IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2009
commit to user
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2009
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
EKA APRILIAWATI NIM. E1107021
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(2)
commit to user
ii
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2009
Oleh
EKA APRILIAWATI NIM. E1107021
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 21 Maret 2011 Dosen Pembimbing
Waluyo, S.H., M.Si. NIP. 196808131994031001
(3)
commit to user
iii
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2009 Oleh
EKA APRILIAWATI NIM. E1107021
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari :
Tanggal :
DEWAN PENGUJI:
1. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi H, S. H., M.M :...
Ketua
2. Wida Astuti, S.H :………
Sekretaris
3. Waluyo, S.H., M.Si. :...
Anggota
Mengetahui Dekan,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. NIP. 196109301986011001
(4)
commit to user
iv
Nama : Eka Apriliawati
NIM : E1107021
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2009 adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 31 Maret 2011 yang membuat pernyataan
Eka Apriliawati NIM. E1107021
(5)
commit to user
v
EKA APRILIAWATI. E1107021. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2009. Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2011
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Klaten tahun 2009 yaitu implementasi kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009, permasalahan apa yang muncul dalam implementasi kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009 dan strategi dan kebijakan apa sajakah yang ditempuh pemerintahan daerah untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam implementasi kebijakan desentralisasi fiskal Kabupaten Klaten tahun 2009.
Penulisan hukum ini termasuk dalam penulisan hukum hukum sosiologis atau empiris dengan metode kualitatuf. Data yang diperoleh adalah wawancara, studi pustaka, informasi dari Pemerintahan Daerah Kabupaten Klaten di kantor DPPKAD (Dinas Penglolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah) bidang belanja, bidang PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan bidang hukum dalam lingkup Pemerintahan Kabupaten Klaten dan dianalisa sesuai dengan informasi dan teori-teori yang dipilih. Data ini meliputi data iktisar pencapaian kinerja keuanggan tahun anggaran 2009, plafon plafon anggaran sementara berdasarkan urusan pemerintahan dan program-program preoritas pembangunana Daerah Kabupaten Klaten tahun 2009
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat perbedaan antara besarnya APBD tahun 2009 yang dianggarkan dengan besarnya APBD tahun 2009 pada realisasinya, Penyebab perbedaan APBD antara yang dianggarkan dengan realisasinya dikarenakan bebera faktor dan Pemerintah Derah kabupaten Klaten telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan penyebab tidak sesuainya ABBD yang dianggarkan dengan APBD pada realisasinya.
Pembahasan dalam penelitian ini dibahas mengenai data meliputi data APBD (Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Klaten tahun 2009 tentang iktisar pencapaian kinerja keuanggan tahun anggaran 2009, plafon anggaran sementara berdasarkan urusan pemerintahan dan program-program preoritas pembangunana Daerah Kabupaten Klaten tahun 2009, apa penyebab terjadinya perbedaan pada APBD yang dianggarkan dengan realisasinya dan bagai mana cara Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten mengatasi permasalahan perbedaan antara APBD yang dianggarkan dengan Realisasinya.
Kata Kunci: kebijakan Desentralisasi fiskal, pengelolan keuangan daerah Kabupaten Klaten, APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
(6)
commit to user
vi
Eka Apriliawati. E1107021. The implementation of fiscal decentralization policy about the local financial management of Klaten Regency of 2009. Thesis. Law Faculty of Sebelas Maret University. 2011.
This research aims to find out the implementation of financial management of Klaten Regency Local Government of 2009 namely the implementation of fiscal decentralization on the local financial management of Klaten Regency of 2009, the problems emerging in the implementation of fiscal decentralization on the local financial management of Klaten Regency of 2009 and the strategy and policy taken by the Local Government to cope with the problems occurring in the implementation of fiscal decentralization on the local financial management of Klaten Regency of 2009.
This study belongs to a sociological or empirical law research using qualitative method. The data obtained was interview, library study, information from Klaten Regency Local Government in expense division, cash and accounting division and PAD (Local Original Income) division and law division of DPPKAD (Local Income, Financial and Asset Management Service) in the Klaten Regency Government scope and analyzed according to the information and selected theory. This data included the data on overview of financial performance gain in 2009 fiscal year, temporarily budget limit based on the public affairs and local development priority programs of Klaten Regency of 2009.
Considering the result of research, it can be found that there is a difference between the size of 2009 APBD proposed and that of 2009 APBD realized. It is because of many factors and the Klaten Regency Local Government had conducted a variety of attempts to cope with the problems causing discrepancy between the proposed APBD and the realized APBD.
The discussion of research addresses the data including data on APBD (Local Income and Expense Budget) of Klaten Regency of 2009 about the overview of financial performance gain in 2009, temporarily budget limit based on the public affairs and local development priority programs of Klaten Regency of 2009, the cause of such discrepancy and how to cope with those problems.
Keywords: fiscal, decentralization, policy, local financial management of Klaten Regency, LIED (Local Income and Expense Budget)
(7)
commit to user
vii
Sesungguhnya ALLAH SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila mereka sendiri tidak merubahnya
(QS. AR-Ro’ad :11)
Orang yang mampu melihat humor dalam setiap keadaan, akan menjadi pribadi yang damai dan tetap berharapan baik mengenai kemungkinan masa depannya
(Mario Teguh)
Keyakinan adalah intuisi yang menggairahkan (William Wordsworth)
Jika fakta tidak sesuai dengan teori maka, rubahlah faktanya (Albert Einsten)
Persembahan
Dengan segala kerendahan dan kebanggaan hati, kupersembahkan skripsi ini kepada:
· ALLAH SWT, yang mengatur serta pemilik skenario hidupku, tempatku
mengadu dan meminta.
· Kedua orang tuaku yang sangat kusayangi.
· Para pembimbing skripsiku yang telah membimbing dan memberi data.
· Kekasih hatiku yang kucintai dan selalu memberi dukungan.
· Sahabat serta Almamaterku.
(8)
commit to user
viii
Segala puji syukur dan sembah sujud penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, pemilik segala Dzat dan penentu atas segala hal. Atas ridhoNYA, akhirnya penulis berhasil menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) ini dengan lancar. Tidak lupa, shalawat serta salam kepada Baginda Rasul, Muhammad SAW.
Penyusunan penulisan hukum skripsi ini mempunyai tujuan yang utama untuk melengkapi salah satu syarat dalam mencapai derajat sarjana (S1) dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini tidak luput dari kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisanya, namun penulis berharap bahwa penulisan hukum ini mampu memberikan manfaat baik bagi penulis maupun bagi pembacanya.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, Sp.Kj., selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Waluyo, S.H., M.Si., selaku pembimbing penulisan skripsi yang telah
bersedia menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis.
4. Bapak AR. Inarsoyo (Kepala Bidang Belanja Daerah), Bapak Drs. Andriyanto Har
(Kepala Bidang Pendapatan Asli Daerah), Ibu Wahyu Lestari Nurwaruju , S.Ip, M.Si (Kepala Seksi Retribusi Daerah dan Penerimaan Lain-Lain) dan Bapak Agus R, MM (Kepala Bidang Kas dan Akuntansi) selaku interviee yang telah bersedia menyediakan waktu dan pikirannya untuk diwawancarai, memberikan bimbingan, arahan, dan data bagi penulis.
5. Seluruh dosen dan staff di fakultas hukum UNS yang telah ikut berkontribusi
dalam pencapaian gelar sarjana penulis.
6. Ibu Diana Tantri Cahyaningsih, SH, selaku pembimbing akademik penulis.
7. Seluruh pimpinan dan staff Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten yang telah
memberikan ijin penelitian kepada penulis dan yang telah banyak memberikan data untuk terwujudnya skripsi ini.
(9)
commit to user
ix
henti juga salah satu motivatorku untuk masuk Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9. Yunik Dwi Hastutik dan Fajar Tri Nugraha selaku adik-adikku yang ku sayangi
dan telah memberikan dukungan dalam skripsi ini.
10.Keluarga Bapak Sukino Djunaedi dan Ibu Siti Rukayah selaku keluargaku
terimaksih atas nasehat, dorongan dan doanya.
11.Fauzi Hasthi Tarekat selaku kekasihku yang selalu memberikan perhatian padaku
dan menjadi motivatorku.
