Keluarga Sejahtera Tahap III Plus KS-III Plus adalah keluarga yang telah dapat
indikator yang lebih baik dibandingkan variabel kebahagiaan, karena dapat lebih mudah melihat gap antara aspirasi dan tujuan yang ingin dicapai. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesejahteraan sebjektif dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarwan dan Hira
1993 pada delapan negara bagian di Amerika Serikat menunjukkan tingkat kepuasan kesejahteraan finansial keluarga pedesaan dipengaruhi oleh faktor umur, pendapatan
keluarga, aset, sikap perceived locus of control dan kecukupan pendapatan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan yang dirasakan oleh
seseorang atau sekelompok orang. Menurut Handoko 2000 yang dimaksud dengan tingkat kepuasan adalah suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang dirasakan seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu yang diperolehnya, atau dengan kata lain tingkat kepuasan merupakan gambaran
perasaan yang diperoleh dari suatu tindakan yang telah diperbuat Prasetyo 2004. Menurut Guhardja et al 1992, puas atau tidaknya seseorang dapat
dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan. Apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan nilai yang dianut maka diharapkan
kepuasan akan terpenuhi. Kepuasan merupakan output yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap
individu atau berdifat subjektif. Bryant 1990 mengatakan bahwa kegiatan rumah tangga yang dapat diartikan
sebagai penggunaan sumberdaya keluarga baik sumberdaya manusia maupun fisik, dimana kedua sumberdaya tersebut dapat memberikan kepuasan bagi rumah tangga
baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya, bekerja akan memberikan kepuasan secara tidak langsung sedangkan konsumsi dan hiburan dapat memberikan
kepuasan secara langsung. Ditambahkannya pula bahwa rumah tangga memperoleh kepuasan dari konsumsi barang dan jasa serta menggunakan sumberdaya yang terbatas
itu untuk memperoleh akses bagi mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rumah tangga atau keluarga dengan melalui segala pengorbanan cost dari segala keputusan
yang diambil . Kegiatan yang dilakukan tujuan akhirnya adalah mencapai kepuasan minimal sama dengan pengorbanan yang dilakukan.
Rice dan Tucker 1976 mengemukakan bahwa dalam studi tentang keluarga, analisis tentang konsep kepuasan terhadap perkawinan atau rumah tangga banyak
berhubungan dengan bagaimana pola pengambilan keputusan yang berlaku dalam keluarga tersebut. Konsep kepuasan dalam perkawinan berhubungan dengan dua aspek
utama yaitu tentang pelaku yang membuat keputusan dalam keluarga dan pola kesepakatan tentang bagaimana sebaiknya keputusan dalam keluarga itu tersebut.
Konsep kepuasan berumah tangga berdasarkan pola pengambilan keputusan yang berlaku ini juga sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan kelompok
sosial dimana individu pembentuk keluarga itu berasal. Perbedaan ini pada tahap selanjutnya dapat mengakibatkan tekanan emosional stress dalam proses
pengambilan keputusan di keluarga. Kondisi perbedaan pemahaman terhadap harapan peran dalam berumah tangga yang tidak diusahakan untuk diperjelas dasar masalahnya,
untuk kemudian diselesaikan, diprediksi akan meningkatkan intensitas dan kekerapan konflik dalam proses pengambilan keputusan di keluarga tersebut Rice dan Tucker
1976. Sumarti 1999 menjelaskan bahwa keluarga berupaya menjaga
mempertahankan keseimbangan agar dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Keseimbangan yang dimaksud adalah: 1 Keseimbangan fisik. Adanya pembagian
kerja dalam keluarga; bapak menjadi buruh tani, ibu menjadi pengrajin bata, anak menjadi buruh pabrik atau buruh bangunan. Artinya untuk mensejahterakan keluarga,
mereka memerlukan sumberdaya untuk beragam pekerjaan; hasil buruh tani untuk mencapai status tanah, hasil membuat bata untuk pendidikan drajat dan harta benda
sepeda motor, hasil buruh pabrikbangunan untuk makan dan menabung bahan bangunan rumah; 2 Keseimbangan sosial: menjalin keguyuban rukun dengan
tetangga dan rasa hormat pada pemimpin pelindung; dan 3 Keseimbangan batin: menjalani hidup sesuai perannya rasa tenteram.
