14 98 Kep M.KUKM IX 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi dengan menggunakan teori bekerjanya hukum dari Lawrence M. Friedman.
2. Kebijakan Publik
a. Pengertian Kebijakan Publik. Kata kebijakan publik berasal dari kata asing yaitu “public
policy”. Di Indonesia istilah public policy masih berlum mendapatkan terjemahan yang pasti. Ada beberapa sebutan seperti : kebijaksanaan
publik, kebijaksanaan pemerintah, kebijaksanaan negara dan lain sebagainya.
Kebijakan dari segi istilah menunjukkan pengertian yang sifatnya tetap, serta melekat pada seseorang yang tidak berubah kecuali
adanya sebab untuk perkembangan. Oleh karena itu kebijakan yang merupakan pengertian yang statis.
Public policy yang diterjemahkan secara bebas sebagai kebijakan publik, dalam khasanah ilmu administrasi dimaknai secara
beragam. Thomas R Dye dalam Budi Winarno, 2002 : 15 mendefenisikan kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Sedangkan Harold Lasswell dalam Irfan Islamy, 2004 : 15 dan 17 mengartikan
kebijakan publik sebagai serangkaian program terencana yang meliputi tujuan , nilai dan praktek . Sedangkan Austin Ranney dalam Irfan
15 Islamy, 2002 : 17 mengartikannya sebagai tindakan tertentu yang
telah ditentukan atau pernyataan mengenai sebuah kehendak. Dalam bahasan yang lebih luas, Lester dalam Budi Winarno.
2002 : 25 memberikan usulan definisi kebijakan publik, yaitu proses atau serangkaian keputusan pemerintah yang didesain untuk mengatasi
masalah publik. Dalam konseptualisasi tersebut, kebijakan publik mempunyai karakteristik dimana kebijakan akan diformulasikan,
diimplementasikan, dan dievaluasi oleh kewenangan atau otoritas yang berada dalam suatu sistem politik. Satu hal yang harus dicatat adalah
kenyataan bahwa kebijakan publik selalu menjadi subyek yang akan diubah berdasarkan informasi yang lebih baru dan lebih baik yang
diperoleh berkaitan dengan efek yang timbul dari kebijakan tersebut. Menurut Carl J Friedrich dalam Irfan Islamy, 2004 : 17 dan
18 kebijaksanaan negara adalah suatu arah tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, sekelompok atau
pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya
mencari peluang-peluang
mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan Solichin Abdul Wahab, 2004 : 13.
Menurut Heinz Eulau dan Kenneth dalam Sarjiyati, 2006 ; 15 Kebijakan public adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsisten
dan pengulangan repetitiveness tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari merekan yang mematuhi keputusan tersebut.
16 Istilah public policy yang disamakan dengan istilah kebijakan
public, kebijaksanaan pemerintah, kebijaksanaan negara atau yang lainnya, John Lock dan juga Soenarko berpendirian yaitu apabila
sesuatu yang dimaksud itu sudah mengerti bersama maka soal nama itu tergantung pada masing-masing perseorangan.
Dari definisi-definisi itu didapatkan pengetahuan pokok yang dapat dikembangkan lebih lanjut, sehingga mempunyai pengetahuan
yang lebih cukup tentang public policy tersebut. Dengan definisi- definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat ditangkap
makna dan hakekat public policy atau kebijaksanaan pemerintah yaitu merupakan suatu keputusan oleh pejabat pemerintah yang berwenang
untuk kepentingan rakyat public interest sebagaimana kepentingan rakyat tersebut merupakan keseluruhan yang utuh dari perpaduan dan
kristalisasi dari pendapat-pendapat, keinginan-keinginan, dan tuntutan- tuntutan demand dari rakyat.
Dengan mempelajari beberapa pengertian dan konsepsi tentang kebijakan publik, maka semakin bertambah pula pemahaman
mengenai kebijakan publik. Pengertian-pengertian diatas memberikan gambaran dimensi yang dimiliki kebijakan publik, sehingga diperlukan
langkah mengidentifikasi dari kebijakan publik itu sendiri. Kebijakan publik menurut Raksasatya dalam Irfan Islamy,
2004 : 17-18 pada dasarnya memiliki 3 tiga elemen yaitu : 1 Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai
17 2 Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan
yang diinginkan 3 Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan
secara nyata dari taktik meupun strategi diatas. Menurut Solikhin Abdul Wahab 2001;5, karakteristik
kebijakan publik dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1 Adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai yaitu pemecahan
masalah publik 2
Adanya tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan 3 Merupakan fungsi pemerintahan sebagai pelayan publik
Adakalanya berbentuk ketetapan pemerintah yang bersifat negatif yaitu ketetapan untuk tidak melakukan tindakan apa-apa.