12.Seluruh keluarga besarku beserta saudara-saudaraku yang selalu memberikan
semangat padaku untuk cepat lulus.
13.Sahabatku: Riski, Wiwik, Aripin, Angga, Arif, Rika, Rani, Ani, Sudarni, Dita,
Tanggeng dan Mas Nasrul. Teman-teman kost Andri 1 : Pipit, ayu bebek, Nanti, Rinda, Andin, Ila, Ipunk, Dila dan Mbak Diah, Mbak Tia. Teman-teman fakultas hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta terimakasih untuk kebersamaannya selama ini.
14.Seluruh mahasiswa fakultas hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kita
Katakan Dengan Bangga: ”Viva Justisia!”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu dengan lapang dada penulis ingin mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini
Surakarta, Maret 2010
(10)
commit to user
x
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 15
1. Tinjauan Tentang Desentralisasi ... 15
2. Tinjauan Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ... 19
3. Tinjauan Tentang Kabupaten Klaten ... 22
B. Kerangka Pemikiran ... 28
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Klaten Tahun 2009………. . 32
B. Permasalahan Yang Muncul Dalam Implementasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Klaten Tahun 2009 ... 66
(11)
commit to user
xi
Dalam Implementasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal
Kabupaten Klaten Tahun 2009 ... 75
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
(12)
commit to user
xii
~> Bagan Metode Analisis Interaktif ... 12
~> Bagan Kerangka pemikiran ... 31
~> Skema Proses Penyusunan APBD ... 33
~> Sekema proses penetapan APBD………... .... 36
~> Tabel Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten Tahun 2009 ... 38
~> Table Plafon Anggaran Sementara Berdasarkan Urusan Pemerintahan……….. .... 49
(13)
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, produktif, dan akuntabel melalui upaya-upaya koordinasi, pembinaan, pengawasan, dan kerjasama antar tingkat pemerintahan dan antara pemerintah daerah. Selain itu undang-undang ini juga mendefinisikan otonomi daerah sebagai hak, kewenangan, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proposional. Artinya pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian dan pemanfaatan dari sumberdaya nasional yang berkeadilan serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah.
Dalam hal pengambilan kebijakan-kebijakan terutama mengenai kebijakan desentralisasi fiskal pemerintah daerah haruslah menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. Agar kebijakan-kebijakan tersebut tidak merugikan penduduk. Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu daerah melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Dalam kebijakan fiskal daerah yang dibuat pemerintah daerah untuk mengarahkan keadaan suatu daerah melaluai pengeluaran dan pendapatan, yang mana hal ini tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektifitas pemerintah daerah. Pengembangan kapabilitas diartikan sebagai upaya untuk memperbaiki
(14)
commit to user
kemampuan pemerintah daerah menjalankan fungsi dan perannya secara efisisen, sedangkan peningkatan efektifitas diartikan sebagai upaya untuk menyelaraskan kapabilitasnya dengan tuntutan dan kebutuhan publik. Dalam kaitan ini anggaran daerah harus mampu secara optimal difungsikan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan
pengeluaran, membantu mengambil keputusan dan perencanaan
pembangunan, otoritas peneluaran dimasa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotifasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja (Jones & Pendlebury, 1996; Mardiason:2002; 177).
Salah satu fungsi angaran adalah sebagai alat untuk mengukur efisiensi dan efektivitas suatu pemerintah daerah yang menunjukkan hubungan input dan atau output. Input dalam angaran dinyatakan dalam bentuk pengeluaran dan belanja untuk menunjukan batas maksimum jumlah uang yang diperkenenkan untuk dikeluarkan pada setiap tingkat kegiatan yang akan dilaksanakan. Output dinyatakan dalam bentuk penerimaan atau pendapatan yang menunjukan jumlah uang yang akan diperoleh dari estimasi hasil minimal yang secara rasional dapat dicapai. Pengendalian atas hal ini dilakukan dengan cara membandingkan antara angaran dengaran realisasinya. Dalam pengeluaran daerah, pengendalian dimaksudkan untuk memastikan jumlah relisasinya peneluaran atau belanja tidak melebihi dari jumlah yang diangarakan serta untuk mengetahui tingkat kegiatan pencatatan realisasi pendapatan dan belanja yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dengan angaran dalam aktivitas pengendalian.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah telah menetapkan landasan yang jelas dalam penataan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah, antara lain berisi mengenai :
1. Prinsip kebijakan perimbangan keuangan;
2. Dasar pendanaan pemerintah daerah;
3. Sumber penerimaan daerah;
4. Pendapatan asli daerah;
5. Dana perimbangan;
(15)
commit to user
7. Dana alokasi khusus;
8. Lain-lain pendapatan;
9. Pinjaman daerah;
10.Pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi;
11.Pertanggungjawaban; dan
12.Pengawasan dan pemeriksaan.
Terkait dengan pengelolaan keuangan daerah Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dalam hal ini pemerintah daerah meliputi berbagai fungsi seperti meliputi fungsi perencanaan umum, fungsi penyusunan anggaran, fungsi pemungutan pendapatan, fungsi perbendaharaan umum daerah, fungsi penggunaan angaran serta fungsi pengawasan dan pertanggung jawaban.
Dalam melaksanakan kewenangannya sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan maka seorang kepala daerah akan sangat terbebani dalam menetukan segala hal yang terkait mengenai keuangan daerah, oleh karenanya pemeritah daerah haruslah berpedoman pada peraturan-peraturan yang ada. Untuk melaksanakan segala peraturan yang dibuat maka dibutuhkan suatu pola manajemen yang berkualitas dari seorang kepala daerah sehingga pada akhirnya mampu mencapai tujuan dari pengelolanan keuangan darah. Menuju kearah tercapainya tujuan dari sistem pengelolaan keuangan daerah yang bagus bukan lah hal yang mudah karena terkait dengan tugas keseharian dari pemerintahan daerah. Kepala daerah dalam hal ini menduduki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan di daerah. Dalam Negara berkembang terdapat tipologi etika pembangunan sebagai mana disampaikan oleh Wahyu Kumortomo.
Di negara-negara berkembang, tugas utama birokrasi lebih dititik beratkan untuk memperlancar proses pembangunan. Itu lah sebabnya banyak penulis menganalisis administrasi negara-negara berkembang menggunakan istilah
(16)
commit to user
birokrasi pembangunan. Definisi yang sederhana mengatakan bahwa pembangunaan adalah proses perubahan dari suatu keadaan tertentu kearah keadaan yang lebih baik. Dalam tugas-tugas pembangunan, aparat administrasi diharapkan memiliki komitmen terhadap tinjauan-tinjauan pembangunaan, baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam pelaksanaannya secara efektif dan efisien. Dia harus berorientasi kepada kegiatan (bukan hanya terpaku pada aturan-aturan legalistik), maupun memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan serta mampu merumuskan kebijakan-kebijakan tertentu kearah kemajuan. Sinkatnya dia harus mampu
menjadi agen-agen perubahan (change agent). Wajarlah apabila para
administrator pembangunaan diberi hak-hak untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang diperlukan berdasarkan pertimbangan rasional dan pengalaman yang dimilikinya. Keleluasaan untuk mengambil kebijakan
administratif (administrative discretion) ini diberikan supaya pemerintah
dapat berjalan secara efektif dan proyek-proyek pembangunan yang kerapkali membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat itu dapat terlaksana dengan lancar. (Wahyudi Kumorotomo, 1992:89)
Peningkatan daya kritis masyarakat terhadap kontrol kebijakan dalam hal desentralisasi fiskal mengeniai pengelolaan keuangan daerah menjadikan peran kepala daerah menjadi meteri pokok sistem evaluasi kinerja aparatur pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Dalam sistem pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daearh, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah telah membawa konsekuensi harus dilaksanakannya pengelolaan keuangan daerah yang efektif dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku.
Partisipasi masyarakat dalam proses siklus anggaran (meliputi tahap penyusunaan anggaran, tahap pengawasan pelaksanaan angaran serta tahab pertanggung jawaban angaran), akan sangat menentukan keberhasilan pemerintah daerah dalam mendukung angaran daerah sebagai instrument manajemen ini. Keterlibatan masyarakat dalam seluruh siklus angaran diharapkan akan mampu mengatasi berbagai permasalahan angaran, seperti kebocoran dan pemborosan
(17)
commit to user
atau penyimpangan pengalokasian angaran yang cenderung lebih berorientasi pada kepentingan birokrasi dan bukan kepentingan masyarakat.
Pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal dalam pengelolaan keuangan daerah sering sekali mengalami kesulitan-kesulitan atau permasalahan-permasalahan di dalam prakteknya. Hai ini mendorong pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan kebijakan yang dikeluarkannya, yang mana kebijakan tersebut harus sesuai dengan perundang-undangan dan kebijakan tersebut harus berpihak pada rakyat. Selain itu tanggungjawab pemerintah sangat diperlukan dalam pelaksana kebijakan desentralisasi fiskal dalam pengelolaan keungan daerah.
Dengan memperhatikan unsur tanggung jawab keterbukan informasi maka selayaknya pemerintah daerah memberikan tempat yang seluas-luasnya bagi keinginan masyarakat dalam hal transparasi demi terselenggaranya suatu tata kelola pemerintahan daerah yang baik. Serta dengan melakukan pertimbangan dan pemikiran yang matang agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dapat terlaksanakan sesuai tujuan pemerintah daerah.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul, ”IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
DESENTRALISASI FISKAL MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2009”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah implementasi kebijakan desentralisasi fiskal terhadap
pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009?
2. Permasalahan apa yang muncul dalam implementasi kebijakan desentralisasi
(18)
commit to user
3. Strategi dan kebijakan apa sajakah yang ditempuh pemerintahan daerah untuk
mengatasi permasalahan yang muncul dalam implementasi kebijakan desentralisasi fiskal Kabupaten Klaten tahun 2009?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan agar dengan tujuan dapat memberikan suatu manfaat ini dapat menemukan intisari hukum dari gejala-gejala hukum yang terkandung dari materi atau obyek yang diteliti melalui suatu kegiatan ilmiah.
Kegiatan ilmiah tersebut dilakukan berdasarkan pada metode-metode, sistimatika dan pemikiran tertentu yang pada akhirnya dapat di tarik kesimpulan mengenai gejala-gejala hukum tersebut dengan cara menganalisa secara seksama.
Pemeriksaan terhadap fakta hukum juga dilakukan untuk kemudian diusahakan mengenai suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam gejala yang bersangkutan dan juga harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan adanya tujuan tersebut dapat dicapai solusi atas masalah yang dihadapi saat ini. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut;
1.Tujuan Obyektif
a. Mengetahui pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal terhadap
pengelolaan keuangan Kabupaten Klaten tahun 2009.
b. Mengetahui Permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan
desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009.
c. Mengetahui Strategi dan kebijakan yang ditempuh pemerintahan daerah
untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal Kabupaten Klaten tahun 2009.
(19)
commit to user
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh data sebagai bahan utama dalam penyusunan penulisan
hukum guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah wawasan tentang pelaksanaan kebijakan desentralisasi
fiskal di Kabupaten Klaten tahun 2009.
c. Untuk meningkatkan serta mendalami materi kuliah yang diperoleh di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi
pengembang ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu hukum pada khususnya terutama Hukum Administrasi Negara dan Hukum Keuangan Daerah tentang kebijakan desentralisasi fiskal.
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mendalami teori-teori yang telah
diperoleh selama menjalani kuliah strata satu Fakultas Hukum Unuversitas Sebelas Maret Surakarta. Serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai salah satu materi
mengajar mata kuliah Hukum Administrasi Negara.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti.
b. Hasil penelitian ini dapat membantu penulis dalam memahami tentang
(20)
commit to user
c. Bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya maupun bagi Pemerintah
Daerah Kabupaten Klaten dalam konteks pengelolaan keuangan daerah.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 35).
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penulisan antara lain sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terdiri dari penelitan tahap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum. Maksudnya adalah metode ini mengartikan hukum kepada suatu usaha untuk mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan konkrit dalam masyarakat. Hukum dikonsepsikan sebagai gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan. Hukum tidak dikonsepsikan secara
filosofi-moralitas sebagai ius constituendum, dan tidak pula secara positif sebagai ius
constitutum, melainkan empiris (Bambang S, 1997: 5). Penelitian yang peneliti lakukan adalah termasuk penelitian deskeptif dan metode kualitatuf.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di kantor DPPKAD (Dinas Penglolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah) bidang belanja, bidang PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan bidang hukum dalam lingkup Pemerintahan Kabupaten Klaten.
3. Jenis Data
Adapun jenis data yang peneliti kumpulkan meliputi:
a. Data Primer, yaitu data yang di peroleh langsung dari lapangan yang
(21)
commit to user
dengan pejabat Pemerintah Kabupaten Klaten dinas DPPKAD yauitu : AR. Inarsoyo (Kepala Bidang Belanja Daerah), Drs. Andriyanto Har (Kepala Bidang Pendapatan Asli Daerah), Wahyu Lestari Nurwaruju , S.Ip, M.Si (Kepala Seksi Retribusi Daerah dan Penerimaan Lain-Lain), Agus R, MM (Kepala Bidang Kas dan Akuntansi)
b. Data Sekunder, yaitu data yang dapat mendukung keterangan data primer.
Data ini diperoleh secara tidak langsung melalui dokumen, laporan-laporan, buku-buku, peraturan-peraturan dan literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
4. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 141).
Bahan hukum primer adalah menggunakan bahan hukum yang mengikat, maka yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolan Keuangan Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 8 Tahun 2009 tentang Retribusi izin Di Bidang Kesehatan, Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 14 tahun 2009 tentang Retribusi Izin Trayek,. Peraturan Daerah kabupaten Klaten Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pajak Reklame dan Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 11 Tahun 2007 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Alam.
(22)
commit to user
b. Bahan Hukum Sekunder
1) Bahan hukum primer
Yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini yang menjadi bahan hukum primer antara lain :
a) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
b) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
c) Peraturan Pemerintah Daerah No. 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah. 2) Bahan hukum sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar, pendapat dari pakar hukum yang relevan dengan penelitian ini, artikel koran dan internet serta bahan lain yang berkaitan dengan pokok bahasan.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dann sekunder, seperti misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ensiklopedia dan bahan-bahan yang berkaitan dengan masalah yang ditelliti.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dari sumber yang telah di tentukan diatas penulis menggunakan teknik pengumpulan data primer yaitu dengan wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan dilakukan oleh kedua pihak yaitu pewawancara (interviewr)
yang mengajukan peryataan dan yang diwawancara (interviee) yang
memberikan jawaban atas pernyataan itu (Lexy J. Moleong,2001:135) Hasil wawancara tentang dilakukan untuk mendapatkan data primer dilaksanakan dengan menggunakan jenis wawancara dengan susunan pernyataan yang dikombinasikan dengan pernyataan yang bersifat alamiah
(23)
commit to user
atau sepontanitas, dimana wawancara dilakukan dengan pihak Kepala Daerah dan pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah Kabupaten Klaten. Sedangkan untuk data sekunder digunakan tehnik pengumpulan data studi kepustakaan. Metode ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu dengan cara mengumpulkan dan mempelajari serta memahami buku-buku, perundang-undangan serta karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini penting agat data–data yang sudah terkumpul dapat dianalisis sehingga dapat menghasilkan jawaban guna memecahkan masalah–masalah yang telah ditemukan diatas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis kualitatis dengan model interaktif, yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data lapangan (H.B. Sutopo, 1999 : 8).
Menurut H.B. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah :
a. Reduksi Data.
Merupakan proses seleksi, penyederhanaan dan abstraksi dari data
fieldnote.
b. Penyajian data.
Merupakan suatu realita organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan, sajian data meliputi berbagai jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga tabel.
c. Kesimpulan atau verifikasi.
Dalam pengumpulan data penelitian harus sudah memahami arti berbagai hal yang ditemui, dengan melakukan peraturan–peraturan, pencatatan-pencatatan, pola–pola, pertanyaan–pertanyaan,
(24)
konfigurasi-commit to user
konfigurasi, arahan sebab akibat dan berbagai reposisi kesimpulan yang diverifikasi.