Strategi Koping
Aspek ekonomi merupakan salah satu fungsi keluarga yang sangat vital bagi kehidupan keluarga, yang sekaligus akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan
seseorang. Pelaksanaan fungsi ekonomi keluarga diantaranya pengalokasian sumberdaya untuk pelayanan kesejahteraan dengan memproduksi, mendistribusikan
dan mengkonsumsi produk diantara anggota keluarga Soelaeman dalam Tati 2004. Masalah ekonomi timbul dari hilangnya kontrol terhadap pengeluaran.
Keluarga dengan pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan mereka dapat mengurangi kebutuhan atau tuntutan mereka dengan menghemat konsumsi dana atau
dengan meningkatkan pendpaatan keluarga. Dengan melakukan penyesuaian ini, keluarga dapat melakukan kontrol terhadap pengeluaran. Hasil penelitian pada
keluarga di Iowa tahun 1989 menunjukkan bahwa keluarga dengan pendapatan rendah 16
akan mengalami masalah ekonomi yang lebih sulit. Keluarga yang mengalami tekanan ekonomi yang lebih sulit harus melakukan usaha yang lebih besar untuk beradaptasi
dengan kesulitan tersebut Conger dan Elder 1994; Elder, Roberston dan Alderlt 1994.
Tekanan ekonomi merupakan cara pandang seseorang dalam menanggapi dan menerima keadaan ekonomi keluarga yang dirasakannya, terutama dalam mempersepsi
pengaturan keuangan belanja, pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan materi keluarga. Tekanan ekonomi merupakan konsep yang mengacu pada aspek kehidupan
ekonomi sebagai pemicu stres yang potensial bagi individu dan keluarga. Ketidakstabilan ekonomi dan ketegangan ekonomi merupakan indikator subjektif dari
hal yang dirasakan individu terhadap situasi finansial Voydanoff 1984. Adaptasi keluarga menggambarkan tindakan yang diambil sebagai respon
terhadap keterbatasan ekonomi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa kesulitan ekonomi meningkatkan tekanan dan kebutuhan akan penyesuaian terhadap kehidupan
keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Conger dan Elder 1994 dan Elder, Roberston dan Ardelt 1994 menemukan bahwa kondisi ekonomi yang meliputi
rendahnya pendapatan per kapita, pekerjaan yang tidak tetap, rasio hutang dan aset yang tidak seimbang, dan kehilangan pendapatan, berhubungan secara signifikan
dengan tekanan ekonomi. Dalam menghadapi kemiskinan, keluarga menerapkan strategi koping. Koping
adalah perilaku yang terlihat dan tersembunyi yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan psikologi dalam kondisi yang penuh stres
Achir Yani 1997. Menurut Sarafino 2002, koping adalah usaha untuk menetralisasi atau mengurangi stres yang terjadi. Dalam pandangan Haber dan Runyon 1984,
koping adalah semua bentuk perilaku dan pikiran negatif dan positif yang dapat mengurangi kondisi yang membebani individu agar tidak menimbulkan stres.
