Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat .1 Pola Tanam dan Jenis Tanaman

waktu setiap harinya. Pada strata ini juga kebanyakan dari responden menggunakan sistem upah terhadap pekerja untuk mengelola hutan rakyat milik mereka, sehingga pengeluaran untuk biaya usaha tani tinggi diakibatkan biaya upah tenaga kerja. Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian pokok Mata Strata Responden Pencaharian I II III Jumlah n n n n IRT tidak bekerja 5 31,25 2 20 1 16,67 8 25 Petani 7 43,75 5 50 5 83,33 17 53,13 PNS 1 6,25 1 10 0.00 2 6,25 Wiraswasta 2 12,50 2 20 0.00 4 12,50 Swasta 1 6,25 0.00 1 3,13 Jumlah 16 100 10 100 6 100 32 100 5.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat 5.2.1 Pola Tanam dan Jenis Tanaman Masyarakat Desa Legokhuni umumya menanam tanaman utama berupa teh Camellia sinensis. Tanaman teh ini umumnya diselingi oleh pohon sengon Parashienthes falcataria, mahoni Swietenia sp, akasia Acacia mangium, cengkeh Eugenia aromaticum, mindi Melia azedarach dan sebagainya. Seperti dikemukakan oleh Nair dalam Hairiah 2003 bahwa agroforestry adalah sistem kombinasi pepohonan dengan tanaman pertanian, dan dalam pengelolaan usaha tani di desa ini jelas terlihat ada kombinasi walau kombinasi tersebut adalah antara tanaman kehutanan dan perkebunan, yaitu antara tanaman teh dan pohon. Bibit teh yang dijadikan tanaman utama ini didapatkan secara cuma-cuma dari bantuan dinas kehutanan dan pertanian. Sedangkan untuk pepohonannya kebanyakan juga didapat dari bantuan Dinas Kehutanan dan Pertanian, lewat sistem pembagian bibit gratis. Jarak tanam digunakan hanya pada tanaman teh saja yaitu 2m x 2m, sedangkan pada pohon penyelingnya tidak diberlakukan jarak tanam. Tujuan ditanamnya pohon diantara tanaman teh adalah untuk peneduh tanaman teh. Tanaman teh memang diberlakukan lebih baik daripada pohon peneduh penyelingya, karena tanaman teh merupakan komoditas yang dijadikan pemenuh kebutuhan hidup petani setiap bulannya. Sedangkan pohon penyeling ditebang 24 22 hanya jika tanaman tersebut sudah terlalu menutupi cahaya matahari yang menyinari tanaman teh mereka. Sehingga hasil dari pohon hanya sebagai sampingan atau tabungan.

5.2.2 Tahapan Pengelolaan Hutan Rakyat

Pengelolaan hutan rakyat di Desa Legokhuni ini terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain: penyediaan benih, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Gambar 3 merupakan contoh lahan hutan rakyat agroforestry yang ada. Gambar 2 Hutan rakyat agroforestry kombinasi tanaman teh dengan tegakan pohon. 1. Pengadaan Benih Benih teh yang menjadi tanaman utama daerah ini berasal dari pembagian gratis oleh dinas kehutanan dan pertanian wilayah setempat. Benih pohon ada yang didapat dari pembagian Dinas Kehutanan dan Pertanian daerah setempat, adapula petani yang sengaja membeli ke penjual keliling atau bahkan tumbuh sendiri akibat bibit yang terbang terkena angin. Khusus untuk tanaman sengon biasanya bibit yang digunakan bibit terubusan dari lahan yang tegakannya pernah ditebang sebelumnya. 