3.3. Metode Penelitian
Secara garis besar penelitian ini terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu: 1 tahap persiapan dan pengumpulan data, 2 tahap analisis spasial dan data, 3
tahap pengecekan lapang, 4 tahap analisis data, dan 5 tahap penyusunan laporan akhir.
Gambar 2. Bagan Alur Metode I
3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data
Tahap persiapan diawali dengan pengumpulan studi pustaka yang berhubungan dengan kemampuan lahan, penataan ruang, penggunaanpenutupan
lahan eksisting kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu, dan pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu juga pengumpulan data-data penunjang
penelitian, seperti peta tanah, peta administrasi, peta RTRW, data curah hujan dan
citra ALOS. Setelah data terkumpul kemudian dilanjutkan dengan penyeragaman atau kalibrasi data sehingga proses pengolahan dapat dilakukan.
3.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial
Pada tahap yang kedua ini digunakan metode kombinasi teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi SIG untuk menganalisis peta.
Pengolahan citra digital dan analisis spasial dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3, ArcGIS 9.3, dan Erdas Imagine 9.1. Peta yang
berbentuk raster dilakukan registrasi dan koreksi geometrik terlebih dahulu sehingga menghasilkan peta yang siap untuk di digitasi.
1. Koreksi Geometrik
Tahap koreksi geometrik georeferencing bertujuan untuk menyamakan koordinat peta dengan koordinat sesungguhnya di lapangan atau merupakan
proses penempatan objek berupa raster atau image yang belum mempunyai acuan sistem koordinat dan proyeksi tertentu. Peta yang dilakukan koreksi geometrik
adalah Peta Tanah Semidetil dan Peta Land System. Metode georeferencing menggunakan koordinat yang tercantum pada peta analog. Koordinat yang
tercantum pada Peta Tanah Semidetil tersebut berupa decimal degree, maka coordinate system yang digunakan adalah World Geographic System WGS. Jika
koordinat berupa Universal Transverse Mercator UTM, maka yang dugunakan adalah Projected Coordinate System dengan zona wilayah 48 UTM. Tambahkan
titik ikat atau GCP Ground Control Point pada garis perpotongan koordinat. Titik yang berwarna hijau merupakan source koordinat gambar, sedangkan titik
berwarna merah merupakan destination koordinat yang sebenarnya. Titik ikat yang dibuat minimal berjumlah empat buah yang berseberangan untuk
mempermudah koreksi. Untuk hasil koreksi peta yang baik syarat besarnya RMS Erorr
tiap titik harus ≤ 1.
2. Proses Digitasi
Tahap digitasi dilakukan langsung pada layar komputer on-screen digitizing. Digitasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengubah peta
analog menjadi peta digital. Peta Tanah Semidetil dan Peta Land System yang sudah di digitasi dengan koordinat decimal degree di convert menjadi koordinat
UTM zona 48 S. Citra ALOS yang sudah terkoreksi di potong subset image pada software Erdas Imagine 9.1 sesuai batas wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu.
Digitasi citra ALOS dilakukan dengan batas administratif Sub DAS CIliwung Hulu.
3. Interpretasi Visual
Analisis visual interpretasi secara visual merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi yang tampak pada citra
dengan mengenalinya atas dasar karakteristik citra. Pendekatan ini melibatkan analisisinterpreter untuk mendapatkan informasi yang terekam pada citra dengan
cara interpretasi visual. Elemen-elemen diagnostik dalam analisi visual yang digunakan adalah rona, warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs, dan
asosiasi. Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra. Warna
adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum tampak.
Ukuran adalah atribut obyek yang berkaitan dengan jarak, luas, tinggi, lereng,
dan volume. Bentuk adalah variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau
pengulangan rona obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual.
Pola adalah susunan keruangan obyek yang merupakan ciri yang memadai bagi
beberapa obyek alamiah. Bayangan, dapat membantu memberikan gambaran
profil suatu obyek, atau bahkan menghalangi proses interpretasi akibat kurangnya
cahaya sehingga sukar diamati pada foto udara. Situs adalah lokasi obyek dalam
hubungannya dengan obyek lain yang sangat berguna untuk membantu
pengenalan suatu obyek. Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara
obyek yang satu dengan obyek yang lain. Dari interpretasi peta penggunaanpenutupan lahan wilayah Sub DAS
Ciliwung Hulu, diperoleh delapan bentuk penggunaanpenutupan lahan, yaitu hutan, semakbelukar, kebunperkebunan, tegalanladang, sawah tadah hujan,
sawah irigasi, rumputtanah kosong, dan pemukiman.
4. Ekstraksi Landform
Tahap ekstraksi ini bertujuan untuk menghasilkan beberapa parameter peta dari suatu peta dari data atribut peta tersebut. Peta Tanah Semidetil diekstrak
menjadi peta kemiringan lereng, peta drainase tanah dan peta tekstur tanah, sedangkan Peta Land System diekstrak menjadi peta kedalaman tanah dengan
modifikasi skala menggunakan bantuan dari DEM SRTM dan Peta Tanah Semidetil.
5. Tumpang Tindih Overlay
Pada tahap ini dilakukan dengan menggunakan metode overlay peta digital. Peta kelas erosi diperoleh dari hasil
overlay antara peta penggunaanpenutupan lahan dan peta tanah. Lima faktor pembatas yang
ditumpangtindihkan, yaitu peta kemiringan lereng, peta erosi, peta kedalaman tanah, peta tekstur tanah, dan peta drainase tanah.