McCubbin dan Patterson 1980 mengembangkan model adaptasi keluarga dalam menghadapi tekanan. Dalam model ABCX T ganda Gambar 1, beberapa
stressor utama yang bertumpuk menjadi stessor keluarga AA ini berpengaruh penting dalam tingkat adaptasi keluarga, karena krisis keluarga berkembang dan berubah dalam
satu kurun waktu, penumpukan stressor AA juga diakibatkan oleh perubahan siklus hidup dan ketegangan yang tidak terselesaikan. Persepsi keluarga terhadap stressor
CC pada dasarnya menyangkut penilaian keluarga terhadap stres yang dialami. Penilaian dan adanya tuntutan keluarga secara sadar atau tidak sadar memunculkan
interpretasi dari pengalaman sebelumnya. Untuk memenuhi berbagai tuntutan, keluarga memiliki potensi yaitu sumberdaya dan kemampuan. Dalam model ABCX T
ganda, sumberdaya dan kemampuan keluarga terdiri dari sumberdaya pribadi anggota keluarga dan sumber-sumber internal dalam sistem keluarga faktor BB, yang
mencakup semua karakteristik, kompetensi dan makna personal termasuk pendidikan, kesehatan, karakteristik kepribadian dan dukungan masyarakat yang merupakan
lembaga di luar keluarga yang dapat diakses untuk memenuhi tuntutan keluarga faktor BBB.
Dalam model ini, faktor tipologi keluarga faktor T menjadi suatu hal yang penting karena tipologi keluarga merupakan suatu kekuatan yang dapat mempengaruhi
bagaimana penyesuaian dan adaptasi keluarga dilakukan, karena keluarga memegang teguh kepercayaan atau asumsi-asumsi yang disebut skema keluarga, yakni hubungan
satu sama lain dan hubungan keluarga dengan masyarakat dan sistem. Untuk mengatasi berbagai stressor dan krisis, keluarga melakukan koping adaptif PSC. Dalam proses
koping, keluarga mengalokasikan sumberdaya dan kemampuan semua anggota keluarganya untuk memenuhi berbagai tuntutan yang dihadapi keluarga.Adaptasi
keluarga faktor XX merupakan hasil dari upaya keluarga untuk mencapai tingkatan baru dari keseimbangan dan penyesuaian setelah krisis keluarga.
CC
X T
R CCC
PSC XX
BB BBB
AA
Keterangan :
X : Krisis keluarga masalah keluarga
R : Tingkat regeneratif keluarga
T : Tipologi keluarga
AA : Setumpuk stressor keluarga
BB : Sumberdaya koping keluarga
CC : Persepsi keluarga terhadap stressor
CCC : Skema keluarga
XX : Adaptasi keluarga
PSC : Penyelesaian masalah keluarga
Gambar 1 Model ABCX T ganda McCubbin Patterson, 1987. Menurut Friedman 1998, terdapat dua tipe strategi koping keluarga, yaitu
internal atau intrafamilial dan eksternal atau ekstrafamilial. Ada tujuh strategi koping internal, yaitu :
1. Mengandalkan kemampuan sendiri dan keluarga. Untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya, keluarga seringkali melakukan upaya untuk menggali
dan mengandalkan sumberdaya yang dimiliki. 2. Penggunaan humor. Menurut Hott dalam Friedman 1998, perasaan humor
merupakan aset yang penting dalam keluarga karena dapat memberikan perubahan sikap keluarga terhadap masalah yang dihadapi. Humor juga diakui sebagai suatu
cara bagi seseorang untuk menghilangkan rasa cemas dan stress. 3. Musyawarah bersama memelihara ikatan keluarga. Cara seperti ini dapat
membawa keluarga lebih dekat satu sama lain dan memelihara serta dapat mengatasi tingkat stres, ikut serta dengan aktivitas setiap anggota keluarga
merupakan cara untuk menghasilkan suatu ikatan yang kuat dalam sebuah keluarga.
4. Memahami suatu masalah. Menurut Folkman et al 1985, keluarga yang menggunakan strategi ini cenderung melihat segi positif dari suatu kejadian
penyebab stress. 5. Pemecahan masalah bersama.
6. Fleksibilitas peran. 7. Normalisasi. Salah satu strategi koping keluarga yang biasa dilakukan untuk
menormalkan keadaan sehingga suatu keluarga dapat melakukan coping terhadap sebuah stressor jangka panjang yang dapat merusak kehidupan dan kegiatan
keluarga. Knafl dan Deatrick Friedman 1998 mengatakan bahwa normalisasi merupakan cara untuk mengkonseptualisasikan bagaimana keluarga mengelola
ketidakmampuan seorang anggota keluarga, sehingga dapat menggambarkan respons keluarga terhadap stress.