2. Persiapan Lahan 25 Kegiatan persiapan lahan ini berupa pembersihan lahan dari tanaman liar, bisa berupa ilalang, gulma sampai tanaman liar. Pembersihan lahan ini dilakukan dengan cara pembabatan dan pencangkulan tanah untuk meratakan tanah di lahan. Untuk pembuatan jarak tanam pada tanaman teh, digunakan patok pada pinggir- pinggir lahan lalu mengitarinya saja. Selanjutnya penanaman dilakukan mengikuti patok-patok yang sudah ada. Lubang tanam tidak begitu memiliki standar baku, sehingga petani hanya menggunakan perkiraan kedalaman lubang tanam. Sedangkan untuk pohon dari segi jarak tanam sampai lubang tanam tidak diperhatikan oleh petani. Tidak sedikit pohon yang tumbuh sendiri di lahan petani sehingga tidak diperlukan kegiatan persiapan lahan. 3. Penanaman Kegiatan penanaman di daerah ini tidak dilakukan persemaian terlebih dahulu, baik pada tanaman teh ataupun pohon. Untuk bibit tanaman teh, saat dibagikan oleh Dinas Kehutanan dan Pertanian memang sudah dalam bentuk bibit siap tanam, sehingga petani hanya tinggal menyeleksi bibit-bibit tersebut dan menanamnya. Penanaman jenis pohon biasanya tidak dilakukan serempak dengan penanaman tanaman teh. Penanaman pohon ini biasanya dilakukan saat tanaman teh sudah berumur 6-12 bulan. Kemungkinan pertama, pohon ini tumbuh secara alami oleh hembusan angin atau terbawa burung dari lahan petani lainnya. Kemungkinan kedua, petani menunggu pembagian bibit gratis dari pemerintah daerah setempat. Kemungkinan pertama lebih berpeluang besar terhadap pertumbuhan pohon di lahan hutan rakyat. 4. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman pada lahan milik petani dilakukan dengan cara pemangkasan tanaman, pembersihan gulma dan pemupukan tanaman. Kegiatan pemeliharaan ini tanaman teh mendapat perlakuan lebih, dibandingkan dengan pohon. Pada tanaman teh dilakukan pemangkasan yang bertujuan untuk tetap memperoleh pucuk teh yang segar dan juga untuk memudahkan pemetikan karena bila tanaman teh terlalu tinggi akan sulit dilakukan pemetikan. Untuk pohon biasanya tidak dilakukan pemeliharaan sedikit pun, sampai tidak diberikan pupuk. Petani berpendapat pohon ini sudah cukup mendapat pupuk dari sisa pupuk yang diberikan untuk tanaman teh. Kegiatan pemangkasan pada tanaman teh dilakukan rata-rata setiap tiga bulan sekali. Kegiatan pemupukan tanaman teh tidak memiliki jadwal yang pasti, karena pemberian pupuk ini dilakukan bila petani merasa tanaman teh mereka sudah jelek dan dan daun teh mulai menguning.dalam pemberian pupuk ini tidak ada ukuran standar untuk setiap tanamannya, hanya saja mereka memberikan standar dalam bentuk luasan lahan perkarung. Biasanya pupuk yang lebih sering digunakan petani adalah jenis pupuk kandang, urea dan TSP. Pembersihan gulma biasanya dilakukan bersamaan ketika kegiatan pemetikan pucuk daun teh. Kegiatan pemetikan pucuk daun teh ini dilakukan teratur yaitu dua kali setiap bulannya. Pembersihan gulma biasanya dilakukan secara manual dan hanya beberapa petani yang menggunakan bahan kimia dalam pemberantasan gulma. Penyiraman tegakan yang berada dilahan milik petani seluruhnya menggantungkan pada alam, yaitu hanya menggunakan air hujan saja baik itu pada saat musim penghujan atau musim kemarau. Pemeliharaan tanaman teh dari serangan penyakit biasanya dilakukan penyemprotan pestisida kadar rendah dan dilakukan bila sudah ada gejala penyerangan penyakit pada tanaman. Pada pohon tidak dilakukan pemeliharaan terhadap serangan penyakit, hanya saja bila pohon terlihat berpenyakit akan segera dilakukan penebangan oleh petani untuk menghindari penyebaran yang lebih luas. 5. Pemanenan Pemanenan untuk