V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penggunaan Penutupan Lahan
Eksisting
Penggunaanpenutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu hasil digitasi citra ALOS tahun 2009 memiliki 9 tipe penggunaanpenutupan lahan, yaitu hutan,
pemukiman, kebunperkebunan, tegalanladang, sawah tadah hujan, sawah irigasi, semakbelukar, air tawar, dan rumputtanah kosong, seperti yang terlihat pada peta
Gambar 5. Penggunaanpenutupan lahan terluas di daerah penelitian adalah penggunaanpenutupan lahan hutan sebesar 5.269,80 Ha atau 36,13 dari total
luas daerah penelitian. Hal tersebut karena daerah penelitian merupakan daerah konservasi air yang berfungsi memberikan perlindungan bagi daerah di bawahnya,
yaitu Kota Bogor dan DKI Jakarta. Pemukiman memiliki luasan terluas kedua, yaitu sebesar 3.446,78 Ha atau 23,63 dari total luas daerah penelitian. Luas
pemukiman yang cukup tinggi dapat memungkinkan terjadinya penyimpangan penggunaanpenutupan lahan baik dari peruntukan lahan RTRW, maupun
kemampuan lahan di daerah penelitian yang seharusnya sebagai kawasan lindung ataupun kawasan pertanian menjadi kawasan terbangun. Luas masing-masing
penggunaanpenutupan lahan di Sub DAS CIliwung Hulu disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Ha dan Proporsi Luas PenggunaanPenutupan Lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu
No. PenggunaanPenutupan
Lahan Luas
Ha
1 Hutan 5269.80
36.13 2 Pemukiman
3446.78 23.63
3 Kebun Perkebunan 2619.05
17.95 4 Tegalan Ladang
2086.91 14.31
5 Sawah Tadah Hujan 838.40
5.75 6 Semak Belukar
171.20 1.17
7 Sawah Irigasi 62.84
0.43 8 Air Tawar
46.30 0.32
9 Rumput Tanah Kosong 45.78
0.31
Total Luas 14587.06
100
Sumber: Hasil Analisis, 2011
Gambar 5. Peta PenggunaanPenutupan Lahan Eksisting tahun 2009 di Sub DAS Ciliwung Hulu
5.2. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Hasil overlay antara beberapa unsur lahan seperti kemiringan lereng, erosi, kedalaman tanah, tekstur, dan drainase, akan diperoleh klasifikasi kemampuan
lahan. Klasifikasi kemampuan lahan meliputi kelas dan subkelas kemampuan lahan. Kelas kemampuan lahan memiliki tingkat kesamaan faktor-faktor pembatas
dengan 8 kelas kemampuan lahan yang dikelompokkan ke dalam kelas I sampai dengan kelas VIII. Dalam kaitannya dengan penggunaan lahan, semakin tinggi
kelas kemampuan lahannya maka semakin sedikit pilihan penggunaan lahannya, dimana pertimbangan kualitas lahan yang semakin buruk dan memiliki faktor
pembatas yang besar. Sedangkan semakin rendah kelas kemampuan lahannya maka kualitas lahannya semakin baik dan memiliki faktor pembatas yang kecil,
sehingga sesuai untuk banyak penggunaan lahan.
Dalam analisis yang dilakukan di daerah penelitian terdapat 7 tujuh kelas kemampuan lahan antara lain kelas I, II, III, IV, VI, VII, dan VIII yang tersebar di
masing-masing kecamatan. Kelas kemampuan lahan terluas dimiliki oleh lahan kelas VIII, yaitu sebesar 3.345,95 Ha atau 22,94 dari total luas kelas
kemampuan lahan di daerah penelitian. Hal tersebut sesuai karena wilayah penelitian terdapat di kaki gunung Gunung Pangrango yang berfungsi sebagai
daerah resapan air dan termasuk kawasan lindung yang memiliki kelas kemampuan lahan VIII. Luas masing-masing kelas kemampuan lahan disajikan
pada Tabel 6. Pada lahan di kecamatan Cisarua dan kecamatan Megamendung terdapat lahan kelas I, II, III, IV, VI, VII, dan VIII. Sedangkan pada kecamatan
Ciawi terdapat lahan kelas II, III, IV, VI, VII, dan VIII. Lahan di kecamatan Sukaraja hanya terdapat lahan kelas IV, VI dan VII. Peta penyebaran klasifikasi
kemampuan lahan disajikan pada Gambar 6. Setiap kelas kemampuan lahan memiliki masing-masing faktor pembatas
yang berbeda dan setiap kesamaan jenis faktor pembatas tersebut dapat mengklasifikasikan subkelas kemampuan lahan. Untuk kelas kemampuan lahan I
tidak memiliki faktor pembatas sehingga cocok untuk digunakan sebagai penggunaan lahan apapun. Kemampuan lahan kelas II dengan kemiringan lereng
3-8 memiliki tingkat erosi yang ringan dan kedalaman tanah yang sedang, serta drainase tanahnya yang baik dan agak terhambat masih memiliki pilihan
penggunaan yang relatif banyak tetapi untuk penggunaan lahan yang sangat intensif sangat tidak disarankan pada kelas kemampuan lahan ini.
Kemampuan lahan kelas III memiliki pilihan penggunaan lahan yang lebih sedikit dari kelas kemampuan lahan II karena memiliki faktor pembatas yang
lebih berat, seperti kemiringan lereng 8-15, tingkat erosi sedang, kedalaman tanahnya dangkal, dan berdrainase sedang. Faktor pembatas yang lebih berat lagi
terjadi pada kemampuan lahan kelas IV yang memiliki kemiringan lereng 15- 30, tingkat erosi agak berat, dan berdrainase baik dan cepat. Sedangkan untuk
kemampuan lahan kelas VI, menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007, sudah tidak cocok digunakan untuk penggunaan lahan pertanian karena memiliki
faktor pembatas yang berat, yaitu kemiringan lereng 30-45 dan tingkat erosi berat.
Menurut Arsyad 2006, tanah-tanah dengan kelas kemampuan lahan VII memiliki faktor pembatas yang berat dan tidak dapat dihilangkan, seperti terdapat
pada kemiringan lereng 45-65 dan tingkat erosi yang sangat berat. Lahan kelas kemampuan VIII lebih sesuai jika dibiarkan dalam keadaan alami dengan
faktor pembatas dalam penelitian ini adalah terdapat pada kemiringan lereng 65 dan memiliki tekstur tanah yang sedang hingga kasar. Rincian faktor
pembatas setiap kelas kemampuan lahan dapat dilihat pada Tabel 7. Pada kelas II, kelas VI, dan kelas VII faktor yang menjadi pembatas adalah kemiringan lereng
t dan erosi e. Pada kelas III faktor yang menjadi pembatas adalah kemiringan lereng t, erosi e, kedalaman tanah atau tekstur s, dan drainase w. Sedangkan
pada kelas IV faktor yang menjadi pembatas adalah kemiringan lereng t, erosi e, dan drainase w. Pada kelas VIII faktor yang menjadi pembatas adalah
kemiringan lereng t, dan kedalaman tanah atau tekstur s. Luas masing-masing subkelas kemampuan lahan disajikan pada Tabel 6.
Gambar 6. Peta Penyebaran Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan
Tabel 6. Luas Ha dan Proporsi Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan
No. Kemampuan Lahan
Ciawi Cisarua
Megamendung Sukaraja
Total Luas Kelas
Subkelas Ha
Ha Ha
Ha Ha
1 I
- -
168.47 1.15
24.03 0.16