Sedangkan strategi koping eksternal ada empat, yaitu : 1. Mencari informasi. Keluarga yang mengalami masalah memberikan respon secara
kognitif dengan mencari pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan stressor. Hal ini berfungsi untuk mengontrol situasi dan mengurangi perasaan takut
terhadap orang yang tidak dikenal dan membantu keluarga menilai stressor secara lebih akurat.
2. Memelihara hubungan aktif dengan komunitas. 3. Mencari pendukung sosial. Mencari pendukung sosial dalam jaringan kerja sosial
keluarga merupakan strategi koping keluarga eksternal yang utama. Pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga, kelompok profesional,
para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada kepentingan bersama. 4. Mencari dukungan spiritual. Beberapa studi mengatakan keluarga berusaha
mencari dukungan spiritual untuk mengatasi masalah. Kepercayaan pada Tuhan dan berdoa merupakan cara paling penting bagi keluarga dalam mengatasi stres.
Strategi Ekonomi
Dalam konteks bertahan hidup dalam tekanan ekonomi, strategi koping didefinisikan sebagai proses yang digunakan individu atau keluarga dengan
menggunakan sumberdaya materi ataupun non materi yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan materi individu atau keluarga tersebut Voydanoff dalam Puspitawati
1998. Strategi koping yang dilakukan dalam menghadapi masalah ekonomi meliputi usaha untuk menambah pendapatan dan usaha penghematan. Kedua strategi ini
berbeda dalam pelaksanaannya. Usaha menambah pendapatan adalah strategi untuk meningkatkan ketersediaan
sumberdaya ekonomi dalam keluarga, Dercon 2002 juga menyebutkan strategi koping melibatkan usaha untuk mencari penghasilan tambahan ketika kesulitan terjadi,
contohnya yang terjadi pada keluarga di Sudan dan Ethiopia dimana mereka mencari penghasilan tambahan dengan melakukan migrasi untuk sementara, mengumpulkan
bahan makanan di alam liar. Di lain pihak, strategi penghematan merupakan strategi untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu tanpa meningkatkan status ekonomi
keluarga Puspitawati 1998. Keluarga yang memiliki pendapatan yang lebih rendah cenderung untuk
mencari pekerjaan tambahan dan mengurangi pengeluaran untuk menyesuaikan dengan situasi perekonomian mereka, hal ini dilakukan sebagai penyesuaian untuk mengurangi
masalah perekonomian mereka Conger dan Elder 1994. Voydanoff dalam Puspitawati 1998 juga menyebutkan bahwa strategi koping seperti penghematan
dalam pengeluaran sering digunakan oleh keluarga untuk menghadapi masalah keuangan. Hasil penelitan Puspitawati 1998 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan
berhubungan lebih erat dengan strategi penghematan dibandingkan dengan strategi
menambah pendapatan. Gunawan dan Sugitanto 1999 menyebutkan bahwa
penekanan atau pengetatan pengeluaran merupakan strategi yang bersifat pasif, yaitu 20
mengurangi pengeluaran keluarga misalnya pengeluaran biaya untuk sandang, pangan, biaya sosial, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari
lainnya. Sunarti dan Khomsan 2006 mengatakan strategi koping keluarga petani
miskin untuk memperoleh ketahanan pangan dilakukan sesuai tahapan tekanan ekonomi yang dihadapi. Pertama-tama mereka akan mengurangi pangan sumber
protein yang harganya mahal, kemudian mengurangi frekuensi makannya dan mencari bahan pangan konvensional yang dalam situasi normal jarang dimakan. Sesuai teori
Maslow, maka upaya memenuhi kebutuhan fisiologis pangan adalah yang pertama kali harus untuk mempertahankan hidup. Selanjutnya anggota keluarga yang selama
ini tidak mencari nafkah anak-anak, orangtua, dan kaum perempuan mulai terjun bekerja apa saja untuk mendapatkan upah tunai. Bila hal ini masih tidak memecahkan
masalah, maka mereka mulai menjual aset yang dimilikinya, dan langkah terakhir adalah sebagian anggota keluarga akan melakukan migrasi mencari nafkah ke luar
daerah. Mekanisme koping untuk mengatasi rawan pangan seperti ini tampaknya bersifat universal dan dapat terjadi di mana saja.
