Waktu luang Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan keluarga petani yang diukur

Dilihat dari kondisi tempat tinggal, sebagian besar keluarga contoh 96 keluarga petani padi dan 88 keluarga petani hortikultura sudah menempati rumah yang sebagian besar lantainya bukan terbuat dari tanah. Hal ini juga dapat dilihat pada penjelasan terdahulu pada Tabel 23. Lebih dari separuh contoh keluarga petani padi 54 menempati rumah dengan luas 8 m 2 untuk setiap anggota keluarga, sedangkan pada lebih dari separuh contoh keluarga petani hortikultura 60, rata-rata setiap penghuninya menempati luas lantai 8 m 2 Tabel 40. Hal ini disebabkan oleh luas tempat tinggal keluarga yang terbatas, karena mahalnya harga lahan di daerah pinggiran perkotaan. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar keluarga hanya mampu membeli lahan seacra terbatas untuk membangun rumah, kondisi ini pula yang menyebabkan sebagian anak yang sudah menikah tetap tinggal bersama orangtuanya karena keluarga muda ini juga tidak mampu memenuhi kebutuhan akan papan bagi keluarganya. Tabel 40 Sebaran contoh berdasarkan kriteria kesejahteraan BKKBN Pernyataan Keluarga Petani Padi n=50 Keluarga Petani Hortikultura n=50 Ya Tidak Ya Tidak Makan 2 kali hari 4 96 8 92 Lantai sebagian besar dari tanah 4 96 12 88 Tidak mempunyai pakaian yang berbeda 100 100 Makan dagingtelurikan minimal 1 minggu sekali 70 30 42 58 Membeli baju baru minimal sekali setahun 88 12 70 30 Luas lantai rumah rata-rata 8 m 2 per anggota keluarga 46 54 60 40 Dilihat dari berbagai indikator kesejahteraan bidang ekonomi versi BKKBN dalam Tabel 40 di atas, dapat disimpulkan bahwa lebih dari dua per tiga contoh keluarga petani padi 68 dan sebagian besar keluarga petani hortikultura 86 termasuk dalam kategori keluarga tidak sejahtera. Jumlah keluarga yang termasuk dalam kriteria keluarga sejahtera lebih banyak terdapat pada keluarga petani padi dibandingkan dengan keluarga petani hortikultura Tabel 41. Tabel 41 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan objektif : indikator BKKBN Kriteria Kesejahteraan Petani Padi n=50 Petani Hortikultura n=50 n n Tidak sejahtera Sejahtera 34 16 68 32 43 7 86 14 Total 50 100 50 100 127 Kesejahteraan Objektif : Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kriteria Garis Kemiskinan BPS Garis kemiskinan BPS melihat tingkat kesejahteraan berdasarkan pendapatan per kapita yang dimiliki keluarga tersebut. Sebagian besar keluarga petani padi 76 dan sebagian besar keluarga petani hortikultura 88 termasuk ke dalam kategori sejahtera Tabel 42. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan p0,05 dalam tingkat kesejahteraan objektif menurut kriteria garis kemiskinan BPS antara keluarga petani padi dan keluarga petani hortikultura. Tabel 42 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan objektif : kriteria garis kemiskinan BPS Kriteria Kesejahteraan Petani Padi n=50 1 Petani Hortikultura n=50 2 n n Miskin Tidak miskin 12 38 24 76 6 44 12 88 Rata-rata pendkapbln Rp. 260 469,00 Rp. 254 569,00 Uji beda t 0,803 1 Garis Kemiskinan untuk Kabupaten Bandung Tahun 2007 : Rp. 167 420,00 2 Garis Kemiskinan untuk Kabupaten Bandung Barat Tahun 2007 : Rp. 147 500,00 Kesejahteraan Objektif : Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kriteria Bank Dunia Bank Dunia mengkategorikan tingkat kemiskinan berdasarkan pendapatan per kapita per hari. Ada dua ukuran yang digunakan, yaitu : 1 US 1 perkapita per hari; 2 US 2 perkapita per hari. Berdasarkan standar US 1kapitahari, lebih dari dua per tiga contoh keluarga petani padi 72 dan keluarga petani hortikultura 70 termasuk dalam kategori miskin; sedangkan bila menggunakan standar US 2kapitahari, sebagian besar contoh keluarga petani padi 98 dan seluruh keluarga petani hortikultura termasuk dalam kategori miskin Tabel 43. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan p0,05 dalam tingkat kesejahteraan objektif menurut standar Bank Dunia antara keluarga petani padi dan keluarga petani hortikultura. Tabel 43 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan objektif : kriteria Bank Dunia Kriteria Kesejahteraan Petani Padi n=50 Petani Hortikultura n=50 US 1 US 2 US 1 US 2 Miskin Tidak miskin 72 28 98 2 70 30 100 Rata-rata pendkaphari Rp 8 682,00 Rp 8 486,00 Ket : Asumsi nilai tukar Rupiah terhadap US : Rp. 9 950,00 US Akurasi Berbagai Metode Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Objektif Tingkat akurasi dinilai berdasarkan kemampuan mengklasifikasikan rumahtangga miskin. Dalam hal ini yang dilihat adalah nilai sensitifitas dan spesifisitas. Sensitifitas Se adalah kemampuan utuk menemukan keluarga miskin, sedangkan spesifisitas Sp adalah kemampuan untuk menemukan keluarga yang tidak miskin. Pada penelitian ini digunakan indikator garis kemiskinan BPS sebagai gold standard. Tabel 44 Sebaran contoh berdasarkan kriteria BKKBN, Bank Dunia dengan kriteria BPS sebagai gold standard Keluarga Petani Padi dan Hortikultura Indikator Kriteria Kesejahteraan Kriteria Kemiskinan BPS Rank Spearman Miskin Tidak Miskin Total n n n BKKBN Tidak sejahtera 37 78,72 40 75,47 77 77,00 0,039 Sejahtera 10 21,28 13 24,53 23 23,00 Total 47 100,00 53 100,00 100 100,00 Bank Dunia US 1 Miskin 39 82,98 32 60,38 71 71,00 0,299 Tidak Miskin 8 17,02 21 39,62 29 29,00 Total 47 100,00 53 100,00 100 100,00 Bank Dunia US 2 Miskin 47 100,00 52 98,11 99 99,00 0,047 Tidak Miskin 0,00 1 1,89 1 1,00 Total 47 100,00 53 100,00 100 100,00 Ket : α = 0,01 Hasil analisis Rank Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kriteria kemiskinan BKKBN, Bank Dunia berdasarkan kriteria US 2 dengan kriteria BPS. Persentase misklasifikasi positif semu yang paling tinggi terjadi pada kriteria Bank Dunia berdasarkan standar US 2, yaitu sebesar 98,11. Berdasarkan kriteria Bank Dunia dengan standar pendapatan per kapitahari US 2 keluarga tergolong miskin, ternyata menurut kriteria BPS tidak miskin, hal ini diduga karena terlalu rendahnya garis kemiskinan BPS. Garis kemiskinan BPS dibuat berdasarkan besarnya pengeluaran pangan dan non pangan. Secara rill pengeluaran rumahtangga jauh lebih tinggi sehingga garis kemiskinan berada jauh di bawah pengeluaran keluarga. Persentase misklasifikasi yang paling rendah positif semu terdapat pada kriteria Bank Dunia berdasarkan standar US 1, yaitu sebesar 60,38. Tidak terjadi misklasifikasi negatif semu pada kriteria Bank Dunia berdasarkan standar US 2 yaitu Tabel 44. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai sensitifitas yang paling tinggi 100 terdapat pada kriteria Bank Dunia dengan standar US 2, jika menggunakan indikator BPS sebagai gold standard. Spesifisitas yang tertinggi dijumpai pada kriteria Bank Dunia dengan standar US 1 yakni 39,62 persen, dan yang paling rendah adalah kriteria Bank Dunia dengan standar US 2 yakni 1,89 persen Tabel 45. Jika menggunakan gabungan nilai sensitifitas dan spesifisitas, kriteria Bank Dunia dengan standar US 1 merupakan indikator yang paling baik untuk mengukur tingkat kemiskinan keluarga petani. Hasil penelitian Rambe 2005 dan Iskandar 2007 menunjukkan bahwa indikator BKKBN menunjukkan sensistifitas yang tinggi 100 dibandingkan dengan kriteria pengeluaran pangan dan persepsi keluarga, dengan menggunakan kriteria BPS sebagai gold standard. Tabel 45 Sensitifitas dan spesifisitas indikator kesejahteraan BKKBN dan Bank Dunia dengan indikator BPS sebagai gold standard Indikator Sensitifitas Spesifisitas BKKBN 78,72 24,53 Bank Dunia US 1 82,98 39,62 Bank Dunia US 2 100,00 1,89 Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan secara subjektif menggambarkan evalusi individu terhadap kondisi sosial ekonomi keluarganya. Pendekatan secara subjektif menginterpretasikan kesejahteraan berdasarkan pemahaman responden terhadap keadaan yang mereka hadapi. Karena itu, pendekatan subjektif sulit digunakan untuk mengukur kesejahteraan secara makro, namun dianggap mampu memberikan gambaran