Fisiologi Pascapanen Buah Manggis

7 Kader 2005 menyatakan setelah panen dan selama penyimpanan, buah manggis akan mengalami perubahan warna kulit buah yang merupakan salah satu parameter kematangan buah manggis. Direktorat Tanaman Buah 2003 menambahkan, standar warna dari berbagai tingkat kematangan buah manggis dinyatakan dengan indeks kematangan, dengan warna kulit buah pada indeks 0 kuning, kehijauan, indeks 1 hijau kekuningan, indeks 2 kuning kemerahan dengan bercak merah, indeks 3 merah kecoklatan, indeks 4 merah keunguan, indeks 5 ungu kemerahan dan indeks 6 ungu kehitaman. Buah dengan indeks kematangan 2 dan 3 dipanen untuk tujuan ekspor, sedangkan untuk indeks kematangan 4, 5, dan 6 ditujukan untuk pasar lokal. Buah manggis yang dipanen terlalu muda mengandung banyak getah berwarna kuning yang menempel pada permukaan kulit sehingga penampakan buah menjadi kurang menarik, sedangkan buah yang telah dipanen perlu penanganan lebih lanjut agar dapat bertahan lebih lama. Pemanenan buah manggis dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah tertentu untuk mendapatkan penampakan buah yang seragam, mulus dan bersih sesuai permintaan pasar. Pemanenan dilakukan dengan cara memetikmemotong pangkal tangkai buah dengan alat bantu pisau tajam. Untuk mencapai buah di tempat yang tinggi dapat digunakan tangga bertingkat dari kayugalah yang dilengkapi pisau dan keranjang di ujungnya Prihatman, 2000. Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis. Menurut Pantastico 1989, dalam proses kematangannya buah manggis memerlukan waktu lebih kurang 13-14 minggu, yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna kulit buah. Tanda kematangan yaitu apabila ada perubahan pada warna kulit buah. Kulit buah yang belum matang berwarna hijau kekuningan dan akan berubah menjadi hijau dengan bintik-bintik ungu atau kemerahan ketika memasuki masa matang penuh. Panen buah manggis dilakukan pada beberapa tingkat ketuaan sesuai dengan kebutuhan. Untuk menentukan waktu panen dapat dilakukan dengan cara, antara lain: a Secara visual, dengan melihat warna kulit dan ukuran buah, adanya sisa tangkaiputik, mengeringnya tepi daun tua dan mengeringnya tubuh tanaman. b Secara fisik, dilihat dari mudah tidaknya buah terlepas dari tangkai dan berat jenisnya. c Secara analisis kimia, kandungan zat padat, zat asam, perbandingan zat padat dengan asam dan kandungan zat pati. d Secara perhitungan, jumlah hari setelah bunga mekar dalam hubungannya dengan tanggal berbunga dan unit panas. e Secara fisiologi, dengan melihat respirasi. Setelah pemanenan dilakukan beberapa tahapan penanganan pascapanen yaitu pengumpulan buah, sortasi, pencucian, grading, pemberian label, pengemasan dan penyimpanan. Pengumpulan buah dilakukan pada suhu kamar 28-30 o C ditempat yang bersih dengan aerasi udara yang baik dan lancar serta kelembapan maksimum 90. Pemilihan mutu didasarkan kepada beratukuran buah, kemulusan kulit buah dan keutuhan sepal buah sehingga akan diperoleh nilai tambah karena harga buah manggis dapat ditentukan berdasarkan mutu buah melalui proses sortasi dan grading. Proses sortasi buah setelah panen dapat memisahkan buah yang mulus dan tidak cacat. Selanjutnya buah dikelompokan berdasarkan ukuran buah dan bergetah tidaknya. Cara menghilangkan getah yang menempel pada permukaan buah dengan cara dibersihkan dengan kain atau disikat dengan sikat yang halus. Ukuran berat dan diameter buah dipilah pilah sesuai dengan kriteria menurut standar mutu perdagangan, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri Suyanti dan Setyadjit, 2007.