Implikasi pengertian kebijakan publik tersebut menurut James E Anderson dalam Budi Winarno, 2002 : 15 dinyatakan bahwa :
1 Kebijakan publik tersebut mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorentasi pada tujuan
2 Tindakan-tindakan tersebut berisi pola-pola tindakan pejabat pemerintah
3 Kebijakan tersebut adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan apa yang masih menjadi maksud dari
pemerintah yang akan melakukan atau menyatakan sesuatu. 4 Tindakan publik tersebut bisa bersifat positif, dalam arti
merupakan bentuk tindakan pmerintah mengenai suatu masalah
18 tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan
pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu 5 Kebijakan pemerintah dalam arti positif, didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang bersifat memaksa. b. Proses Kebijakan Publik
Kebijakan publik lahir dengan melalui tahapan atau proses yang panjang . Proses pembuatan Kebujakan merupakan proses yang
kompleks. Karena melibatkan banyak sekali proses maupun variabel yang harus dikaji. Menurut William M Dunn 2000 : 24 bahwa proses
penyusunan kebijakan publik melalui tahap –tahap : 1 Tahap Penyusunan Agenda.
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini
sudah berkompetisi untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada tahap ini dimungkinkan suatu masalah tidak tersentuh sama sekali,
dan beberapa pembahasan untuk beberapa masalah ditunda untuk waktu yang lama.
2 Tahap Formulasi Kebijakan. Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan,
kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut di definisikan untuk kemudian dicarai pemecahan masalah
yang terbaik.
19 Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif
yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Dalam tahap perumusan
kebijakan, masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada
tahap ini masing-masing aktor akan ” bermain ” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
3 Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan
oleh perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas
legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
4 Tahap Implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-
catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif
pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi negara maupun agen- agen
pemerintah di tingkat bawah. 5 Tahap Penilaian Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana suatu kebijakan yang
20 telah dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan pada
dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena
itu ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria – kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah suatu kebijakan telah meraih dampak
yang diinginkan. c. Model Perumusan Kebijakan Publik.
Proses pembuatan kebijakan publik sangat rumit. Untuk menyederhanakan proses perumusan kebijakan publik, maka dibuat
model perumusan kebijakan publik. Menurut Budi Winarno 2002 : 70 – 81 , model perumusan kebijakan publik terdiri dari :
1 Model Institusional Model ini merupakan model yang tradisional dalam proses
pembuatan kebijaksanaan negara. Fokus atau pusat perhatian model terletak pada strukrur organisasi pemerintah. Hal ini
disebabkan karena kegiatan-kegiatan politik berpusat pada lembaga-lembaga pemerintah seperti misalnya lembaga legislatif,
eksekutif,yudikatif pada pemerintahan pusat nasional, regional dan lokal. Sehubungan dengan itu maka kebijaksanaan negara
secara otoritatif dirumuskan dan dilaksanakan pada lembaga- lembaga pemerintahan tersebut terdapat hubungan yang kuat sekali
antara kebijaksanaan negara dan lembaga-lembaga pemerintah, hal ini disebabkan karena sesuatu kebijaksanaan tidak dapat menjadi
21 kebijaksanaan negara kalau ia tidak dirumuskan, disyahkan dan
dilaksanakan oleh lembaga pemerintahan. 2 Model Elit- Massa
Model ini memandang administrator negara bukan sebagai “abdi rakyat” servan of the people tetapi lebih sebagai”
kelompok-kelompok yang telah mapan”. Kelompok elit yang bertugas membuat dan melaksanakan kebijakan digambarkan
dalam model ini sebagai mampu bertindakberbuat dalam suatu lingkungan yang ditandai dengan sikap massa yang apatis,
kerancuan informasi, sehinnga massa menjadi pasif. Kebijaksanaan negara mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit ke
golongan massa. Kelompok elit yang mempunyai kekuatan dan nilai-nilai elit berbeda dengan massa. Dengan demikian
kebijaksanaan negara adalah merupakan perwujudan keinginan- keinginan utama dari nilai-nilai golongan elit yang berkuasa.
Seringkali dikatakan bahwa kebijaksanaan itu adalah kebijaksanaan yang menggambarkan kepentingan tuntutan rakyat,
tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Menurut teori elit- massa ini, sebagaimana dikatakan tadi, rakyat bersifat apatis, dan
buta terhadap informasi tentang kebijaksanaan negara, sedangkan kelompok elit mampu membentuk dan mempengaruhi masalah-
masalah kebijaksanaan negara. Karena kebijaksanaan negara itu ditentukan semata-mata oleh kelompok elit, maka pejabat
22 pemerintah
hanyalah sekedar
pelaksana-pelaksana dari
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh elit tadi. Dan karena kebijaksanaan negara itu dibuat sesuai dengan kepentingan
kelompok elit, maka tuntutan dan keinginan non-elit tidak diperhatikan.
3 Model Kelompok Model ini menganut paham teori kelompoknya David B.
Truman yang menyatakan bahwa interaksi di antara kelompok- kelompok adalah merupakan kenyataan politik. Individu-individu
yang memiliki kepentingan yang sama mengikatkan baik secara formal maupun informal ke dalam kelompok kepentingan interest
group yang dapat mengajukan dan memaksakan kepentingan- kepentingannya kepada pemerintah.
