Penelitian Pendahuluan Pembiusan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) dengan Suhu Rendah Secara Bertahap dalam Transportasi Sistem Kering

Faktor penting yang menunjang kehidupan ikan adalah oksigen yang terlarut dalam air. Dissolve oxygen DO yang terkandung dalam air kolam budidaya dan air laboratorium memiliki kisaran antara 5,37 dan 6,31. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan oksigen yang terlarut dalam kedua air tersebut memiliki nilai yang cukup baik untuk kehidupan ikan bawal. Tanpa oksigen terlarut yang cukup, maka kehidupan ikan akan terganggu. Hal yang mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air salah satunya adalah kenaikan suhu, semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen akan berkurang. Peningkatan suhu senilai 1 °C akan meningkatkan konsumsi oksigen sebesar 10 Effendi 2003. Kadar CO 2 yang terkandung dalam air kolam budidaya dan kolam laboratorium senilai 1,85 dan 3,96 ppm. Hal ini sesuai untuk kehidupan ikan bawal karena menurut Kordi 2011, kadar CO 2 yang terkandung dalam air tidak boleh melebihi batas 25 ppm. Sedangkan untuk kadar alkalinitas dan amonia yang masing-masing bernilai 94-154 dan 0,03-0,05 ppm juga masih dalam batas yang normal. Hasil yang diperoleh dari pengamatan parameter kualitas air kolam budidaya dan air laboratorium yang diendapkan menunjukkan bahwa keduanya masih memiliki standar yang baik bagi kelangsungan hidup ikan bawal air tawar. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air tidak mempengaruhi kondisi kesehatan dan proses pemeliharaan, pengadaptasian serta perlakuan baik dalam proses pembiusan maupun pembugaran.

4.2 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui respon penurunan suhu rendah terhadap aktivitas bawal air tawar dan menentukan suhu pembiusan bawal air tawar secara bertahap. Hasil penelitian tahap ini akan digunakan pada penelitian utama.

4.2.1 Respon penurunan suhu rendah terhadap aktivitas bawal air tawar

Bawal air tawar dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam sebelum diimotilisasi. Pemuasaan dilakukan agar organ pencernaan bawal bebas dari kotoran. Respon aktivitas bawal air tawar selama proses pembiusan secara bertahap dengan suhu rendah ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Respon aktivitas bawal air tawar pada berbagai penurunan suhu Suhu o C Waktu menit Aktivitas Ikan Bawal Air Tawar Kriteria 27 0-4 Ketika dimasukkan ikan meronta, gerak tutup insang cepat, ikan aktif, lincah. Gerakan sirip normal, merespon terhadap sentuhan. Normal 24 5-10 Aktivitas bawal mulai berkurang, lebih tenang, cenderung berenang di dasar, gerak tutup insang normal. Adaptasi 23-21 10-15 Bawal cenderung diam, gerakan tutup insang dan sirip semakin lambat dan tenang, ketika disentuh respon masih ada. Tenang 20-18 15-20 Bawal mulai limbung, gerakan dan respon terhadap rangsangan masih ada, posisi badan miring, mulai meregangkan sirip, mulai mudah dipegang. Fase panik 17-15 20-25 Bawal limbung, gerakan sirip dan tutup insang lambat, rangsang terhadap sentuhan lambat dan lebih tenang saat dipegang. Pingsan ringan 14-12 25-30 Bawal tergeletak, posisi tubuh roboh, hampir tidak ada gerakan, sirip tidak bergerak dan tutup insang bergerak sangat lambat , ketika diangkat tubuh bawal melayang, respon tidak ada. Pingsan berat Hasil pengamatan responbawal air tawar terhadap penurunan suhu rendah menunjukkan perubahan pada aktivitas tingkah lakunya. Pada suhu awal pembiusan ±27 °C atau suhu ruang, bawal berada dalam kondisi normal, tubuh tegak, sangat lincah dan responsif terhadap rangsangan serta sirip dan tutup insang masih bergerak aktif. Pembiusan secara bertahap selama ±4 menit menyebabkan suhu media pembiusan turun hingga mencapai suhu 24 °C. Semua bawal yang diimotilisasi pada suhu ini terlihat masih berdiri kokoh namun aktivitasnya sudah mulai berkurang. Aktivitas bawal ketika memasuki suhu 24 o C terlihat semakin lambat dan tenang, cenderung berenang di dasar dan gerakan tutup insang yang normal. Hal tersebut menandakan bahwa sebagian bawal mulai beradaptasi dan telah merespon kondisi perubahan suhu lingkungan yang semakin rendah. Kondisi ini terus berlangsung selama ±5 menit hingga suhu pembiusan mencapai 21 o C. Bawal memasuki fase tenang pada suhu 23-21 o C, bawal cenderung diam, gerakan tutup insang dan sirip semakin lambat dan tenang pada lama pembiusan 10-15 menit. Ketika diberikan rangsangan sentuhan bawal masih memberikan respon. sirip dan tutup insang terlihat diam akan tetapi seluruh bawal masih dalam kondisi tegak. Bawal mulai kehilangan orientasi dan memasuki fase panik pada kisaran suhu 20-18 o C. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi bawal yang mulai limbung ketika memasuki suhu 20 o C, sebagian besar bawal masih dapat berenang tegak kembali ketika posisi tubuhnya dibalik. Respon terhadap rangsangan masih ada namun bawal mulai mudah dipegang. Gerakan dan respon terhadap rangsangan bawal mulai melemah ketika suhu pembiusan mulai mencapai 18 o C, meskipun seluruh bawal yang dibius belum menunjukkan tanda-tanda pingsan. Bawal mulai memasuki fase pingsan ringan pada kisaran suhu 17-15 o C. Hal ini ditunjukkan oleh hilangnya keseimbangan pada ikan bawal serta lemahnya respon terhadap rangsangan sentuhan yang diberikan. Sirip dan tutup insang bergerak lambat tetapi masih menunjukkan adanya gerakan. Ketika posisi tubuh dibalik seluruh bawal tidak dapat tegak kembali dan lebih tenang ketika dipegang. Bawal menunjukkan tanda-tanda pingsan ketika suhu media memasuki kisaran suhu 14-12 o C. Sebagian bawal telah roboh kemudian pingsan, gerakan tutup insang dan sirip. Kisaran suhu 14-12 o C yang dipertahankan selama 30 menit mengakibatkan seluruh bawal telah pingsan. Bawal telah tergeletak di dasar media dalam keadaan roboh, hampir tidak ada gerakan, tutup insang dan sirip bergerak sangat lambat. Ketika bawal diangkat, tubuh bawal melayang dan tidak ada respon terhadap rangsangan. Bawal yang telah pingsan tidak memberikan perlawanan ketika dikemas. Penurunan suhu secara bertahap mengakibatkan gerakan bawal yang semula aktif pada suhu normal secara perlahan-lahan direduksi menjadi tenang seiring dengan penurunan suhu yang diberikan. Proses aklimatisasi dari metode penurunan suhu secara bertahap pada dasarnya juga dipengaruhi oleh bobot dan ukuran bawal air tawar yang digunakan. Semakin besar bobot dan ukuran bawal yang digunakan maka semakin besar nilai toleransi terhadap perubahan suhu Wibowo et al. 1994. Hasil pengamatan aktivitas bawal pada berbagai suhu di atas menunjukkan bahwa bawal yang dipingsankan dengan penurunan suhu secara bertahap akan mengalami gangguan keseimbangan. Terganggunya keseimbangan pada bawal disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam darah. Laju konsumsi oksigen pada hewan air akan menurun seiring dengan menurunnya suhu media Berka 1986. Penurunan konsumsi oksigen pada bawal akan mengakibatkan jumlah oksigen yang terikat dalam darah semakin rendah. Kondisi ini akan mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan syaraf juga berkurang sehingga menyebabkan berkurangnya aktivitas fisiologi dan bawal menjadi tenang Suryaningrum et al. 2008; Ikasari et al. 2008. Kekurangan oksigen yang lebih lanjut menyebabkan bawal menjadi pingsan dan akhirnya roboh. Hasil penelitian aktivitas bawal air tawar pada berbagai suhu menunjukkan kisaran suhu kritis bagi bawal air tawar, yaitu suhu 20-18 o C fase panik, 17-15 o C pingsan ringan dan 14-12 o C pingsan berat.

