1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat ternyata ikut pula meningkatkan taraf pendidikan masyarakat yang pada gilirannya ikut meningkatkan kesadaran dalam
hidup sehat. Kondisi ini ternyata berpengaruh terhadap perilaku dan preferensi masyarakat tersebut. Salah satu dampak yang tampak adalah terjadinya pergeseran
pada permintaan masyarakat terhadap suatu komoditi ke arah komoditi yang bermutu lebih tinggi, spesifik dan resiko pada kesehatan yang lebih kecil,
meskipun dengan demikian harus diganti dengan harga yang lebih tinggi. Pergeseran tersebut juga tampak pada permintaan komoditi perikanan di pasar
internasional maupun domestik yang bergeser dari bentuk beku ke bentuk segar, kemudian ke bentuk hidup. Dalam bentuk hidup, jenis ikan bernilai ekonomi
tinggi, misalnya kerapu harganya mencapai 3-4 kali lipat dari harga ketika mati Nitibaskara et al. 2006. Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa
merupakan pasar yang potensial untuk jenis ikan hidup Salah satu komoditas perikanan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi dan
telah dibudidayakan
secara intensif
adalah ikan
bawal air
tawar Colossoma macropomum. Kelebihan ikan bawal ini antara lain dapat mencapai
ukuran yang cukup besar, memiliki daging yang gurih, tidak banyak duri, dan rasanya tidak kalah lezat dibandingkan dengan ikan bawal air laut. Prospek
pemasaran ikan bawal air tawar hidup cukup cerah, baik untuk pasar dalam negeri maupun untuk ekspor. Kendala yang umum dihadapi dalam pemasaran ikan hidup
terutama adalah jarak tempuh yang cukup jauh untuk mentransportasikan ikan, sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk dapat mempertahankan agar
akan tetap dalam keadaan hidup sampai di tempat tujuan. Permintaan bawal air tawar di dalam negeri cukup tinggi, terutama di kota-
kota besar. Pasar lokal yang mendominasi permintaan bawal air tawar terbanyak saat ini yaitu Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan
Jawa Timur yang diperkirakan angkanya mencapai jutaan ekor per musim. Sebagai contoh, produksi bawal air tawar dari Waduk Cirata Cianjur dan
Jatiluhur Purwakarta didistribusikan ke TPI Muara Baru dan Muara Angke.
Selain pasar di Jakarta, juga dikirimkan ke Pasar Turi Surabaya, Pasar Kobong Semarang, Lahat Sumsel, Bandung, Lampung, Bogor dan Cirebon. Permintaan
ikan bawal air tawar sudah merambah ke mancanegara, diantaranya diekspor ke Johor Baru Malaysia. Menurut data statistik produksi perikanan budidaya jaring
apung, Indonesia memproduksi ikan bawal sebesar 4.152 ton pada tahun 2009 dan meningkat hingga 17.683 ton pada tahun 2010 SIDATIK Kementerian Kelautan
dan Perikanan, 2011. Peluang pasar yang masih terbuka tersebut perlu mendapat dukungan berupa
teknologi penanganan transportasi biota perairan yang ekonomis, praktis dan aman. Transportasi hidup sistem kering untuk pengangkutan bawal air tawar
hidup jarak jauh dalam waktu lama merupakan cara yang praktis dan aman meskipun beresiko tinggi. Transportasi biota perairan hidup sistem kering dapat
menjadi pilihan yang tepat apabila kondisi optimalnya diketahui sehingga kelulusan biota tetap tinggi hingga di tempat tujuan.
Ikan bawal air tawar harus dipingsankan dahulu sebelum ditransportasikan. Hasil penelitian Soedibya dan Taufik 2006 pada bawal air tawar menunjukkan
bahwa pemingsanan dengan penurunan suhu secara bertahap telah diketahui titik- titik kritis suhu imotil untuk ikan bawal yaitu pada kisaran suhu 23-13 °C. Adapun
aspek-aspek lainnya dalam penanganan dan transportasi ikan bawal air tawar hidup belum diketahui. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk
mendapatkan teknologi transportasi bawal air tawar sistem kering yang ekonomis, praktis, danaman serta menghasilkan kelulusan hidup yang tinggi dengan waktu
transportasi yang lama.
1.2 Tujuan penelitian