mengenai masalah kesejahteraan dalam rumah tangga tersebut. Puspa 2007 menjelaskan pengukuran kesejahteraan subjektif diperlukan untuk melengkapi pengukuran kesejahteraan secara objektif untuk mengetahui secara mendalam mengenai rumah tangga miskin menurut pemahaman mereka sendiri. Lebih dari dua per tiga contoh keluarga petani padi 72 dan sebagian besar contoh keluarga petani hortikultura 76 merasakan bahwa pendapatan yang diperoleh saat ini belum mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Harga barang-barang kebutuhan sehari-hari yang terus meningkat. sedangkan penghasilan keluarga amat minim. membuat keluarga hidup dalam kondisi kekurangan. dan harus pandai-pandai mengatur penghasilan mereka yang terbatas untuk menjaga kelangsungan hidup keluarga. Lebih dari separuh contoh 62 keluarga petani padi dan 68 keluarga petani hortikultura merasa pekerjaan saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Sebagai petani kecil yang mayoritas tidak memiliki lahan. pendapatan dari sektor pertanian dirasakan sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tingkat pendidikan sebagian besar suami dan istri pada keluarga contoh yang relatif rendah membuat contoh sulit untuk mendapatkan pekerjaan formal Lampiran 13. 130 Sebagian besar contoh keluarga petani padi 84 dan lebih dari separuh contoh keluarga petani hortikultura 64 mengatakan konsumsi makanan yang diperoleh selama ini sudah mencukupi. Khusus untuk makanan pokok, keluarga petani padi memiliki kebiasaan untuk menyisihkan sebagian hasil panennya untuk dikonsumsi sendiri dan untuk persediaan sampai waktu panen berikutnya, baru kemudian sisanya dijual, oleh karena ini dalam pemenuhan kebutuhan makanan pokok sebagian besar keluarga tidak pernah merasa kekurangan. Untuk mengatasi kebutuhan pangan, lebih dari separuh contoh 60 keluarga petani padi dan 56 keluarga petani hortikultura mengatakan tidak pernah meminjam uang atau barang kepada kerabat; namun sebagian contoh mengatakan mereka terkadang meminta bantuan pada kerabat jika mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan. Adanya bantuan Raskin dirasakan dapat membantu mengatasi kebutuhan pangan pada sebagian besar keluarga contoh Lampiran 13. Lebih dari separuh contoh keluarga petani padi 58 dan lebih dari dua per tiga contoh keluarga petani hortikultura 68 mengatakan bahwa rumah yang ditempati sekarang sudah layak huni, namun kondisi rumah serta fasilitasnya dinilai belum dapat membuat nyaman keluarga oleh 60 persen keluarga petani padi dan 42 persen keluarga petani hortikultura. Hal ini dikarenakan sebagian keluarga contoh merasa kondisi rumah yang ditempati jauh dari kondisi nyaman, karena dari segi fasilitas, kenyamanan, dan kelayakan mereka merasa belum cukup. Dari hasil pengamatan memang tergambar bahwa secara umum kondisi rumah mereka jauh dari kesan nyaman dan layak. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa setiap orang dalam keluarga rata-rata hanya menempati ruang seluas 5 m 2 , padahal menurut Departemen Kesehatan, kebutuhan ruang per orang adalah minimal 9 m 2 . Seringkali rumah dengan luasan yang sangat terbatas ditempati oleh lebih dari satu keluarga. Dari segi kesehatan, kondisi rumah yang berhimpitan satu sama lain dan seringkali terletak di gang sempit ditambah dengan ventilasi dan pencahayaan yang terbatas membuat rumah kurang nyaman dan kurang sehat untuk dihuni. Berdasarkan buku ”Pedoman Umum Rumah Sehat dan Sederhana” 2005, rumah sebagai tempat tinggal harus memenuhi kriteria kesehatan dan kenyamanan, yang dilihat dari tiga aspek, yaitu pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan. Pencahayaan yang dimaksud adalah cahaya matahari, sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum satu jam setiap hari. Penghawaan berkaitan dengan sirkulasi udara, rumah dapat dikatakan sehat apabila terjadi pengaliran atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruangan-ruangan, serta lubang-lubang pada bidang pembatas dinding atau partisi sebagai ventilasi. Selanjutnya rumah dikatakan sehat dan nyaman apabila suhu udara dan kelembaban udara dalam ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan. Dari segi kesehatan sebagian besar keluarga contoh menilai bahwa sarana kesehatan yang ada di sekitar lokasi tempat tinggal dapat membantu mengatasi masalah kesehatan keluarga; keluarga mendapatkan kemudahan dalam memperoleh obat-obatan farmasi dan juga mendapatkan kemudahan dalam pelayanan keluarga berencana KB. Lebih dari separuh contoh keluarga petani padi 62 dan sebagian besar contoh keluarga petani hortikultura 88 menilai keluarga dapat mengakses pendidikan dengan mudah, keluarga juga tidak membutuhkan bantuan orangtua asuh untuk membiayai anak sekolah pada tingkat SD. Kemudahan dalam mengakses pendidikan terutama dirasakan sejak adanya program pendidikan gratis pada tingkat SD dan SLTP, dan banyak keluarga merasa terbantu dengan adanya program ini sehingga anaknya dapat terus bersekolah. Oleh karena itu, 72 persen keluarga petani padi dan 84 persen keluarga petani hortikultura menyatakan tidak memerlukan bantuan orangtua asuh untuk membiayai anak sekolah pada tingkat SD Lampiran 13. Dalam bidang sosial, sebagian besar keluarga contoh baik keluarga petani padi maupun keluarga petani hortikultura menilai bahwa keluarga merasa aman dari ganggunan kejahatan dan keluarga merasakan kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya. Sebagian besar keluarga juga memiliki hubungan yang baik antar anggota keluarga dan selalu bermusyawarah untuk memutuskan sesuatu. Dalam kegiatan sosial kemasyarakatan sebagian besar keluarga contoh ikut berpartisipasi dalam kegiatan arisan, pengajian, serta kegiatan gotong royong di lingkungan tempat tinggalnya Lampiran 13. Sebagian besar keluarga contoh merasa bahagia dengan jumlah anak yang dimiliki sekarang dan jumlah anggota keluarga tidak dianggap memberatkan keluarga dalam mengatasi kebutuhan makan. Penghasilan yang terbatas membuat sebagian besar keluarga contoh merasa harga BBM saat ini meresahkan keluarga dan harga-harga barang kebutuhan saat ini yang mahal membuat keluaga merasa sulit memenuhi kebutuhannya. Kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga membuat sebagian besar keluarga contoh tidak memberikan bantuan pada fakir miskin, anak terlantar atau orang jompo, keluarga juga belum mampu menjadi orangtua asuh bagi anak-anak yang tidak mampu atau putus sekolah Lampiran 13. Berdasarkan 30 item pengukuran kesejahteraan subjektif, semakin tinggi skor jawaban contoh maka contoh tersebut dinilai makin sejahtera. Hasil pengkategorian menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga contoh, yaitu 82 persen keluarga petani padi dan 84 persen keluarga petani hortikultura termasuk dalam kategori tidak sejahtera. Hasil uji beda menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata p0,05 mengenai tingkat kesejahteraan subjektif antara keluarga petani padi dan keluarga petani hortikultura Tabel 46. Tabel 46 Sebaran contoh berdasarkan kategori kesejahteraan subjektif Kriteria Kesejahteraan Petani Padi n=50 Petani Hortikultura n=50 n n Tidak sejahtera Sejahtera 75 dari skor 41 9 82 18 42 8 84 16 Rata-rata skor 18,22 18,12 Uji beda t 0,785 Hasil analisis Rank Spearman menunjukkan terdapat hubungan positif antara tingkat kesejahteraan subjektif dengan tingkat kesejahteraan objektif menurut kriteria BKKBN dan BPS dan Bank Dunia, namun tidak terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan subjektif dengan tingkat kesejahteraan berdasarkan standar Bank Dunia Tabel 47. Rambe 2004 menyebutkan bahwa penduduk mungkin mempunyai pandangan tersendiri tentang arti kesejahteraan yang mungkin bisa sama ataupun berbeda dengan pandangan objektif. Tabel 47 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan subjektif dengan indikator kesejahteraan BKKBN, kriteria garis kemiskinan BPS dan kriteria Bank Dunia KS Subjektif KS BKKBN KS BPS