suhu 17-15
o
C mendapatkan survival rate senilai 80 . Kondisi ikan sadar lemah dan meronta lemah ketika diangkat. Sedangkan bawal yang dibius pada suhu
20-18
o
C memiliki nilai survival rate terendah yaitu 60 . Kondisi bawal pada suhu pemingsanan 20-18
o
C ketika dilakukan pembongkaran sudah berada dalam kondisi sadar, ketika diangkat meronta dan merespon terhadap rangsangan.
Hasil penelitian pendahuluan membuktikan bahwa suhu 14-12
o
C memiliki nilai kelulusan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan suhu 20-18
o
C dan 17-15
o
C. Menurut Soedibya dan Taufik 2006, suhu krusial dalam pembiusan bawal berkisar antara 18-13
o
C. Pada titik-titik krusial ini terjadi perubahan aktivitas dan respon ikan bawal yang nyata,yang diharapkan
merupakan momen yang tepat saat ikan menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam mempertahankan hidupnya. Karena pada dasarnya, dalam kondisi krusial
makhluk hidup cenderung menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Suhu optimal untuk pembiusan bawal berkisar antara 18-13
o
C. Suhu diatas maupun dibawah kisaran tersebut masih beresiko menimbulkan mortalitas
yang tinggi. Selain itu suhu yang digunakan untuk imotilisasi ikan cenderung pada fase pingsan berat dan pingsan ringan agar dapat menekan resiko kematian ketika
transportasi.
4.3 Penelitian Utama
Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui tingkat kelulusan hidup bawal air tawar. Pembiusan bawal air tawar pada penelitian utama menggunakan
metode pembiusan secara bertahap dengan suhu pembiusan terbaik yang didapat dari hasil penelitian pendahuluan yaitu 14-12
o
C.
4.3.1 Kelulusan hidup bawal air tawar selama penyimpanan
Kelulusan hidup bawal ditentukan setelah bawal dibugarkan dalam air selama 1 jam untuk melihat kemampuan bawal beradaptasi kembali dalam
media air setelah dilakukan penyimpanan. Uji penyimpanan dilakukan sebanyak 3 pengamatan pada jam ke-0, 3, 6, dan 9. Data hasil pengamatan dicantumkan
dalam Gambar 5.
Gambar 5 Kelulusan hidup bawal air tawar dengan perlakuan lama penyimpanan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bawal air tawar yang dikemas menggunakan media serbuk gergaji menghasilkan tingkat kelulusan hidup sebesar
100 pada penyimpanan jam ke-0. Selanjutnya tingkat kelulusan hidup bawal turun menjadi 73 pada jam ke-3, dan 60 pada jam ke-6. Pada akhir
penyimpanan jam ke-9, tingkat kelulusan hidup bawal sebesar 40. Dapat terlihat bahwa masing-masing perlakuan lama penyimpanan memberikan hasil yang
berbeda sangat nyata berdasarkan uji statistik yang dilakukan. Perlakuan lama penyimpanan pada media serbuk gergaji terlihat memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar selama transportasi dilakukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelulusan hidup survival rate bawal air tawar menurun seiring bertambahnya lama penyimpanan. Menurut penelitian
Suryaningrum et al. 2005 yang menggunakan bawal sebagai biota ujinya, penurunan nilai kelulusan hidup tersebut karena sebagian biota yang dibius telah
tersadar pada saat disimpan sehingga aktivitas maupun metabolismenya meningkat. Hal ini juga dapat berlaku bagi bawal air tawar karena aktivitas dan
metabolisme bawal yang semakin tinggi menuntut ketersediaan oksigen yang tinggi pula, sedangkan ketersediaan oksigen dalam media kemasan sangat terbatas
100
73 60
40
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
3 6
9
K ela
ng sun
g a
n H
idu p
Lama Penyimpanan jam
sehingga bawal dapat mengalami kekurangan oksigen yang berakibat pada kematian.
Rendahnya persentase tingkat kelulusan hidup pada jam ke-9 diduga karena ikan lebih cepat sadar kembali selama berada dalam kemasan. Pada saat ikan
dipingsankan dan disimpan dalam kemasan tanpa air, katup insangnya masih mengandung sedikit air sehingga oksigen dapat diserap walaupun dalam jumlah
yang sedikit Utomo 2001. Tingkat kematian yang cukup tinggi pada jam penyimpanan ke-9 diduga akibat rendahnya cadangan oksigen pada katup insang
sehingga mempercepat proses kematian ikan selama transportasi.