Gunawan dan Sugiyanto 1999 menyebutkan keluarga miskin seringkali mengerahkan anggota keluarga untuk mencari nafkah. Strategi ini ditempuh dengan
mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk peningkatan penghasilan karena tuntutan hidup yang semakin besar. Berbagai bentuk strategi yang dibangun oleh
keluarga miskin antara lain memperpanjang jam kerja, memanfaatkan atau mengerahkan anggota keluarga untuk memperoleh penghasilan.
Dalam konteks pola nafkah ganda ini, strategi hidup rumah tangga berbeda antara lapisan atas, lapisan tengah dan bawah White 1988 dalam Girsang 1996.
Bagi lapisan atas, pola nafkah ganda merupakan strategi akumulasi, dimana surplus pertanian mampu membesarkan usaha luar pertanian dan sebaliknya. Pada lapisan
tengah, pola nafkah ganda merupakan strategi bertahan konsolidasi dimana sektor luar pertanian dipertimbangkan sebagai potensi untuk perkembangan ekonomi. Bagi
lapisan bawah, pola nafkah merupakan strategi survival, dimana sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk menutup kekurangan dari sektor pertanian.
Rumah tangga berlahan sempit dan tak bertanah umumnya memperoleh upah yang rendah di sektor luar pertanian, bahkan lebih rendah dibanding tingkat upah buruh tani
di sektor pertanian. Perbedaan lapisan rumah tangga menurut status penguasaan tanah 21
dapat menimbulkan perbedaan gaya dan tingkah laku hidup life style masing-masing rumah tangga.
Strategi Sosial
Dalam bidang sosial, strategi pemanfaatan jaringan sosial, merupakan salah satu upaya yang ditempuh oleh keluarga miskin dalam mengatasi masalah keluarga.
Jaringan yang dimaksud adalah relasi sosial mereka, baik secara informal maupun formal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan. Pemanfaatan
jaringan ini terlihat jelas dalam mengatasi masalah ekonomi dengan meminjam uang kepada tetangga, berhutang ke warung terdekat, memanfaatkan program anti
kemiskinan, bahkan meminjam uang ke renternir atau bank dan sebagainya Gunawan dan Sugiyanto 1999.
Rumah tangga miskin di pedesaan berupaya mengatasi kondisi kemiskinan melalui keterlibatan para anggotanya dalam beragam pranata kesejahteraan asli di
sektor non produksi. Lembaga kesejahteraan asli itu adalah lembaga informal bentukan masyarakat desa sendiri. Beragam lembaga kesejahteraan asli yang hidup dalam
masyarakat pada prinsipnya adalah bentuk-bentuk pengorganisasian sumberdaya antar keluarga. Lembaga kesejahteraan asli dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Tipe pertukaran, dimana lembaga kesejahteraan asli berupa mekanisme pertukaran uang, barang atau tenaga yang berorientasi pada pemenuhan kepentingan individu.
2. Tipe penghimpunan, dimana lembaga kesejahteraan asli berupa mekanisme penghimpunan uang, barang atau tenaga yang berupaya pada pemenuhan
kepentingan individu. 3. Tipe pembagian, dimana lembaga kesejahteraan asli berupa mekanisme
penghimpunan uang, barang, atau tenaga yang berorientasi pada pemenuhan kepentingan individu, kelompok atau masyarakat.
