dalam sistem KUHPerdata suatu kontrak hanya bersifat obligator saja, yang berarti bahwa setelah kontrak tersebut dilakukan masih diperlukan tindakan hukum lainnya, yakni penyerahan lavering yang dapat dilakukan setelah kontrak jual beli dilakukan, mestinya resiko baru beralih pada saat seharusnya penyerahan benda tersebut dilakukan, bukan pada saat kontrak jual beli dilakukan. 33 Mahkamah Agung hendak menghindari kesalahan dalam penafsiran atau penerapan pasal 1460 KUHPerdata yang isinya antara lain menganjurkan kepada hakim di pengadilan-pengadilan untyk mengaggap pasal 1460 tersebut tidak berlaku lagi. 34 Salim SG.MS.loc.cit hlm 50 Universitas Sumatera Utara 39 Ketidaktepatan pengaturan resiko dalam pasal 1460 KUHPerdata diatasi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 tahum 1963 35 yang memintakan para ahakim tidak memberlakukan pasal 1460 tersebut 36 Dalam praktiknya, ketentuan umum tentang risiko tidak banyak berperan, karena seperti yang banyak telihat pada prakteknya, masalah risiko telah banyak diatur dalam perjanjian khusus, padahal prinsipnya ketentuan khusus didahulukan terhadap ketentuan umum. Di luar itu, para pihak dalam perjanjian juga bebas untuk mengatur sendiri masalah resiko, menyimpang dari ketentuan undang- undang yang bersifat menambah. Orang boleh memperjanjikan, bahwa kerugian yang timbul sebagai akibat dari kelalaiannya, dan juga kelalaian karyawannya, tidak ditanggung olehnya, tetapi orang tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab kerugian yang muncul dari kesengajaan, janji-janji dimana kreditur membebaskan diri dari kewajiban menanggung risiko sebagai yang ditentukan dalam hukum yang bersifat menambah, dinamakan klausula exonoratie. Klausula exonoratie banyak terdapat pada perjanjian standar yang isinya dibuat oleh salah satu pihak dan pihak lain ada pilihan untuk menerima atau menolak, klausula exonoratie ini juga mengambil bentuk tanpa mengubah prinsip tanggung jawabnya, hanya karena menetapkan maksimum ganti rugi yang akan dipikul apabila terjadi kerugian 37 35 “dengan tidak berlakunya lagi pasal ini pasal 1460, maka harus ditinjau tiap-tiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertanggung jawaban atau risiko atas musnahnya barang yang telah diperjanjikan dijual tetapi belum diserahkan, harus dibagi antara kedua belah pihak, dan kalau iya, ditentukan sampai mana” . 36 J Satrio SH. 1993. Hukum Perikatan Perikatan pada umumnya. Alumni;Bandung. 37 Ibid.hlm.248 Universitas Sumatera Utara 40 Ketentuan pasal 1481 KUHPerdata menentukan bahwa kebendaan yang dijual harus di serahkan, dalam keadaan seperti pada waktu penjualan dilakukan ketentuan tersebut memberikan arti bahwa keadaan kebendaan pada saat penyerahan dilakukan haruslah sesuai dengan saat kebendaan tersebut dijual. Dengan keadaan yang demikian, berarti dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kewajiban penjual untuk memelihara dan merawat kebendaan hingga saat penyerahan. Ini berarti meskipun jual beli telah berlaku secara sahpada saat penjual dan pembeli mencapai kata sepakat mengenai kebendaan yang di jual dan harga pembelian kebendaan, selama kebendaan belum diserahkan, maka segala hasil dan pendapatan yang diperoleh dari kebendaan tersebut masihlah menjadi milik dari penjualdengan demikian tepatlah rumusan pasal 1481 ayat 2 yang menyatakan “sejak waktu itu waktu penyerahan segala hal menjadi kepunyaan pembeli” 38 Berdasarkan pasal 1482 KUHPerdata yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan umum yang diatur dalam pasal 1339 KUHPerdata yang berbunyi : “perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.” Dengan demikian maka jelaslah bahwa jual beli mengenai suatu objekkebendaan tertentu adalah jual beli yang berhubungan dengan manfaat yang akan ditarik dari kebendaan yang dibeli tersebut. Ini berarti secara objektif, jual beli meliputi segala hal yang melekat pada kebendaan tersebut agar kebendaan 38 Gunawan Widjaja.Op,cit.hlm. 150 Universitas Sumatera Utara 41 tersebut dapat digunakan sebagaimana mestinya sesuai peruntukan kebendaan tersebut dan agar pembeli dapat menikmati penggunaan dan pemanfaatannya secara aman dan tentram dari genggaman pihak manapun juga. B.5 Pembatalan Perjanjian Jual Beli Perjanjian jual beli adalah sebuah persetujuan dan oleh karena itu supaya jual beli itu sah, maka harus memenuhi syarat-syarat yang tercantum oleh undang- undang untuk sahnya suatu perjanjian. Jika syarat-syarat itu tidak dipenuhi maka persetujuan jual beli itu dapat batal demi hukum atau batal karena pembatalan atas permohonan salah satu pihak. Batal demi hukum Pembatalan ini mengakibatkan bahwa perjanjian itu dianggap tidak pernah dilakukan Undang-Undang mencantumkan bahwa suatu perbuatan hukum adalah batal demi hukum, apabila perbuatan itu dilakukan dengan cara melanggar ketentuan dalam undang-undang mengenai cara itu sendiri, juga termaksuk apabila mengancam ketertiban umum atau kesusilaan. Batal karena pembatalan Pembatalan ini memiliki akibat hukum setelah orang yang bersangkutan meminta kepada pengadilan supaya persetujuan itu dibatalkan. Undang-undang menentukan bahwa suatu perbuatan hukum dapat dibatalkan, apabila bertujuan untuk melindungi pihak yang dirugikan, seperti dalam hal terjadinya paksaan, penipuan, kekhilafan, dan orang tidak cakap. Pembatalan dalam perjanjian jual beli, umumnya terjadi apabila tidak terpenuhinya kewajiban salah satu pihak. Universitas Sumatera Utara 42

BAB III KETENTUAN UMUM RESIKO

A. PENGERTIAN RISIKO

Hidupnya manusia dalam memenuhi kebutuhannya banyak menanggung risiko untuk kelangsungan hidupnya. Memeras keringat, membanting tulang dan kadang kala harus mempertaruhkan nyawanya, demikianlah ditakdirkan oleh Tuhan kepada manusia semenjak Adam dan Eva berbuat dosa. Kata-kata risiko ini dalam hidup manusia bermasyarakat, apalagi zaman sekarang ini boleh dikatakan sudah berurat berakar dan oleh setiap orang selalu mengkaitkan dengan hal yang tidak enak. Dalam penulisan skripsi ini kata “risiko” kami kaitkan dengan risiko dalam perjanjian menurut ilmu hukum. Untuk itu apakah yang dinamakan dengan risiko dalam Hukum Perjanjian ? Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak. 39 Misalnya, barang yang diperjual-belikan, musnah diperjalanan karena kapal laut yang mengangkutnya karam di tengah laut akibat serangan badai. Atau sebuah rumah yang sedang dipersewakan terbakar habis karena “kortsluiting” aliran listrik. Siapakah yang menurut hukum harus menanggung kerugian-kerugian tersebut. Inilah persoalan yang dengan satu istilah hukum disebut persoalan “risiko”. Pihak yang menderita karena barang yang menjadi objek perjanjian 39 Op. Cit. hal 36. Universitas Sumatera Utara