tanaman teh dilakukan secara berkala dengan waktu sebulan sekali, sebulan dua kali dan dua bulan sekali. Pemanenan tanaman teh ini hanya memetik pucuk daun muda dan segar saja yang selanjutnya dilakukan penjemuran. Pemetikan pucuk daun teh ini biasanya dilakukan dengan sistem upah. Pemanenan pohon biasanya dilakukan saat tegakan tersebut mulai menaungi tanaman teh dibawahnya sehingga produksi pucuk teh tidak maksimal. Pemanenan pohon ini dilakukan dengan sistem borongan. Sistem borongan ini akan menghabiskan seluruh tegakan yang berdiri di lahan milik petani tersebut, baik tingkat pohon atau tiang. Hasil dari pemanenan borongan ini petani mendapatkan hasil bersih dari sistem borongan, jadi biaya pemotongan menggunakan chainsaw ini dilakukan juga oleh pihak pemborong. 6. Pemasaran Kegiatan pemasaran teh di daerah ini dilakukan juga oleh masyarakat Desa Legokhuni. Di daerah ini masyarakatnya ada yang berperan sebagai petani, buruh tani, pemborong sampai distributor komoditas teh dan kayu. Masyarakat desa ini juga sudah ada yang memiliki pengeringan teh, pengepul cengkeh, penggilingan padi, pengepul kayu hingga pengrajin kayu.Teh yang sudah kering dengan proses penjemuran selanjutnya diolah di tempat pengolahan teh dan selanjutnya dijual kepada pengepul teh yang selanjutnya siap dikirimkan ke daerah Jawa Tengah Gambar 4 dan Gambar 5. Sedangkan untuk pohon setelah dijual ke pihak pemborong dan petani medapatkan uang, maka urusan penjualan kayu menjadi tanggung jawab pihak pemborong. Biasanya penjualan kayu dilakukan saat kayu sudah berbentuk balok, karena harga yang dihasilkan jauh lebih tinggi. Beberapa petani ada juga yang memanfaatkan pohon untuk pribadi, seperti untuk membuat buffet, lemari sampai tempat tidur. Kegiatan pertukangan pembuatan barang- barang tersebut juga dilakukan oleh pengrajin kayu dari Desa Legokhuni. Gambar 3 Alat pengering pucuk daun teh yang sudah dipanen. 28 Gambar 4 Hasil panen teh yang ada di pengepul Desa Legokhuni, Purwakarta. 5.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat 5.3.1 Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Petani Besarnya pendapatan petani hutan rakyat sangat beragam tergantung dari luasan yang dimiliki. Selain mendapat penghasilan dari bertani, responden juga banyak yang memiliki penghasilan sampingan. Perbedaan sumber pendapatan hutan rakyat dan pendapatan sampingan responden ini berpengaruh pada besar kecilnya pendapatan setiap responden. Penghasilan sampingan ini bisa berupa pendapatan dari pegawai swasta, wiraswasta, peternakan, PNS dan guru. Saleh 1983 mengatakan, jumlah pendapatan yang diperoleh tiap rumah tangga di pedesaan tidak sama besarnya satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan dalam pemilikan lahan pertanian, modal usaha dam kesempatan untuk memperoleh lapangan kerja baik di sektor pertanian maupun diluar sektor pertanian. Selain itu, menurut Awang 2005 pendapatan total petani diketahui bahwa ada beberapa sumber pendapatan petani hutan rakyat selain dari usaha tani rakyat di lahan tegalan dan pekarangan. Sumber pendapatan itu adalah dari usaha tani sawah, ternak, kerajinan bambu, kerajinan kayu dan pendapatan lainnya. Pada kasus di Desa Legokhuni pendapatan petani di peroleh dari usaha tani, ternak, hutan rakyat, wiraswasta, PNS dan pegawai swasta. Rata-rata pendapatan responden