Adapun skema teknik analisis kualitatif dengan interaksi model adalah sebagai berikut :
Gambar 1
Metode Analisis Interaktif
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi penulisan hukum ini dapat dibagi menjadi empat bab dengan sistematika sebai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah yang berisi tentang isu hukum APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Klaten), rumusan masalah berisi tentang implementasi kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009, permasalahan dalam implementasi kebijakan desentarlisasi fisikal Kabupaten Klaten tahun 2009, strategi dan kebijakan yang ditempuh Pemerintah Daerah untuk mengatasi permasalahan dalam
Pengumpulan Data
Sajian Data Reduksi
Data
Penarikan Kesimpulan
(25)
commit to user
implementasi kebijakan desentarlisasi fisikal Kabupaten Klaten tahun 2009; tujuan penelitian berisi tujuan obyektif dan subyektif, manfaat penelitian berisi manfaat teoritis dan praktis, metode penelitian berisi jenis penelitian, lokasi penelitian, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data; dan sistematika penulisan hukum berisi deskriptif dari skripsi yang dibuat.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi kerangka teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan mengenai kajian pustaka berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti yang memberikan landasan, yaitu tinjauan tentang desentralisasi, tinjauan tentang pengelolaan keuangan, tinjauan tentang keuangan daerah dan tinjauan tentang kabupaten Klaten
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi laporan hasil penelitian yang diperoleh yang disertai dengan pembahasan yang dikaitkan dengan permasalahan, kerangka teori, kerangka pemikiran, dengan teknik analis data yang telah ditentukan dalam metode penelitian yaitu, implementasi kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009, program-program prioritas pembangunan daerah Kabupaten Klaten tahun 2009, iktisar pencapaian kinerja keuangan tahun anggaran 2009, permasalahan dalam implementasi kebijakan desentarlisasi fisikal Kabupaten Klaten tahun 2009, strategi dan kebijakan yang ditempuh Pemerintah Daerah untuk mengatasi permasalahan dalam implementasi kebijakan desentarlisasi fisikal Kabupaten Klaten tahun 2009
(26)
commit to user BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan yang intinya bahwa terdapat perbedaan pada APBD (Angeran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Klaten tahun 2009 antara yang dianggarkan dan realisasinya, hal ini dikarenakan bebera faktor dan Pemerintah Daerah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalan perbedaan pada APBD (Angeran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Klaten tahun 2009 antara yang dianggarkan dan realisasinya.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(27)
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Desentralisasi
a. Pengertian desentraliasasi
Desentralisasi adalah suatu istilah yang luas dan selalu menyangkut
persoalan kekuatan (power), biasanya dihubungkan dengan pendelegasian
atau penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat di daerah atau kepada lembaga-lembaga pemerintahan di daerah untuk menjalankan unsur-unsur pemerintahan di daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam Pasal 1 ayat (7) desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi adalah azas penyelenggaraan pemerintah yang di
pertentangkan dengan sentralisasi. Desentralisasi menghasilkan
pemerintahan lokal. Adanya pembagian kewenangan serta tersediaanya ruang gerak yang memadai untuk memakanai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah (pemerintah lokal).
b. Desentralisasi Dalam Ilmu Administrasi Negara
Desentralisasi di dalam sistem pemerintahan menjadi bagian dari studi Ilmu Administrasi Negara. Di dalam Ilmu Administrasi Negara, tema tentang desentralisasi terutama berkenaan dengan fenomena tentang ”delegation of autohority and responsibility” yang dapat diukur dari sejauhmana unut-unit organisasi bawah memiliki wewenang dan tanggung jawab di dalam proses pengambilan keputusan.
Secara teoritis, terdapat dua cara melihat desentralisasi ”authority”
dan ”responsibility” itu dapat dibagi (divided), yaitu didasarkan pada
(28)
commit to user
function dan didasarkan pada ”area”. Penerapan dari kedua dasar pembagian itu akan bervariasi pada setiap bentuk organisasi, dan biasanya dihadapkan dengan pertentangan-pertentangan kepentingan. Tidak jarang terjadi bahwa kalau unit-unit pada pusat organisasi diberi fungsional yang besar, justru cenderung mengakibatkan lemahnya posisi dan efektvitas pada unit organisasi dibawahnya. Demikian pula sebaliknya.
c. Faktor-faktor Utama Penentu Sukses Atau Gagalnya Desentralisasi
Ada 4 (empat) faktor utama yang dapat menentukan sukses atau gagalnya desentralisasi yaitu:
1) Besarnya dukungan yang diberikan oleh pimpinan-pimpinan politik
dan birokrat di tingkat pusat terhadap kebijakan desentralisasi melalui nama kewenangan-kewenangan didelegasikan.
2) Sejauhmana kebijakan-kebijakan dan program-program didelegasikan
untuk mendukung desentralisasi terutama dalam pengambilan keputusan dan administrasi.
3) Sejauhmana perilaku sikab dan kultur darri birokrasi kondusif
terhadap proses desentralisasi terutama dalam pengambilan keputusan administrasi.
4) Sejauhmana adanya dukungan yang memadai dalam bentuk keuangan,
tenaga kerja/personel dan sumber-sumber daya lainnya terhadap proses desentralisasi (Rondinell et al, 1984 : 46 – 47)
d. Desentralisasi dan Keuangan Daerah
Salah satu faktor yang penting mempengaruhi keberhasilan desentralisasi adanya penyerahan sumber dana, sumber daya manusia dan perangkat fisiknya yang memadahi untuk mendukung pelaksanana urusan yang diserahkan ke daerah. Dalam konteks tersebut membutuhkan suatu kebijakan keuangan daerah yang efektif. Kebijakan keuangan daerah sendiri mencakup berbagai aspek yaitu:
(29)
commit to user
1) Pembiayaan dalam rangka asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan.
2) Sumber pendapatanAsli Daerah.
3) Pengelolaan Keuangan Daerah dan peningkatan kemampuan aparatur
di daerah dalam mengelola keuangan dan pendapatan daerah.
Berdasarkan asas desentralisasi, semua urusan pemerintah daerah, baik mengenai pengeluaran belanja pegawai dan operasional daerah dari maupun mengenai proyek-proyek pembangunan daerah harus dibiayai dari APBD. Tidak berarti behwa pemerintah daerah harus mempunyai penerimaan asli daerah (pajak dan retribusi daerah) yang mencukupi untuk segala pengeluaran tersebut, akan tetapi dapat juga dari penerimaan daerah berupa subsidi atau bagi hasil dari pusat. Hanya saja jika pusat memberikan subsidi kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas ini,
maka subsidi tersebut besifat beban (block Grant), dimana pengunaannya
sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah dalam APBD.
e. Pengertian Desentralisasi fiskal
Desentralisasi fiskal adalah merupakan kewenangan (authority) dan
tanggung jawab (responsibility) dalam penyusunan, pelaksanaan dan
pengawasan anggaran daerah (APBD) oleh pemerintah daerah. ”Desentralisasi Fiskal adalah adalah transfer kewenangan di area tanggung jawab finansial dan pembuatan keputusan termasuk memenuhi keuangan sendiri, ekspansi pendapatan lokal, transfer pendapatan pajak dan otorisasi untuk meminjam dan memobilisasi sumber-sumber pemerintah daerah melalui jaminan peminjaman (Litvac dan Seddon, 1998: 3) dalam Sait Abdullah (2005:64))”.
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu daerah melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak dan retribusi) pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Dalam kebijakan fiskal daerah yang dibuat pemerintah daerah untuk mengarahkan keadaan suatu
(30)
commit to user
daerah melaluai pengeluaran dan pendapatan, yang mana hal ini tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Amandemen undang-undang desentralisasi yang dilakukan pada tahun 2004 menitikberatkan kepada mekanisme pemantauan oleh pemerintah pusat, dan perbaikan kepada pertanggungjawaban pengeluaran pemerintah daerah. Disisi fiskal, UU No. 33 tahun 2004 memperbesar basis bagi hasil pajak dari sumber daya alam yang dimiliki daerah, maupun dari pajak tingkat nasional lainnya, dan perluasan total dana yang menjadi sumber DAU. Perubahan kebijakan desentraliasi fiskal itu sendiri merupakan cerminan dari kebutuhan fiskal yang terus membesar di tingkat daerah, praktek
soft budget constraint dari sisi pemerintah pusat yang juga disebabkan oleh lambatnyareformasi pajak daerah.(www.grand desigen_desentralisasi fiskal Indonesia.com)
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelengaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Pajak yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota terdiri dari tujuh jenis yaitu;
1) Pajak hotel;
2) Pajak restoran;
3) Pajak hiburan;
4) Pajak reklame;
5) Pajak penerangan jalan;
6) Pajak pengambilan bahan galian; dan
7) Pajak parkir.