6. Penetapan Kemampuan Fisik Lahan
Pada tahap ini, penentuan kemampuan fisik lahan yang dikategorikan ke dalam bentuk kelas dan subkelas. Besarnya hambatan yang ada untuk masing-
masing parameter menentukan masuk ke dalam kelas dan subkelas mana lahan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2009, penentuan kelas dan subkelas kemampuan lahan dilakukan dengan teknik
Boolean. Kemampuan fisik lahan dikelaskan ke dalam 8 delapan kelas, yaitu kelas I sampai dengan kelas VIII. Kemampuan lahan kategori kelas dapat dibagi
ke dalam kategori subkelas yang didasarkan pada jenis faktor penghambat atau ancaman dalam penggunaannya. Kategori subkelas hanya berlaku untuk kelas II
sampai dengan kelas VIII, karena lahan kelas I tidak mempunyai faktor penghambat. Kelas kemampuan lahan dapat dirinci ke dalam subkelas
berdasarkan empat faktor penghambat, yaitu kemiringan lereng t, penghambat terhadap perakaran tanaman s, tingkat erosibahaya erosi e, dan genangan air
w.
Dari hasil overlay peta, diperoleh kombinasi kelima faktor pembatas, yaitu kemiringan lereng, tingkat kelas erosi, kedalaman tanah, drainase tanah, dan
tekstur tanah, sehingga dapat dilakukan identifikasi kelas kemampuan lahan. Besarnya faktor pembatas yang ada menentukan masuk ke dalam kelas dan
subkelas mana lahan tersebut. Sebagai contoh, lahan yang memiliki kemiringan lereng datar dan tidak mempunyai faktor pembatas dari parameter lainnya masuk
ke dalam kelas I. Contoh yang lebih rinci untuk mengidentifikasi kelas dan subkelas lahan dijabarkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Contoh Identifikasi Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan
No. No. Sampel
1 Kode
Kemampuan Lahan
Faktor Pembatas Data
1 Kemiringan Lereng 3 - 8
B II
2 Tingkat Erosi Erosi Ringan
e1 II
3 Kedalaman Tanah Dalam
k0 I
4 Tekstur Tanah Halus
t1 I
5 Drainase Tanah Baik
d0 I
Kelas II
Subkelas II t, e
Dari penjabaran pada Tabel 3, maka lahan dengan unit karakteristik tersebut masuk ke dalam kategori kelas II dengan faktor pembatas kemiringan
lereng t dan tingkat erosi e. Setelah peta penggunaanpenutupan lahan didigitasi dan diinterpretasi dan
setelah ditentukan kelas kemampuan lahan beserta faktor-faktor pembatasnya, selanjutnya dilakukan tumpang tindih overlay. Kombinasi peta yang
ditumpangtindihkan, yaitu peta penggunaanpenutupan lahan eksisting dengan peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025,
peta penggunaanpenutupan lahan eksisting dengan peta kemampuan lahan, dan peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025
dengan peta kemampuan lahan. Masing-masing kombinasi peta yang ditumpangtindihkan tersebut dioverlay dengan peta administrasi Sub DAS
Ciliwung Hulu. Kemudian dilakukan penghitungan luas masing-masing poligon dalam satuan meter. Kemudian peta hasil kombinasi tumpang tindih di-query
berdasarkan matrik logika inkonsistensi terhadap RTRW Lampiran 1 dan matrik
logika ketidaksesuaian terhadap kemampuan lahan Lampiran 2 dan 3 yang menghasilkan 3 kombinasi peta tersebut.
3.3.3. Pengecekan Lapang
Data untuk pengecekan lapang ground checking mengacu pada kombinasi peta inkonsistensi penggunaanpenutupan lahan eksisting terhadap
RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dan kombinasi peta ketidaksesuaian penggunaanpenutupan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan. Pengambilan
sampel dilakukan secara acak random agar keterwakilan data baik. Menurut Nasution 2003, pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasi,
mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Dengan cara random, bias pemilihan dapat diperkecil, sekecil mungkin. Ini merupakan salah
satu usaha untuk mendapatkan sampel yang representatif. Sampel pengecekan lapang dilakukan pada poligon terluas yang mewakili
setiap kombinasi menurut kelas penggunaanpenutupan lahan dan menurut kelas peruntukan lahan RTRW untuk peta inkonsistensi penggunaanpenutupan lahan
eksisting terhadap RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, serta pada poligon terluas yang mewakili setiap kombinasi menurut kelas penggunaanpenutupan
lahan dan menurut kelas kemampuan lahan untuk peta ketidaksesuaian penggunaanpenutupan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan.
Pengecekan data lapang dilakukan untuk mengamati kondisi aktual penggunaan lahan. Urgensi dari pengecekan data lapang adalah untuk
memperkuat hasil analisis interpretasi, terutama dalam kaitannya dengan pengkoreksian peta penggunaan lahan, sehingga hasil akhir data yang di dapat
memiliki tingkat akurasi dan keterwakilan yang tinggi. Data lapang yang diperoleh kembali dicocokkan dengan data hasil analisis yang pertama.
Pengecekan lapang dilaksanakan selama tiga hari pada minggu pertama bulan November 2011, pada pukul 08.00
– 17.00 WIB. Alat yang digunakan untuk pengecekan lapang adalah GPS, kamera digital, dan alat tulis.
3.3.4. Tahap Analisis Data