dilihat untuk tiga tahun kebelakang dapat dilihat pada Tabel 3. Besarnya persen pendapatan masing-masing bidang ini 29 merupakan perbandingan antara jumlah pendapatan dari bidang yang bersangkutan per tahunnya dan total pendapatan petani per tahunnya, lalu dikalikan 100 Lampiran 3. Tabel 3 Distribusi pendapatan rata-rata responden dari berbagai sumber untuk tiga tahun terakhir 2008-2010 Strata Responden Sumber I II III Pendapatan Rptahun Rptahun Rptahun Tani + Ternak 2.021.250 9,32 3.337.500 16,26 5.425.000 12,76 Hutan Rakyat 3.520.000 16,23 6.299.600 30,69 18.300.000 43,03 Lain-lain 16.142.857 74,45 10.888.000 53,05 18.800.000 44,21 Total 21.684.107 100 20.525.100 100 42.525.000 100 Pembagian bidang pendapatan yang diperoleh petani ini sebagian mengacu pada hasil pemikiran dari Birowo dan Suyono dalam Sajogyo 1982 yang mengatakan bahwa pendapatan petani di pedesaan itu terbagi kedalam sumber pendatapatan dari bercocok tanam padi, bercocok tanam palawija dan usaha lainnya. Dalam penelitian ini pendapatan usaha masyarakat pedesaan terbagi atas usaha tani, usaha hutan rakyat, peternakan dan usaha lainnya. Perbedaan pembagian ini terjadi karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapatan dari usaha hutan rakyat, sehingga usaha hutan rakyat harus termasuk kedalam salah satu bidang pendapatan petani. Dari Tabel 3 diketahui bahwa pendapatan terbesar pada strata I diperoleh dari usaha lain sebesar Rp.16.142.857,00 per tahun 74,45. Usaha lain ini berupa PNS, wiraswasta, pegawai swasta atau distributor kayu. Usaha tani hutan rakyat menempati posisi kedua sebesar Rp. 3.520.000,00 per tahun 16,23. Sedangkan usaha tani di bidang persawahan bernilai kecil karena mereka tidak terlalu menghitung keuntungan hasil padi mereka, sebab padi tersebut dikonsumsi pribadi.Pada strata II usaha lain masih juga menjadi sumber pendapatan terbesar responden. Nilai penghasilan dari usaha lain ini sebesar Rp.10.888.000,00 per tahun 53,05, selanjutnya pendapatan dari hutan rakyat bernilai Rp. 6.299.600,00 per tahunnya 30,69. Pada strata III pendapatan terbesar responden berasal dari usaha hutan rakyat yaitu sebesar Rp. 18.300.000,00 per tahun 48,77. Berbeda dengan persentase pendapatan dari usaha lain, dimana pada strata I menempati urutan terbesar yaitu Rp. 16.142.857,00 per tahun. Perbedaan karakeristik nilai dari usaha lain ini tidak dipengaruhi oleh luasan lahan yang dimilki, karena usaha lain ini tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha tani. Pendapatan peternakan tidak menjadi sumber mata pencaharian bagi responden sehingg hasil dari peternkan dijumlahkan pada usaha tani. Hasil ternak ini biasanya dikonsumsi pribadi oleh petani dan binatang ternak yang biasanya dipelihara adalah jenis ayam dan kambing. Tabel 4 menjelaskan besarnya manfaat hutan rakyat terhadap pendapatan total petani dalam satuan persen. Kontribusi ini merupakan perbandingan nyata antara pendapatan dari usaha tani per tahunnya dan pendapatan total petani per tahunnya. Nilai pendapatan ini merupakan akumulasi dari pendapatan tiga tahun kebelakang dari tahun 2010. Nilai kontribusi ini merupakan aplikasi pemikiran dari Kartasubrata 1086, karena pendapatan rumah tangga menurut sumberdaya itu terbagi atas pendapatan dari kegiatan kehutanan dan pendapatan diluar kehutanan. Tabel 4 Kontribusi pendapatan hutan