2.4. Fisiologi Pascapanen Buah Manggis

Buah manggis seperti buah dan bahan pertanian lain akan tetap melakukan proses metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik dan kimia. Aktivitas hidup ini berlangsung menggunakan persediaan cadangan makanan yang ada, yaitu substrat yang terakumulasi selama pertumbuhan dan pemasakan buah. Proses metabolisme ini terus berlangsung dan selalu mengakibatkan perubahan-perubahan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan. Selama proses pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata secara fisik maupun kimia yang umumnya terdiri dari perubahan warna, tekstur, bau, tekanan turgor sel, zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan asam-asam organik Winarno, 2002. Wills et al 1989 menjelaskan bahwa, Setiap sel hidup bernafas terus menerus selama kehidupannya yang 8 digunakan untuk mempertahankan organisasi seluler, transportasi metabolit ke seluruh jaringan, dan mempertahankan permeabilitas membran. Sebagian besar energi yang diperlukan buah segar disuplai dari hasil respirasi aerob. Kehilangan substrat dan air tersebut tidak dapat digantikan sehingga kerusakan mulai terjadi. Substrat yang digunakan pada respirasi ini adalah glukosa heksosa dengan reaksi kimia sebagai berikut : C 6 H 12 O 6 + 6O 2 6CO 2 + 6H 2 O + energy Winarno 2002 menambahkan, respirasi adalah suatu proses metabolisme yang menggunakan oksigen O 2 untuk perombakan senyawa kompleks seperti pati, gula, protein, lemak dan asam organik yang meghasilkan molekul-molekul yang lebih sederhana yaitu karbondioksida CO 2 , air H 2 O dan energi panas yang dapat digunakan untuk reaksi sintesa. Hal yang serupa dinyatakan oleh Muchtadi 1992 bahwa terdapat 3 fase dalam proses respirasi, yaitu : 1 Perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana, 2 Oksidasi gula-gula sederhana tersebut menjadi asam piruvat, dan 3 Transformasi aerobik asam piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi karbondioksida, air, dan energi. Kecepatan respirasi dapat dijadikan sebagai suatu indikasi yang baik untuk menentukan masa simpan buah. Proses respirasi dengan kecepatan tinggi biasanya dihubungkan dengan masa simpan yang pendek sehingga dapat menunjukkan kecepatan penurunan mutu buah dan nilai jual buah. Berdasarkan pola respirasinya, secara umum buah dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu buah golongan klimakterik dan non klimakterik. Buah manggis termasuk dalam golongan buah klimakterik seperti juga alpukat, apel, durian, mangga, melon, pisang, semangka, dan sirsak, dimana buah golongan klimakterik dipanen pada saat mencapai pertumbuhan maksimum mature tetapi belum matang unripe sehingga proses pematangannya akan tetap berlanjut setelah dipetik dari pohon Sjaifullah et al., 1998. Berdasarkan hasil penelitian Suyanti et al . 1999 yang menunjukkan bahwa buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan setitik warna ungu 104 HSBM, warna kulit buahnya berubah dengan cepat menjadi 10-25 ungu kemerahan dalam satu hari pada penyimpanan 25 C, RH 60-70 dan menjadi 100 ungu kemerahan setelah 6 hari penyimpanan. Suyanti et al. 1999 menyatakan bahwa, kandungan air pada daging buah akan meningkat selama proses penyimpanan. Daging buah manggis yang bagian terbesar yang dikandungnya adalah air, sehingga semakin tua daging buah manggis maka semakin tinggi pula kandungan airnya. Selain itu Sjaifullah et al. 1998 menambahkan, selama penyimpanan terjadi pula perubahan kadar air pada kulit buah manggis. Kadar air kulit buah manggis secara umum mengalami penurunan seiring dengan lamanya umur penyimpanan. Akibatnya, pengerasan akan terjadi pada kulit buah manggis sehingga sulit dibuka yang kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang tinggi di permukaan kulit atau terjadi kerusakan jaringan kulit buah, sehingga terjadi desikasi. Menurut Pantastico 1989 perubahan kekerasan tergolong perubahan fisik pada buah- buahan. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elatisitas dinding sel. Terjadinya difusi yang terus menerus meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan sel menjadi tegang. Perubahan keasaman buah selama penyimpanan akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kematangan buah dan tingginya suhu penyimpanan. Menurut Suyanti et al. 1999 pola perubahan kandungan asam pada buah manggis sama dengan pola perubahan kandungan asam pada pisang tanduk, Raja Sere, Barangan, Mangga Gedong, dan Nenas Subang. Hal ini berarti bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada kondisi yang tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya. Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi 9 rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan hanya usaha untuk mencegah kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut.

2.5. Penyimpanan Dingin