hubungan jangka panjang ekuilibrium. Suatu set variabel dapat terdeviasi dari pola ekuilibrium namun demikian diharapkan terdapat
suatu mekanisme jangka panjang yang mengembalikan variabel-variabel dimaksud pada pola hubungan ekuilibrium. Jika suatu kelompok variabel
yang seluruhnya adalah Id diduga memiliki kointegrasi dengan bentuk linier tertentu, maka pengujian dilakukan dengan melihat apakah
kombinasi linier yang dimaksud adalah Id-b Doddy Ariefianto: 2012. Untuk mendeteksi adanya kointegrasi, dilakukan pengujian
Augmented Dickey-Fuller ADF pada residual series µ hasil regresi
antarvariabel. Jika nilai statistik uji ADF lebih besar dari nilai kritis, maka hipotesis nol nonstasioner ditolak, yang berarti bahwa terdapat
kointegrasi yang menjadi syarat ECM.
5. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi yang digunakan benar-benar menunjukkan hubungan yang
signifikan. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Model regresi
yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal apabila sebagian besar
nilai residual mendekati nilai rata-ratanya. Nilai residual yang berdistribusi normal dapat diketahui dari bentuk kurva yang
membentuk gambar lonceng bell-shaped curve yang kedua sisinya melebar sampai tak terhingga Suliyanto: 2011. Selain menggunakan
grafik, normalitas juga dapat diuji dengan beberapa metode salah satunya dengan Jarque-Bera JB Test. Uji JB merupakan uji
normalitas dengan berdasarkan pada koefisien keruncingan kurtosis dan koefisien kemiringan skewness. Uji ini dilakukan dengan
membandingkan statistik Jarque-Bera JB dengan nilai X
2
tabel. Jika nilai JB 2 pada tabel dan probality 0,05 maka data dinyatakan
berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas yang
terdapat pada model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Pindyk dan Rubinfeld dalam
Sidik dan Saludin 2009 mengemukakan bahwa dalam model terdeteksi adanya multikolinearitas apabila korelasi antara dua
variabel bebas lebih tinggi dibandingkan korelasi salah satu atau kedua variabel bebas tersebut dengan variabel terikat. Deteksi
multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi berpasangan diantara dua regresor. Koefisien korelasi dengan
nilai kurang dari 0,8 menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Gejala heterokesdastis akan muncul apabila
variabel pengganggu memiliki varian yang berbeda dari satu observasi ke observasi lain. Adanya heteroskedastis menyebabkan estimasi koefisien-
koefisien regresi menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi gejala heteroskedastis dalam persamaan regresi digunakan dengan melihat
residual plot persamaan regresi. Dengan kriteria lain heteroskedeastis terjadi apabila koefisien regresi suatu variabel bebas secara signifikan
berbeda dengan nol.
. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari gejala heteroskedastisitas. Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan Uji White Heteroscedasticity. Jika nilai probabilitas ObsR- squared
lebih besar dari 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Menurut Hanke dan Reitsch dalam Sidik dan Saludin 2009, autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual tidak
bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Autokorelasi dapat