Tujuan Hukum Permintaan Peninjauan Kembali Tidak Menangguhkan

44 Dalam paham negara hukum yang demikian, harus diadakan jaminan bahwa hukum dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat democratische rechtstaat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan, dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka machtsstaat. Prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam konstitusi. Karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat yang dilakukan menurut konstitusi constitutional democratie yang di imbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis democratische rechtstaat 18 .

2. Tujuan Hukum

Pemikir Yunani pertama kali berbicara masalah tujuan hukum adalah Aristoteles. Aristoteles menyadari bahwa dalam pelaksanaan hukum bukan tidak mungkin untuk kasus-kasus konkret akan terjadi kesulitan akibat penerapan hukum yang kaku. Untuk mengatasi masalah 18 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, h. 70. 45 tersebut, Aristoteles mengusulkan adanya equity. Aristoteles mendefinisikan equity sebagai koreksi terhadap hukum terjadi kasus yang mengharuskan hakim berani mengabaikan isi Undang-Undang dan memutus kasus dengan bertindak seakan-akan pembuat Undang-Undang yang seharusnya dapat menduga bahwa kasus semacam itu mungkin terjadi 19 . Apa yang dikemukakan oleh Aristoteles tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum menurut Aristoteles adalah untuk mencapai kehidupan yang baik. Akan tetapi, manakala hukum terlalu kaku, maka dilakukan pelunakan yang di sebut equity. Tujuan hukum yang utama ada tiga, yaitu keadilan untuk keseimbangan, kepastian untuk ketetapan dan kemanfaatan untuk kebahagiaan. 20 Pendapat Aristoteles mengenai kekakuan hukum menjadi solusi untuk penerapan hukum yang adil sehingga dalam hukum administrasi negara dikenal adanya Freies Ermessen 21 atau discretionary power, yaitu suatu tindakan yang dilakukan tanpa landasan tertulis tetapi karena tujuanya untuk nilai yang lebih tinggi harus dilakukan, bahkan terkadang tindakan itu merugikan kepentingan beberapa orang guna menyelamatkan kepentingan banyak orang 22 . 19 Ibid., 20 Pendapat G. Radbruch, Einfuhrung indie Rechtswissenchaft, Stuttgart 1961 dalam buku Muhamad Erwin. Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum. Jakarta., Rajawali Pers., 2012., hlm 123. 21 Ada juga yang menyebutkan Freies Ermessen dengan istilah diskersi. Untuk penulisan ini, penulis akan menggunakan dengan istilah Diskersi. 22 Ibid., 46 Pendapat-pendapat yang dijelaskan diatas dengan mengaitkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34PUU-XI2013 Tentang peninjauan kembali lebih dari satu kali yang membatalkan Pasal 268 ayat 3, menggambarkan bahwa lembaga legislatif saat ini tidak secara cepat mengantisipasi permasalahan hukum yang terjadi saat ini dan berkembang sangat pesat sesuai dengan perkembangan masyarakat, salah satunya di pengaruhi oleh perkembangan globalisasi ditambah lagi lambatnya rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang masih belum selasai. Hal ini menggambarkan lemahnya lembaga legislatif untuk mengantisipasi sekaligus menjawab permasalahan hukum dalam hal peninjauan kembali, maka dari itu putusan Mahkamah Konstitusi yang sekaligus membatalkan Pasal 268 ayat 3 adalah putusan yang berdasarkan rasa keadilan demi menjawab permasalahan hukum saat ini. Perbincangan mengenai tujuan hukum merupakan karakteristik aliran hukum alam yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat transenden dan metafisis disamping dengan hal-hal yang membumi 23 . Dalam teori hukum alam dianggap sebagai nilai yang universal dan selalu hidup disetiap individu, masyarakat maupun negara. Hal ini disebabkan karena hukum niscaya harus tunduk pada batasan-batasan moral yang menjadi pedoman bagi hukum itu sendiri. Diatas sistem hukum positif, ada subuah sistem hukum yang lebih tinggi Lex divina 24 , bersifat Ketuhanaan yang berdasarkan atas akal 23 Peter.Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. Kencana Pernada Media Group., 2008. H. 97 24 Lex divina yang dimaksud adalah aturan-aturan yang diturunkan oleh Yang Maha Kuasa contohnya kitab-kitab suci. 47 budi atau hukum alam itu sendiri, jadi hukum alam lebih superior dari hukum negara 25 . Kekuatan utama dari paradigma ini tidak hanya bertumpu pada nilai moralitas semata, namun juga berorientasi pada pencapaiaan nilai-nilai keadilan bagi masyarakat. Para pemikir paradigma hukum alam, berkeyakinan bahwa keadilan merupakan sebuah nilai esensial essential value dari hukum, bahkan sering keduanya diidentikan sebagai sebuah nilai yang tunggal dan menyatu. Hukum memiliki banyak tujuan dalam dirinya, karena hukum tidak hanya berfungsi sebagai sebuah alat untuk menegakan keadilan As a tool, namun juga berfungsi sebagai cermin rasa keadilan dan kedaulatan rakyat dalam suatu negara 26 . Pendapat lain tentang hukum dari sudut pandang ilmu sosial, menurut Lawrence Friedman, keadilan diartikan sebagaimana hukum memperlakukan masyarakat dan bagaimana hukum mendistribusikan keuntungan dan biaya 27 . Selanjutnya Friedman, menyatakan bahwa setiap fungsi hukum baik secara umum atau spesifik bersifat alokatif 28 . Menurut Lawrence Friedman, hukum merupakan suatu produk tuntutan sosial. Dikemukakan olehnya bahwa individu atau kelompok yang mempunyai kepentingan tidaklah serta merta berpaling kepada pranata hukum untuk mendesakkan tuntutan mereka. Sebaliknya mereka merumuskan kepentingan mereka dalam bentuk tuntutan datang dari 25 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barakatullah. Filsafat, Teori Ilmu Hukum Pemikiran Menuju Masyarakat Yang Berkeadilan dan Bermartabat. Ed., Cet.1,.: Rajawali Pers 2012. Jakarta.h. 90. 26 Moh. Mahmud MD, Op. Cit., hlm. 91. 27 ibid 28 ibid 48 suatu keyakinan atau keinginan mengenai suatu yang harus terjadi untuk mewujudkan kepentingan itu. Tuntutan-tuntutan semacam itulah yang menentukan isi hukum 29 . Banyak literatur dikemukan bahwa tujuan hukum atau cita-cita hukum tidak lain adalah keadilan. Gustav Radburch menyatakan bahwa cita-cita hukum tidak lain dari pada keadilan. Selanjutnya ia menyatakan: “Est autem jus a justitia, sicut a matre sua ergo prius fuit justitia quam jus” Hak untuk keadilan, hak keadilan, yang ia pertama-tama, kemudian, seolah-olah dari ibunya. Menurut Ulpianus : Justitia est perpetua et constans voluntas jus suum cuique tribuendy Keadilan adalah suatu keinginan yang terus-menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya 30 . Esensi keadilan, dengan demikian berpangkal pada moral manusia yang telah mewujudkan rasa cinta kasih dan sikap kebersamaan 31 . Selain itu juga pandangan mengenai tujuan hukum yang disampaikan oleh Prof. Subekti, dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pengadilan, mengemukakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya adalah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyat-nya. Pengabdian tersebut dilakukan dengan cara menyelenggarakan keadilan dan ketertiban. Keadilan ini digambarkan 29 ibid 30 ibid 31 Thomas Aquinas adalah orang yang pertama kali mengemukakan moral sebagai dasar aturan hukum, yang mengikuti pandangan Aristoteles tentang tujuan hukum. 49 sebagai suatu keseimbangan yang membawa kententraman di dalam hati orang apabila melanggar menimbulkan kegelisahan dan guncangan. Kaidah ini menurut keadaan yang sama dan setiap orang menerima bagian yang sama pula. Menurut Prof. Subekti, keadilan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dan setiap orang diberi kemampuan dan kecakapan untuk meraba dan merasakan keadaan adil itu. Segala apa yang ada didunia ini sudah semestinya menimbulkan dasar-dasar keadilan pada manusia. Dengan demikian hukum tidak hanya mencarikan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, tetapi untuk mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan ketertiban atau kepastian hukum. Kesimpulan tujuan hukum dari pendapat-pendapat yang sudah disampaikan di atas maka penulis meminjam pendapat ahli hukum Belanda Prof Taverne bahwa hanya pada tangan hakim, jaksa, dan polisi yang baik, maka hukum yang buruk sekalipun, kita dapat mempersembahkan hukum yang baik dan adil bagi rakyat. Dalam konteks Indonesia, pendapat yang sama juga di sampaikan oleh Prof Satjipto Rahardjo bahwa keberanian, kepeloporan, komitmen moral, dan bertindak kreatif dari aparat hukum itu sangat di perlukan demi tercapainya tujuan hukum yang baik demi tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang menjadi landasan filosofis tentang putusan Mahkamah Konstitusi No. 34PUU-XI2013 tentang peninjauan 50 kembali lebih dari satu kali yaitu demi tercapainya tujuan hukum yang dapat melahirkan rasa keadilan bagi semua masyarakat Indonesia.