4.3.2 Perubahan suhu media kemasan selama penyimpanan
Suhu media kemasan mengalami perubahan sejak awal hingga akhir uji penyimpanan bawal air tawar. Hasil pengamatan perubahan suhu media pengisi
selama uji penyimpanan ditampilkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Perubahan suhu media kemasan selama penyimpanan Pada penyimpanan selama 9 jam terlihat bahwa media kemasan dengan
bahan pengisi serbuk gergaji mengalami perubahan suhu yang cukup berarti. Peningkatan suhu menjadi 15,7
o
C terjadi ketika penyimpanan mencapai lama
13,0 15,7
18,0 18,7
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
3 6
9
Suhu °
C
Lama Penyimpanan jam
penyimpanan 3 jam dan mencapai 18
o
C pada penyimpanan selama 6 jam. Suhu media serbuk gergaji mengalami peningkatan menjadi 18,7
o
C pada penyimpanan jam ke-9. Penggunaan serbuk gergaji sebagai media pengisi pada penyimpanan
bawal terbukti dapat mempertahankan suhu kemasan tetap rendah ≤ 21
o
C hingga 9 jam penyimpanan. Serbuk gergaji terus mengalami peningkatan suhu
seiring semakin lamanya durasi penyimpanan. Hal ini terjadi akibat menurunnya kemampuan es sebagai media pendingin dan adanya penetrasi panas dari suhu
lingkungan Junianto 2003. Suhu media serbuk gergaji dapat dipertahankan rendah oleh beberapa faktor, yaitu penambahan es dan penggunaan stirofoam
sebagai wadah pengemas. Penentuan suhu media pengisi disesuaikan dengan suhu pembiusan ikan
bawal. Menurut Suryaningrum dan Utomo 1999 dalam Andasuryani 2003, suhu media untuk transportasi ikan sistem kering berkisar atau sama dengan
suhu pembiusannya. Suhu merupakan faktor yang sangat penting dalam transportasi ikan sistem kering dan berpengaruh terhadap kelulusan hidup ikan
yang ditransportasikan. Suhu dalam kemasan harus dipertahankan sebaik mungkin dan idealnya pada akhir transportasi suhu tidak lebih dari 20
o
C Suryaningrum et al. 1994.
Sampai saat ini, serbuk gergaji merupakan jenis media pengisi yang paling sering digunakan pada transportasi biota perairan hidup sistem kering. Serbuk
gergaji mempunyai panas jenis yang lebih besar daripada sekam padi atau serutan kayu, memiliki tekstur yang baik dan seragam serta nilai ekonomisnya relatif
rendah. Serbuk gergaji yang digunakan sebaiknya berasal dari jenis kayu yang sedikit mengandung getah atau resin, kurang beraroma terpenten, tidak beracun,
tidak berbau tajam dan bersih Junianto 2003. Jenis kayu yang umum digunakan antara lain kayu mindi Melia azedarach, jeungjing Albizia falcata dan jati
Tectona grandis Karnila dan Edison 2001. Perubahan suhu yang kecil menyebabkan bawal tetap tenang, tidak banyak
bergerak, aktivitas metabolisme dan respirasi berkurang sehingga diharapkan daya tahannya cukup tinggi di luar habitatnya. Rendahnya metabolisme bawal
akan menghasilkan kebutuhan energi untuk aktivitas yang juga rendah. Hal ini berarti bahwa perombakan adenosin triphosphat ATP menjadi adenosin
diphosphat ADP, adenosin monophosphat AMP dan inosin monophosphat untuk menghasilkan energi sangat rendah, sehingga oksigen yang digunakan unuk
merombak ATP untuk menghasilkan energi juga sangat rendah. Kadar oksigen dalam darah bawal pada akhirnya tidak turun secara drastis, sehingga bawal
mampu hidup lebih lama selama proses transportasi Karnila dan Edison 2001. Suhu kemasan memegang peran penting dalam menentukan kelulusan hidup
bawal. Suhu kemasan yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menyebabkan mortalitas yang tinggi selama proses transportasi. Media yang