KS Bank Dunia US 1 KS Bank Dunia US 2 TS S M TM M TM M TM TS S 61,04 38,96 30,43 69,57 38,30 61,70 67,92 32,08 60,56 39,44 37,93 62,07 54,54 45,45 0,00 100,00 rs 0,258 0,297 0,073 0,093 Ket : TS = tidak sejahtera S = sejahtera M = miskin TM = tidak miskin = 0,05 α = 0,01 Hubungan Antar Variabel Hubungan Antara Persepsi Gender dengan Pola Pengambilan Keputusan dan Pembagian Kerja yang Melibatkan Suami dan Istri Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan terdapat hubungan antara persepsi gender dengan pengambilan keputusan dalam aktivitas di sektor domestik dan publik, namun tidak berkorelasi dengan pola pembagian kerja Tabel 48. Saleha 2003 mengatakan bahwa pada masyarakat yang berpegang pada nilai-nilai agama Islam, meskipun pemikiran mereka cukup terbuka terhadap pembagian peran antara suami dan istri tetapi hal tersebut tidak membuat perilaku mereka berubah dari kebiasaan masyarakat pada umumnya dalam melakukan kegiatan dalam keluarga. Tabel 48 Sebaran contoh berdasarkan persepsi gender dengan pengambilan keputusan dan pembagian kerja yang melibatkan suami dan istri Persepsi Gender Pengambilan Keputusan Strategi Koping Pengambilan Keputusan Domestik Publik Pembagian Kerja 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Rendah Sedang Tinggi 20,00 36,00 44,00 4,08 40,81 55,51 0,00 0,00 100,0 15,38 39,74 44,87 0,00 33,33 66,67 0,00 0,00 100,0 23,82 38,09 38,09 3,45 37,93 58,62 0,00 0,00 0,00 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 rs 0,185 0,226 0,267 Ket : 1 = ibu tidak dominan 2 = setara 3 = ibu dominan α = 0,05 Dalam persepsi gender mengenai pola pembagian kerja lebih dari separuh contoh istri petani padi 60 dan istri petani hortikultura 68 mengatakan bahwa istri menginginkan pembagian kerja yang lebih setara dalam melakukan pekerjaan rumah tangga Tabel 25; namun dalam prakteknya pekerjaan rumah tangga tetap dominan dilakukan oleh istri Tabel 30. Pengambilan keputusan mengenai strategi koping pada keluarga petani padi dan hortikultura berkorelasi positif dengan pengambilan keputusan dalam manajemen sumberdaya keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa strategi koping berhubungan dengan bagaimana keluarga mengelola sumberdaya yang dimilikinya untuk mencapai tujuan hidup keluarga. Hubungan Pengambilan Keputusan dan Pembagian Kerja dengan Tingkat Kesejahteraan Pengambilan keputusan pada strategi koping dan dalam aktivitas keluarga di sektor domestik dan publik berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan menurut indikator BKKBN. Artinya semakin dominan peran istri dalam pengambilan keputusan, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan menurut indikator BKKBN. Pola pembagian kerja berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan menurut indikator BPS, artinya semakin setara peran suami dan istri dalam melakukan pekerjaan di sektor domestik dan publik, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan menurut indikator BPS Tabel 49. Hal ini menunjukkan bahwa peran istri dalam keluarga menempati posisi yang sangat penting. Pekerjaan istri sebagai ibu rumah tangga meskipun tidak langsung menghasilkan pendapatan namun secara produktif mengurus rumah tangga untuk mendukung suami sebagai kepala keluarga untuk mencari pendapatan. Peran istri di sektor publik pun dapat membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan keluarga petani merupakan output dari proses pengelolaan sumberdaya keluarga dan penanggulangan masalah yang dihadapi keluarga petani, termasuk di dalamnya adalah pengambilan keputusan dalam penggunaan sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga Hasil di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Rice dan Tucker 1976. Analisis tentang konsepsi kesejahteraan terhadap rumah tangga banyak berhubungan dengan bagaimana pola pengambilan keputusan dan pembagian kerja yang berlaku dalam keluarga tersebut. Konsepsi kepuasan dalam rumah tangga berhubungan dengan aspek utama yaitu pelaku yang membuat keputusan dan pola kesepakatan bagaimana sebaiknya keputusan tersebut dibuat. Pada umumnya pasangan yang menganut prinsip kesetaraan dalam pola pengambilan keputusannya, lebih bahagia dalam kehidupan perkawinan. Tingkat kepuasan berikutnya diikuti dengan keluarga cenderung dominan, sementara tingkat kepuasan paling rendah dijumpai pada keluarga yang menganut pola pengambilan keputusan dimana istri dominan. 135 Tabel 49 Sebaran contoh berdasarkan pengambilan keputusan dan pembagian kerja dengan tingkat kesejahteraan Variabel KS BKKBN KS BPS KS Bank Dunia US 1 KS Bank Dunia US 2 KS Subjektif TS S M TM M TM M TM TS S Pengambilan Keputusan Strategi Koping 1 2 3 56,8 43,2 0,00 30,77 65,38 3,85 44,44 55,56 0,00 51,21 47,56 1,22 52,11 47,89 0,00 44,83 51,72 3,45 49,49 49,49 0,02 100,0 0,00 0,00 50,00 50,00 0,00 50,00 43,75 6,25 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 rs 0,241 0,047 0,081 0,051 0,099 Pengambilan Keputusan Aktvitas Domestik Publik 1 2 3 83,8 16,2 0,00 61,54 34,62 3,84 77,77 22,23 0,00 78,05 20,73 1,22 81,69 18,31 0,00 68,97 27,56 3,47 78,79 20,20 1,11 0,00 100,0 0,00 80,95 19,05 0,00 62,50 31,25 6,25 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 rs 0,242 0,170 0,146 0,016 0,052 Pembagian kerja 1 2 3 47,3 52,7 0,0 26,92 73,08 0,00 42,86 57,14 0,00 36,69 63,41 0,00 47,89 52,11 0,00 27,59 72,41 0,00 41,41 58,59 0,00 100,0 0,00 0,00 40,48 59,52 0,00 50,00 50,00 0,00 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 rs 0,181 0,234 0,187 0,097 0,118 Ket : α = 0,05 1 = Suami dominan 2 = setara 3 = ibu dominan TS = tidak sejahtera S = sejahtera M = miskin TM = tidak miskin Hubungan Antara Karakteristik Keluarga dengan Tingkat Kesejahteraan Hasil analisis korelasi Rank Spearman pada Tabel 50 menunjukkan bahwa pada terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan suami dengan tingkat kesejahteraan BKKBN dan BPS, sedangkan tingkat pendidikan istri berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan BKKBN. Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan suami dan istri, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan tingkat pendapatan yang lebih baik juga semakin terbuka yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga secara objektif. 136 Tabel 50 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dengan tingkat kesejahteraan keluarga petani Variabel KS BKKBN KS BPS KS Bank Dunia US 1 KS Bank Dunia US 2 KS Subjektif TS S M TM M TM M T M TS S Umur Suami Rendah 40,67 thn Sedang 40,68 – 60,35 thn Tinggi 60,36 – 80 thn 28,6 61,0 10,4 13,0 78,3 8,7 33,3 50,0 16,7 20,7 70,7 8,6 28,6 61,4 10,0 16,7 70,0 13,3 25,3 64,6 10,1 0,0 100 0,0 30,1 60,2 9,7 17,7 76,5 5,8 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100 100 100 100 100,0 100 rs 0,197 0,001 0,137 0,037 0,036 Umur Istri Rendah 40,00 thn Sedang 40,01 – 60,00 thn Tinggi 60,01 – 80 thn 37,7 57,1 5,2 17,4 73,9 8,7 50,0 38,9 11,1 29,3 65,9 4,8 36,6 56,3 7,1 24,1 72,4 3,5 32,3 61,6 6,1 0,0 100 0,0 32,9 60,0 7,1 40,0 60,0 0,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100 100 100 100 100,0 100 rs 0,144 0,001 0,146 0,071 0,007 Tk Pendidikan Suami Tidak tamat SD Tamat SD Tidak tamat SMP Tamat SMP Tidak tamat SMU Tamat SMU 12,1 67,5 0,00 15,6 0,0 3,9 21,7 30,4 4,3 21,7 8,9 13,0 33,3 61,1 0,0 5,6 0,0 0,0 11,0 58,5 1,2 19,5 2,4 7,3 14,1 63,4 1,4 14,1 1,4 5,7 17,2 48,3 0,0 24,1 3,5 6,9 15,2 59,6 1,0 17,2 2,0 5,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 26,4 35,9 1,9 26,4 1,9 47,6 5,9 58,8 0,0 17,7 5,9 11,8 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100 100 100 100 100,0 100 rs 0,226 0,257 0,071 0,185 0,152 Tingkat Pendidikan Istri Tidak Sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tidak tamat SMU Tamat SMU 1,3 18,2 74,0 6,5 0,0 0,0 0,0 30,4 39,1 17,4 8,7 4,4 5,6 27,8 61,1 5,6 0,0 0,0 0,0 19,5 67,1 9,8 2,4 1,2 1,4 19,7 70,4 5,6 1,4 1,4 0,00 24,1 55,2 17,2 3,5 0,0 1,0 21,2 66,7 8,1 2,0 1,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 0,0 1,2 21,7 67,5 8,4 1,2 0,0 0,0 17,7 58,8 11,8 5,9 5,9 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100 100 100 100 100,0 100 rs 0,240 0,158 0,065 0,177 0,196 Jumlah Anggota Keluarga 4 orang 5-6 orang 7-8 orang 63,6 37,8 2,6 69,6 21,7 8,6 55,6 33,3 1,1 67,1 30,5 2,4 62,2 31,1 6,8 65,5 27,6 6,9 64,6 31,3 4,1 0,0 100 0,0 63,9 32,5 3,6 70,6 23,5 5,9 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100 100 100 100 100,0 100 rs -0,060 -0,236 -0,128 -0,013 -0,061 Pendapatan per Kapita Rendah Rp 222 222 Sedang Rp 222 223 – Rp 429 862 Tinggi Rp 429 863 – Rp 637 500 57,1 35,1 7,8 56,5 26,1 17,4 62,6 31,3 6,0 23,5 47,1 29,4 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100 100 100 100 100,0 100 rs 0,124 0,368 Ket : TS = tidak sejahtera S = sejahtera M = miskin TM = tidak miskin α = 0,01 α = 0,05 Jumlah anggota keluarga berkorelasi secara negatif dengan tingkat kesejahteraan menurut berdasarkan garis kemiskinan BPS namun tidak berkorelasi dengan kesejahteraan subjektif. Dapat diinterpretasikan bahwa secara subjektif jumlah anggota keluarga tidak dirasakan memberatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan, hal ini juga sejalan dengan hasil analisis pada Lampiran 13 dimana sebagian besar contoh merasa bahagia dengan jumlah anak yang dimiliki dan jumlah anggota keluarga tidak menyulitkan dalam memenuhi kebutuhan. Namun secara objektif dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin rendah tingkat kesejahteraan keluarga menurut BPS. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar akan semakin membebani keluarga dalam memenuhi kebutuhannya Tabel 50. Pendapatan secara subjektif dapat memberikan kepuasan bagi anggota keluarga, semakin tinggi pendapatan keluarga merasa lebih sejahtera karena lebih mampu untuk memenuhi kebutuhannya Tabel 50. Secara subjektif, besar kecilnya pendapatan ini bersifat relatif. Apabila dengan pendapatan yang kecil seseorang dapat mengelolanya agar mencukupi kebutuhan sehari-hari maka orang tersebut cenderung akan merasa lebih puas dengan apa yang dimilikinya saat ini; dan sebaliknya apabila seseorang tidak dapat mengatur pendapatan yang dimilikinya saat ini dengan baik maka sebesar apapun pendapatan yang diperoleh tetap saja tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya dan orang tersebut akan selalu merasa kekurangan. Menurut Guhardja et al 1992, kepuasan merupakan output yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diharapkan. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kesejahteraan Keluarga Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga dilihat dari beberapa aspek, meliputi karakteristik keluarga, faktor eksternal berupa bantuan yang diperoleh, kemudahan akses pada lembaga ekonomi pasar, koperasi, sektor industri, sarana pendidikan dan kesehatan, serta strategi yang dilakukan keluarga. Pendidikan suami berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan menurut BKKBN dengan odd ratio 4,986 yang artinya suami yang memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi mempunyai peluang sejahtera 4,986 kali lebih tinggi dibandingkan pendidikan suami yang rendah Tabel 51. Iskandar 2007 menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan yang diterima seseorang baik suami maupun istri, semakin tinggi pula status ekonominya. Keluarga yang dikepalai 138 oleh seseorang dengan tingkat pendidikan rendah cenderung lebih miskin dibandingkan keluarga yang dikepalai oleh seseorang dengan pendidikan tinggi. Jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan menurut BKKBN dengan dengan odd ratio 0,064, yang artinya keluarga yang mempunyai jumlah anggota keluarga lebih kecil berpeluang untuk sejahtera sebanyak 0,064 kali lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang jumlah anggota keluarganya lebih besar Tabel 51. Jumlah anggota keluarga yang kecil menyebabkan beban tanggungan keluarga berkurang. Jumlah anggota keluarga yang bekerja berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan dengan odd ratio 0,016, keluarga yang anggota keluarganya ikut mencari nafkah memiliki peluang untuk sejahtera lebih tinggi 0.016 kali lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang hanya mengandalkan kepala keluarga sebagai pencari nafkah Tabel 51. Kontribusi pendapatan dari sektor pertanian tidak mencukupi keluarga, oleh karena itu keluarga berusaha menggoptimalkan tenaga kerja yang ada dalam keluarga. Selain bekerja di sektor pertanian, sebagian anggota keluarga bekerja di bidang lain, pola seperti ini dikenal dengan pola nafkah ganda. Nurmalinda 2002 menyatakan peranan wanita dan anak-aak yang sudah dewasa dalam mencari nafkah sangat penting untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Bantuan langsung tunai BLT berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan menurut BKKBN dengan odd ratio 0,001, artinya keluarga yang tidak menerima BLT berpeluang untuk sejahtera 0,001 kali lebih tinggi dibandingkan keluarga yang menerima BLT Tabel 51. Keluarga yang menerima BLT memang merupakan keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah. Kemudahan untuk mengakses pasar dan sektor industri berpengaruh terhadap kesejahteraan menurut BKKBN dengan odd ratio masing-masing 14,984, dan 16,757, artinya keluarga yang lebih mudah mengakses pasar dan sektor industri berpeluang lebih tinggi untuk sejahtera dibandingkan dengan keluarga yang sulit mengakses kedua sektor tersebut Tabel 51. Keterlibatan anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi di pasar dan sektor industri membuka peluang untuk menambah pendapatan keluarga. Strategi sosial yang dilakukan oleh keluarga berpengaruh terhadap kesejahteraan menurut BKKBN dengan odd ratio 1,890 artinya keluarga yang lebih sering melakukan strategi sosial berpeluang 1,890 kali lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang jarang melakukan strategi sosial Tabel 51. Strategi pemanfaatan jaringan sosial, merupakan salah satu upaya yang ditempuh oleh keluarga miskin dalam mengatasi masalah keluarga. Jaringan yang dimaksud adalah relasi sosial, baik secara informal maupun formal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan. Pemanfaatan jaringan ini terlihat jelas dalam mengatasi masalah ekonomi dengan meminjam uang kepada tetangga, berhutang ke warung terdekat, bahkan meminjam uang ke renternir dan sebagainya Gunawan dan Sugiyanto 1999. Tabel 51 Hasil analisis regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan berdasarkan indikator BKKBN Variabel B Sig. OR Umur suami 0,466 0,076 1,594 Pendidikan suami 1,607 0,029 4,986 Jumlah anggota keluarga -2,756 0,009 0,064 Pendapatan per kapita 0,000 0,083 1,000 Jumlah anggota keluarga yang bekerja 4,138 0,033 0,016 Bantuan langsung tunai 0 = tidak 1 = ya -6,834 0,020 0,001 Bantuan Askeskin 0 = tidak 1= ya 3,916 0,086 50,186 Kemudahan mengakses pasar 2,707 0,016 14.984 Kemudahan mengakses koperasi 2,653 0,061 0,070 Kemudahan mengakses sektor industri 2,819 0,023 16,757 Kemudahan mengakses puskesmas 2,577 0,172 13,160 Strategi penghematan -6,518 0,062 0,001 Strategi penambahan sumberdaya -3,786 0,132 0,023 Strategi sosial 4,173 0,029 1,890 Pendapatan per kapita tidak berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan objektif menurut BKKBN dan BPS, namun berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan subjektif dengan odd ratio 1,056. Keluarga dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi memiliki peluang untuk sejahtera 1,056 kali lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga berpendapatan rendah. Keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi merasa lebih puas karena dapat memenuhi kebutuhannya. Tidak ada faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kesejahteraan berdasarkan garis kemiskinan BPS dan kategori kemiskinan Bank Dunia. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan istri sebagai responden, dengan asumsi bahwa jawaban istri dianggap dapat mewakili keluarga secara keseluruhan. Pada penelitian selanjutnya disarankan yang menjadi responden adalah suami dan istri sehingga dapat dibandingkan bagaimana pandangan suami dan istri terhadap pembagian peran berdasarkan gender. Namun, untuk memperkecil kesalahan dalam pembahasan, telah dilakukan wawancara mendalam dengan beberapa keluarga, dimana responden terdiri dari suami dan juga istri, sehingga diharapkan dapat meningkatkan objektivitas penelitian. 140 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Status kepemilikan lahan dan jenis komoditas yang diusahakan berpengaruh terhadap besarnya pendapatan yang diterima petani. Meskipun pendapatan per kapita yang diterima sebagian besar keluarga petani padi 76 dan sebagian besar keluarga petani hortikultura 88 berada di atas garis kemiskinan BPS, namun masalah ekonomi yang dirasakan kedua kelompok contoh pada musim tanam dan paceklik tergolong tinggi. Hal ini diduga karena terlalu rendahnya garis kemiskinan BPS. Berdasarkan hasil analisis sensitifitas dan spesifisitas, kriteria Bank Dunia dengan standar US 1 merupakan indikator terbaik untuk mengukur tingkat kemiskinan keluarga petani. Sumbangan pendapatan anak yang sudah bekerja terhadap pendapatan keluarga dirasakan cukup membantu keluarga petani dalam memenuhi kebutuhannya. Keluarga dalam menghadapi kesulitan ekonomi lebih sering melakukan strategi penghematan dibandingkan strategi penambahan sumberdaya ataupun strategi sosial. Terdapat perbedaan dalam pola pengambilan keputusan dalam strategi penghematan, strategi penambahan sumberdaya dan strategi sosial, penyediaan makanan, keuangan keluarga, kegiatan non usahatani dan kegiatan sosial kemasyarakatan antara keluarga petani padi dan hortikultura. Sebagian besar istri petani padi 80 dan istri petani hortikultura 78 memiliki peran ganda, selain berperan dalam mengurus rumah tangganya, istri juga bekerja di sektor pertanian maupun nonpertanian; namun hal tersebut belum diimbangi dengan keterlibatan suami yang memadai di sektor domestik. Pekerjaan mengurus anak pada sebagian besar contoh keluarga petani padi 78 dan lebih dari separuh contoh keluarga petani hortikultura 58 dilakukan oleh istri, begitu pula pekerjaan rumah tangga pada sebagian besar contoh keluarga petani padi 96 dan keluarga petani hortikultura 90 dilakukan oleh istri. Persepsi tentang gender pada keluarga petani padi tidak berkorelasi dengan umur istri dan pendidikan istri, sedangkan pada keluarga petani hortikultura persepsi tentang gender berkorelasi negatif dengan umur istri. Persepsi tentang gender berkorelasi positif dengan pengambilan keputusan mengenai strategi koping dan pengambilan keputusan mengenai aktivitas keluarga di sektor domestik dan publik namun tidak berkorelasi dengan pembagian kerja. Keterlibatan istri dalam pengambilan keputusan dan pekerjaan di sektor domestik dan publik berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga petani menurut versi BKKBN dan BPS. Faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga 141 menurut indikator BKKBN adalah tingkat pendidikan suami, jumlah anggota keluarga yang bekerja, kemudahan mengakses pasar dan sektor industri serta strategi sosial yang dilakukan; sedangkan tingkat pendapatan per kapita berpengaruh positif terhadap tingkat kesejahteraan subjektif. Saran Dari hasil penelitian ini dapat disarankan : 1. Bagi para peneliti : Diperlukan kajian yang lebih luas mengenai kehidupan keluarga petani dalam berbagai kondisi agroekosistem, sehingga dapat diambil suatu gambaran menyeluruh mengenai kehidupan keluarga petani pada berbagai macam corak kebudayaan dan pola kehidupan yang berbeda-beda. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperkuat bukti bahwa peran istri di sektor domestik dan publik dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, selain itu perlu dikembangkan suatu kajian untuk mengukur nilai ekonomis dari peran istri di sektor domestik dan publik. 2. Bagi Stakeholder yang terkait dalam pemberdayaan peran wanita : Orientasi penyetaraan peran istri bukan hanya sekedar mengejar hak-hak struktural seperti kesetaraan dalam kesempatan kerja dan berpolitik, tetapi lebih kepada upaya untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan kualitas kemandirian wanita dalam mewujudkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya; selain itu pemberdayaan wanita seharusnya juga menyangkut pada aspek domestik. Hasil penelitian menunjukkan wanita pada umumnya lemah aksesnya terhadap modal, lahan dan sarana produksi pertanian, keadaan tersebut seringkali dijadikan alasan bahwa produktivitas wanita lebih rendah. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan akses wanita terhadap sumberdaya adalah dengan melibatkan wanita dalam kegiatan penyuluhan, pelatihan, perencanaan program secara partisipatif. Untuk meningkatkan partisipasi wanita dalam kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan kelompok wanita seperti pengajian, posyandu, arisan dan kelompok usaha kecil yang dikelola oleh wanita. Untuk meningkatkan daya tarik dan motivasi kaum wanita tani, sebaiknya materi penyuluhan merupakan kombinasi dari materi yang menyangkut masalah pertanian, keuangan mikro, kesehatan, pendidikan dan aspek penting lainnya yang terkait dengan pengelolaan usaha. Secara kelompok wanita perlu ditautkan dengan sumber-sumber produktif yang lebih luas, termasuk dengan sumber informasi. 3. Bagi pemerintah atau pihak yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan petani : Masalah ekonomi yang terjadi pada keluarga petani padi dan hortikultura terkait dengan tersedianya sarana dan prasarana penunjang kegiatan usahatani, seperti 142 ketersediaan air bagi lahan usahatani, untuk itu diperlukan pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang memadai bagi kegiatan pertanian. Pengetahuan dan kemampuan keluarga petani untuk meningkatkan ketersediaan sumberdaya materi tergolong rendah. Selama ini kegiatan penyuluhan yang dilakukan hanya menyangkut aspek teknis budidaya pertanian, oleh karena itu diperlukan kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani di luar sektor usaha tani, sehingga keluarga petani dapat melakukan diferensiasi usaha untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, terutama di saat musim paceklik. Selain itu, usaha peningkatan pendapatan keluarga tani, dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan teknis tentang menciptakan nilai tambah hasil pertanian. 4. Pengukuran tingkat kesejahteraan keluarga dengan kriteria Bank Dunia US 1 menunjukkan tingkan sensitifitas dan spesifisitas yang paling baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga petani, namun banyak pihak yang mengkritik bahwa kriteria tersebut kurang sesuai untuk mengukur tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu diperlukan kajian lebih lanjut untuk memperoleh standar kemiskinan yang sesuai dengan keadaan masyarakat Indomesia dengan tingkat keakuratan yang baik. DAFTAR PUSTAKA Achir YS. 1997. Analisis konsep koping : suatu pengantar. Jurnal Keperawatan Indonesia. Jakarta. Al Rasyid Harun. 1984. Teknik Pengambilan Sampel dan Penyusunan Skala. Bandung : Fakultas Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Azzachrawani. 2004. Kontribusi perempuan terhadap pendapatan keluarga dan dampaknya terhadap kepuasan keluarga [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2003. Sensus Pertanian 2003. Jakarta : Biro Pusat Statistik. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2008. Perkembangan Beberapa Indikator Sosial Ekonomi Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik. Brata Aloysius Gunadi. 2006. Kehancuran ekonomi perdesaan, mengapa berlanjut?. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta. Berk Laura E. 1989. Child Development. Massachussets : Allyn and Bacon. Bryant WK. 1990. The Ecoonomic Organization of the Household. New York : Cambridge University Press. Conger RD et al. 1990. Linking economic hardship to marital quality and instability. Journal of Marriage and the Family 52:56-61 Conger RD, Elder GH Jr. 1994. Families in Troubled Times : Adapting to Change in Rural America. New York : Aldin De Gruyter. Deacon RE, Firebaugh FM. 1981. Family Resources Management Principles and Aplication. Boston : Allyn and Bacon Inc. Dercon Stefan. 2002. Income risk, coping strategies and safety nets. The World Bank Research Observer 17: 2-10. Dharmawan AH. 2001. Farm Household Livelihood Strategies and Sosio Econonomic Change in Rural Indonesia [disertasi]. Germany : Gittingen University. Elder GH, Conger RD, Foster EM, Alderlt M. 1994. Families under economic pressure. Journal of Family Issue 13:23-31. Elfandi S. 2000. Peranan gender dalam rumahtangga penerima kredit peningkatan pendapatan petani kecil di bogor. [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Elizabeth R. 2007. Pemberdayaan wanita mendukung strategi gender mainstreaming dalam kebijakan pembangunan pertanian di pedesaan. Forum Penelitian Agro Ekonomi 25:126-135. Fadjarajani S. 2001. Pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung [tesis]. Bandung : Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung. Fakih M. 1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Friedmann J. 1998. Family Nursing : Theory and Practice, 3 rd ed. California : Appleton Lange. Girsang W. 1996. Dinamika penguasaan lahan dan strategi hidup rumah tangga di desa transmigrasi [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D. 1992. Diktat manajemen sumberdaya keluarga. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Gunawan dan Sugiyanto. 1999. Kondisi keluarga fakir miskin. Jurnal Ekonomi Rakyat 3:15-22. Haber A, RP Runyon. 1984. Psychology of Adjustment. Illionis : The Dorsev Press Homewood. Handoko. 2000. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta : BPFE. Handayani T, Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang : UMM Press. Harmiati. 2007. Tipologi kemiskinan dan kerentanan berbagai agroekosistem dan implikasinya pada kebijakan pengurangan kemiskinan [disertasi] Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hidayat M. 2002. Efek pembangunan prasarana komunikasi fisik dan pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan ibu rumah tangga dalam pemeliharaan kesehatan reproduksi [disertasi] Bandung : Program Pascasarjana Unpad. Hurlock EB. 1994. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga. Iqbal M. 2004. Strategi nafkah rumahtangga nelayan [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Iskandar A. 2007. Analisis praktek manajemen sumberdaya keluarga dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga di Kabupaten dan Kota Bogor. [disertasi] Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Karsin E. 1989. Keragaman status gizi dan prestasi belajar anak sekolah dari keluarga guru wanita SD Studi Kasus di SDN Papandayan II, Kecamatan Bogor Utara, Kotamadya Bogor, Provinsi Jawa Barat [Tesis] Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Kusnadi et al. 2006. Wanita Pesisir. Yogyakarta : LKiS. Lembaga Demografi UI. 1981. Dasar-dasar Demografi. Jakarta : Penerbit F.E U.I Martinez et al. 2003. Ivesting cash tranfers to raise long term live standard. Washington : The World Bank. Megawangi R. 2005. Membiarkan Berbeda ?. Bandung : PT. Mizan Pustaka. McCubbin HI, J.M Patterson. 1987. Family Inventory of Live Events and Changes dalam Family Assessment Inventories for Research and Practice. Winconsin-Madison : The University of Wisconsin-Madison. Milligan S, Fabian A, Coope P, Ernington C. 2006. Family Wellbeing Indicators from the 1981-2001 New Zealand Cencuses. New Zealand : Statistic New Zealand. Mosser CON. 1999. Gender Planning in the Third World : Meeting Practical and Strategic Gender Needs. World Development. Narwoko DJ, Suyanto B ed. Sosiologi : Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Prenada Media Group. Nurmalinda. 2002. Petani miskin di pinggiran perkotaan dan strategi bertahan hidup keluarga Studi kasus petani lahan tidur di Kabupaten Bekasi [tesis] Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Olson DH, Miller BC. 1984. Family Studies Review Year Book vol. II. Beverly HillsLondonNew Delhi : Sage Publication:. Park M, K Kim. 2002. The level of subjective well-being and household consumption expenditures. Journal Consumers and Families As Market Actors 2:30-39. Prasetyo A.2004. Analisis jender terhadap strategi ketahanan hidup keluarga melalui manajemen keuangan pada keluarga nelayan [skripsi] Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Puspa AR. 2007. Kajian ketahanan keluarga petani : pengambilan keputusan istri dan hubungannya dengan kesejahteraan keluarga [Skripsi] Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Puspitawati H. 1998. Poverty level and conflics over money within families [thesis] Iowa State University. Iowa. Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Rambe A. 2004. Alokasi pengeluaran rumahtangga dan tingkat kesejahteraan Kasus di Kecamatan Medan Kota Sumatera Utara [Tesis] Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Retno Suhapti. 1995. Gender dan permasalahannya. Jakarta : Bul Psikologi. Rice, A.S; Tucker, S.M. 1976. Family Life Management. New York : The McMillan Co Sarafino E. 2002. Health Psychology. England : John Willey and Sons. Sajogyo. 1991. Sosiologi terapan, Pidato Ilmiah Purna Bhakti Guru Besar IPB. ---------. 1996. Garis kemiskinan dan kebutuhan minimal pangan menyambut ulang tahun ke-70 Prof Sajogyo. Yogyakarta : Yayasan Agro Ekonomika Sajogyo P. 1987. Development in the role of Indonesian women in rural areas now changing from an agricultural to an industrial Society, 1981-1987. Laporan Penelitian. Pusat Studi Pembangunan IPB. Sendow M. 2001. Peranan wanita pada usaha tani padi sawah di Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa. http.digilib.unsrat.net. [28 Februari 2008]. Sawidak MA. 1985. Analisa tingkat kesejahteraan ekonomi petani transmigran di Delta Upang Provinsi Sumatera Selatan [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Setiawan I. 2002. Analisis tingkat keberdayaan komunikasi petani dan faktor-faktor yang mempengaruhinya [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sianipar H. 1997. Kajian terhadap kondisi sosial ekonomi karyawan PT. Ika Nusa Fishtama di Kecamatan Wonosobo Lampung [Skripsi] Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan. Faperikan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Sharpe A. 2004. Literature Review of Framework for Macro Indicators. Canada : Centre For Study of Living Standard CSLS. Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarte : LP3ES 146 Sitorus F. 1992. Strategi Ekonomi Keluarga Nelayan Miskin dalam Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Strong B, De Vault C. 1989. The Marriage and Family Experience. St Paul : West Publishing Company. Suandi. 1996. Modal sosial dan kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan Provinsi Jambi [disertasi] Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sugiyanto. 1996. Persepsi masyarakat tentang penyuluhan pembangunan dalam pembangunan masyarakat pedesaan [disertasi] Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sumarti TMC. 1999. Persepsi kesejahteraan dan tindakan kolektif orang Jawa dalam kaitannya dengan gerakan masyarakat dalam pembangunan keluarga sejahtera di pedesaan [disertasi] Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sumarwan U, Hira T. 1993. The effects of perceive locus of control and perceived resource adequacy on satisfaction with financial status of rural household. Journal of Family Economic Issues 14:16-25. Sumaryanto. 1990. Penawaran tenaga kerja pertanian dan perubahannya Studi kasus pada usahatani di beberapa desa di Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi. Sunarti E, Khomsan A. 2006. Kesejahteraan keluarga petani, mengapa sulit diwujudkan ?. Supranto J. 1991. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Suprihatin. 1986. Alokasi waktu keluarga pedesaan dan desa kota kasus di dua desa Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Tesis] Bogor : Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Supriyantini S. 2002. Hubungan antara pandangan peran gender dengan keterlibatan suami dalam kegiatan rumah tangga. Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi. Universitas Sumatera Utara. Syarief H, Hartoyo. 1993. Beberapa aspek dalam kesejahteraan keluarga. Seminar Keluarga Menyongsong Abad 21 dan Peranannya dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia Indonesia. GMSK. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor dan BKKBN. Tati. 2004. Pengaruh tekanan ekonomi keluarga, dukungan sosial dan kualitas perkawinan terhadap pengasuhan anak. [Tesis]. Program Pascasarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Terry G. 1986. Asas-asas Manajemen. Bandung : Penerbit Alumni Tjahjana T. 2004. Analisis perubahan sosial petani padi sawah pinggiran kota [skripsi] Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Bandung : Universitas Padjadjaran. Voydanoff P. 1990. Economic distress and family relations : a review of the eighties. Journal of Marriage and the Family 52:28-39. Widodo, Slamet. 2006. Pesona di balik keharuman tembakau madura. Pamator 2:9-18. William JE, Best DL. 1990. Sex and Self Viewed Cross Culturally. Sage Publications: CaliforniaLondonNew Delhi. 147 White B. 1991. Economic Diversification and Agrarian Change in Rural Java, 1900-1990, dalam P Alexander et al Ed, In the Shadow of Agriculture : Non Farm Activities in the Javanese Economy, Past and Present. Amsterdam : Royal Tropical Institute. Wowor S. 1994. Alokasi waktu dan pendapatan rumah tangga industri kerajinan gerabah di pedesaan Studi kasus di Desa Pulotan Kecamatan Remboken Sulawesi Utara [tesis] Bogor : Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 148 Lampiran 1 Operasionalisasi variabel Variabel Sub Variabel Indikator Skor Karakteristik keluarga Umur a. Usia produktif : 15-64 tahun b. Usia tidak produktif : 15 tahun dan 65 tahun Pendidikan  Pendidikan formal : a. Tidak sekolah b. Tidak tamat SD c. Tamat SD d. Tidak tamat SMP e. Tamat SMP f. Tidak tamat SMU g. Tamat SMU h. Tidak tamat universitas i. Tamat universitas  Pendidikan non formal : a. Pernah mengikuti b. Tidak pernah mengikuti 1 2 3 4 5 6 7 8 1 Jumlah anggota keluarga a. Kecil : 1-4 orang dalam keluarga b. Sedang : 1-6 orang dalam keluarga c. Besar : 6 orang dalam keluarga Kondisi sosial ekonomi keluarga Aset keluarga Kepemilikan tempat tinggal kondisi tempat tinggal beserta fasilitas air minum, penerangan, MCK yang ada di dalamnya; kepemilikan alat transportasi; perabot rumah tangga; kepemilikan tabungan Organisasi sosial  Jenis organisasi yang diikuti keagamaan, arisan, kelompok tani, dll  Kedudukan dalam organisasi tersebut ketua, pengurus, anggota Pendapatan keluarga Jumlah pendapatan Rp yang diperoleh seluruh anggota keluarga Persepsi tentang gender a. Setuju b. Tidak setuju Kondisi sosial ekonomi daerah pinggiran perkotaan Ketersediaan lembaga a. Ada b. Tidak ada 1 Keterjangkauan lembaga  Kesempatan a. Mudah dijangkaudimasuki b. Sulit dijangkaudimasuki  Jarak a. Dekat 5 Km dari tempat tinggal b. Sedang 5 – 10 Km dari tempat tinggal c. Jauh 10 Km dari tempat tinggal  Biaya a. Tertangkau b. Tidak terjangkau 1 3 2 1 1 Strategi koping yang dilakukan keluarga petani. Strategi ekonomi keluarga modifikasi Prasetyo, 2004 b. Tidak pernah dilakukan c. Kadang – kadang dilakukan d. Sering dilakukan 1 2 3 4 e. Selalu dilakukan Lampiran 1 Lanjutan Variabel Sub Variabel Indikator Skor Strategi sosial keluarga modifikasi Prasetyo, 2004 a. Tidak pernah dilakukan b. Kadang – kadang dilakukan c. Sering dilakukan d. Selalu dilakukan 1 2 3 4 Pengambilan keputusan dalam strategi koping yang dilakukan keluarga petani a. Ibu atau ayah saja b. Ibu atau ayah dominan c. Ibu bersama-sama dengan ayah 1 2 3 Manajemen sumberdaya keluarga Pengambilan keputusan pada sektor domestik dan publik ekonomi dan sosial a. Ibu atau ayah saja b. Ibu atau ayah dominan c. Ibu bersama-sama dengan ayah 1 2 3 Manajemen sumberdaya keluarga Pengambilan keputusan pada sektor domestik dan publik ekonomi dan sosial Pembagian kerja pada sektor domestik dan publik ekonomi dan sosial a. Suami saja yang mengerjakan b. Suami bersama-sama dengan istri c. Istri saja yang mengerjakan d. Lainnya anak, tenaga kerja luar keluarga 4 3 2 1 Curahan waktu Rata-rata banyaknya waktu jamhari yang digunakan suami dan istri untuk melakukan aktivitas domestik, produktif, sosial, personal, dan waktu luang Tingkat kesejahteraan keluarga Tingkat kesejahteraan keluarga Kriteria kesejahteraan berdasarkan BKKBN  Sejahtera : 100 dari skor  Tidak sejahtera 100 dari skor Kriteria kesejahteraan BPS Tidak sejahtera : pendapatan per kapita garis kemiskinan Persepsi keluarga Miskin : 75 dari skor Lampiran 2 Sebaran contoh berdasarkan masalah ekonomi yang dirasakan Pernyataan Petani Padi Petani Hortikultura Musim Tanam Non Musim Tanam Musim Tanam Non Musim Tanam 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Mempunyai cukup uang untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga 36 56 8 4 40 48 8 2 56 42 8 62 30 Mempunyai cukup uang untuk membeli pakaian. 24 66 10 42 48 10 14 80 6 48 50 2 Mempunyai cukup uang untuk perawatan kesehatan keluarga. 14 72 14 18 72 10 22 60 18 24 64 10 2 Mempunyai cukup uang untuk pendidikan anak. 12 70 18 16 68 16 20 68 8 4 30 70 Mempunyai cukup uang untuk hiburan keluarga. 54 40 6 66 30 4 62 32 6 80 18 2 Mempunyai cukup uang untuk membeli sarana produksi pertanian 18 68 14 28 58 14 28 46 26 46 26 28 Mempunyai cukup uang untuk membeli perabot rumah tangga 54 46 64 36 26 70 4 60 40 Keterangan : 1 = sama sekali tidak 2 = kadang-kadang 3 = sering 4 = selalu 151 Lampiran 3. Hasil uji beda masalah ekonomi yang dirasakan keluarga contoh Pernyataan Rata-rata Skor MT Sign Rata-rata Skor Non MT Sign P H P H Mempunyai cukup uang untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga 57,33 46,67 0,003 53,33 40,67 0,002 Mempunyai cukup uang untuk membeli pakaian. 28,67 30,67 0,518 22,67 18,00 0,241 Mempunyai cukup uang untuk perawatan kesehatan keluarga. 33,33 32,00 0,674 32,67 30,00 0,420 Mempunyai cukup uang untuk pendidikan anak. 35,33 32,00 0,403 33,33 23,33 0,003 Mempunyai cukup uang untuk hiburan keluarga. 17,33 14,67 0,485 12,67 7,33 0,132 Mempunyai cukup uang untuk membeli sarana produksi pertanian 32,00 32,67 0,864 28,67 27,33 0,766 Mempunyai cukup uang untuk membeli perabot rumah tangga 15,33 26,00 0,001 12,00 13,33 0,687 Total Masalah Ekonomi 31,33 30,67 0,758 27,94 22,86 0,062 Ket : MT = Musim Tanam Non MT = Non Musim Tanam P = Keluarga petani padi H = Keluarga petani hortikultura Pernyataan Rata-rata Skor Petani Padi Sign Rata-rata Skor Petani Hortikultura Sign MT Non MT MT Non MT Mempunyai cukup uang untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga 57,33 53,33 0,032 46,67 40,67 0,028 Mempunyai cukup uang untuk membeli pakaian. 28,67 22,67 0,002 30,67 18,00 0,000 Mempunyai cukup uang untuk perawatan kesehatan keluarga. 33,33 32,67 0,799 32,00 30,00 0,537 Mempunyai cukup uang untuk pendidikan anak. 35,33 33,33 0,261 32,00 23,33 0,004 Mempunyai cukup uang untuk hiburan keluarga. 17,33 12,67 0,007 14,67 7,33 0,002 Mempunyai cukup uang untuk membeli sarana produksi pertanian 32,00 28,67 0,024 32,67 27,33 0,019 Mempunyai cukup uang untuk membeli perabot rumah tangga 15,33 12,00 0,058 26,00 13,33 0,000 Total Masalah Ekonomi 31,33 27,94 0,001 30,67 22,86 0,000 Lampiran 4 Sebaran contoh berdasarkan strategi ekonomi strategi penghematan yang dilaksanakan No Pernyataan Petani Padi Petani Hortikultura Musim Tanam Non Musim Tanam Musim Tanam Non Musim Tanam 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

a. Pangan

1 Mengurangi pembelian kebutuhan akan pangan 8 80 12 6 64 30 6 78 16 52 48 2 Mengganti beras dengan makanan pokok lain yang lebih terjangkau 66 34 70 14 16 56 44 64 14 22 3 Mengurangi frekuensi makan 74 26 72 14 14 56 42 2 56 24 20 4 Mengurangi penggunaan tehgulakopi 22 58 20 12 40 46 2 8 62 30 6 32 58 4 5 Mengurangi jajan anak 30 52 14 4 24 52 10 14 12 56 18 14 10 52 16 22 6 Anak dan suami membawa bekal untuk beraktivitas sekolahke sawah 10 40 44 6 16 36 42 6 10 26 48 16 16 20 46 18 7 Menyimpan makanan yang tidak habis untuk esok hari 2 30 34 34 2 18 38 42 10 20 46 24 4 10 52 34

b. Kesehatan

8 Mengganti obat mahal dengan obat murah 8 50 38 4 4 52 34 10 6 54 34 6 2 48 38 12 9 Mengganti obat modern dengan jamuobat tradisional yang lebih murah 22 62 10 6 24 56 10 10 16 56 22 6 18 50 20 12 10 Bapak mengurangi pembelian rokok 28 38 30 4 24 34 38 4 22 34 32 12 16 18 52 14 11 Berobat ke tempat pengobatan alternatif 74 22 4 64 30 6 58 34 6 2 50 34 14 2

c. Pendidikan

12 Mengurangi uang saku anak 32 60 4 4 26 44 20 10 22 4 12 18 20 22 36 22 13 Anak sempat berhenti sekolah saat krisis keuangan 80 12 8 84 10 6 86 2 10 2 86 4 8 2 14 Membeli seragamsepatubekas untuk keperluan sekolah 56 44 56 34 10 64 36 68 20 12 15 Mengurangi pembelian buku pelajaran 16 54 24 6 14 34 42 10 12 38 30 20 8 22 46 24

d. Usaha tani

16 Mengurangi pembelian alat-alat pertanian 10 54 32 4 4 34 36 26 20 46 28 6 8 12 28 52 17 Mengurangi penggunaan pupuk 24 58 14 4 10 44 18 28 38 38 18 6 8 12 26 54 18 Mengganti pestisida yang mahal dengan pestisida yang lebih murah. 14 52 32 2 10 34 28 28 12 56 28 4 4 10 32 54 19 Mengurangi jumlah tenaga kerja 26 54 14 6 16 38 20 26 36 48 8 8 10 6 32 52 e. Penghematan Lainnya 20 Keluarga mengurangi sumbangan sosial 6 22 52 20 26 50 24 8 12 58 22 14 56 30 21 Mengurangi penggunaan listrikairtelepon 16 40 40 4 8 34 48 10 18 34 40 8 10 20 48 22 22 Mengurangi jumlah pembelian pakaian dalam setahun 4 38 46 12 8 22 60 10 8 40 44 8 10 12 62 16 23 Mengurangi pembelian perabotan rumah tangga 40 44 16 4 20 40 36 2 32 42 24 2 8 42 48 Keterangan : 1 = sama sekali tidak 2 = kadang-kadang 3 = sering 4 = selalu Lampiran 5 Sebaran contoh berdasarkan strategi ekonomi strategi penambahan sumberdaya yang dilaksanakan No Pernyataan Petani Padi Petani Hortikultura Musim Tanam Non Musim Tanam Musim Tanam Non Musim Tanam 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

a. Pangan

1 Memanfaatkan lahan kosong untuk menanam tanaman pangan 14 32 48 6 10 36 50 4 20 26 40 14 18 28 44 10 2 Menjual hasil ternak 68 20 10 1 52 20 16 12 72 20 8 58 18 10 14 3 Memanfaatkan hasil panen untuk dikonsumsi sendiri 4 28 34 34 10 30 34 26 10 68 18 4 14 60 26

b. Kesehatan

4 Memanfaatkan tanah pekarangan untuk menanam tanaman obat keluarga 68 28 4 64 30 6 78 18 4 74 22 4 5 Meminta tanaman obat ke tetangga atau kerabat 56 42 2 54 44 2 44 54 2 42 54 4

c. Pendidikan

6 Anak bekerjamembantu orangtua untuk membeli keperluan sekolah. 60 24 16 54 28 18 60 18 22 48 28 22 2 7 Mengusahakan beasisiwa untuk sekolah anak. 60 38 2 56 40 2 2 68 28 4 60 36 4

d. Usaha tani

8 Memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga untuk menggarap lahan 14 42 32 12 24 38 36 2 12 30 30 28 28 30 28 14 9 Menggadaikan hasil panen ijon 52 40 4 4 88 12 34 48 14 4 86 6 6 2

e. Penambahan Lainnya

10 Ibu bekerja untuk menambah keuangan keluarga 14 12 50 24 18 16 54 12 18 18 34 30 18 28 42 12 11 Bapak mencari pekerjaan sampingan untuk menambah keuangan keluarga 26 24 44 6 24 16 32 28 12 36 40 12 12 10 40 38 12 Menyuruh anak mencari nafkah 38 38 22 2 42 32 20 6 36 28 24 12 38 22 26 14 13 Menjual hasil usaha sampingan 70 20 10 78 6 12 4 2 58 26 14 72 6 18 4 14 Mengontrakan rumahtanah untuk menambah keuangan keluarga 96 4 92 8 98 2 96 4 15 Menjual tanah untuk keperluan keluarga 84 12 4 80 16 4 86 10 4 84 12 4 16 Menjual rumah untuk keperluan keluarga 100 96 4 98 2 96 4 17 Menggadaikan barang 70 30 56 36 8 74 22 4 68 22 10 Keterangan : 1 = sama sekali tidak 2 = kadang-kadang 3 = sering 4 = selalu 154 Lampiran 6 Sebaran contoh berdasarkan strategi sosial yang dilaksanakan No Pernyataan Petani Padi Petani Hortikultura Musim Tanam Non Musim Tanam Musim Tanam Non Musim Tanam 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

a. Pangan