Anggota keluarga miskin terlibat secara nyata dalam beragam lembaga tersebut Sitorus et al 1992. Kaum wanita biasanya terlibat penuh dalam kegiatan pranata-
pranata sosial ekonomi yang mereka bentuk, seperti arisan, kegiatan pengajian berdimensi kepentingan ekonomi, simpan pinjam, dan jaringan sosial yang bisa
dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga. Dalam penelitian mengenai kehidupan masyarakat nelayan, Kusnadi 2006 menyebutkan hadirnya
pranata-pranata tersebut merupakan strategi adaptasi masyarakat nelayan dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapinya. Strategi adaptasi diartikan sebagai
pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi dan ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup.
Dukungan sosial sangat diperlukan sebagai sumber koping dalam menghadapi tekanan ekonomi. Dukungan sosial social support didefenisikan oleh oleh Gottlieb
1983 sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam
lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Berbagai
hasil penelitian menunjukkan dukungan sosial, baik dari keluarga maupun lingkungan sosial yang lebih luas mampu mengurangi dampak merugikan dari tekanan ekonomi,
baik dalam hal materi, maupun keadaan emosional seseorang yang mengalami tekanan ekonomi Conger dan Elder 1994.
Manajemen Sumberdaya Keluarga
Keluarga menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1992 merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya
atau ibu dengan anaknya. Keluarga pertanian sendiri diartikan sebagai keluarga yang sekurang-kurangnya satu anggota keluarganya melakukan
kegiatan bertaniberkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, keramba ataupun tambak, menjadi nelayan, mengusahakan
ternakunggas atau berusaha dalam pertanian dengan tujuan sebagianseluruh hasilnya dijual untuk menperoleh pendapatankeuntungan atas resiko sendiri
BPS 2003. Deacon dan Firebaugh 1981 mengatakan bahwa fungsi keluarga adalah
bertanggung jawab dalam menjaga, menumbuhkan dan mengembangkan anggota- anggotanya. Dengan demikian, pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan untuk mampu
bertahan, tumbuh dan perlu berkembang perlu tersedia : a. Pemenuhan akan kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan untuk
pengembangan fisik dan sosial. b. Kebutuhan akan pendidikan formal, informal dan nonformal untuk pengembangan
intelektual, sosial, emosional dan spiritual. Dalam keluarga, sumberdaya terdiri atas : 1 unsur manusia, yaitu jumlah
anggota keluarga, umur, jenis kelamin, hubungan antara anggota dalam keluarga dan hubungan hubungan antara keluarga dengan keluarga lain, dan faktor-faktor yang ada
pada manusia seperti pengetahuan knowledge, keterampilan skills dan minat interest; 2 unsur materi yaitu pendapatan berupa uang atau barang, kekayaan dan
ruang milik keluarga, dapat berupa lahan pekarangan, kebun, sawah, tegal serta rumah yang dihuni, fasilitas masyarakat seperti MCK, sumur pompa atau sumber air
bersama, tempat atau balai pengobatan, sekolah, tempat peribadatan dan lain-lain; 3 unsur waktu Guhardja et al 1992.
Menurut Deacon dan Maloch dalam Guhardja et al 1992, sumberdaya merupakan alat atau bahan yang tersedia dan diketahui potensinya untuk memenuhi
keinginan. Sumberdaya merupakan bahan yang tersedia atau kemampuan potensial untuk mengatasi keadaan. Bahan-bahan tersebut dapat berupa materi maupun non
materi. Sumberdaya ini tidak perlu bersifat langka, tetapi dapat pula bersifat melimpah. Sumberdaya yang melimpah memudahkan dalam memenuhi keinginan dan sebaliknya
apabila sumberdaya terbatas. Gross et al dalam Guhardja et al 1992 mengemukakan tiga asumsi dasar
dalam melihat sumberdaya keluarga, yaitu : a. Sumberdaya keluarga tidak hanya terdapat di dalam keluarga itu sendiri internal,
tetapi juga yang berada di lingkungan sekitarnya, yaitu lingkungan dimana keluarga itu berada.
b. Kondisi dari sumberdaya merupakan elemen dari sistem yang dapat mendorong atau menghambat pencapaian tujuan keluarga
c. Perubahan pada salah satu sumberdaya akan berpengaruh pada sumberdaya lainnya dan pada komponen lain dalam sistem keluarga.