4.2.2 Penentuan suhu pembiusan terbaik

Penentuan suhu pembiusan terbaik untuk bawal air tawar dilakukan dengan cara mengetahui pengaruh suhu pembiusan yang menyebabkan fase kritis terhadap tingkat kelulusan hidup dan kondisi saat pembugaran. Suhu pembiusan tersebut adalah 20-18 o C fase panik, 17-15 o C pingsan ringan dan 14-12 o C pingsan berat. Hasil pengamatan pada penentuan suhu pembiusan terbaik menunjukkan bahwa perlakuan suhu pembiusan menghasilkan kondisi yang berbeda terhadap bawal yang diimotilisasi. Pembiusan secara bertahap dengan suhu 20-18 o C selama 30 menit dapat membuat kondisi ikan bawal cukup tenang. Bawal yang dibius pada kisaran suhu 17-15 o C terlihat dalam keadaan limbung dan mulai kehilangan keseimbangan. Bawal masih bergerak lemah dan hanya sedikit menunjukkan respon ketika diberikan rangsangan. Pada waktu dilakukan pengemasan,bawal masih meronta lemah. Pembiusan pada suhu 14-12 o C menghasilkan kondisi bawal yang berbeda dibandingkan dengan bawal yang diimotilisasi pada suhu 17-15 o C. Ketika bawaldibius secara bertahap pada media air hingga suhu 14-12 o C menyebabkan sebagian bawal roboh. Bawal dalam keadaan diam ketika diangkat serta tidak ada respon terhadap rangsangan yang diberikan sehingga memudahkan penanganan bawaluntuk dikemas. Untuk mengamati kedalaman fase pingsan bawal yang sudah dibius diletakkan dalam kotak stirofoam sebagaimana diagram Gambar 4. Gambar 4 Penyusunan ikan bawal dalam stirofoam Berikut adalah hasil pengamatan kelulusan hidup dan kondisi bawal setelah uji penyimpanan 3 jam dalam kemasan kering ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil penelitian pendahuluan penentuan suhu pembiusan terbaik Suhu pembiusan o C Kondisi bawal setelah penyimpanan selama 3 jam Survivalrate Posisi Kondisi Respon Waktu Diangkat 20-18 Bergeser Sadar Normal Ada Meronta 60 17-15 Bergeser Sadar Lemah Lemah Meronta Lemah 80 14 - 12 Tidak Bergeser Pingsan Tidak Ada Tidak Meronta 100 Kondisi bawal air tawar yang dibius pada suhu 14-12 o C dan dilakukan penyimpanan selama 3 jam mendapatkan nilai survival rate tertinggi sebesar 100. Ketika dilakukan pembongkaran bawal tidak bergeser posisinya, berada dalam kondisi pingsan dan ketika diangkat tidak meronta. Bawal yang dibius pada Es sebanyak 0,5 kg yang dilapisi kantung plastik dan koran Serbuk gergaji 5cm Ikan Bawal 5 ekor Serbuk gergaji 5cm suhu 17-15 o C mendapatkan survival rate senilai 80 . Kondisi ikan sadar lemah dan meronta lemah ketika diangkat. Sedangkan bawal yang dibius pada suhu 20-18 o C memiliki nilai survival rate terendah yaitu 60 . Kondisi bawal pada suhu pemingsanan 20-18 o C ketika dilakukan pembongkaran sudah berada dalam kondisi sadar, ketika diangkat meronta dan merespon terhadap rangsangan. Hasil penelitian pendahuluan membuktikan bahwa suhu 14-12 o C memiliki nilai kelulusan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan suhu 20-18 o C dan 17-15 o C. Menurut Soedibya dan Taufik 2006, suhu krusial dalam pembiusan bawal berkisar antara 18-13 o C. Pada titik-titik krusial ini terjadi perubahan aktivitas dan respon ikan bawal yang nyata,yang diharapkan merupakan momen yang tepat saat ikan menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam mempertahankan hidupnya. Karena pada dasarnya, dalam kondisi krusial makhluk hidup cenderung menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Suhu optimal untuk pembiusan bawal berkisar antara 18-13 o C. Suhu diatas maupun dibawah kisaran tersebut masih beresiko menimbulkan mortalitas yang tinggi. Selain itu suhu yang digunakan untuk imotilisasi ikan cenderung pada fase pingsan berat dan pingsan ringan agar dapat menekan resiko kematian ketika transportasi.

4.3 Penelitian Utama