a. Penerapan Diskresi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

Dokumen yang terkait

Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana (Perspektif Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung dan Sistem Hukum Islam)

0 12 0

SKRIPSI PENGARUH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUUXI/ 2013 TENTANG PENINJAUAN KEMBALI YANG DAPAT DILAKUKAN LEBIH DARI SATU KALI TERHADAP VONIS PIDANA MATI.

0 2 11

PENDAHULUAN PENGARUH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUUXI/ 2013 TENTANG PENINJAUAN KEMBALI YANG DAPAT DILAKUKAN LEBIH DARI SATU KALI TERHADAP VONIS PIDANA MATI.

0 2 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No.34/PUU-XI/2013 tentang Peninjauan Kembali Lebih dari Satu Kali T1 312011018 BAB I

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No.34/PUU-XI/2013 tentang Peninjauan Kembali Lebih dari Satu Kali

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Inkonsistensi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: studi terhadap putusan-putusan Mahkamah Konstitusi T1 312012002 BAB I

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Inkonsistensi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: studi terhadap putusan-putusan Mahkamah Konstitusi T1 312012002 BAB II

0 6 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Inkonsistensi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: studi terhadap putusan-putusan Mahkamah Konstitusi T1 312012002 BAB IV

0 0 4

UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 34/PUU-XI/2013 DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM.

0 2 100

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NO, 34/PUU-XI/ 2013 TENTANG KEBOLEHAN PENINJAUAN KEMBALI (PK) PERSPEKTIF SIYASAH DUSTURIYAH - Raden Intan Repository

0 0 63