4 Model Sistem-Politik Model sitem-politik ini diangkat dari uaraian sarjana politik
David Easton dalam “ The Political System”. Model ini didasarkan pada konsep-konsep teori informasi input, withinput, outputs dan
feedback dan memandang kebijaksanaan negara sebagai respons suatu sistem politik terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan sosial
politik, ekonomi, kebudayaan, geografis dan sebagainya yang ada di sekitarnya. Sehingga dengan demikian, kebijaksanaan negara
dipandang oleh model ini sebagai hasil output dari sistem politik.
23 Konsep “sistem politik” mempunyai arti sejumlah lembaga-
lembaga dan aktivitas-aktivitas politik dalam masyarakat yang berfungsi mengubah tuntutan-tuntutan demands, dukungan-
dukungan support dan sember-sumber resources, semuanya ini adalah masukan-masukan inputs menjadi keputusan-keputusan
atau kebijaksanaan –kebijaksanaan yang otoritatif bagi seluruh anggota masyarakat outputs. Dengan singkat dikatakan bahwa
sitem politik berfungsi mengubah inputs menjadi outputs. 5 Model Rational-Comprehensive
Model rational-comprehensive ini didasarkan atas teori ekonomi atau konsep manusia ekonomi concept of an economic
man. Para ahli filosofi utilitarian seperti Jeremy Bentham dan John Stuart mill berasumsi bahwa semua tingkah laku manusia
bertujuan untuk
“mencari kesenangan
dan menghindari
kesusahan”. Nilai utilitas kemanfaatan sesuatu benda atau tindakan perbuatan itu harus dinilai berdasarkan pada perbedaan
antar kesenangan yang akan diperolehnya dan biaya kesulitan yang dikeluarkannya. Menurut konsep ini, pembuat – keputusan
the sastisficer hanya mempertimbangkan beberapa alternative yang mungkin tersedia kemudian memilih satu alternative yang
“lebih cocok” untuk mengatasi masalahnya. Model ini menekankan pada “pembuatan keputusan yang rasional dengan bermodalkan
24 pada
komprehensivitas informasi
dan keahlian
pembuat keputusan”.
6 Model Incremental Model incremental memandang kebijaksanaan negara
sebagai suatu kelanjutan kegiatan-kegiatan pemerintah di masa lalu dengan hanya mengubahnya modifikasinya sedikit-sedikit. Model
incremental ini adalah merupakan kritik dan perbaikan terhadap model rasional komprehensif. Karakteristik yang terdapat pada
model incremental jelas berbeda dengan model rasional komprehensif.
7 Model Mixed- Scanning Seorang ahli sosilogi yang bernama Amitai Etzioni setelah
memperlajari dengan seksama kedua model pembuatan keputusan sebelumnya, kemudian mencetuskan suatu model pembuatan
keputusan hibrida gabungan unsur-unsur kebaikan yang ada pada model rasional comprehensif dan incremental yang disebut dengan
Model Mixed - Scanning. Dari bermacam-macam model untuk pembuatan kebijakan
publik tersebut di atas, maka produk hukum mengenai Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 Kep
M.KUKM IX 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi ini dalam pembuatannya menganut pada Model
Kelompok seperti yang dikemukakan oleh David Truman,
25 mengartikan kelompok kepentingan sebagai suatu kelompok yang
memiliki sikap yang sama yang mengajukan tuntutan-tuntutan kepada kelompok yang lain di dalam masyarakat dan kelompok
kepentingan yaitu akan mempunyai arti politis kalau kelompok kepentingan itu mengajukan tuntutan terhadap suatu lembaga
pemerintahan. Kelompok kepentingan semakin mempunyai arti yang penting dalam proses dan kegiatan politik. Dan seharusnya
politik itu adalah merupakan perjuangan iantara kelompok- kelompok untuk mempengaruhi kebijaksanaan negara.
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 Kep M.KUKM IX 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi ini dalam pembuatannya menganut model kelompok, karena Keputusan Menteri dimaksud ini lahir dari
desakan masyarakat terutama gerakan kelompok masyarakat anggota koperasi yang menghendaki adanya suatu peraturan yang
mengatur mengenai pendirian badan hukum koperasi melalui akta autentik atau akta Notaris . Desakan ini muncul setelah melihat
pengalaman dilapangan dimana terjadi penolakan kerjasama dengan koperasi oleh pihak lain sehubungan kopersi adalah suatu
badan usaha yang aktanya masih merupakan akta bawah tangan atau bukan akta autentik sehingga dianggap lawan bisnis tidak
cukup kuat dari sisi perlindungan hukumnya ketika bersinggungan dengan sistem hukum yang ada. Oleh karena itu dilakukan
26 beberapa kegiatan untuk mengadakan advokasi, yaitu salah satunya
adalah menyusun legaldrafting kebijakan tentang penguatan landasan hukum koperasi dan berperan aktif sampai terbentuknya
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98KepM.KUKMIX2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi.
3. Implementasi Kebijakan Publik