Retribusi dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai akibat adanya kontra prestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah atau pelayanan yang yang diberikan oleh pemerintah daerah yang lansung dinikmati secara perorangan oleh warga masyarakat dan pelaksanannya didasarkan atas peraturan yang berlaku. Kebijakan
(31)
commit to user
desentalisasi fiskal merupakan rangkaian konsep atau proses pembuatan keputusan dan asas yang menjadi pedoman dalam kebijakan desentralisasi fiskal.
Desentralisasi fiskal yang merupakan bagian dari otonomi daerah mempunyai keharusan untuk mentukan fungsi fiskal yang sebaiknya dilaksanakan oleh daerah dalam rangka mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemeritahan Daerah Pasal 66 ayat (3) telah menetapkan fungsi alokasi sebagai tanggung jawab daerah. Kedekatan kepala daerah dengan masyarakat merupakan alasan utama penerapan desentralisasi fiskal sebagai tugas daerah. Daerah dianggap lebih mengetahui aspirasi masyarakatnya sehingga kebijakan publik dapat ditetapkan sesuai dengan keinginan masyarakat.
2. Tinjauan Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
a.Pengertian Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Daerah. Sedangkan APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam angaran tertentu, artinya bahwa APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam rangka pelaksanana desentralisasi bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalan APBD. Semua pengeluaran dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD sehingga APBD menjadi dasar bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
(32)
commit to user
b. Sistem Pengurusan Keuangan Daerah
Dalam pengurusan keuangan negara, dikenal adanya organ atau kewenangan sebagai berikut:
1) Pengurusan administratif (administratif beheer)
Pengurus administratif atau dikenal juga sebagai pengurus umum, mengandung unsur hak penguasaan serta memberikan perintah menagih dan perintah membayar. Pelaksanaan pengurusan ini membawa akibat pengeluaran dan/ atau penerimaan daerah.
2) Pengurus khusus (comptabel beheer)
Pengurusan khusus atau dikenal dengan bendaharawan mengandung
unsur kewajiban yaitu menerima, menyimpan,
mengeluarkan/membayar uang atau yang disamakan dengan uang dan barang milik daerah dan selanjutnya mempertanggungjawaban kepada Kepala Daerah.
c.Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah terdapat apa yang disebut sebagai asas umum pengelolaan keuangan daerah yaitu:
1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaatuntuk masyarakat (Pasal 4 ayat (1) ).
2) Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatusistem yang
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah (Pasal 4 ayat (2)).
3) Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan (Pasal 5 ayat (1)).
(33)
commit to user
d.Tata Usaha Keuangan Derah
Tata usaha umum menyangkut kegiatan surat-menyurat,
mengagenda, memprediksi, menyimpan surat-surat penting atau memngarsipkan serta kegiatan dokumentasi lainnya. Sementara tata uasaha keungan intinya adalah tata buku yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dibidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar, tertentu serta prosedur-prosedur tertentu sehingga dapat memberikan informasi aktual di bidang keuangan. Kegiatan ini dikenal dengan sebutan akuntansi yang sekarang ini telah berkembang sangat pesat baik di bidang akuntansi perusahaan maupun balam bidang akuntansi pemerintahan.
Salah satu tujuan dari tata buku (akuntansi) ini adalah menyediakan informasi keuangan yang lengkap, cermat dan akurat sehinga dapat
menyediakan laporan keuangan yang handal, dapat
dipertanggungjawabkan, dan dapat digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan keuangan masa lalu dalam rangka pengambilan keputusan serta perencanaan untuk masa yang akan datang.
e.Pengeloaan Keuangan Daerah
Dalam pengelolaan keuangan daerah beberapa hal yang menjadi pedoman adalah tercantum sebagaimana dalam Pereturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu:
1) Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan (Pasal 5 ayat (1) ).
2) Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan:
a) menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
(34)
commit to user
c) menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang;
d) menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara
pengeluaran;
e) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan daerah;
f) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan
utang dan piutang daerah;
g) menetapkan pejabat yang bertugas melakukanpengelolaan
barang milik daerah; dan
h) menetapkan pejabat yang bertugas melakukanpengujian atas
tagihan dan memerintahkan pembayaran (Pasal 5 ayat (2) ).
3) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
a) Kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku PPKD
(pejabat Pengelola Keuangan Daerah);
b) Kepala SKPD (Satuan Kerja Pernagkat Daerah) selaku pejabat
pengguna anggaran/barang daerah (Pasal 5 ayat (1)).
4) Dalam pelaksanaan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Sekretaris Daerah bertindak selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
5) Pelimpahan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah berpedoman pada peraturan perundangundangan.
3. Tinjauan Tentang Kabupaten Klaten.
a. Georafi Kabupaten Klaten
1) Letak Geografi
Kabupaten Klaten terletak secara geografis antara 7º32’19” sampai7º48’33” dan antara 110º26’14” sampai 110º47’51”. Letak Kabupaten Klaten cukup stategis karena berbatasan langsung kota Surakarta, yang merupakan salah satu pusat perdagangan dan Daerah
(35)
commit to user
Istimewa Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar dan kota wisata.
2) Luas Penggunaan Lahan
Kabupaten Klaten mempunyai luas wilayah sebesar 65.556 ha, terbagi dalam 26 kecamatan, 401 desa/kelurahan. Dari 65.556 ha luas Kabupaten Klaten, 50,97 persen (33.412 ha) merupakan lahan pertanian dan 39,29 persen (25.760 ha) merupakan lahan bukan pertanian dan yang sisanya 9,74 persen adalah bukan lahan pertanian. Seiring dengan perkembangan keadaan, terjadi perubahan penggunaan dari lahan pertanian ke non pertanian. Hal ini ditunjukan dari luas lahan sawah yang terus mengalami penurunan (tahun 2009; 0,03 persen), sedangkan lahan bukan pertanian mengalami kenaikan (tahun 2009 sebesar 0,03 persen).
b. Letak geografis
1) Wilayah Kabupaten Klaten terletak antara :
Bujur Timur : 1100 26’ 14” - 1100 47’ 51”
Lintang Selatan : 70 32’ 19” - 70 48’ 33”
2) Wilayah Kabupaten Klaten berbatasan dengan beberapa kabupaten :
Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali; Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo;
Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DIYogyakarta); Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DIYogyakarta).
3) Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran :
Sebelah Utara : Dataran Lereng Gunung Merapi;
Sebelah Timur : Membujur Dataran Rendah;
Sebelah Selatan : Dataran Gunung Kapur.
4) Jarak Kota Klaten Dengan Kota Lain Se Eksidenan Surakarta :
Kota Klaten ke Kota Boyolali : 38 Km;
Kota Klaten ke Wonogiri : 67 Km;
(36)
commit to user
Kota Klaten ke Karanganyar : 49 Km;
Kota Klaten ke Kota Sukoharjo : 47 Km;
Kota Klaten ke Sragen : 63 Km.
c. Keadaan Wilayah
1) Keadaan Wilayah Kabupaten Klaten
a) Dataran Lereng Gunung Merapi membentang di sebelah utara
meliputi sebagian kecil sebelah utara wilayah Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom dan Tulung.
b) Dataran Rendah membujur di tengah meliputi seluruh wilayah
kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali sebagian kecil wilayah merupakan dataran lereng Gunung Merapi dan Gunung Kapur.
c) Dataran Gunung Kapur yang membujur di sebelah selatan
meliputi sebagian kecil sebelah selatan kecamatan Bayat dan Cawas.