Menurut Guhardja et al 1992, manajemen sumberdaya keluarga adalah penggunaan sumberdaya keluarga dalam usaha atau proses mencapai sesuatu yang
dianggap penting oleh keluarga. Manajemen ini bertujuan untuk mencapai hasil sebaik- baiknya dengan penggunaan sumberdaya yang sekecil-kecilnya. Peranan dari masing-
masing anggota keluarga akan menentukan bentuk manajemen dalam mengelola suatu keluarga.
Unsur-unsur manajemen menurut Terry 1986 adalah : a. Perencanaan
Pada prinsipnya rencana yang dibuat sesuai dengan tujuan. Perencanaan merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang
akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b. Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan keseluruhan proses pengelompokkan orang-
orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggungjawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian, pengorganisasian menghasilkan suatu organisasi internal keluarga yang dapat digerakkan sebagai satu
kesatuan yang utuh dalam melaksanakan kegiatanaktivitas keluarga. Indikatornya adalah ada tidaknya pembagian tugas pada masing-masing anggota untuk melakukan
kegiatan. c. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan upaya menjalankan suatu rencana dan menguraikan rencana ke dalam segala resikonya dalam rangka mencapai tujuan. Berdasarkan hal
tersebut, maka alokasi waktu dan alokasi pengeluaran menjadi sangat penting. Guhardja et al 1992.
d. Pengawasan Pengawasan dilakukan untuk mengetahui sejauhmana kegiatan sudah
dilaksanakan dan memeriksa tindakan-tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan rencana atau tidak. Pengawasan yang dilakukan adalah untuk menemukan hambatan-
hambatan yang dihadapi, mencegah timbulnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, ditujukan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung, meningkatkan efisiensi
kerja. Pengawasan harus menentukan apa yang dikerjakan sudah benar, dan oleh sebab itu pengawasan harus bersifat membimbing sehingga para tenaga kerja dapat
meningkatkan kinerjanya Deacon dan Firebaugh 1981
Pola Pengambilan Keputusan dan Pembagian Kerja dalam Keluarga
Untuk memahami status perempuan di dalam atau luar keluarga dalam konteks pengambilan keputusan, terlebih dahulu dilakukan identifikasi masalah, distribusi dan
alokasi kekuasaan serta pembagian kerja yang berlaku di dalamnya. Dalam hal ini kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi atau mengambil
keputusan yang mempengaruhi kehidupan suatu keluarga dan dapat tersebar dengan nilai yang sama atau tidak sama khususnya antar suami atau istri Sanday dalam
Saleha 2003. Distribusi dan alokasi wewenang antara suami dan istri dapat dianalisis dengan
lima pola pengambilan keputusan Sajogyo 1987, yaitu : a. Keputusan diambil oleh istri seorang diri
b. Keputusan diambil oleh suami seorang diri c. Keputusan diambil bersama oleh suami dan istri, namun dengan dominasi istri
d. Keputusan diambil bersama oleh suami dan istri, namun dengan dominasi suami e. Keputusan diambil seimbang antara suami dan istri.