rakyat terhadap pendapatan total rata-rata untuk tiga tahun terakhir 2008-2010 Strata Pendapatan Rata-rata Rptahun Kontribusi HR Non HR Total HR Non HR I 3.520.000 18.164.107 21.684.107 16,23 83,77 II 6.299.600 14.225.500 20.525.100 30,69 69,31 III 18.300.000 24.225.000 42.525.000 43,03 56,97 Pada strata I hutan rakyat memberikan kontribusi sebesar 16,23 strata II sebesar 30,69 dan strata III sebesar 43,03. Pendapatan dari usaha hutan rakyat ini nilainya tidak sampai 50 dari total pendapatan petani, ini menunjukan bahwa usaha hutan rakyat ini sebenarnya hanya pendapatan sampingan dari usaha lain yang menjadi tumpuan pendapatan para petani. Usaha hutan rakyat ini hanya investasi pendapatan para petani dan usaha yang menjadi tumpuan bulanan petani biasanya gaji bulanan dari PNS, guru dan pegawai swasta serta keuntungan dari membuka wirausaha pribadi. Biasanya hasil dari hutan rakyat ini, khusunya tegakan pohon dimanfaatkan bila petani sedang ada keperluan mendesak atau tabungan untuk masa depan. 31 Tabel 5 Kontribusi pendapatan kayu hutan rakyat tehadap pendapatan total Strata Pendapatan Rata-Rata HR Rptahun Kontribusi Kayu Non Kayu Total Kayu Non Kayu I 2.300.000 1.220.000 21.684.107 10,61 5,63 II 3.200.000 3.099.600 20.525.100 15,59 15,10 III 12.300.000 6.000.000 42.525.000 28,92 14,11 Tabel 5 menjelaskan bahwa pendapatan dari tegakan pohon lebih memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan hutan rakyat petani. Nilai kontribusi pendapatan kayu untuk ketiga strata bernilai lebih besar daripada kontribusi pendapatan non kayu. Nilai kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan petani dengan semakin luasnya lahan maka kontribusi yang didapat semakin tinggi pula. Hal ini bisa dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki petani, jumlah tegakan pohon dan tegakan teh dan juga sistem pengelolaan lahan yang dilakukan. Untuk lebih mengetahui pengaruh nyata kontribusi hutan rakyat ini perlu diadakan penelitian lanjutan.

5.3.2 Pengeluaran Rumah Tangga Petani

Pengeluaran untuk setiap keluarga responden memiliki nilai yang berbeda- beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh pola konsumsi, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan setiap keluarga, kebutuhan hidup dan faktor pendukung lainnya. Pengeluaran ini adalah segala biaya yang dikeluarkan oleh responden dan anggota responden untuk melakukan kegiatan atau memenuhi kebutuhan hidup baik yang tetap atau kebutuhan insidental. Jenis pengeluaran untuk setiap responden hampir seragam yaitu untuk kebutuhan pangan berupa beras dan non beras, biaya pendidikan, biaya usaha tani, biaya bulanan seperti listrik, air dan pengeluaran lainnya. Pengeluaran responden diklasifikasikan berdasarkan luasan hutan rakyat yang dikelolanya, sehingga pengeluaran rata-rata tiap responden berbeda-beda dan beragam pula untuk setiap stratanya. Rata-rata pengeluaran petani per tahun dapat dilihat pada Tabel 6. Kebutuhan non beras ini berupa biaya yang dikeluarkan untuk pelengkap kebutuhan beras, seperti lauk pauk, bahan bakar, bumbu-bumbu, sayur mayur dan lain lain. Semakin tinggi tingkatan strata maka makin besar pula pengeluaran non berasnya, dapat dilihat untuk strata I sebesar Rp. 4.450.625,00 per tahun, strata II sebesar Rp. 6.560.000,00 per tahun dan strata III sebesar Rp. 6.483.333,00 per