Melihat keadaan alamnya yang sebagian besar adalah dataran rendah dan didukung dengan banyaknya sumber air maka daerah Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial disamping penghasil kapur, batu kali dan pasir yang berasal dari Gunung Merapi.
a) Ketinggian Daerah Kabupaten Klaten:
(1) Sekitar 3,72% terletak diantara ketinggian 0 - 100 meter di atas
permukaan laut;
(2) Terbanyak 83,52% terletak diantara ketinggian 100 – 500 meter
diatas permukaan laut; dan
(3) Sisanya 12,76% terletak diantara ketinggian 500 – 2.500 meter
diatas permukaan laut.
b) Klasifikasi Tanah di Kabupaten Klaten
Jenis tanah terdiri dari 5 (lima) macam :
(1) Litosol : Bahan induk dari skis kristalin dan batu tulis terdapat
(37)
commit to user
(2) Regosol Kelabu : Bahan induk abu dan pasir vulkan intermedier
terdapat di Kecamatan Cawas, Trucuk, Klaten Tengah, Kalikotes, Kebonarum, Klaten Selatan, Karangnongko, Ngawen, Klaten Utara, Ceper, Pedan, Karangdowo, Juwiring, Wonosari, Delanggu, Polanharjo, Karanganom, Tulung dan Jatinom.
(3) Grumusol Kelabu Tua : Bahan induk berupa abu dan pasir
vulkan intermedier terdapat di daerah Kecamatan Bayat, Cawas sebelah selatan.
(4) Kompleks Regosol Kelabu dan Kelabu Tua : Bahan induk
berupa batu kapur napal terdapat di daerah Kecamatan Klaten Tengah dan Kalikotes sebelah selatan.
(5) Regosol Coklat Kekelabuan : Bahan induk berupa abu dan pasir
vulkan intermedier terdapat di daerah Kecamatan Kemalang, Manisrenggo, Prambanan, Jogonalan, Gantiwarno dan Wedi. Kabupaten klaten terbentang di antara daerah istimewa Yogyakarta dan Surakarta yang melewati jalan raya Yogya-Solo mempunyai peran sangat penting dalam memperlancar segala kegiatan ekonomi. Di samping daerah mediterania antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kota Surakarta masih terdapat pula beberapa obyek wisata antara lain:
Candi : Candi Bubrah, Candi Sewu, Candi Plaosan dan Candi Merak; Makam : Makam Sunan Bayat ( Ki Ageng Pandanaran), makam Pujangga
R. Ngabei Ronggo Warsito dan makam Ki Ageng Perwito; Lainnya : Rowo Jombor, Deles Indah, Musium Gula dan Monumen Juang
1945 serta Pemancingan Janti.
d. Pemerintahan
1) Wilayah Administrasi
Kabupaten Klaten terbagi dalam 26 kecamatan, 391 desa dan 10 kelurahan. Seluruh desa yang ada merupakan desa swasembada. Kecamatan dengan jumlah desa terbanyak adalah
(38)
commit to user
Cawas sebanyak 20 desa, sedangkan yang paling sedikit kecamatan Kalikotes dan Kebonarum masing-masing 7 desa.
2) Kepegawaian
Tahun 2009 jumlah pegawai negeri di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten termasuk guru sebanyak 16.593 orang, mengalami penurunan sebesar 0,25 persen dari tahun 2008. Sedangkan bila dilihat dari pendidikan yang ditamatkan, lulusan SD sebesar 2,46 persen, lulusan SLTP 4,23 persen, lulusan SLTA 34,74 persen Diploma 28,20 persen, Sarjana dan Pasca Sarjana 30,36 persen
3) DPRD
Hasil pemilu tahun 2009 menghasilkan lima partai dengan suara terbanyak yakni PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Golongan Karya, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Kebangkitan Bangsa. Selama tahun 2009 belum ada peraturan daerah (Perda) yang dihasilkan. Sedangkan sidang yang dilakukan dewan mengalami penurunan sebesar 1,66 persen bila dibandingkan dengan tahun 2008.
e. Penduduk
1) Penduduk Kabupaten Klaten
Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari pembangunan, dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya dari seluruh masyarakat Indonesia. Tahun 2009 jumlah penduduk Klaten sebesar 1.303.910 jiwa, kondisi ini menunjukan
penambahan 3.416 jiwa dari tahun sebelumnya dan
pertumbuhannya sebesar 0,26 persen.
Pertumbuhan jumlah penduduk seyogyanya diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Secara umum kepadatan penduduk di Kabupaten Klaten merata untuk semua kecamatan,
(39)
commit to user
kecuali Kecamatan Kemalang yang paling rendah kepadatannya
sebesar 676 jiwa per km2.
Rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Klaten sebesar 95,79, ini berarti jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Untuk penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) sebesar 987.676 jiwa, sekitar 75,74 persen dari total penduduk Klaten
2) Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda
pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Tahun 2009 jumlah pencari kerja sebanyak 16.315 orang mengalami penurunan sebesar 6,18 persen dibandingkan dengan tahun 2008. Tingkat pendidikan untuk pencari kerja yang terbanyak adalah SMU/SMK sebesar 9.395 orang.
3) Keluarga Berencana
Peserta KB aktif di Kabupaten Klaten tahun 2008 mencapai 162.485 akseptor dan peserta KB baru sebesar 23.652 akseptor. Sedangakan metoda alat kontrasepsi yang banyak digunakan untuk peserta KB baik aktif atau baru adalah suntik.
4) Transmigrasi
Salah satu usaha untuk memperluas kesempatan kerja adalah melalui program transmigrasi selain untuk pemerataan penduduk. Pada tahun 2009 jumlah transmigran yang berangkat dari Kabupaten Klaten sebesar 15 KK, kondisi ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008. Adapun tujuan paling banyak adalah ke Sulawesi.
f. Keuangan
(40)
commit to user
Realisasi pendapatan asli daerah pada tahun anggaran 2009 terhimpun sekitar 984.534.437.004 rupiah naik sekitar 9,30 persen dibandingkan tahun anggaran 2008. Pajak daerah memberikan kontribusi paling tinggi yaitu sebesar 20.176.815.291 rupiah atau sekitar 37,09 persen dari total pendapatan asli daerah.
Sejalan dengan realisasi pendapatan asli daerah, realisasi belanja daerah untuk tahun anggaran 2009 sebesar 981.121.677.296 atau turun sebesar 1,90 persen dibandingkan realisasi belanja daerah tahun 2008.
2) Koperasi dan Perbankan
Peranan Koperasi dan perbankan dalam kegiatan perekonomian daerah sangat penting. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat dalam bentuk simpanan, giro maupun deposito cukup besar, tapi pada tahun 2009 secara umum mengalami kenaikan. Begitu juga jumlah peminjam di koperasi mengalami penurunan sebesar 4,07 persen dibanding tahun 2008, sebanding juga dengan jumlah uang yang dipinjamkan mengalami penurunan sebesar 34,55 persen
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Pemerintah daerah menjalankan urusan pemerintahan daerah berdasarkan desentralisasi yang di berikan oleh pemerintah pusat negara kesatuan republik indonesia kepada pemerintah daerah, yang mana desentralisasi tersebut terlaksana pada daerah otonom. Pemerintah daerah memiliki wewenang yang “hampir” penuh atas penggunaan sumber-sumber fiskal. Pemerintah daerah melakukan kontrol terhadap pengeluaran dari seluruh sumber penerimaan. Hal ini meliputi penerimaan daerah dari pajak dan retribusi, pendapatan dari sumber-sumber daya alam, dan dana hibah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah telah membawa banyak perubahan yang mendasar dalam implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia. Hal tersebut antara lain terlihat dari perbaikan formula pengalokasian dana-dana yang didaerahkan. Perbaikan juga dilakukan dalam mekanisme
(41)
commit to user
penyaluran Transfer ke Daerah (DAU, DAK, DBH Pajak, dan DBH SDA) yang saat ini sudah dilaksanakan langsung dari Rekening Kas Umum Negara di Bendahara Umum Negara (BUN) ke Rekening Kas Umum Daerah. Undang-Undang 33 Tahun 2004 telah meletakkan perubahan yang fundamental dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi, dari yang semula didominasi oleh Pemerintah Pusat kemudian bergeser dengan memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan di Daerah. Dengan dilaksanakannya sistem desentralisasi tersebut, harapan seluruh komponen bangsa tidak hanya ditujukan pada efisiensi alokasi arus barang publik di Daerah, tetapi juga mendekatkan pada pelayanan kepada masyarakat lokal, mendorong demokratisasi, mengakomodasi aspirasi Daerah dan partisipasi masyarakat, serta merekatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah daerah memiliki dua fungsi dalam halini yaitu sebagai pengawas dan pengatur. Pengawasan yang dilakuakan oleh pemerintah pusat adalah mengenai urusan pemerintahan yang berdasar pada;
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Perimbangan Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Perintahan Daerah Kabupaten/Kota
Sedangkan dalam hal mengatur Pemerintah Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah yang mana peraturan tersebut dijadikan dasar dalam menyusunan APBD. Selain berpedoman pada Peraturan Daerah, penyusunan APBD juga berpedoman pada;
1. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
3. Undang - Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan
Keuangan Negara
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan
Nasional
(42)
commit to user
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
7. Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
10.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran2009
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD terdiri atas pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah merupakan hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DP), dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (LPS). Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh kepala/ pimpinan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan kepala/pimpinan SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah. Setelah penyusunan APBD selesai maka tahab selanjutnya adalah pelaksanaan APBD yang telah di setujui oleh penerintah daerah dan dijalankan pada masing-masing subtansi atau organ-organ pemerintah daerah.
(43)
commit to user
KERANGKA PEMIKIRAN
BAB III
NKRI
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH
1. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
1. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara
2. Undang - Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan Keuangan Negara
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Pembangunan Nasional
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
6. Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2009
-Otonomi - Desentralisasi
Mengatur DPRD
PERDA
Pelaksanaan APBD APBD
Urusan Pemerintahan
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Pemerintahan Daerah
Pemerintah Daerah
Mengawasi
(44)
commit to user BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Implementasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap
Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Klaten Tahun 2009
Pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal tertuang dalam APBD (angaran pendapaten dan belanja dareah). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Ketentuan Umum Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD sehingga APBD menjadi dasar bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Berbeda dengan penganggaran yang merupakan proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Dalam organisasi pemerintah daerah penganggaran merupakan suatu tahapan yang cukup rumit dengan rentang waktu yang cukup panjang dan mengandung nuansa politik. Proses penganggaran dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategis telah selesai dilakukan. Dalam hal ini anggaran merupakan artikulasi dari hasil perumusan strategi dan perencanaan strategis yang telah dibuat. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah ditetapkan. Anggaran dalam hal ini merupakan pengelolaan
perencanaan operasional / managerial plan for action untuk memfasilitasi
tercapainya tujuan organisasi ( Badrul Munir, 2003: 26 ). 32
(45)
commit to user
Proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2
Skema Proses Penyusunan APBD
Anggaran Daerah dalam penyelenggaraan sistem manajerial
pemerintah daerah merupakan hal yang sangat penting, sehingga mempunyai kedudukan dalam peran dan fungsi anggaran. Arti penting anggaran daerah dapat dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut :
1. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah daerah untuk mengarahkan
dan menjamin kesinambungan pembangunan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat
yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang
(46)
commit to user
Di samping itu anggaran daerah mempunyai peran penting dalam sistem keuangan daerah, peran ini dapat dilihat berdasarkan fungsi utamanya yaitu:
1.Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan yang digunakan untuk :
a. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai dengan visi dan
misi yang ditetapkan.
b. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya.
c. Mengalokasikan sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan
kegiatan yang telah disusun.
d. Menentukan indikator kinerja dan tingkat penapaian strategi.
2.Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang digunakan antara lain:
a. Mengendalikan efisiensi pengeluaran.
b. Membatasi kekuasaan atau kewenangan pemerintah daerah.
c. Mencegah adanya kelebihan pengeluaran (overspending) kekurangan
pengeluaran (underspending) dan salah sasaran (missappropriation)
dalam mengalokasikan anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas.
d. Memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program
atau kegiatan pemerintah.
e. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan
ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan, dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi.
f. Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memutuskan
prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan daerah terhadap prioritas-prioritas pembangunan. Anggaran sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif (pemerintah daerah) dan pihak legislatif (DPRD) atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih merupakan alat politik.
(47)
commit to user
coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan daerah. Kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui dapat menurunkan kredibilitas atau bahkan menjatuhkan kepemimpinan eksekutif.
g. Anggaran sebagai alat koordinasi antar unit kerja dalam organisasi
pemerintah daerah yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi pemerintah daerah. Disamping itu anggaran publik (daerah) juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja.
h. Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya
merupakan wujud komitmen pemerintah daerah kepada pemberi wewenang (masyarakat ) untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja pemerintah daerah akan dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasikan.
i. Anggaran dapat digunakan sebagai alat motivasi manajemen
pemerintah daerah agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target kinerja. Agar dapat memotivasi pegawai,
anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau
demanding but achievable. Maksudnya target kinerja hendaknya ditetapkan dalam batas rasional yang dapat dicapai ( tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah ).
j. Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang
publik (public sphere ) dalam arti bahwa proses penyusunan anggaran
harus melibatkan seluas mungkin masyarakat. Keterlibatan
masyarakat tersebut akan dapat dilakukan melalui proses jaringan aspirasi masyarakat yang hasilnya digunakan sebagai dperumusan arah kebijakan umum anggaran daerah. Kelompok masyarakat yang terkoordinir umumnya akan mencoba mempengaruhi anggaran untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang terorganisir akan mempercayakan aspirasinya melalui proses politik
(48)
commit to user
yang ada. Jika tidak ada alat aspirasi mereka, maka mereka akan
melakukan tindakan-tindakan lain misalnya; tindakan massa (class
action), melakukan boikot, vandalisme dan sebagainya.
Pemerintah dalam kerangka penyelenggaraan kinerja pemerintahan terlihat bahwa sistem pengelolaan keuangan pada dasarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintahan, karena sistem pengelolaan keuangan pemerintahan merupakan subsistem dari sistem pemerintahan itu sendiri. Sebagaimana sistem keuangan negara yang diamanatkan dalam Pasal 23 ayat (5) Undang-undang Dasar tahun 1945 bahwa aspek pengelolaan keuangan daerah juga merupakan subsistem yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 155 sampai Pasal 194, dalam pasal 185 ditetapkan bahwa rancangan APBD perlu mendapatkan persetujuan dari Gubernur.
Berikut ini adalah gambaran tentang peran Gubernur dalam pengesehan angaran pendapatan dan belanja daerah :
Gambar 3
(49)
commit to user
Pengelolaan sistem perimbangan tersebut diharapkan terdapat keseimbangan yang lebih transparan dalam pendistribusian kewenangan, pembiayaan dan penataan sistem pengelolaan keuangan yang lebih baik dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah secara optimal sesuai dengan dinamika dan tuntutan masyarakat yang saat ini berkembang. Hal tersebut menjadi konsekuensi logis bahwa pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar daerah akan memperoleh dana perimbangan tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan sejauh mana instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah saat ini mampu memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan dan bertanggung jawab.
Anggaran daerah dibagi menjadi dua, yaitu anggaran operasional dan anggaran modal/investasi.
1. Anggaran Operasional
Anggaran Operasional (operation/recurent budget) digunakan untuk
merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran
operasional adalah belanja rutin (recurrent expenditure) yaitu
pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset bagi pemerintah, disebut juga anggaran rutin karena sifat pengeluaran tersebut berulang-ulang setiap tahun. Secara umum pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain belanja administrasi umum dan belanja operasional dan pemeliharaan.
2. Anggaran Modal/investasi
Anggaran modal atau investasi (capital/investment budget)
menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Belanja investasi adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset untuk kekayaan pemerintah dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional
(1)
commit to user
menyedikan sarana dan prasarana yang memadahi sehingga petugas pajak dapat mengoptimalkan kinerjanya dalam melakukan penetapan dan pemungan pajak maupun retribusi bagi wajib pajak dan wajib retribusi
3. Belum optimalnya peran serta atau dukungan masyarakat ini dapat di
optimalkan dengan cara menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pembayaran pajak selain itu masyarakat harus diajak ikut atau turut serta dalam pengambilan kebijakan atau keputusan keputusan daerah dalam pemerintahan yang menyangkut tentang pajak dan retribusi dengan turut sertanya masyarakat dalam pengambilan keputusan atau kebijakan daerah maka masyarakat dapat menyampaikan sapirasisnya sehingga kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pemerintah berpihak pada rakyat, dangan hal ini diharapkan dapat mengatasi masalah tidak tercapainya angaran pendapatan dan belanja daerah.
4. Peran BUMD dalam memberikan kontribusi terhadap PAD yang masih
rendah merupakan salah satu faktor penghambat dalam tercapainya target APBD utuk mengatasinya maka harus diadakan pembenahan sistem menejemen pada masing-masing unit atau tim dari BUMD menjadi lebih baik, dengan adanya perubahan sistem menejemen dari BUMD yang semula dirasa kurang pas menjadi sistem nenejemen yang bagus dan menguntungkan bagi daerah diharapkan dapat meningkatkan peran peran BUMD dalam memberikan kontribusi terhadap PAD.
5. Lemahnya sanksi bagi wajib pajak dan wajib retribusi yang melanggar
hukum terlihat dari banyaknya wajib retribusi yang membayar kurang dari yang sudah ditentukan oleh petugas retribusi, namun tidak ada sanksi yang dilakunakan secara tegas, selain itu sanksi admistrasi maupun sanksi pidana dirasa masih lemah, sehingga masih banyaknya wajib retribusi maupun wajib pajak yang melanggar perataturan perundang-undangan tersebut, utuk itu perlu ditegakannya atau di ubahnya perundangan-perundangan tersebut menjadi lebih baik yaitu adanya sanksi pidana dan daninistrasi yang tegas sehingga akan memperkecil kemungkina wajib
(2)
commit to user
pajak atau wajaib retreibusi untuk melakuakn pelanggaran. Selain itu petugas pajak dan petugas retrubusi harus melakuan kerjasama dengan SATPOL PP dan PPSS (Penyidik Pegawai Negri Sipil) utuk melakukan penagihan padawajib pajak dan wajib retribusi yang tidak mau melakukan kewajibannya. Dengan adanya perubahan peraturan daerah dan kerjasama antara petugas pemungut pajak dengan SATPOL PP dan PPNS diharapkan maumpu mengatasi permasalahan perbedaan APBD yang dianggarkan dengan realisasinya.
6. Masih rendahnya tingkat pendidikan sehingga menyebabkan rendahnya
kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten klaten ini terlihat dari masih banyak pegawai dengan pendidian akhir SMA (Sekolah Menengah Atas) sedangkan tuntutan dari pekerjaannya memerlukan pegawai dengan pendidikan akhir S1. Masih rendahnya tingkat pendidikan sehingga menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten klaten. Utuk nengatasi hal tersebut mulai tahun berikutnya yaitu tahun 2010 Perintah Daerah Kabupaten Klaten hanya menerima pegawai dengan pendidikan akhir minimal D3 utuk teknisi computer, dan S1 utuk pekerjaan yang menuntut pendidikakan sesuai dengan profesinya. Dengan adanya peneriman pegawai negri sipil dilingkup kabupaten klaten yang tidak lagi nenerima pegawai dengan lulusan SMA diharapkan dapat meningkatkan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Klaten dan dapat mengatasi permasalahan perbedaan APBD yang dianggarkan dengan realisasinya.
7. Masih terbatasnya sumber daya aparatur birokrasi, khususnya tenaga yang
memiliki keahlian profesi di bidang kesehatan, pendidikan, maupun tenaga yang dapat mendukung pelaksanaan program-program pembangunan pada sektor pelayanan dasar dapat diatasi dengan penerimaan pegawai negiri sipil dengan pedidikan yang lebih baik yaitu minimal D3 atau S1 di bidang kesehatan, pendidikan, maupun tenaga yang dapat mendukung
(3)
commit to user
selain itu tahap penseleksian dari ujian masuk pegawai harus dilaksanakan dengan jujur sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga dapat meningkatkan sumber daya aparatur birokrasi, khususnya tenaga yang memiliki keahlian profesi di bidang kesehatan, pendidikan, maupun tenaga yang dapat mendukung pelaksanaan program-program pembangunan pada sektor pelayanan dasar.
(4)
commit to user
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan mengkaji bab kesatu sampai bab ketiga dan berpijak pada rumusan masalah, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ikhtisar pencapaian target kinerja keuangan Tahun Anggaran 2009, Secara
garis besar Realisasi APBD Tahun 2009 adalah sebagai berikut :
a. Realisasi Pendapatan Rp 984.534.437.004,00
b. Realisasi Belanja dan Transfer Rp 981.121.677.296,00
c. Surplus (Defisit) Rp 3.412.759.708,00
d. Realisasi Pembiayaan :
1) Penerimaan Rp 57.594.345.860,00
2) Pengeluaran Rp 497.479.000,00
3) Pembiayaan Neto Rp 57.096.866.860,00
e. Sisa Lebih Pembiayaan Tahun Berjalan Rp 60.509.626.568,00
2. permasalahan atau persoalan yang muncul dalam inpementasi kebijakan
desentralisasi fiskal kabupaten Klaten tahun 2009 yaitu tidak sesuainya antara anggaran APBD dengaan realisasinya. Kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah kabupaten Klaten dalam pencapaian target pendapatan dan belanja secara umum antara lain :
a. Masih Terbatasnya Sarana Dan Prasarana Sebagai Penunjang
Penarikan Pajak Dan Retribusi
b. Belum Optimalnya Penanganan Pemungutan Pajak Dan Retribusi
c. Belum Optimalnya Peran Serta Atau Dukungan Masyarakat.
d. Peran BUMD Dalam Memberikan Kontribusi Terhadap PAD
Masih Rendah
e. Lemahnya Sanksi Bagi Wajib Pajak Dan Wajib Retribusi Yang
(5)
commit to user
f. Masih Rendahnya Tingkat Pendidikan Sehingga Menyebabkan
Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia Yang Dimiliki Oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten.
g. Masih Terbatasnya Sumber Daya Aparatur Birokrasi, Khususnya
Tenaga Yang Memiliki Keahlian Profesi Di Bidang Kesehatan, Pendidikan, Maupun Tenaga Yang Dapat Mendukung Pelaksanaan Program-Program Pembangunan Pada Sektor Pelayanan Dasar.
3. Ketidak sesuaian antara APBD dapat diatasi dengan cara dengan cara :
a. Dilakukan pengadaan kendaran bermotor dan komputerisasi utuk
APBD tahun berikutnya yaitu tahun 2010.
b. Pengoptimalaan penanganan pemungutan pajak.
c. Masyarakat harus diajak ikut atau turut setrata dalam pengambialan
kebijakan atau keputusan keputusan daerah.
d. Pembenahan sistem menejemen pada masing-masing unit atau tim
dari BUMD menjadi lebih baik
e. Petugas pajak dan petugas retrubusi harus melakuan kerjasama
dengan SATPOL PP dan PPSS (Penyidik Pegawai Negri Sipil)
f. Penerimaan pegawai dengan pendidikan akhir minimal D3 dan S1.
g. Di bidang kesehatan, pendidikan, maupun tenaga yang dapat
mendukung pelaksanaan program-program pembangunan pada sektor pelayanan dasar di menggunkan pekerja yang mempunyai pendidikan akhir minimal D3 dan S1.
(6)
commit to user
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dan uraiaan yang telah dijelaskan sebelunya pada bab hasil penelitian dan pembahasan maka ada beberapa saran yang disampaikan penulis antara lain :
1. Sebaiknya Pemerintahan Daerah Kabupaten Klaten lebih berhemat dalam
pembelanjaan daerah, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kenaikan belanja daerah yang dilakuan untuk membiayai program dan kegiatan yang esensial dan bernilai produktif untuk peningkatan pelayanan publik. Selain itu pemerintahan daerah kabupaten klaten harus meningkatkan PAD dengan melakukan pengoptimalisasian SDA dan SDM yang dimiliki oleh Kabupaten Klaten
2. Seharusnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah dalam
peningkatan kinerja PNS lebih memperhatikan pada kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendesak dan lebih penting terlebih dahulu, seperti untuk mencukupi sarana dan presarana kendaran bermotor dan komputerisasi yang layak.
3. Peningkatan SDM dan SDA yang dimiliki oleh pemerintah daerah
kabupaten klaten hendaknya menjadi skala preoritas utama dalam dalam pengembangan PAD karena dengan pengelolan SDA dan SDM yang optimal dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.