digunakan untuk transportasi bawal air tawar sistem kering harus bersifat lembab, dengan suhu di dalam kemasan dipertahankan pada 12,9-25,4
o
C. Dalam kondisi ini, transportasi Bawal air tawar akan lebih lama dan kelulusan hidupnya tinggi
Suryaningrum et al. 2007. Semakin lama bahan pengisi mampu menyimpan dingin maka semakin panjang waktu dan jarak tempuh transportasi yang bisa
dilakukan Hastarini et al. 2006. Suhu media kemasan selama penyimpanan ikut menentukan ketahanan
hidup ikan bawal air tawar dalam transportasi hidup sistem kering. Perubahan suhu yang cukup besar sejak awal hingga akhir transportasi akan menyebabkan
bawal tersadar dari kondisi imotil sehingga aktivitas dan metabolismenya meningkat. Aktivitas dan metabolisme yang semakin tinggi akan menuntut
ketersediaan oksigen yang siap dikonsumsi, akan tetapi ketersediaan oksigen di dalam media kering terbatas. Biota yang dikemas akan mengalami kekurangan
oksigen yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian Karnila dan Edison 2001.
Peningkatan suhu yang lebih cepat akan membuat ikan lebih cepat sadar sehingga metabolismenya meningkat, Hal ini berpengaruh pula terhadap nilai
survival rate dalam transportasi ikan sistem kering. Untuk mengetahui tingkat kenaikan suhu media serbuk gergaji yang sebenarnya dilakukan penelitian
penyimpanan dengan menggunakan thermo-hygrometer. Dalam uji yang dilakukan selanjutnya diukur tingkat suhu media serbuk gergaji dan kelembaban
relatifnya relative humidity dengan menggunakan alat thermo-hygrometer digital dengan sensor berbentuk probe. Probe diletakkan dalam serbuk gergaji dan
indikator diletakkan di luar kotak stirofoam. Posisi thermo-hygrometer dapat
dilihat pada Gambar 7. Pengamatan dilakukan setiap 30 menit untuk memantau suhu dan kelembaban. Hasil pengamatan perubahan suhu media pengisi dan
kelembaban serbuk gergaji selama uji penyimpanan ditampilkan pada Gambar 8 dan 9.
Gambar 7 Posisi thermo-hygrometer pada percobaan
Gambar 8 Perubahan suhu serbuk gergaji selama penyimpanan dengan menggunakan thermo-hygrometer.
Pengamatan suhu serbuk gergaji dengan menggunakan thermo-hygrometer digital, memperlihatkan rata-rata suhu naik dari pengamatan ke-0 hingga
pengamatan ke-7 0 hingga 3 jam 30 menit dari suhu 13 ºC hingga 16,27 ºC.
- 2
4 6
8 10
12 14
16 18
20
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Su hu
ºC
Pengamatan ke- tiap 30 menit
Pada pengamatan ke-8 hingga pengamatan ke-18 4-9 jam terjadi kenaikan sedikit relatif stabil yaitu dari suhu 16,3 ºC menjadi 17,1 ºC.
Gambar 9 Perubahan RH serbuk gergaji selama penyimpanan menggunakan thermo-hygrometer.
Pengamatan kelembaban menghasilkan rata-rata 73,3 hingga 99 pada pengamatan ke-0 sampai dengan ke-7 0 jam hingga 3 jam 30 menit.
Kemudian terlihat stabil pada kelembaban 99 pada pengamatan ke-8 sampai ke-18 4-9 jam. Terlihat bahwa kenaikan suhu maupun kelembaban terjadi pada
pengamatan ke-0 hingga ke-7. Kelembaban relatif relative humidity didefinisikan sebagai rasio dari
tekanan parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperatur Perry dan Green 1997. Kenaikan kelembaban yang terjadi selama
transportasi ikan bawal disebabkan oleh menguapnya cadangan es yang digunakan selama transportasi. Es yang menguap sebagian berubah menjadi uap air dan
meningkatkan kelembaban udara yang ada pada kemasan.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Rela tiv
e H
um idi
ty
Pengamatan ke- tiap 30 menit
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan