18
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan, “jumlah penduduk Indonesia tahun 2010
mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Pertambahan penduduk sebagian besar disebabkan oleh kelahiran. Laju
pertambahan penduduk Indonesia tahun 2000 – 2010 sebesar 1,48 persen per tahun, sehingga jumlah penduduk menduduki posisi keempat setelah RRC, India
dan Amerika Serikat” Kontan, 2010. Mengingat laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, yakni 2,6
juta jiwa per tahun 1,49 persen maka Indonesia harus segera mengerem laju pertumbuhan penduduk. Tanpa Keluarga Berencana KB, 11 tahun lagi atau
pada 2020, penduduk Indonesia akan mencapai 261 juta manusia. Jika KB berhasil menekan angka laju pertumbuhan menjadi 0,5 persen per tahun, maka
jumlah penduduk 2020 hanya naik menjadi sekitar 246 juta jiwa. Ini berarti KB bisa menekan angka kelahiran sebanyak 15 juta jiwa dalam 11 tahun, atau 1,3
juta jiwa dalam setahun. Rencana induk atau grand design pembangunan kependudukan sangat
diperlukan. Ada lima rencana induk pembangunan kependudukan: pertama, pengendalian kuantitas penduduk seperti pengendalian kelahiran, kematian yang
ditangani Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN. Kedua, peningkatan kualitas penduduk yang saat ini angkatan kerja Indonesia
terbanyak 53 persen lulusan SD. Melalui rencana induk, ke depan angkatan kerja minimal lulusan SMP. Ketiga, pembangunan keluarga sebagai salah satu
kunci pembangunan bangsa melalui peningkatan kesejahteraan, pemberdayaan perempuan, pengetasan kemiskinan serta penguatan keluarga sebagai basis
pendidikan. Keempat, data base kependudukan melalui penertiban catatan sipil seperti Kartu Tanda Penduduk KTP. Kelima, mobilitas untuk pemerataan
penduduk. Salah satu grand design untuk menekan laju pertambahan penduduk
adalah pengendalian angka kelahiran yang saat ini ditangani oleh BKKBN.
19
Bukan hanya angka pertumbuhan penduduk saja yang coba dikendalikan namun pembangunan keluarga yang berkualitas untuk mengentaskan kemiskinan juga
menjadi komponen dalam pembangunan bangsa secara menyeluruh. BKKBN sebagai motor penggerak Program KB di Indonesia, berupaya
menekan angka kelahiran sampai 1,3 juta jiwa setahun, BKKBN menargetkan tahun ini peserta KB baru dari keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera
turun menjadi 12,9 juta keluarga. Dalam upaya mewujudkan keluarga sejahtera, terdapat empat aspek
yang menjadi bidang garapan pokok dalam KB sebagaimana tercantum dalam pengertian KB menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992 Bab I Pasal 1
Ayat 12, yakni Pendewasaan Usia Perkawinan, Pengaturan Kelahiran, Pembinaan Ketahanan Keluarga dan Peningkatan Kesejahteraan Keluarga.
Pelaksanaan Progam KB kini tidak seperti era Orde Baru. Selain itu, BKKBN juga kekurangan petugas lapangan. Saat ini program KB didukung oleh 22.000
petugas, masih dibutuhkan 13.000 penyuluh. Kecamatan Bojong Gede merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah
akseptor tinggi. Kecamatan yang berpenduduk cukup padat ini, terus berinovasi dengan menggalakkan program KB, termasuk menambah Kampung KB.
Program Kampung KB berada di bawah koordinasi petugas KB di bawah tanggungjawab Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
BPPKB Kabupaten Bogor. Kampung KB merupakan sebuah kampung di desa yang memiliki jumlah akseptor KB tinggi dan tingkat kesadaran KB nya pun
tinggi, terdapat di Desa Susukan, Desa Pabuaran, dan Desa Cimanggis. Kampung KB yang belum ada yakni di Desa Rawa Panjang, Desa Waringin
Jaya, dan Desa Kedung Waringin. Badan Pemberdayaaan Perempuan dan Keluarga Berencana BPPKB kembali menggencarkan program KB di wilayah
tersebut dengan menargetkan 156.683 orang peserta baru” Koran Bogor, 2011. Kecamatan Bojonggede memiliki 37.569 pasangan usia subur PUS,
peserta KB baru 6.897 pasangan 18,36 persen, peserta KB aktif 24.509 pasangan 65,20 persen. Tenaga medis lima orang, perawat bidan 10 orang.
Target menuju Indonesia Sehat 2010 peserta KB aktif ditargetkan 70 persen. Untuk mencapai target tersebut telah dilakukan kegiatan-kegiatan yang
mendukung salah satunya meningkatkan frekuensi penyuluhan untuk ber-KB
20
kepada masyarakat, penyediaan alat kontrasepsi yang cukup, Bina Keluarga Balita BKB, Bina Keluarga Remaja BKR, dan Bina Keluarga Lansia BKL.
Dalam upaya mewujudkan target tersebut, BKKBN mengubah slogan “dua anak cukup” menjadi “dua anak lebih baik”. Perubahan slogan
menunjukkan bahwa terdapat perubahan pendekatan komunikasi dari pendekatan yang bersifat memaksa menjadi pendekatan persuasif. Johnston
1994 mengatakan persuasi adalah proses transaksional di antara dua orang atau lebih dimana terjadi upaya merekonstruksi realitas melalui pertukaran
makna simbolis yang kemudian menghasilkan perubahan kepercayaan sikap dan atau perilaku secara sukarela.
Penelitian ini hanya terbatas pada pemilihan alat kontrasepsi KB. Dalam upaya untuk merealisasikan pencapaian target, komunikasi memegang peranan
sentral. Untuk mencapai komunikasi yang efektif, masyarakat perlu diajak, dibimbing, diarahkan agar menjadi masyarakat yang
secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga dapat menjadi masyarakat yang
mandiri dalam menentukan masa depannya sendiri. Namun demikian, kegiatan komunikasi tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan apabila tidak
terdapat interaksi dinamis dan harmonis antara masyarakat dengan sumber informasi. Interaksi yang dinamis dan harmonis akan terjadi apabila di antara
masyarakat dan sumber informasi. terbangun rasa saling percaya. Menurut Ostergaard dalam Antar Venus 2004 dalam kampanye,
masyarakat diarahkan pada ranah kognitif untuk memunculkan kesadaran, menarik perhatian dan memberi informasi yang akhirnya memunculkan simpati,
rasa suka kepedulian atau keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye. Kemampuan sumber informasi KB sebagai agen perubahan
diharapkan mampu mempengaruhi sikap dan keputusan masyarakat untuk mengadopsi layanan dan alat kontrasepsi KB sebagaimana isu utama yang
disampaikan dalam sosialisasi KB. Apabila sumber informasi dinilai kredibel ahli, dipercaya, disukai oleh masyarakat maka sumber informasi tersebut akan
mudah diterima masyarakat. Rogers 2001 menyatakan bahwa perilaku merupakan suatu tindakan nyata yang dapat dilihat atau diamati. Perilaku
tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai ada penentuan sikap untuk bertindak atau tidak bertindak, dan hal ini
dapat dilihat dengan menggunakan panca indera.
21
Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan penjelasan di atas muncul beberapa pertanyaan : 1. Bagaimana penilaian masyarakat terhadap kredibilitas sumber informasi
agen perubahan KB? 2. Bagaimana karakteristik individu dan akses terhadap layanan program KB
terhadap kredibilitas sumber informasi ? 3. Bagaimana sikap masyarakat terhadap program KB ?
4. Bagaimana keputusan masyarakat untuk mengadopsi layanan dan alat kontrasepsi KB?
5. Bagaimana hubungan penilaian masyarakat terhadap kredibilitas sumber informasi sebagai agen perubahan KB dengan sikap dan keputusan untuk
mengadopsi layanan dan alat kontrasepsi KB?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui penilaian masyarakat terhadap kredibilitas sumber informasi
sebagai agen perubahan untuk menyebarluaskan KB. 2. Mengetahui sikap masyarakat terhadap program KB.
3. Menganalisis keputusan masyarakat untuk mengadopsi layanan dan alat kontrasepsi KB.
4.
Menganalisis hubungan faktor penilaian masyarakat terhadap kredibilitas sumber informasi sebagai agen perubahan KB dengan sikap dan
keputusan masyarakat untuk mengadopsi layanan dan alat kontrasepsi KB.
22
Kegunaan Penelitian
1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan gambaran tentang peran sumber informasi dalam proses
pengambilan sikap dan keputusan dalam kegiatan komunikasi 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukkan bagi
BKKBN dalam upaya untuk mengevaluasi penggunaan sumber informasi dalam menyebarluaskan gagasan tentang program KB. Bagi
masyarakat pembaca, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumber pengetahuan dan acuan dalam melakukan aktivitas
komunikasi. 3. Bagi petugas kesehatan dan petugas lapangan keluarga berencana, hasil
evaluasi diharapkan dapat dijadikan acuan dalam berkomunikasi sehingga dapat mempengaruhi sikap dan keputusan pasangan usia
subur untuk mengadopsi KB.
23
24
II. TINJAUAN PUSTAKA