tahun. Pengeluaran terkecil responden pada strata I, II dan III terjadi pada kebutuhan beras, ini dikarenakan dari hasil pertanian responden digunakan secara pribadi untuk makan sehari-hari. Sehingga pengeluaran beras dilakukan jika beras hasil panen tidak mencukupi kebutuhan. Bahkan pada strata III tidak ada pengeluaran dari beras. Tabel 6 Rata-rata pengeluaran responden untuk 3 tahun terakhir 2008- 2010 Strata Responden Sumber I II III Pengeluaran Rptahun Rptahun Rptahun Beras 1.250.000 9,08 1.250.000 6,24 Non Beras 4.450.625 32,31 6.560.000 32,75 6.483.333 22,94 Usaha Tani 2.563.125 18,61 4.005.000 19,99 12.600.000 44,58 Pendidikan 3.160.000 22,94 2.380.000 11,88 1.700.000 6,01 Lain-lain 2.350.000 17,06 5.836000 29,13 7.483.333 26,47 Total 13.773.750 100 20.031.000 100 28.266.667 100 Usaha hutan rakyat cukup mempengaruhi pengeluaran total responden, untuk strata III pengeluaran hutan rakyat mempengaruhi 44,58 dari total pengeluaran dan merupakan pengeluaran terbesar reponden. Pada strata II dan I pengeluaran usaha tani menempati peringkat ketiga dari besarnya pengeluaran total. Pengeluaran pendidikan untuk strata III menempati urutan terkecil dibanding strata lainnya sebesar Rp.1.700.000,00 per tahun atau 6,01, sedangkan pengeluaran tertinggi untuk kebutuhan pendidikan ada pada strata I sebesar Rp. 3.160.000,00 per tahun. Hal ini disebabkan karena pada strata I respondennya masih banyak yang mempunyai tanggungan anak bersekolah sedangkan responden pada strata III merupakan responden yang tidak punya tanggungan atas anak mereka lagi, karena anak-anak mereka sendiri sudah memiliki keluarga sendiri. Kebutuhan lain-lain cukup mempengaruhi pengeluaran petani, kebutuhan lain-lain ini berupa biaya bulanan, transportasi, pakaian, rumah, rekreasi, alat rumah tangga dan biaya tak terduga lainnya. Dilihat dari besarnya kebutuhan lain- lain pada strata III sebesar Rp. 7.483.333,00 per tahun atau 26,47. Tingkat pengeluaran responden akan sangat berpengaruh pada pendapatn per kapita responden. Pengeluaran yang besar maka pendapatan perkapita responden akan 33 berkurang. Pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan merupakan sebuah masalah yang biasanya terpecahkan dengan peminjaman uang atau pemakaian uang tabungan pribadi dan ini merupakan defisit bagi keluarga bersangkutan. Tabel 7 Kontribusi pengeluaran hutan rakyat terhadap pengeluaran total responden untuk tiga tahun terakhir 2008-2010 Strata Pengeluaran Rptahun Kontribusi Hutan Rakyat Non Hutan Rakyat Total I 2.563.125 8.872.500 11.435.625 22,41 II 4.005.000 14.086.000 18.091.000 22,14 III 12.600.000 15.100.000 27.700.000 45,49 Tabel 7 menjelaskan pengaruh pengeluaran untuk hutan rakyat terhadap pengeluaran total responden. Terlihat pada tabel bahwa kontribusi pengeluaran hutan rakyat terhadap pengeluaran total respoden terbesar ada pada strata III yaitu 45,49. Sedangkan nilai terkecil ada pada strata II sebesar 22,41. Kontribusi pengeluaran ini tidak dipengaruhi langsung oleh luasan lahan. Konrtibusi pengeluaran usaha hutan rakyat lebih dipengaruhi oleh sistem pengelolaan lahan oleh petani. Luasan lahan yang besar tidak selalu melakukan pengelolaan yang dan perawatan yang baik, sehingga pengeluaran hutan rakyat tidak selalu tinggi untuk luasan lahan yang luas.

5.4 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat