Keluarga Sejahtera Tahap III Plus KS-III Plus adalah keluarga yang telah dapat

indikator yang lebih baik dibandingkan variabel kebahagiaan, karena dapat lebih mudah melihat gap antara aspirasi dan tujuan yang ingin dicapai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan sebjektif dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarwan dan Hira 1993 pada delapan negara bagian di Amerika Serikat menunjukkan tingkat kepuasan kesejahteraan finansial keluarga pedesaan dipengaruhi oleh faktor umur, pendapatan keluarga, aset, sikap perceived locus of control dan kecukupan pendapatan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan yang dirasakan oleh seseorang atau sekelompok orang. Menurut Handoko 2000 yang dimaksud dengan tingkat kepuasan adalah suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang dirasakan seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu yang diperolehnya, atau dengan kata lain tingkat kepuasan merupakan gambaran perasaan yang diperoleh dari suatu tindakan yang telah diperbuat Prasetyo 2004. Menurut Guhardja et al 1992, puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan. Apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan nilai yang dianut maka diharapkan kepuasan akan terpenuhi. Kepuasan merupakan output yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau berdifat subjektif. Bryant 1990 mengatakan bahwa kegiatan rumah tangga yang dapat diartikan sebagai penggunaan sumberdaya keluarga baik sumberdaya manusia maupun fisik, dimana kedua sumberdaya tersebut dapat memberikan kepuasan bagi rumah tangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya, bekerja akan memberikan kepuasan secara tidak langsung sedangkan konsumsi dan hiburan dapat memberikan kepuasan secara langsung. Ditambahkannya pula bahwa rumah tangga memperoleh kepuasan dari konsumsi barang dan jasa serta menggunakan sumberdaya yang terbatas itu untuk memperoleh akses bagi mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rumah tangga atau keluarga dengan melalui segala pengorbanan cost dari segala keputusan yang diambil . Kegiatan yang dilakukan tujuan akhirnya adalah mencapai kepuasan minimal sama dengan pengorbanan yang dilakukan. Rice dan Tucker 1976 mengemukakan bahwa dalam studi tentang keluarga, analisis tentang konsep kepuasan terhadap perkawinan atau rumah tangga banyak berhubungan dengan bagaimana pola pengambilan keputusan yang berlaku dalam keluarga tersebut. Konsep kepuasan dalam perkawinan berhubungan dengan dua aspek utama yaitu tentang pelaku yang membuat keputusan dalam keluarga dan pola kesepakatan tentang bagaimana sebaiknya keputusan dalam keluarga itu tersebut. Konsep kepuasan berumah tangga berdasarkan pola pengambilan keputusan yang berlaku ini juga sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan kelompok sosial dimana individu pembentuk keluarga itu berasal. Perbedaan ini pada tahap selanjutnya dapat mengakibatkan tekanan emosional stress dalam proses pengambilan keputusan di keluarga. Kondisi perbedaan pemahaman terhadap harapan peran dalam berumah tangga yang tidak diusahakan untuk diperjelas dasar masalahnya, untuk kemudian diselesaikan, diprediksi akan meningkatkan intensitas dan kekerapan konflik dalam proses pengambilan keputusan di keluarga tersebut Rice dan Tucker 1976. Sumarti 1999 menjelaskan bahwa keluarga berupaya menjaga mempertahankan keseimbangan agar dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Keseimbangan yang dimaksud adalah: 1 Keseimbangan fisik. Adanya pembagian kerja dalam keluarga; bapak menjadi buruh tani, ibu menjadi pengrajin bata, anak menjadi buruh pabrik atau buruh bangunan. Artinya untuk mensejahterakan keluarga, mereka memerlukan sumberdaya untuk beragam pekerjaan; hasil buruh tani untuk mencapai status tanah, hasil membuat bata untuk pendidikan drajat dan harta benda sepeda motor, hasil buruh pabrikbangunan untuk makan dan menabung bahan bangunan rumah; 2 Keseimbangan sosial: menjalin keguyuban rukun dengan tetangga dan rasa hormat pada pemimpin pelindung; dan 3 Keseimbangan batin: menjalani hidup sesuai perannya rasa tenteram. Strategi Koping Aspek ekonomi merupakan salah satu fungsi keluarga yang sangat vital bagi kehidupan keluarga, yang sekaligus akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan seseorang. Pelaksanaan fungsi ekonomi keluarga diantaranya pengalokasian sumberdaya untuk pelayanan kesejahteraan dengan memproduksi, mendistribusikan dan mengkonsumsi produk diantara anggota keluarga Soelaeman dalam Tati 2004. Masalah ekonomi timbul dari hilangnya kontrol terhadap pengeluaran. Keluarga dengan pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan mereka dapat mengurangi kebutuhan atau tuntutan mereka dengan menghemat konsumsi dana atau dengan meningkatkan pendpaatan keluarga. Dengan melakukan penyesuaian ini, keluarga dapat melakukan kontrol terhadap pengeluaran. Hasil penelitian pada keluarga di Iowa tahun 1989 menunjukkan bahwa keluarga dengan pendapatan rendah 16 akan mengalami masalah ekonomi yang lebih sulit. Keluarga yang mengalami tekanan ekonomi yang lebih sulit harus melakukan usaha yang lebih besar untuk beradaptasi dengan kesulitan tersebut Conger dan Elder 1994; Elder, Roberston dan Alderlt 1994. Tekanan ekonomi merupakan cara pandang seseorang dalam menanggapi dan menerima keadaan ekonomi keluarga yang dirasakannya, terutama dalam mempersepsi pengaturan keuangan belanja, pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan materi keluarga. Tekanan ekonomi merupakan konsep yang mengacu pada aspek kehidupan ekonomi sebagai pemicu stres yang potensial bagi individu dan keluarga. Ketidakstabilan ekonomi dan ketegangan ekonomi merupakan indikator subjektif dari hal yang dirasakan individu terhadap situasi finansial Voydanoff 1984. Adaptasi keluarga menggambarkan tindakan yang diambil sebagai respon terhadap keterbatasan ekonomi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa kesulitan ekonomi meningkatkan tekanan dan kebutuhan akan penyesuaian terhadap kehidupan keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Conger dan Elder 1994 dan Elder, Roberston dan Ardelt 1994 menemukan bahwa kondisi ekonomi yang meliputi rendahnya pendapatan per kapita, pekerjaan yang tidak tetap, rasio hutang dan aset yang tidak seimbang, dan kehilangan pendapatan, berhubungan secara signifikan dengan tekanan ekonomi. Dalam menghadapi kemiskinan, keluarga menerapkan strategi koping. Koping adalah perilaku yang terlihat dan tersembunyi yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan psikologi dalam kondisi yang penuh stres Achir Yani 1997. Menurut Sarafino 2002, koping adalah usaha untuk menetralisasi atau mengurangi stres yang terjadi. Dalam pandangan Haber dan Runyon 1984, koping adalah semua bentuk perilaku dan pikiran negatif dan positif yang dapat mengurangi kondisi yang membebani individu agar tidak menimbulkan stres. McCubbin dan Patterson 1980 mengembangkan model adaptasi keluarga dalam menghadapi tekanan. Dalam model ABCX T ganda Gambar 1, beberapa stressor utama yang bertumpuk menjadi stessor keluarga AA ini berpengaruh penting dalam tingkat adaptasi keluarga, karena krisis keluarga berkembang dan berubah dalam satu kurun waktu, penumpukan stressor AA juga diakibatkan oleh perubahan siklus hidup dan ketegangan yang tidak terselesaikan. Persepsi keluarga terhadap stressor CC pada dasarnya menyangkut penilaian keluarga terhadap stres yang dialami. Penilaian dan adanya tuntutan keluarga secara sadar atau tidak sadar memunculkan interpretasi dari pengalaman sebelumnya. Untuk memenuhi berbagai tuntutan, keluarga memiliki potensi yaitu sumberdaya dan kemampuan. Dalam model ABCX T ganda, sumberdaya dan kemampuan keluarga terdiri dari sumberdaya pribadi anggota keluarga dan sumber-sumber internal dalam sistem keluarga faktor BB, yang mencakup semua karakteristik, kompetensi dan makna personal termasuk pendidikan, kesehatan, karakteristik kepribadian dan dukungan masyarakat yang merupakan lembaga di luar keluarga yang dapat diakses untuk memenuhi tuntutan keluarga faktor BBB. Dalam model ini, faktor tipologi keluarga faktor T menjadi suatu hal yang penting karena tipologi keluarga merupakan suatu kekuatan yang dapat mempengaruhi bagaimana penyesuaian dan adaptasi keluarga dilakukan, karena keluarga memegang teguh kepercayaan atau asumsi-asumsi yang disebut skema keluarga, yakni hubungan satu sama lain dan hubungan keluarga dengan masyarakat dan sistem. Untuk mengatasi berbagai stressor dan krisis, keluarga melakukan koping adaptif PSC. Dalam proses koping, keluarga mengalokasikan sumberdaya dan kemampuan semua anggota keluarganya untuk memenuhi berbagai tuntutan yang dihadapi keluarga.Adaptasi keluarga faktor XX merupakan hasil dari upaya keluarga untuk mencapai tingkatan baru dari keseimbangan dan penyesuaian setelah krisis keluarga. CC X T R CCC PSC XX BB BBB AA Keterangan : X : Krisis keluarga masalah keluarga R : Tingkat regeneratif keluarga T : Tipologi keluarga AA : Setumpuk stressor keluarga BB : Sumberdaya koping keluarga CC : Persepsi keluarga terhadap stressor CCC : Skema keluarga XX : Adaptasi keluarga PSC : Penyelesaian masalah keluarga Gambar 1 Model ABCX T ganda McCubbin Patterson, 1987. Menurut Friedman 1998, terdapat dua tipe strategi koping keluarga, yaitu internal atau intrafamilial dan eksternal atau ekstrafamilial. Ada tujuh strategi koping internal, yaitu : 1. Mengandalkan kemampuan sendiri dan keluarga. Untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya, keluarga seringkali melakukan upaya untuk menggali dan mengandalkan sumberdaya yang dimiliki. 2. Penggunaan humor. Menurut Hott dalam Friedman 1998, perasaan humor merupakan aset yang penting dalam keluarga karena dapat memberikan perubahan sikap keluarga terhadap masalah yang dihadapi. Humor juga diakui sebagai suatu cara bagi seseorang untuk menghilangkan rasa cemas dan stress. 3. Musyawarah bersama memelihara ikatan keluarga. Cara seperti ini dapat membawa keluarga lebih dekat satu sama lain dan memelihara serta dapat mengatasi tingkat stres, ikut serta dengan aktivitas setiap anggota keluarga merupakan cara untuk menghasilkan suatu ikatan yang kuat dalam sebuah keluarga. 4. Memahami suatu masalah. Menurut Folkman et al 1985, keluarga yang menggunakan strategi ini cenderung melihat segi positif dari suatu kejadian penyebab stress. 5. Pemecahan masalah bersama. 6. Fleksibilitas peran. 7. Normalisasi. Salah satu strategi koping keluarga yang biasa dilakukan untuk menormalkan keadaan sehingga suatu keluarga dapat melakukan coping terhadap sebuah stressor jangka panjang yang dapat merusak kehidupan dan kegiatan keluarga. Knafl dan Deatrick Friedman 1998 mengatakan bahwa normalisasi merupakan cara untuk mengkonseptualisasikan bagaimana keluarga mengelola ketidakmampuan seorang anggota keluarga, sehingga dapat menggambarkan respons keluarga terhadap stress. Sedangkan strategi koping eksternal ada empat, yaitu : 1. Mencari informasi. Keluarga yang mengalami masalah memberikan respon secara kognitif dengan mencari pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan stressor. Hal ini berfungsi untuk mengontrol situasi dan mengurangi perasaan takut terhadap orang yang tidak dikenal dan membantu keluarga menilai stressor secara lebih akurat. 2. Memelihara hubungan aktif dengan komunitas. 3. Mencari pendukung sosial. Mencari pendukung sosial dalam jaringan kerja sosial keluarga merupakan strategi koping keluarga eksternal yang utama. Pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga, kelompok profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada kepentingan bersama. 4. Mencari dukungan spiritual. Beberapa studi mengatakan keluarga berusaha mencari dukungan spiritual untuk mengatasi masalah. Kepercayaan pada Tuhan dan berdoa merupakan cara paling penting bagi keluarga dalam mengatasi stres. Strategi Ekonomi Dalam konteks bertahan hidup dalam tekanan ekonomi, strategi koping didefinisikan sebagai proses yang digunakan individu atau keluarga dengan menggunakan sumberdaya materi ataupun non materi yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan materi individu atau keluarga tersebut Voydanoff dalam Puspitawati 1998. Strategi koping yang dilakukan dalam menghadapi masalah ekonomi meliputi usaha untuk menambah pendapatan dan usaha penghematan. Kedua strategi ini berbeda dalam pelaksanaannya. Usaha menambah pendapatan adalah strategi untuk meningkatkan ketersediaan sumberdaya ekonomi dalam keluarga, Dercon 2002 juga menyebutkan strategi koping melibatkan usaha untuk mencari penghasilan tambahan ketika kesulitan terjadi, contohnya yang terjadi pada keluarga di Sudan dan Ethiopia dimana mereka mencari penghasilan tambahan dengan melakukan migrasi untuk sementara, mengumpulkan bahan makanan di alam liar. Di lain pihak, strategi penghematan merupakan strategi untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu tanpa meningkatkan status ekonomi keluarga Puspitawati 1998. Keluarga yang memiliki pendapatan yang lebih rendah cenderung untuk mencari pekerjaan tambahan dan mengurangi pengeluaran untuk menyesuaikan dengan situasi perekonomian mereka, hal ini dilakukan sebagai penyesuaian untuk mengurangi masalah perekonomian mereka Conger dan Elder 1994. Voydanoff dalam Puspitawati 1998 juga menyebutkan bahwa strategi koping seperti penghematan dalam pengeluaran sering digunakan oleh keluarga untuk menghadapi masalah keuangan. Hasil penelitan Puspitawati 1998 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan berhubungan lebih erat dengan strategi penghematan dibandingkan dengan strategi menambah pendapatan. Gunawan dan Sugitanto 1999 menyebutkan bahwa penekanan atau pengetatan pengeluaran merupakan strategi yang bersifat pasif, yaitu 20 mengurangi pengeluaran keluarga misalnya pengeluaran biaya untuk sandang, pangan, biaya sosial, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Sunarti dan Khomsan 2006 mengatakan strategi koping keluarga petani miskin untuk memperoleh ketahanan pangan dilakukan sesuai tahapan tekanan ekonomi yang dihadapi. Pertama-tama mereka akan mengurangi pangan sumber protein yang harganya mahal, kemudian mengurangi frekuensi makannya dan mencari bahan pangan konvensional yang dalam situasi normal jarang dimakan. Sesuai teori Maslow, maka upaya memenuhi kebutuhan fisiologis pangan adalah yang pertama kali harus untuk mempertahankan hidup. Selanjutnya anggota keluarga yang selama ini tidak mencari nafkah anak-anak, orangtua, dan kaum perempuan mulai terjun bekerja apa saja untuk mendapatkan upah tunai. Bila hal ini masih tidak memecahkan masalah, maka mereka mulai menjual aset yang dimilikinya, dan langkah terakhir adalah sebagian anggota keluarga akan melakukan migrasi mencari nafkah ke luar daerah. Mekanisme koping untuk mengatasi rawan pangan seperti ini tampaknya bersifat universal dan dapat terjadi di mana saja. Gunawan dan Sugiyanto 1999 menyebutkan keluarga miskin seringkali mengerahkan anggota keluarga untuk mencari nafkah. Strategi ini ditempuh dengan mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk peningkatan penghasilan karena tuntutan hidup yang semakin besar. Berbagai bentuk strategi yang dibangun oleh keluarga miskin antara lain memperpanjang jam kerja, memanfaatkan atau mengerahkan anggota keluarga untuk memperoleh penghasilan. Dalam konteks pola nafkah ganda ini, strategi hidup rumah tangga berbeda antara lapisan atas, lapisan tengah dan bawah White 1988 dalam Girsang 1996. Bagi lapisan atas, pola nafkah ganda merupakan strategi akumulasi, dimana surplus pertanian mampu membesarkan usaha luar pertanian dan sebaliknya. Pada lapisan tengah, pola nafkah ganda merupakan strategi bertahan konsolidasi dimana sektor luar pertanian dipertimbangkan sebagai potensi untuk perkembangan ekonomi. Bagi lapisan bawah, pola nafkah merupakan strategi survival, dimana sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk menutup kekurangan dari sektor pertanian. Rumah tangga berlahan sempit dan tak bertanah umumnya memperoleh upah yang rendah di sektor luar pertanian, bahkan lebih rendah dibanding tingkat upah buruh tani di sektor pertanian. Perbedaan lapisan rumah tangga menurut status penguasaan tanah 21 dapat menimbulkan perbedaan gaya dan tingkah laku hidup life style masing-masing rumah tangga. Strategi Sosial Dalam bidang sosial, strategi pemanfaatan jaringan sosial, merupakan salah satu upaya yang ditempuh oleh keluarga miskin dalam mengatasi masalah keluarga. Jaringan yang dimaksud adalah relasi sosial mereka, baik secara informal maupun formal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan. Pemanfaatan jaringan ini terlihat jelas dalam mengatasi masalah ekonomi dengan meminjam uang kepada tetangga, berhutang ke warung terdekat, memanfaatkan program anti kemiskinan, bahkan meminjam uang ke renternir atau bank dan sebagainya Gunawan dan Sugiyanto 1999. Rumah tangga miskin di pedesaan berupaya mengatasi kondisi kemiskinan melalui keterlibatan para anggotanya dalam beragam pranata kesejahteraan asli di sektor non produksi. Lembaga kesejahteraan asli itu adalah lembaga informal bentukan masyarakat desa sendiri. Beragam lembaga kesejahteraan asli yang hidup dalam masyarakat pada prinsipnya adalah bentuk-bentuk pengorganisasian sumberdaya antar keluarga. Lembaga kesejahteraan asli dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Tipe pertukaran, dimana lembaga kesejahteraan asli berupa mekanisme pertukaran uang, barang atau tenaga yang berorientasi pada pemenuhan kepentingan individu. 2. Tipe penghimpunan, dimana lembaga kesejahteraan asli berupa mekanisme penghimpunan uang, barang atau tenaga yang berupaya pada pemenuhan kepentingan individu. 3. Tipe pembagian, dimana lembaga kesejahteraan asli berupa mekanisme penghimpunan uang, barang, atau tenaga yang berorientasi pada pemenuhan kepentingan individu, kelompok atau masyarakat. Anggota keluarga miskin terlibat secara nyata dalam beragam lembaga tersebut Sitorus et al 1992. Kaum wanita biasanya terlibat penuh dalam kegiatan pranata- pranata sosial ekonomi yang mereka bentuk, seperti arisan, kegiatan pengajian berdimensi kepentingan ekonomi, simpan pinjam, dan jaringan sosial yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga. Dalam penelitian mengenai kehidupan masyarakat nelayan, Kusnadi 2006 menyebutkan hadirnya pranata-pranata tersebut merupakan strategi adaptasi masyarakat nelayan dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapinya. Strategi adaptasi diartikan sebagai pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi dan ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup. Dukungan sosial sangat diperlukan sebagai sumber koping dalam menghadapi tekanan ekonomi. Dukungan sosial social support didefenisikan oleh oleh Gottlieb 1983 sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan dukungan sosial, baik dari keluarga maupun lingkungan sosial yang lebih luas mampu mengurangi dampak merugikan dari tekanan ekonomi, baik dalam hal materi, maupun keadaan emosional seseorang yang mengalami tekanan ekonomi Conger dan Elder 1994. Manajemen Sumberdaya Keluarga Keluarga menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1992 merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya atau ibu dengan anaknya. Keluarga pertanian sendiri diartikan sebagai keluarga yang sekurang-kurangnya satu anggota keluarganya melakukan kegiatan bertaniberkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, keramba ataupun tambak, menjadi nelayan, mengusahakan ternakunggas atau berusaha dalam pertanian dengan tujuan sebagianseluruh hasilnya dijual untuk menperoleh pendapatankeuntungan atas resiko sendiri BPS 2003. Deacon dan Firebaugh 1981 mengatakan bahwa fungsi keluarga adalah bertanggung jawab dalam menjaga, menumbuhkan dan mengembangkan anggota- anggotanya. Dengan demikian, pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan untuk mampu bertahan, tumbuh dan perlu berkembang perlu tersedia : a. Pemenuhan akan kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan untuk pengembangan fisik dan sosial. b. Kebutuhan akan pendidikan formal, informal dan nonformal untuk pengembangan intelektual, sosial, emosional dan spiritual. Dalam keluarga, sumberdaya terdiri atas : 1 unsur manusia, yaitu jumlah anggota keluarga, umur, jenis kelamin, hubungan antara anggota dalam keluarga dan hubungan hubungan antara keluarga dengan keluarga lain, dan faktor-faktor yang ada pada manusia seperti pengetahuan knowledge, keterampilan skills dan minat interest; 2 unsur materi yaitu pendapatan berupa uang atau barang, kekayaan dan ruang milik keluarga, dapat berupa lahan pekarangan, kebun, sawah, tegal serta rumah yang dihuni, fasilitas masyarakat seperti MCK, sumur pompa atau sumber air bersama, tempat atau balai pengobatan, sekolah, tempat peribadatan dan lain-lain; 3 unsur waktu Guhardja et al 1992. Menurut Deacon dan Maloch dalam Guhardja et al 1992, sumberdaya merupakan alat atau bahan yang tersedia dan diketahui potensinya untuk memenuhi keinginan. Sumberdaya merupakan bahan yang tersedia atau kemampuan potensial untuk mengatasi keadaan. Bahan-bahan tersebut dapat berupa materi maupun non materi. Sumberdaya ini tidak perlu bersifat langka, tetapi dapat pula bersifat melimpah. Sumberdaya yang melimpah memudahkan dalam memenuhi keinginan dan sebaliknya apabila sumberdaya terbatas. Gross et al dalam Guhardja et al 1992 mengemukakan tiga asumsi dasar dalam melihat sumberdaya keluarga, yaitu : a. Sumberdaya keluarga tidak hanya terdapat di dalam keluarga itu sendiri internal, tetapi juga yang berada di lingkungan sekitarnya, yaitu lingkungan dimana keluarga itu berada. b. Kondisi dari sumberdaya merupakan elemen dari sistem yang dapat mendorong atau menghambat pencapaian tujuan keluarga c. Perubahan pada salah satu sumberdaya akan berpengaruh pada sumberdaya lainnya dan pada komponen lain dalam sistem keluarga. Menurut Guhardja et al 1992, manajemen sumberdaya keluarga adalah penggunaan sumberdaya keluarga dalam usaha atau proses mencapai sesuatu yang dianggap penting oleh keluarga. Manajemen ini bertujuan untuk mencapai hasil sebaik- baiknya dengan penggunaan sumberdaya yang sekecil-kecilnya. Peranan dari masing- masing anggota keluarga akan menentukan bentuk manajemen dalam mengelola suatu keluarga. Unsur-unsur manajemen menurut Terry 1986 adalah : a. Perencanaan Pada prinsipnya rencana yang dibuat sesuai dengan tujuan. Perencanaan merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. b. Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan keseluruhan proses pengelompokkan orang- orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggungjawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian, pengorganisasian menghasilkan suatu organisasi internal keluarga yang dapat digerakkan sebagai satu kesatuan yang utuh dalam melaksanakan kegiatanaktivitas keluarga. Indikatornya adalah ada tidaknya pembagian tugas pada masing-masing anggota untuk melakukan kegiatan. c. Pelaksanaan Pelaksanaan merupakan upaya menjalankan suatu rencana dan menguraikan rencana ke dalam segala resikonya dalam rangka mencapai tujuan. Berdasarkan hal tersebut, maka alokasi waktu dan alokasi pengeluaran menjadi sangat penting. Guhardja et al 1992. d. Pengawasan Pengawasan dilakukan untuk mengetahui sejauhmana kegiatan sudah dilaksanakan dan memeriksa tindakan-tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan rencana atau tidak. Pengawasan yang dilakukan adalah untuk menemukan hambatan- hambatan yang dihadapi, mencegah timbulnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, ditujukan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung, meningkatkan efisiensi kerja. Pengawasan harus menentukan apa yang dikerjakan sudah benar, dan oleh sebab itu pengawasan harus bersifat membimbing sehingga para tenaga kerja dapat meningkatkan kinerjanya Deacon dan Firebaugh 1981 Pola Pengambilan Keputusan dan Pembagian Kerja dalam Keluarga Untuk memahami status perempuan di dalam atau luar keluarga dalam konteks pengambilan keputusan, terlebih dahulu dilakukan identifikasi masalah, distribusi dan alokasi kekuasaan serta pembagian kerja yang berlaku di dalamnya. Dalam hal ini kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi atau mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan suatu keluarga dan dapat tersebar dengan nilai yang sama atau tidak sama khususnya antar suami atau istri Sanday dalam Saleha 2003. Distribusi dan alokasi wewenang antara suami dan istri dapat dianalisis dengan lima pola pengambilan keputusan Sajogyo 1987, yaitu : a. Keputusan diambil oleh istri seorang diri b. Keputusan diambil oleh suami seorang diri c. Keputusan diambil bersama oleh suami dan istri, namun dengan dominasi istri d. Keputusan diambil bersama oleh suami dan istri, namun dengan dominasi suami e. Keputusan diambil seimbang antara suami dan istri. Analisis mengenai pembagian kerja baik di dalam maupun luar keluarga dapat membantu memahami status sosial dalam keluarga dan dalam komunitas. Konsep kekuasaan atau wewenang digunakan untuk mengungkapkan kapasitas dari seseorang atau kelompok untuk ”membuat keputusan”. Dalam keluarga, wewenang dapat didistribusikan secara seimbang atau tidak seimbang di antara anggota keluarga, terutama diantara suami dan istri. Menurut Blood dan Wolf dalam Sajogyo 1987, aspek pembagian kerja dan wewenang merupakan masalah mendasar dalam keluarga. Dalam situasi ini, struktur keluarga dipengaruhi oleh posisi atau status keluarga dalam lingkungan budaya komunitasnya. Hubeis dalam Saleha 2003 menyebutkan bahwa pembagian kerja dalam perspektif gender mengacu pada cara-cara dimana semua jenis pekerjaan reproduktif, produktif dan sosial dibagi antara pria dan wanita serta bagaimana pekerjaan tersebut dinilai dan dihargai secara kultural dalam masyarakat tertentu. Pekerjaan reproduktif atau domestik adalah kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya manusia dan tugas-tugas kerumahtanggan, seperti menyiapkan makanan, berbelanja, menagsuh dan mendidik anak. Pekerjaan produktif menyangkut segala pekerjaan yang bertujuan mengahsilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi sendiri atau diperdagangkan. Sedangkan pekerjaan sosial adalah pekerjaan atau aktivitas yang terkait dengan aspek status, kekuasaan atau kewajiban bagi seseorang yang terbentuk secara kultural pada struktur masyarakat dimana ia tinggal. Pada keluarga petani dan buruh tani menunjukkan peran istri terlihat dominan dalam pengambilan keputusan dalam bidang keuangan, pangan dan keprluan keluarga lainnya. Pada bidang pendidikan anak, kesehatan, dan strategi pemenuhan kebutuhan hidup, keputusan dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri. Sedangkan pada bidang usaha tani pengambilan keputusan lebih didominasi oleh suami Puspa 2007. Curahan Waktu dalam Keluarga Berdasarkan definisinya, waktu adalah lamanya kuantitas curahan waktu untuk kegiatan atau aktivitas tertentu. Disamping itu pula waktu merupakan ukuran yang mempunyai nilai ekonomis. Sumberdaya waktu merupakan sumberdaya yang unik, 26 karena selain tidak dapat dikategorikan sebagai sumberdaya manusia atau non manusia, namun juga tidak dapat ditambah, dikurangi, diakumulasi, disimpan atau diganti. Sumberdaya waktu yang dimiliki oleh setiap orang adalah sama yaitu 24 jam sehari Guhardja et al 1992. Menurut Suprihatin 1986, alokasi waktu dibagi menjadi 4 jenis yaitu: 1. Waktu untuk naftah wN, yaitu semua waktu yang digunakan untuk kegiatan yang bernilai ekonomis seperti bekerja di sawah atau ladang, mencari rumput, mengembala ternak, berbelanja untuk berdagang dan menunggui warung. 2. Waktu untuk pekerjaan rumah tangga wRT, yaitu semua waktu yang digunakan untuk kegiatan rumah tangga yang tidak bernilai ekonomis seperti membersihkan rumah, mencuci, memasak dan mengurus anak dan suami. 3. Waktu pribadi wP, yaitu waktu yang digunakan untuk mengurus diri sendiri seperti mandi, beribadah, makan, dan tidur. 4. Waktu luang wL, yaitu sisa dari waktu-waktu di atas. Penggunaan waktu individu selama satuan waktu tertentu berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya, bahkan antara komunitas masyarakat satu dengan lainnya. Karsin 1989 mengatakan bahwa perilaku seseorang dalam mengalokasikan dan menggunakan waktu dapat mencerminkan tingkat kemajuan dan tingkat hidup seseorang atau masyarakat. Seperti diketahui bahwa pola penggunaan waktu merupakan fungsi dari beberapa kegiatan yang dilakukan oleh individu dalam satuan waktu tertentu. Pola penggunaan waktu adalah fungsi dari semua kegiatan yang dilakukan oleh individu dalam sehari yang diukur dalam satuan menit atau jam, seperti aktivitas mencari nafkah bekerja, pekerjaan rumah tangga, kegiatan pribadi dan waktu luang. Sumaryanto 1990 menyatakan bahwa keputusan yang dilakukan seorang anggota keluarga dalam mengalokasikan waktunya sangat dipengaruhi oleh faktor internal yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, besar anggota keluarga, penggunaan aset produktif dan non produktif. Sama halnya dengan pendapat Wowor 1994 yang menyatakan bahwa setiap individu dalam mengalokasikan waktunya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yaitu: 1. Faktor-faktor internal antara lain: usia tenaga kerja, pengalaman kerja, jenis kelamin, pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan rumah tangga, lahan dan asset lainnya yang dimiliki rumah tangga; 27 2. Faktor eksternal antara lain : lingkungan dimana tenaga kerja berada, tingkat upah, harga barang-barang kebutuhan rumah tangga, jenis pekerjaan, teknologi, dan struktur sosial masyarakat setempat. Pengertian Gender Perbedaan alami yang dikenal dengan perbedaan jenis kelamin sebenarnya hanyalah segala perbedaan biologis yang dibawa lahir antara perempuan dan laki-laki. Di luar semua itu adalah perbedaan yang dikenal dengan istilah gender. Perbedaan yang tidak alami atau perbedaan sosial mengacu pada perbedaan peranan dan fungsi yang dikhususkan untuk perempuan dan laki-laki. Perbedaan tersebut diperoleh melalui proses sosialisasi atau pendidikan di semua institusi keluarga, pendidikan, agama, adat dan sebagainya. Gender berbeda dengan seks. Seks adalah jenis kelamin laki-laki dan perempuan dilihat secara biologis. Sedangkan gender adalah perbedaan laki-laki dan perempuan secara sosial; masalah atau isu yang berkaitan dengan peran, perilaku, tugas, hak dan fungsi yang dibebankan kepada perempuan dan laki-laki. Biasanya isu gender muncul sebagai akibat suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan gender. Suharti 1995. Engels dalam Fakih 1997 menjelaskan perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, melalui proses sosialisasi, penguatan dan konstruksi sosial, kultural dan keagamaan, bahkan melalui kekuasaan negara. Dengan demikian gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga gender bersifat dinamis, dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama dan sistem nilai dari bangsa, masyarakat dan suku bangsa tertentu. Selain itu, gender dapat berubah karena perjalanan sejarah, perubahan politik, ekonomi dan sosial budaya, atau karena kemajuan pembangunan. Dengan demikian gender tidak bersifat universal atau tidak berlaku secara umum, akan tetapi bersifat situasional masyarakatnya. Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan ‘The Millenium Development Goals’ MDGs yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan kontra, karena disebabkan oleh faktor- faktor berikut Handayani dan Sugiarti 2002 : 28 a. Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara umum, adanya gender telah melahirkan peran, tanggung jawab, fungsi, dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas. b. Perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologi yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki. c. Perbedaan gender telah melahirkan perbedaan peran, sifat, dan fungsi yang terpola sebagai berikut:  Konstruksi biologis dari ciri primer, sekunder, maskulin, feminin  Konstruksi sosial dan peran citra baku  Konstruksi agama dan keyakinan kitab suci agama d. Anggapan bahwa sikap perempuan feminin atau laki-laki maskulin bukanlah sesuatu yang mutlak kepemilikan manusia atas jenis kelamin biologisnya. e. Dengan demikian, gender adalah perbedaan peran, sifat, tugas, fungsi, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat, dan dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. f. Secara sosiologis, ada 2 konsep yang menyebabkan terjadinya perbedaan laki-laki dan perempuan:  Konsep nurture : Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda.  Konsep nature : Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga harus diterima. g. Dalam proses perkembangannya, disadari bahwa ada beberapa kelemahan konsep nurture yang dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga maupun bermasyarakat, yaitu terjadi ketidak-adilan gender. Agregat ketidakadilan gender dalam berbagai kehidupan lebih banyak dialami oleh perempuan, namun ketidakadilan gender ini berdampak pula terhadap laki-laki. h. Kesetaraan dan keadilan gender tidak terlepas dari proses perjuangan hak-hak azasi manusia HAM yang dideklarasikan PBB tahun 1948. Pelaksanaan HAM memberikan aspirasi bagi kaum perempuan dalam mengatasi kepincangan dan 29 ketidakadilan perlakuan sebagai konstruksi sosial, yang menempatkan perempuan dalam status di belakang laki-laki. i. Konsep kesetaraan gender menjadi sangat penting, dimana perempuan dan laki-laki merupakan mitra sejajar yang harus memperoleh kesempatan yang sama untuk berkembang dan mempunyai andil yang seimbang terhadap pembangunan di berbagai bidang sektor. Pengertian Peran Gender Dalam suatu sistem sosial, termasuk keluarga, setiap individu memiliki status dan peranan. Status dan peranan individu merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan dan mempunyai arti yang penting dalam hubungan timbal balik antara individu-individu tersebut, karena langgengnya suatu sistem tergantung pada keseimbangan kepentingan-kepentingan individu tersebut. Secara abstrak, status atau kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa status, oleh karena seseorang tersebut biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Peranan merupakan aspek dinamis dari status. Apabila seseorang menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalani suatu peranan. Kedudukan dan peranan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana halnya kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain Soekanto 2002. Sedangkan peran berdasarkan gender dapat dirumuskan sebagai peran jenis kelamin yang ditentukan secara budaya mencerminkan perilaku dan sikap yang umumnya disetujui sebagai maskulin atau feminin dalam suatu budaya tertentu Ward dalam Hurlock 1992. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ruble dan Ruble dalam Berk 1989 menjelaskan bahwa peran gender adalah stereotip jenis kelamin yang mengacu kepada kepercayaan yang dianut masyarakat luas tentang karakteristik jenis kelamin laki-laki yang berlawana dengan karakteristik kelamin perempuan. Dapat disimpulkan bahwa peran gender merupakan sekumpulan pola-pola tingkah laku atau sikap-sikap yang dituntut oleh lingkungan dan budaya tempat individu itu berada untuk ditampilkan secara berbeda oleh laki-laki dan perempuan sesuai jenis kelaminnya Supriyantini 2002. Dalam konteks pembagian peran dalam keluarga, dapat dilihat sejumlah anggota keluarga menempati posisi yang berbeda dan memiliki status yang berbeda pula. Perbedaan tersebut didasarkan pada sejumlah pertimbangan yang mencakup umur, jenis kelamin, posisi ekonomi dan pembagian wewenang. Perbedaan status pria dan wanita dalam keluarga sebagian berdasarkan faktor biologis dan sebagian lagi mencerminkan perbedaan dalam lingkungan sosial budaya keluarga : siapa yang mendominasi dalam sistem patriarkal atau matriarkal, siapa yang merawat dan mendidik anak, siapa yang mencari nafkah, siapa yang memimpin dalam kegiatan ritual dan sebagainya Sajogyo 1987. Dalam memahami keluarga, analisis gender penting untuk melihat kekuasaan yang dimiliki seseorang dalam keluarga. Kunci untuk memahami distribusi kekuasaan dalam keluarga adalah dengan melihat siapa yang memutuskan sesuatu dan melihat pembagian peran dalam keluarga Newman dan Grauerholz 2002. Moser 1993 menyebutkan pentingnya unsur-unsur dalam rumah tangga atau keluarga berdasarkan gender, karena laki-laki dan perempuan memainkan peranan yang berbeda, sehingga mempunyai kebutuhan yang berbeda pula, yang pada akhirnya masing-masing kebutuhan yang berbeda ini harus diidentifikasi. Teknik analisis dalam penelitian ini mengadopsi teknik analisis Harvard. Teknik ini digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen dan interelasi satu sama lain, yaitu : profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol. Profil aktivitas melihat pembagian kerja berdasarkan gender siapa mengerjakan apa di dalam suatu kelompok sosial. Aktivitas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu aktivitas produktif, reproduktifrumah tangga dan sosial-politik dan keagamaan. Profil akses melihat siapa yang mempunyai akses terhadap sumber daya misalnya kredit, pendidikan atau pelatihan. Profil kontrol melihat siapa yang mengontrol penggunaan sumberdaya Handayani dan Sugiarti 2002. Dalam penelitian ini analisis lebih ditekankan pada profil aktivitas rumah tangga. Dalam keluarga, teridentifikasi bahwa pada dasarnya wanita memiliki peranan ganda. Peran ganda kaum wanita tersebut terimplikasi pada: 1 peran kerja sebagai ibu keluarga mencerminkan feminine role, meski tidak langsung menghasilkan pendapatan, secara produktif bekerja mendukung kaum pria kepala keluarga untuk mencari penghasilan uang; dan 2 berperan sebagai pencari nafkah tambahan ataupun utama. Dalam pengembangan citra dan prospek wanita abad 21, terbentuk beberapa peran, antara lain: 1 peran tradisi, yang menempatkan wanita dalam fungsi reproduksi, dimana seratus persen hidupnya untuk mengurusi keluarga, dan patron pembagian kerja jelas wanita di rumahdomestik, pria di luar rumahpublik; 2 peran transisi, mengutamakan peran tradisi lebih dari yang lain, pembagian kerja menuruti aspirasi jender, keharmonisan dan urusan keluarga tetap tanggungjawab kaum wanita; 3 dwiperan, memposisikan wanita dalam dua dunia kehidupan peran domestik-publik sama penting, dukungan moral dan perhatian suami menjadi pemicu ketegaran ataupun keresahan; 4 peran egalitarian, kegiatan di sektor publik menyita waktu dan perhatian wanita, dukungan moral dan tingkat kepedulian pria sangat hakiki untuk menghindari konflik; 5 peran kontemporer, merupakan dampak pilihan wanita untuk mandiri dalam kesendirian. Jumlah golongan ini belum banyak, namun berbagai benturan dari dominasi pria yang belum tentu peduli pada kepentingan wanita akan meningkatkan populasinya Vitayala dalam Elizabeth 2007. Pada umumnya di daerah pertanian, banyak kaum istri yang ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan produktif, terutama yang berkaitan dengan kegiatan pertanian dan pengolahannya. Hasil penelitian Elfandi 2000 menyebutkan keterlibatan perempuan dalam rumah tangga petani kecil di Kabupaten Bogor bukan saja sebagai penanggung jawab dalam kegiatan rumah tangga, tetati juga sebagai pencari nafkah untuk membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Persepsi tentang Gender Gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga gender bersifat dinamis dan dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama dan sistem nilai dari bangsa, masyarakat dan suku bangsa tertentu Narwoko 2006. Pembentukan arti dan pembagian tugas antara dua individu dalam suatu pasangan suami-isteri, secara langsung dipengaruhi oleh persepsi terhadap gender. Menurut William dan Best 1990, persepsi tentang gender merupakan kepercayaan normatif tentang bagaimana seharusnya penampilan seorang laki-laki atau perempuan, apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan, dan bagaimana keduanya berinteraksi. Pandangan normatif mengenai bagaimana seharusnya hubungan peran antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang dikaitkan dengan kultur 32 budaya disebut sebagai gender role ideology William dan Best 1990. Pandangan mengenai peran gender ini bervariasi sepanjang suatu kontinum, dimulai dari pandangan tradisional sampai dengan pandangan modern yang menolak norma-norma yang berlaku secara tradisional dan menerima prinsip-prinsip egalitarian atau kesetaraan. Scanzoni dalam Supriyantini 2002 membedakan pandangan peran gender menjadi dua bagian yaitu peran gender tradisional dan peran gender modern. a. Peran gender tradisional Pandangan ini membagi tugas secara kaku berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki yang mempunyai pandangan peran gender tradisional, tidak ingin perempuan menyamakan kepentingan dan minat diri sendiri dengan kepentingan keluarga secara keseluruhan, sedangkan isteri diharapkan mengakui kepentingan dan minat suami adalah untuk kepentingan bersama. Kekuasaan kepemimpinan dalam keluarga berada ditangan suami. Perempuan secara tradisional tinggal di rumah, setelah menikah perempuan mencurahkan tenaga untuk suami dan keluarga. b. Peran gender modern Dalam peran gender modern, tidak ada lagi pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin secara kaku, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar atau sederajat. Laki-laki mengakui minat dan kepentingan perempuan sama pentingnya dengan minat laki-laki, menghargai kepentingan pasangannya dalam setiap masalah rumah tangga dan memutuskan masalah yang dihadapi secara bersama-sama. Perempuan yang berpandangan modern, berusaha memusatkan perhatiannya untuk mencapai minatnya sendiri yang tidak lebih rendah dari minat suami. Dalam studi tentang gender, terdapat dua teori besar dalam ilmu sosial dalam memandang relasi gender, yaitu aliran fungsionalisme dan aliran konflik. Dalam memandang pembagian peranan dalam keluarga demi muwujudkan kesejahteraan keluarga paradigma yang lebih tepat untuk melihat relasi gender tersebut adalah paradigma struktural fungsional. Keluarga Dipandang dari Teori Struktural Fungsional Teori ini berkembang untuk menganalisis tentang struktur sosial masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait meskipun memiliki fungsi yang berbeda. Perbedaan fungsi tersebut justru saling diperlukan untuk saling melengkapi sehingga suatu sistem yang seimbang dapat terwujud. Oleh karena itu konsep gender menurut teori struktural fungsional dibentuk menurut pembagian peran dan fungsi laki- laki maupun perempuan secara dikotomi agar tercipta keharmonisan antara laki-laki dan perempuan Narwoko 2004. Teori struktural fungsional dalam melihat sebuah sistem dapat diterapkan dalam berbagai situasi. Sebuah sistem dapat berbentuk apa saja : keluarga, kelompok, organisasi, klub-klub sosial dan lain-lain. Teori yang dikembangkan oleh Parsons 1964, dan Parsons dan Bales 1956 adalah teori yang paling dominan sampai akhir tahun 1960-an dalam menganalisis institusi keluarga. Penerapan teori struktural-fungsional pada keluarga oleh Parsons adalah sebagai reaksi dari pemikiran-pemikiran tentang melunturnya atau berkurangnya fungsi keluarga karena adanya modernisasi. Bahkan menurut Parsons, fungsi keluarga pada zaman modern, terutama dalam hal sosialisasi anak dan tension management untuk masing-masing anggota keluarga, justru akan semakin terasa penting. Secara strukrural, keluarga merupakan sebuah subsistem di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah sistem yang tidak statis, ia selalu berubah dan beradaptasi dengan perubahan sistem lain yang lebih besar dimana keluarga berada di dalamnya. Perubahan ini juga dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi antara subsistem dalam keluarga anggota keluarga dengan subsistem lain di luar keluarga, misalnya anggota dari keluarga lain, lingkungan sekolah, lingkungan kantor dan sebagainya. Semua proses interaksi tersebut, baik antara anggota keluarga maupun luar keluarga berpotensi menimbulkan konflik yang pada akhirnya dapat menganggu keseimbangan keluarga sebagai sebuah sistem Megawangi 2005. Dengan interaksinya dengan subsistem-subsistem tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat equilibrium state. Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2. Model teori struktural fungsional Sumber : www.uakron.edu Untuk menjaga kesinambungan sebuah keluarga, Levy dalam Megawangi 2005 membuat daftar tentang persyaratan struktural yang harus dipenuhi agar struktur keluarga sebagai sistem dapat berfungsi, yaitu : 1. Diferensiasi peran Untuk menjalankan serangkaian tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, maka harus ada alokasi peran untuk setiap aktor dalam keluarga. Terminologi diferensiasi peran dapat mengacu pada umur, gender, generasi, juga posisi status ekonomi dan politik dari masing-masing aktor. 2. Alokasi solidaritas Merupakan distribusi relasi antar anggota keluarga menurut cinta, kekuatan dan intensitas hubungan. Cinta atau kepuasan menggambarkan hubungan antar anggota, misalnya keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi lainnya. Hubungan antara bapak dan anak lelaki mungkin lebih utama daripada hubungan antara suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Sedangkan intensitas adalah kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian ataupun ketakutan. 3. Alokasi ekonomi Merupakan distribusi barang-barang dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Diferensiasi tugas juga ada dalam hal ini, terutama dalam hal produksi, distribusi dan konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga. 4. Alokasi politik Merupakan distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas tindakan anggota keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan. 5. Alokasi integritas dan ekspresi Merupakan distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga. Menurut Parsons, syarat-syarat di atas disebut functional requisits yang harus selalu ada apabila masyarakat ingin terus langgeng keberadaannya. Syarat-syarat tersebut akan terpenuhi apabila setiap aktor menjalankan perannya sesuai ketentuan dan memelihara sistem atau organisasi dalam hal ini keluarga tempat ia berada. 35 Penerapan teori struktural fungsional dalam keluarga dicontohkan dengan adanya pembagian tugas dalam keluarga. Levy dalam Megawangi 2005 mengatakan bahwa tanpa ada pembagian tugas yang jelas pada masing-masing aktor dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu yang selanjutnya akan mempengaruhi sistem yang lebih besar lagi. Hal ini bisa terjadi kalau ada satu posisi yang perannya tidak dapat dipenuhi, atau konflik akan terjadi karena tidak adanya kesepakatan siapa yang akan memerankan tugas apa. Apabila ini terjadi, maka keberadaan institusi keluarga tidak akan berkesinambungan. Supriyantini 2002 menyebutkan bahwa suami-isteri yang ikut terlibat berperan alam urusan rumah tangga akan lebih mampu mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam urusan rumah tangga tanpa merugikan salah satu pihak dan mengurangi adanya stres pada pasangan karier ganda akibat menumpuknya tugas-tugas dalam rumah tangga Rowatt dalam Supriyantini 2002. Disamping peranan antara kedua pasangan tersebut, keterlibatan suami dalam kegiatan rumah tangga terutama dalam pengasuhan anak seperti merawat dan mendidik anak, membersihkan dan merawat rumah, menyiapkan makanan, belanja, mencuci dan menyetrika, menyiapkan keperluan pribadi dan lain sebagainya sangat diharapkan. Terbukti dalam penelitian Gronseth dalam Supriyantini 2002 yang meneliti 16 pasang suami-isteri yang bekerja, menemukan bahwa dengan ayah dan ibu yang sama- sama mengambil bagian dalam mengasuh anak, kaum pria merasa lebih baik dan terbuka dengan anak-anaknya, sehingga anak-anak tumbuh dengan kemampuan diri yang lebih tinggi serta keyakinan diri yang lebih besar, cenderung lebih matang dan dapat bergaul, serta mampu menghadapi berbagai masalah. Perkembangan kemampuan berbahasa pada anak-anak ini juga menjadi lebih tinggi dan dilaporkan bahwa anak- anak tersebut mendapat nilai pedagogis yang tinggi. Hal ini berkaitan erat dengan rangsangan-rangsangan yang diberikan ayah dalam membantu perkembangan kognitif anak. Partisipasi suami dalam kegiatan rumah tangga juga dapat meningkatkan rasa kebersamaan terutama pada keluarga muda yang mempunyai karir ganda. Kehidupan keluarga muda karir ganda ini menimbulkan suatu pola hidup yang lebih kompleks dan membutuhkan keseimbangan, penyesuaian dan pengertian dari seluruh anggota keluarga agar tercapai suatu kehidupan perkawinan dan kehidupan keluarga yang memuaskan. Secara umum dikatakan oleh Rowatt 1990 bahwa para suami dan isteri yang secara tulus mencintai pasangannya akan mengalami suatu semangat kerja sama yang baru. Kesediaan untuk memberikan diri, akan menahan goncangan- goncangan dan perbenturan kekuasaan serta memberi makna kembali kepada hubungan suami isteri atas dasar keadilan. Pentingnya peranan suami dalam kegiatan rumah tangga akan membantu menyelamatkan isteri dari kelebihan peran yaitu peran dalam keluarga dan peran dalam masyarakat, sehingga dengan demikian isteri merasa dihargai dan suasana keluarga akan lebih baik. Seperti yang diungkapkan oleh Sobur dan Septiawan dalam Supriyantini 2002 bahwa bila suami ikut terlibat dalam kegiatan rumah tangga, minimal isteri akan merasa terbantu karena perhatian suami. Apalagi jika isteri adalah seorang pekerja, ada nilai kemandirian yang harus diterima oleh suami dalam kehidupan rumah tangga tersebut. Perkawinan merupakan bersatunya dua pihak atau dua posisi dalam kesederajatan, namun dalam mekanisme tugas berbeda-beda sesuai jenis kelamin, pembawaan, dan kemampuan masing-masing. Supriyantini 2002 menyatakan bahwa keterlibatan suami dalam pekerjaan rumah tangga dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : a. Pandangan masyarakat yaitu pantas tidaknya seorang suami ikut terlibat dalam kegiatan rumah tangga sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut dan latar belakang budaya. b. Adanya komitmen yang harus disetujui bersama oleh pasangan suami-isteri dengan cara kompromi dan saling terbuka antara pasangan tersebut. c. Adanya sikap saling menghargai antara suami dan isteri sebagai perwujudan atas rasa cinta. Supriyantini 2002 menyebutkan faktor- faktor yang mempengaruhi suami untuk terlibat dalam kegiatan rumah tangga, berdasarkan beberapa hasil penelitian, yaitu : a. Waktu luang : suami cenderung lebih mengkontribusikan dirinya untuk tugas rumah tangga, bila suami memiliki tuntutan waktu untuk bekerja yang lebih sedikit, misalnya pada permulaan karir atau setelah pensiun Rexroat and Shehan, 1987. b. Orientasi peran gender : menurut penelitian Bird et al 1984, suami yang percaya pada peran egalitarian akan menerima lebih banyak tanggung jawab untuk pengasuhan anak, persiapan makanan dan membersihkan rumah. c. Pekerjaan isteri : bila isteri memiliki orientasi karir, maka suami akan lebih berpartisipasi dalam pekerjaan rumah tangga, terutama bila penghasilan isteri lebih besar. d. Orientasi peran gender isteri : bila isteri semakin berorientasi ekspresif dan pakar, semakin banyak bantuan yang didapatkan dari suaminya Nyquist et al, 1985. e. Identitas peran gender suami : suami yang lebih ekspresif, lebih banyak membantu isterinya daripada suami yang dominan, agresif dan tangguh secara emosional. Menurut Olson dan Miller 1984 dalam Supriyantini 2002, berbagai peran dalam pekerjaan rumah tangga, dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam lingkungan keluarga, diantaranya adalah : a. Networks : Penelitian Bott 1957 menunjukkan bahwa pada keluarga yang dihuni anggota keluarga lain selain keluarga inti, pemisahan peran antara suami isteri terlihat jelas. b. Pekerjaan isteri : Isteri yang bekerja di luar rumah mendapat bantuan dari suami dalam pekerjaan rutin rumah tangga Blood Wolfe, 1960. Menurut penelitian Berk Berk 1979, secara umum bantuan suami sedikit dan terbatas. Hal ini dilihat karena bantuan suami lebih banyak diperoleh pada waktu sore hari ketika isteri belum pulang dari tempat kerjanya. c. Anak-anak : Pada keluarga dengan tiga atau lebih anak, terdapat bantuan dari suami, tetapi pada keluarga dengan lima atau lebih anak, bantuan yang didapat lebih sedikit Slocum Nye, 1976. Farkas 1976 menambahkan bahwa bantuan suami dalam keluarga yang mempunyai anak kecil, hanya terdapat pada keluarga muda isteri kurang dari 35 tahun. d. Pendidikan : Farkas 1976 berpendapat bahwa pada suami-isteri yang berpendidikan tinggi terdapat keterlibatan suami yang lebih besar, tetapi hanya pada keluarga muda. e. Penghasilan : Ericksen et al 1979 mendapatkan bahwa penghasilan suami yang tinggi, mengurangi keterlibatan suami dalam pekerjaan rumah tangga. Dalam menganalisis pembagian peran berdasarkan gender pada keluarga petani, yang akan dibedakan dalam dua kelompok keluarga petani yang mengusahakan komoditas yang berbeda, yaitu keluarga petani padi sawah dan hortikultura, digunakan pendekatan perbedaan kondisi agroekosistem dalam mengkaji perbedaan diantara kedua kelompok tersebut. Perbedaan kondisi agroekosistem tersebut dihipotesiskan akan mempengaruhi bentuk relasi gender dan pembagian peran dalam keluarga dalam melakukan strategi koping, pengambilan keputusan dan pembagian kerja. Setiap agroekosistem memiliki karakteristik, nilai kemanfaatan ekonomi serta nilai sosial budaya yang khas. Kondisi agroekosistem mempengaruhi kemiskinan penduduk dengan masing-masing karakteristik sosial ekonominya. Interaksi manusia dengan lingkungan biofisik yang beragam kondisinya ini memberikan bentuk aktivitas sosial, ekonomi bahkan budaya yang beragam pula Harmiati 2002. BPS 2003 membuat klasifikasi desa dilihat dengan pendekatan ekosistem, yaitu hutan, pesisirpantai, lahan basah, lahan kering, lahan campuran dan berdasarkan topografi, yakni dataran tinggi dan dataran rendah. Hasil penelitian Sendow 2001 di Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa, menunjukkan peranan wanita pada usahatani padi sawah tampaknya lebih dominan dibanding pria. Dalam melakukan proses produksi, wanita mengerjakan hampir semua kegiatan kecuali mengolah lahanmembajak, bahkan turut melakukan pemasaran hasil produksi. Penelitian Widodo 2006 pada usahatani tembakau, menunjukkan bahwa perempuan pada usahatani tembakau memiliki peran dalam pekerjaan produktif dan reproduktif. Ikut sertanya perempuan dalam kegiatan produktif sebatas pada kegiatan yang ringan dan membutuhkan ketelatenan. Laki-laki sama sekali tidak terlibat dalam kegiatan reproduktif. Akses perempuan dalam kegiatan koperasi dan teknologi pertanian sangat terbatas bahkan dapat dikatakan tidak ada akses sama sekali. Sedangkan dalam aspek kontrol, perempuan memiliki peran yang besar terutama dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan keluarga. Laki-laki dan perempuan juga memiliki peluang yang sama dalam menikmati keuntungan usahatani yang dijalankan oleh keluarga. Kondisi ini tidak dapat digeneralisasi untuk mewakili karakteristik pada keluarga yang mengusahakan komoditas tertentu, kondisi sosial budaya setempat juga turut mempengaruhi cara masyarakat memandang pembagian peran dalam keluarga. Daerah Pinggiran Perkotaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat 1998 membagi wilayah perkotaan ke dalam dua klasifikasi, yaitu wilayah pusat kota dan wilayah pinggiran perkotaan. Wilayah pusat kota diartikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, sedangkan wilayah pinggiran perkotaan diartikan sebagai satuan wilayah kecamatan yang berada di luar pusat kota serta kecamatan hasil perluasan dan masih merupakan daerah pengembangan. Perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan batasan apa yang dimaksudkan dengan perkotaan, oleh karena adanya hubungan antara konsentrasi 39 penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme. Interaksi dan komunikasi masyarakat desa yang dekat dengan daerah perkotaan akan berbeda perkembangannya dibandingkan dengan desa yang jauh dari kota. Mengingat berbagai kemudahan dan transformasi, serta pengaruh media massa, maka perkembangan yang terjadi menjadi lebih cepat dan menjadi suatu kultur baru wilayah pedesaan. Meningkatnya keterbukaan dan aksesibilitas telah mengkibatkan kegiatan pedesaan semikin memiliki keterkaitan yang besar dengan kegiatan di luar desa. Masyarakat pinggiran perkotaan merupakan masyarakat campuran antara masyarakat perkotaan dengan pedesaan yang memiliki karakteristik tersendiri yang khas. Pada masyarakat pinggiran perkotaan akan ditemui karakteristik masyarakat kota yang gesseschaff dan karakteristik masyarakat desa yang lebih bersifat gemeinschaff. Mansyur 1994 lebih lanjut memberikan gambaran karakteristik pinggiran perkotaan sebagai berikut : 1 masyarakat pinggiran perkotaan dalam tingkah laku sehari-hari sering mempunyai rasa hormat terhadap masyarakat lain, sama halnya dengan masyarakat desa pada umumnya, 2 nilai-nilai luhur kebiasaan turun temurun atau perbuatan yang hanya berlandaskan kebiasaan yang berawal dari daerah tertentu lama kelamaan semakin berkurang karena bercampur dengan nilai budaya lain, 3 pola kehidupan mudah berubah dan terpengaruh oleh kemajuan teknologi dan informasi- informasi baru, 4 pergaulan akrab berdasarkan pada egoisme individu, 5 masyarakat pinggiran perkotaan selalu mengejar kemajuan-kemajuan karena pengaruh lingkungan, 6 sifat gotong royong masih menjadi kebiasaan tetap. Menurut Mantra 1988, masyarakat desa yang bertempat tinggal di wilayah pinggiran perkotaan merupakan masyarakat yang memiliki karakteristik dan dinamika perubahan tertentu. Ditinjau dari konsep sistem sosial, masyarakat ini banyak mengalami proses perubahan baik yang diakibatkan oleh aspek demografis, lingkungan maupun mudahnya kontak dengan dunia luar desa pengaruh pembangunan kota. Komponen sistem yang mengalami perubahan diantaranya komponen demografis, struktur pertanian, norma, adat istiadat dan komponen sosial ekonomi lainnya. Percampuran antara karakteristik desa dengan kota yang terpadu dalam satu kesatuan wilayah tentunya akan membentuk kebudayaan tersendiri, baik karena pemudaran kebudayaan desa maupun penyerapan kebudayaan kota. . Kerangka Pemikiran Semakin berkurangnya lahan pertanian terutama di daerah pinggiran perkotaan yang disebabkan oleh terjadinya konversi penggunaan lahan menyebabkan terjadinya perubahan status sebagian petani dari petani pemilik menjadi penggarap, hal ini semakin menambah tekanan ekonomi bagi petani. Selain itu, kemiskinan yang terjadi dalam keluarga petani juga dapat disebabkan oleh pengaruh struktur internal dalam keluarga itu sendiri, misalnya pengaruh sumberdaya keluarga, seperti ukuran dan komposisi usia, jenis kelamin anggota keluarga White dalam Sitorus 1992. Kondisi agroekosistem dimana keluarga petani tersebut tinggal dan menjalankan usahataninya turut mempengaruhi corak kehidupan sosial ekonomi penduduknya, yang pada akhirnya mempengaruhi pula strategi koping dan manajemen sumberdaya keluarga yang dilihat dengan menganalisis pembagian peran antara suami dan istri. Pada penelitian ini yang akan menjadi unit analisis adalah keluarga petani padi sawah dan keluarga petani hortikultura. Kapabilitas keluarga miskin dalam menanggapi goncangan dan tekanan shock and stres merupakan aspek penting dalam menunjukkan keberfungsian sosial. Secara konseptual aspek ini didasari dari teori coping strategies. Dalam penelitian ini, strategi dimaksud dapat dipilah menjadi dua yakni strategi yang berkaitan dengan aspek ekonomi dan sosial. Dalam lingkup strategi ekonomi keluarga, status penguasaan lahan turut mempengaruhi strategi yang dilakukan oleh keluarga petani. Bagi petani lapisan bawah, yang menjadi subjek dari penelitian ini, pola nafkah yang dilakukan merupakan strategi survival, dimana sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk menutup kekurangan dari sektor pertanian. White dalam Girsang 1996. Dharmawan 2001 mengelompokkan strategi yang dilakukan oleh keluarga petani strata bawah sebagai berikut : 1. Mengerjakan berbagai jenis pekerjaan Strategi paling sering digunakan oleh keluarga petani miskin untuk dapat mempertahankan hidupnya, karena mereka hanya memiliki tenaga, sedangkan modal dan keahlian yang dimiliki sangat terbatas. Sitorus 1999 juga mengemukakan keluarga pedesaan di Indonesia menerapkan pola nafkah ganda sebagai bagian dari strategi ekonomi. Dalam pola itu, sejumlah anggota keluarga usia kerja terlibat mencari nafkah di berbagai sektor, baik di sektor pertanian 42 maupun luar pertanian, dalam kegiatan usaha sendiri maupun sebagai buruh. Bagi keluarga miskin, arti pola nafkah ganda itu adalah strategi bertahan hidup dimana sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah yang penting untuk menutup kekurangan dari sektor pertanian White 1991; Sayogyo 1991. 2. Penyebaran tenaga kerja keluarga Keluarga petani pedesaan pada umumnya memiliki anggota keluarga yang besar, potensi tersebut dipergunakan guna membantu ekonomi keluarga. Dalam strategi ini, wanita seperti juga pria memiliki peran yang sangat penting sebagai pencari nafkah di dalam dan luar pertanian. Wanita tidak hanya terlibat dalam kegiatan reproduksi yang tak langsung menghasilkan pendapatan, tetapi juga dalam kegiatan produksi yang langsung menghasilkan pendapatan White 1976; Hart 1986, Sayogyo 1983 dalam Sitorus 1992. Dalam strategi sosial, Sitorus 1992 mengemukakan bahwa keluarga miskin di pedesaan juga berupaya mengatasi kondisi kemiskinan melalui keterlibatan para anggotanya dalam beragam lembaga kesejahteraan asli di sektor non produksi. Wanita, seperti juga pria, anggota keluarga miskin terlibat secara nyata dalam beragam lembaga tersebut Sitorus et al 1992. Kaum wanita biasanya terlibat penuh dalam kegiatan pranata-pranata sosial ekonomi yang mereka bentuk, seperti arisan, kegiatan pengajian berdimensi kepentingan ekonomi, simpan pinjam, dan jaringan sosial yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga. Strategi-strategi tersebut merupakan bagian dari manajemen keluarga yang dilakukan oleh keluarga petani. Bentuk tersebut meliputi pembagian tugas, pengambilan keputusan dan pelaksanaan manajemen keluarga. Pengaruh gender dalam keluarga mempengaruhi pola pembagian peran dalam keluarga. Perbedaan bentukan budaya antara laki-laki dan wanita pada keluarga mengakibatkan perbedaan peran dalam keluarga. Adanya kontribusi peran yang berbeda antara laki-laki dan wanita dalam satu keluarga mengakibatkan perbedaan tanggung jawab dalam kegiatan-kegiatan keluarga yang meliputi kegiatan di sektor domestik dan publik kegiatan ekonomi dan sosial. Kesejahteraan keluarga petani merupakan output dari proses pengelolaan sumberdaya keluarga dan penanggulangan masalah yang dihadapi keluarga petani. Proses tersebut terangkum secara terpadu sebagai ketahanan keluarga, yang menurut UU No 10 Tahun 1992 didefinisikan sebagai : ”Kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik material dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan bathin”. Kesejahteraan terkait dengan keberfungsian keluarga. Keluarga yang bisa menjalankan beragam fungsi yang diembannya, terutama fungsi ekonomi maka memiliki peluang yang besar untuk sejahtera, dan juga menjalankan fungsi keluarga lainnya seperti fungsi perlindungan dan pendidikan anak Sunarti dan Khomsan 2006. Secara skematis pada Gambar 3 disajikan kerangka berpikir kajian Peran Gender dalam Strategi koping dan Manajemen Sumberdaya Keluarga Serta Hubungannya dengan Kesejahteraan Keluarga Petani Padi dan Hortikultura Lapisan Bawah di Daerah Pinggiran Perkotaan. INPUT PROSES OUTPUT Gambar 3 Kerangka berpikir peran gender dalam strategi koping dan pengambilan keputusan serta hubungannya dengan kesejahteraan keluarga petani padi dan hortikultura di daerah pinggiran perkotaan Keluarga petani padi dan hortikultura lapisan bawah di daerah pinggiran perkotaan Strategi Koping Strategi Sosial : 1. Memanf aat- kan organisasi sosial 2.Mencari dukungan sosial Strategi Ekonomi : 1.Mempertahankan sumberdaya • Strategi penghematan 2.Menambah income sumberdaya • Pola nafkah ganda • Penyebaran tenaga kerja rumah tangga Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Pinggiran Perkotaan :  Karakteristik demografis  Ketersediaan dan keterjangkauan pada lembaga ekonomi, pendidikan kesehatan Peran Gender Pengambilan Keputusan Tingkat Kesejahteraan Keluarga Petani :  Kriteria BKKBN : Indikator ekonomi BKKBN  Kriteria BPS : Pendapatan per kapitabulan  Kriteria Bank Dunia : Pendapatan per kapitahari  Kesejahteraan subjektif : kesejahteraan perceived Pengambilan keputusan; dan Pembagian kerja pada kegiatan : 1. Domestik 2. Publik a. Ekonomi b.Sosial kemasyarakatan Persepsi tentang gender Karakteristik keluarga umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, bantuan yang diterima, kepemilikan aset Masalah ekonomi yang dirasakan keluarga petani METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross-sectional karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan Singarimbun dan Effendi 1991. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 bulan yakni dari bulan April 2008 hingga Juli 2009 mulai dari penulisan proposal, penyusunan instrumen, pengambilan data, analisis data, dan penulisan laporan. Penelitian ini akan dilakukan pada dua lokasi penelitian untuk melihat perbedaan masing-masing variabel penelitian pada dua kelompok keluarga petani yang mengusahakan komoditas yang berbeda, yaitu usaha tani padi dan hortikultura. Lokasi yang dipilih adalah Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung untuk usahatani padi dan di Desa Mekarwangi Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat untuk usahatani hortikultura. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kedua lokasi tersebut merupakan desa yang terletak di daerah pinggiran perkotaan daerah peri-urban, yaitu desa yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung. Populasi dan Penentuan Sampel Unit analisis dari penelitian ini adalah keluarga petani lapisan bawah. Kriteria contoh keluarga petani yang utuh bapak, ibu dan anak dan keluarga tersebut mengusahakan lahan di bawah 0,5 Ha. Responden dari penelitian ini adalah istri. Dari data yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa di Desa Andir Kecamatan Bale Endah Kabupaten Bandung usahatani padi terdapat sekitar 570 keluarga petani yang menguasai lahan di bawah 0,5 Ha dan juga keluarga buruh tani . Sedangkan di Desa Mekarwangi Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung usahatani hortikultura terdapat 346 keluarga petani yang menguasai lahan di bawah 0,5 Ha. Penentuan jumlah contoh total, yaitu n menggunakan rumus Slovin yang dikutip dalam Al-Rasyid 1984 : 1 2 + = Nd N n Keterangan : n = ukuran contoh total yang akan diambil d = nilai presisi yaitu sebesar 5 N = populasi keluarga petani 46 Dari hasil penggunaan rumus di atas, diperoleh nilai n untuk keluarga petani padi sebanyak 45 keluarga, dibulatkan menjadi 50 keluarga; dan untuk keluarga petani hortikultura sebanyak 40 keluarga, dibulatkan menjadi 50 keluarga. Selanjutnya untuk proses pengambilan contoh, di masing-masing desa lokasi penelitian ditentukan masing-masing tiga RW yang memiliki jumlah penduduk yang berprofesi sebagai petani terbanyak. Kerangka sampling diperoleh berdasarkan rekomendasi ketua RW ataupun ketua kelompok tani di RW tersebut, kemudian penentuan contoh akan menggunakan teknik cluster random sampling. Diagram pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. Gambar 4 Diagram penarikan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik sebagai berikut: 1. Pengamatan langsung, yaitu pengumpulan data dengan observasi langsung pada obyek penelitian. 2. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan tatap muka dan wawancara langsung dengan contoh penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara terstruktur dalam bentuk kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data yang akan dikumpulkan mencakup karakteristik keluarga masyarakat pinggiran perkotaan, strategi koping yang dilakukan keluarga petani di pinggiran perkotaan, manajemen sumberdaya keluarga dan tingkat kesejahteraan petani Tabel 2. Kuesioner telah diuji reabilitasnya, dengan hasil sebagai berikut : a. Persepsi gender dengan nilai α = 0,7760 b. Strategi penghematan dengan nilai α = 0,7459 c. Strategi penambahan sumber daya dengan nilai α = 0,6264 n = jumlah sampel total 100 kel petani Kelurahan Andir Kec. Bale Endah Desa Mekarwangi Kec. Lembang Keluarga petani padi sawah n = 50 Keluarga petani hortikultura n = 50 Purposive RW 6 RW 7 RW 12 RW 1 RW 2 RW 9 Purposive n = 17 n = 17 n = 16 n = 17 n = 17 n = 16 Acak d. Strategi sosial dengan nilai α = 0,6879 e. Pengambilan keputusan dalam strategi koping dengan nilai α = 0,6949 f. Pengambilan keputusan dalam aktivitas keluarga α = 0,6559 g. Pembagian kerja dalam keluarga dengan nilai α = 0,6324 h. Persepsi kesejahteraan keluarga dengan nilai α = 0,6280 3. Indepth interview, yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci atau responden terpilih untuk memperoleh informasi lebih mendalam dan mengklarifikasi informasi yang diperoleh sebelumnya. 4. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada, kajian pustaka yang relevan dengan penelitian, serta data yang sudah ada di instansi pemerintah dan instansi terkait lainnya buku, internet, media massa, serta sumber lainnya. Data sekunder yang dikumpulkan mencakup informasi geografi dan demografi lokasi penelitian serta dokumentasi yang terkait dengan topik penelitian Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan informasi yang akan diambil No Variabel Jenis Informasi yang Akan Diambil Metode yang Digunakan 1. Karakteristik keluarga Umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga Wawancara Kondisi sosial ekonomi keluarga Mata pencaharian utama pertaniannon pertanian; aset keluarga kepemilikan tempat tinggal; kondisi tempat tinggal; kepemilikan alat transportasi; perabot rumah tangga; kepemilikan tabungan; keikutsertaan dalam organisasi sosial; Pemilikan dan penguasaan aset produksi : status penguasaan lahan milik, sewa, sakap, buruh tani; Rasio hutang terhadap aset; Bantuan yang diterima Wawancara, observasi 2 Persepsi tentang gender Persepsi istri terhadap peran gender dalam keluarga Wawancara 3 Peran Gender Pembagian peran pengambilan keputusan dan pembagian kerja antara suami dan istri dalam hal strategi koping dan manajemen sumberdaya keluarga yang dilakukan oleh keluarga petani. Wawancara 4 Kondisi sosial ekonomi daerah pinggiran perkotaan 1. Keadaan umum wilayah. 2. Karakteristik demografi. 3. Ketersediaan dan keterjangkauan pada lembaga ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Profil desa serta instansi terkait, wawancara 48 Tabel 2 Lanjutan No Variabel Jenis Informasi yang Akan Diambil Metode yang Digunakan 5 Masalah ekonomi Masalah ekonomi yang dirasakan keluarga pada saat kondisi normal ataupun musim paceklik. Wawancara 6. Strategi koping yang dilakukan dalam menghadapi kemiskinan 1. Strategi ekonomi keluarga a.Mempertahankan sumberdaya • Strategi penghematan b. Menambah income sumberdaya • Pola nafkah ganda • Penyebaran tenaga kerja keluarga 2. Strategi sosial : pemanfaatan organisasi sosial, mencari dukungan sosial Wawancara dengan RT kasus serta observasi Pengambilan keputusan Siapa yang memutuskan untuk melakukan strategi koping strategi ekonomi dan sosial Wawancara dengan RT kasus serta observasi 7 Pengambilan Keputusan dalam Aktivitas domestik dan publik Pengambilan keputusan 1. Aktivitas domestik : terdiri dari pengambilan keputusan untuk kegiatan penyediaan makanan, pendidikan anak, kesehatan anggota keluarga, keuangan, pemeliharaan rumah tangga dan reproduksi keluarga 2. Aktivitas publik : Aspek ekonomi : terdiri dari kegiatan memperoleh akses kredit, akses input produksi, akses teknologi industri, akses teknologi pengolahan, latihan keterampilan, pemasaran produk, tenaga kerja, informasi harga produk, kegiatan usahatani pembibitan, penyiapan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pemberantasan hama, panen, pasca panen; dan kegiatan ekonomi di bidang non usahatani a. b. Aspek sosial kemasyarakatan : terdiri dari partisipasi pada kegiatan gotong royong, selamatan, perayaan, keagamaan, PKK atau posyandu, kelompok tani Wawancara dengan RT kasus serta observasi. Pembagian kerja 1. Aktivitas domestik, terdiri dari kegiatan mengasuh anak merawat anak sehari- hari, merawat anak jika sakit, mendampingi anak belajar, memasak dan pemeliharaan rumah tangga. 2. Aktivitas publik, terdiri dari kegiatan : a. Aspek ekonomi : terdiri dari kegiatan memperoleh akses kredit, akses input produksi, akses teknologi industri, akses Wawancara dengan RT kasus serta observasi. Tabel 2 Lanjutan No Variabel Jenis Informasi yang Akan Diambil Metode yang Digunakan terhadap teknologi pengolahan, pelatihan keterampilan, pemasaran produk, tenaga kerja, informasi harga produk, kegiatan usahatani pembibitan, penyiapan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pemberantasan hama, panen, pasca panen; dan kegiatan ekonomi di bidang non usahatani. b. Aspek sosial kemasyarakatan : terdiri dari partisipasi pada kegiatan gotong royong, selamatan, perayaan, keagamaan, PKK atau posyandu, kelompok tani 3. Curahan waktu yang digunakan suami dan istri untuk melakukan aktivitas domestik, produktif, sosial, personal, dan waktu luang 8. Tingkat kesejahteraan keluarga petani Kesejahteraan objektif kriteria BKKBN BPS, Bank Dunia dan subjektif kesejahteraan perceived Wawancara Pengolahan dan Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan Dalam proses ini seringkali digunakan statistik untuk meyederhanakan data penelitian menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah dipahami. Analisis data pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dan pengaruh yang terjadi antar berbagai peubah untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesis penelitian. Data akan dianalisis dengan metode deskriptif dan metode inferensia, setelah seluruh data dientry ke dalam computer, kemudian diolah dengan menggunakan SPSS for Windows versi 10.0. Tahapan pengolahan data meliputi: 1 Editing data, yang bertujuan untuk menyeleksi data guna menghindari kesalahan dan penyimpangan sewaktu pengumpulan data di lapangan. 2. Tabulasi data, yang dilakukan setelah penyeleksian data. 3. Pembuatan tabel analisis. 50 Teknik analisis data yang digunakan adalah : 1. Analisis Deskriptif Analisis ini dilakukan untuk menggambarkan kondisi masing-masing peubah yang mempengaruhi kesejahteraan petani. Tujuan utamanya adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti secara objektif. Dalam penelitian ini digambarkan mengenai strategi koping, pola pengambilan keputusan dan pembagian kerja berdasarkan gender yang dilakukan oleh keluarga petani padi sawah dan petani hortikultura, serta tingkat kesejahteraan secara berdasarkan kriteria BKKBN maupun kesejahteraan yang dirasakan oleh responden. Mengacu pada analisis yang dilakukan oleh Iskandar 2007, pada penelitian ini hanya akan digunakan kriteria kesejahteraan berdasarkan alasan ekonomi dengan menggunakan enam indikator kesejahteraan BKKBN yaitu : 1 makan 2 kali sehari; 2 lantai sebagian besar dari tanah; 3 tidak mempunyai pakaian yang berbeda; 4 makan dagingtelurikan minimal 1 minggu sekali; 5 membeli baju baru minimal sekali setahun; 6 luas lantai rumah rata-rata 8 m 2 anggota keluarga. Cut off point yang ditetapkan untuk keenam indikator tesebut adalah 100, artinya apabila nilai yang dihasilkan atau keenam indikator kesejahteraan dipenuhi oleh responden maka keluarga tersebut masuk ke dalam kategori keluarga sejahtera, tetapi jika nilai yang dihasilkan 100 atau seluruh indikator atau salah satunya tidak dipenuhi oleh responden maka keluatga tersebut dikategorikan ke dalam keluarga miskin. Untuk melengkapi indikator kesejahteraan berdasarkan kriteria ekonomi BKKBN, digunakan kriteria kesejahteraan berdasarkan persepsi keluarga. Cut off point yang ditetapkan adalah 0,75, yang mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Rambe 2004. Arti dari nilai ini adalah apabila nilai yang dihasilkan dari jawaban responden atas 30 butir pertanyaan tersebut atau = 75 dari skor ideal maka responden tersebut masuk dalam kategori tidak miskin, tetapi apabila nilai yang dihasilkan 0,75 maka responden tersebut masuk ke dalam kategori miskin. Dalam mengukur persepsi tentang gender, untuk pertanyaan no 1-10 digunakan skor 0 untuk jawaban setuju dan 1 jika tidak setuju, untuk pertanyaan no 11-20 digunakan skor 1 untuk jawaban setuju dan 0 jika tidak setuju. Analisis terhadap persepsi gender ini dilakukan untuk melihat sejauhmana istri 51 melihat peran berdasarkan gender. Semakin tinggi skor yang diperoleh, semakin tinggi pula tingkat kesetaraan gender dalam keluarga. Variabel permasalahan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga diukur menggunakan skala ordinal, dengan skor 1 jika jawaban sama sekali tidak; 2 kadang-kadang; 3 sering; 4 selalu. Variabel strategi koping juga diukur menggunakan skala ordinal, yaitu 1 jika tidak pernah dilakukan; 2 kadang – kadang dilakukan; 3 sering dilakukan; 4 selalu dilakukan. Untuk menyamakan satuan yang digunakan maka semua skor yang diperoleh dikonversi dalam bentuk persen 0-100. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : X- Nilai Minimum X Y = x 100 ............................ 1 Nilai Maksimum X – Nilai Minimun X Keterangan : Y= skor dalam persen x = skor yang diperoleh untuk tiap contoh Komposit skor yang diperoleh dikategorikan ke dalam tiga kategori yakni rendah, sedang dan tinggi. Secara umum pengkategorian yang digunakan adalah rendah skor 33.3, sedang skor 33.4-66.7 dan tinggi skor 66.8-100.0. Pengolahan data mengenai peran gender dalam pengambilan keputusan, dilakukan dengan memberi skor sebagai berikut : 1 jika keputusan diambil hanya oleh istri saja; 2 jika pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama, tetapi istri lebih dominan; 3 jika pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama oleh suami dan istri; 4 jika pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama, tetapi suami lebih dominan; 5 jika keputusan diambil hanya oleh suami saja. Kemudian skor tersebut diubah dalam bentuk persen. Pengkategorian skor komposit mengenai peran gender ini dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut diadopsi dari hasil penelitian Puspa 2007 : - Istri dominan : 70 dari total skor pengambilan keputusan - Setara : 50-69,9 dari total skor pengambilan keputusan 52 - Suami dominan : 50 dari total skor pengambilan keputusan Pengolahan data mengenai pembagian kerja dalam keluarga, dilakukan dengan memberi skor sebagai berikut : 1 jika pekerjaan dilakukan oleh istri saja; 2 jika pekerjaan dilakukan secara bersama-sama oleh suami dan istri; 3 jika pekerjaan dilakukan oleh suami saja; 4 jika pekerjaan dilakukan oleh pihak lain anak atau tenaga di luar keluarga. Kemudian skor tersebut diubah dalam bentuk persen. Pengkategorian skor komposit mengenai peran gender ini dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut diadopsi dari hasil penelitian Puspa 2007 : - Istri dominan : 25 dari total skor pembagian kerja - Setara : 25 - 49,9 dari total skor pembagian kerja - Suami dominan : 50 - 75 dari total skor pembagian kerja - Lainnya : 75 dari total skor pembagian kerja Untuk menganalisis perspektif gender berdasarkan pendekatan analisis Harvard dan Mosher yang diterapkan dalam pola pengambilan keputusan dan pembagian kerja dalam keluarga dilakukan re-skoring terhadap jawaban responden dengan skor sebagai berikut : 1 jika keputusan diambil hanya oleh istri saja atau suami saja; 2 jika istri atau suami terlibat dalam pengambilan keputusan, tetapi salah satu pihak suami atau istri lebih dominan; 3 jika pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama oleh suami dan istri. Kemudian skor yang diperoleh dikompositkan menggunakan rumus 1, dan dibagi ke dalam tiga kategori perspektif rendahbias gender skor 33,3, perspektif sedangperspektif gender skor 33,4-66,7 dan perspektif tinggiresponsif gender skor 66,8-100,0. 2. Uji beda t, untuk melihat perbedaan strategi koping yang dilakukan, pengambilan keputusan dalam strategi koping dan manajemen sumberdaya keluarga, pembagian kerja dalam keluarga, curahan waktu yang dilakukan oleh keluarga petani padi dan hortikultura. 3. Korelasi Rank Spearman, untuk menganalisis hubungan antar variabel : Keterangan : R S = Koefisien Korelasi Rank Spearman d i = Perbedaan antara kedua ranking n = Banyaknya sampel 4. Analisis regresi regresi logistik, untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga petani secara objektif dan subjektif, dengan model regresi logistik sebagai berikut : P x = e α + β 1x1 + β 2x2 + β 3x3 + β 4x4 + …….…….. + β 18x18+ ε 1 + e α + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 + …….. + β18x18+ ε Keterangan : P x = peluang kesejahteraan 0 = tidak sejahtera, 1 = sejahtera α = Konstanta β = Koefisien regresi e = Eksponen ε = Error Galat X 1 = umur suami X 12 = Kemudahan mengakses koperasi X 2 = umur istri X 13 = Kemudahan mengakses sektor industri X 3 = tingkat pendidikan suami X 14 = Kemudahan memperoleh pendidikan X 4 = tingkat pendidikan istri X 15 = Kemudahan menjangkau Puskesmas X 5 = jumlah anggota keluarga X 16 = Total skor strategi penghematan X 6 = pendapatan per kapita X 17 = Total skor strategi penambahan sumberdaya X 7 = Jumlah anggota keluarga yang bekerja X 18 = Total skor strategi sosial X 8 = Perolehan bantuan langsung tunai X 19 = Pengambilan keputusan dalam strategi koping X 9 = Perolehan bantuan raskin X 20 = Pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik dan publik X 10 = Perolehan bantuan Askeskin X 21 = Pembagian kerja dalam aktivitas domestik dan publik X 11 = Kemudahan mengakses pasar N 6 ∑ d i 2 i=1 n n 2 – 1 1 – R S = 54 Definisi Operasional 1. Keluarga petani adalah keluarga yang sekurang-kurangnya satu anggota keluarganya bermatapencaharian sebagai petani

2. Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri demografis yang dimiliki keluarga,

meliputi umur, tingkat pendidikan, dan jumlah anggota keluarga.

3. Kondisi sosial ekonomi keluarga adalah kondisi sosial ekonomi keluarga petani,

meliputi kepemilikan aset, keikutsertaan dalam organisasi sosial, rasio hutang terhadap aset.

4. Pendapatan keluarga petani adalah pendapatan yang diterima oleh keluarga

petani yang berasal dari hasil usaha tani dan non usaha tani.

5. Kondisi sosial ekonomi daerah pinggiran perkotaan adalah karakteristik

demografis serta keterjangkauan terhadap fasilitas ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

6. Karakteristik demografis adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat daerah

pinggiran perkotaan.

7. Keterjangkauan pada fasilitas ekonomi, pendidikan, kesehatan adalah

kemudahan dalam mengakses dan berpartisipasi pada lembaga ekonomi pasar, industri, koperasi, pendidikan sekolah, kesehatan puskesmas. 8. Persepsi tentang gender adalah pandangan normatif mengenai peran gender dalam keluarga

9. Peran gender adalah pembagian peran berdasarkan gender untuk melihat tingkat

dominansi dalam bidang tertentu

10. Masalah ekonomi adalah permasalahan di bidang ekonomi yang

dirasakankeluarga petani.

11. Strategi koping adalah usaha-usaha untuk memenuni kebutuhan pangan dan non

pangan yang dilakukan oleh keluarga. 55

12. Strategi ekonomi adalah usaha-usaha dalam bidang ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan keluarga, yang meliputi strategi penghematan dan strategi penambahan sumber daya

13. Strategi sosial adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga melalui pemanfaatan jaringan sosial serta mencari dukungan sosial dari lingkungannya

14. Pengambilan keputusan adalah keikutsertaan atau partisipasi suami atau istri

dalam memberikan pengaruh pada saat pengambilan keputusan untuk melaksanakan aktivitas pada sektor domestik dan publik.

15. Pembagian kerja adalah pembagian peran antara suami dan istri dalam

mengerjakan tugas-tugas di sektor domestik dan publik.

16. Kesejahteraan adalah hasil dari pengelolaan sumberdaya keluarga untuk mencapai

suatu keadaan yang mencukupi baik secara fisik, ekonomi maupun psikologis.

17. Kesejahteraan obyektif adalah pengukuran kesejahteraan keluarga petani yang

didasarkan pada terpenuhinya atau tidak terpenuhinya indikator ekonomi BKKBN; indikator kemiskinan BPS, pengklasifikasian keluarga miskin berdasarkan pendapatan per kapitabulan yaitu Rp. 167 420,00 untuk Kabupaten Bandung dan Rp 147 500,00 untuk Kabupaten Bandung Barat; indikator kemiskinan Bank Dunia, pengklasifikasian keluarga miskin berdasarkan pendapatan per kapita hari sebesar US 1 dan US 2.

18. Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan keluarga petani yang diukur

berdasarkan pencapaian kondisi sosial ekonomi yang dirasakan oleh keluarga petani HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Pinggiran Perkotaan Karakteristik Demografis Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Kelurahan Andir secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung, dan terdiri dari 13 Rukun Warga yang membawahi 116 Rukun Tetangga. Adapun batas wilayah Kelurahan Andir adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Dayeuhkolot - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Malakasari - Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Baleendah - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bojongmalaka Jarak pusat pemerintahan Kelurahan Andir dengan pusat pemerintahan dalam struktur yang lebih tinggi adalah sebagai berikut : - Jarak ke ibukota kecamatan : 1 Km - Jarak ke ibukota kabupaten : 18 Km - Jarak ke ibukota propinsi : 15 Km - Jarak ke ibukota negara : 191 Km Sarana transportasi umum yang digunakan penduduk dalam melakukan aktivitas sehari-hari adalah ojeg, angkutan pedesaan dan dokarandong. Sarana transportasi tersebut menghubungkan Kelurahan Andir dengan desa lainnya. Untuk dapat mencapai ibukota kabupaten dan ibukota propinsi tersedia angkutan umum yang dapat melayani setiap saat. Kelurahan Andir terletak pada ketinggian 700 m dpl yang secara topografi seluruhnya merupakan lahan datar pada dataran medium. Suhu udara tiap tahun berkisar antara 19°C - 29°C dengan rata-rata curah hujan tiap tahun 2500 mm. Kondisi geografis dan iklim yang menunjang telah memberikan keuntungan bagi petani di Kelurahan Andir untuk melakukan usahatani padi sawah secara optimum, terlebih lagi ditunjang oleh sistem pengairan yang memadai. Faktor-faktor tersebut sangat memungkinkan bagi petani untuk menerapkan pola tanam padi – padi – padi atau padi – padi – palawija. Total luas wilayah Kelurahan Andir adalah 378,291 Ha, yang sebagian besar digunakan untuk usahatani padi sawah. Luas lahan pertanian padi sawah menempati luas lahan seluas 179,41 Ha atau sebesar 47,43 dari total luas wilayah keluarahan. Lahan usahatani padi sawah tersebut seluruhnya dilayani oleh daerah irigasi DAS Ciherang yang terbagi menjadi irigasi teknis dan semi teknis. 57