Analisis mengenai pembagian kerja baik di dalam maupun luar keluarga dapat membantu memahami status sosial dalam keluarga dan dalam komunitas. Konsep
kekuasaan atau wewenang digunakan untuk mengungkapkan kapasitas dari seseorang atau kelompok untuk ”membuat keputusan”. Dalam keluarga, wewenang dapat
didistribusikan secara seimbang atau tidak seimbang di antara anggota keluarga, terutama diantara suami dan istri. Menurut Blood dan Wolf dalam Sajogyo 1987,
aspek pembagian kerja dan wewenang merupakan masalah mendasar dalam keluarga. Dalam situasi ini, struktur keluarga dipengaruhi oleh posisi atau status keluarga dalam
lingkungan budaya komunitasnya. Hubeis dalam Saleha 2003 menyebutkan bahwa pembagian kerja dalam
perspektif gender mengacu pada cara-cara dimana semua jenis pekerjaan reproduktif, produktif dan sosial dibagi antara pria dan wanita serta bagaimana pekerjaan tersebut
dinilai dan dihargai secara kultural dalam masyarakat tertentu. Pekerjaan reproduktif atau domestik adalah kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya manusia
dan tugas-tugas kerumahtanggan, seperti menyiapkan makanan, berbelanja, menagsuh dan mendidik anak. Pekerjaan produktif menyangkut segala pekerjaan yang bertujuan
mengahsilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi sendiri atau diperdagangkan. Sedangkan pekerjaan sosial adalah pekerjaan atau aktivitas yang terkait dengan aspek
status, kekuasaan atau kewajiban bagi seseorang yang terbentuk secara kultural pada struktur masyarakat dimana ia tinggal.
Pada keluarga petani dan buruh tani menunjukkan peran istri terlihat dominan dalam pengambilan keputusan dalam bidang keuangan, pangan dan keprluan keluarga
lainnya. Pada bidang pendidikan anak, kesehatan, dan strategi pemenuhan kebutuhan hidup, keputusan dilakukan secara bersama-sama antara suami dan istri. Sedangkan
pada bidang usaha tani pengambilan keputusan lebih didominasi oleh suami Puspa 2007.
Curahan Waktu dalam Keluarga
Berdasarkan definisinya, waktu adalah lamanya kuantitas curahan waktu untuk kegiatan atau aktivitas tertentu. Disamping itu pula waktu merupakan ukuran yang
mempunyai nilai ekonomis. Sumberdaya waktu merupakan sumberdaya yang unik, 26
karena selain tidak dapat dikategorikan sebagai sumberdaya manusia atau non manusia, namun juga tidak dapat ditambah, dikurangi, diakumulasi, disimpan atau
diganti. Sumberdaya waktu yang dimiliki oleh setiap orang adalah sama yaitu 24 jam sehari Guhardja et al 1992.
Menurut Suprihatin 1986, alokasi waktu dibagi menjadi 4 jenis yaitu: 1.
Waktu untuk naftah wN, yaitu semua waktu yang digunakan untuk kegiatan yang bernilai ekonomis seperti bekerja di sawah atau ladang, mencari
rumput, mengembala ternak, berbelanja untuk berdagang dan menunggui warung. 2.
Waktu untuk pekerjaan rumah tangga wRT, yaitu semua waktu yang digunakan untuk kegiatan rumah tangga yang tidak bernilai ekonomis seperti
membersihkan rumah, mencuci, memasak dan mengurus anak dan suami. 3.
Waktu pribadi wP, yaitu waktu yang digunakan untuk mengurus diri sendiri seperti mandi, beribadah, makan, dan tidur.
4. Waktu luang wL, yaitu sisa dari waktu-waktu di atas.
Penggunaan waktu individu selama satuan waktu tertentu berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya, bahkan antara komunitas masyarakat satu
dengan lainnya. Karsin 1989 mengatakan bahwa perilaku seseorang dalam mengalokasikan dan menggunakan waktu dapat mencerminkan tingkat kemajuan dan
tingkat hidup seseorang atau masyarakat. Seperti diketahui bahwa pola penggunaan waktu merupakan fungsi dari
beberapa kegiatan yang dilakukan oleh individu dalam satuan waktu tertentu. Pola penggunaan waktu adalah fungsi dari semua kegiatan yang dilakukan oleh individu
dalam sehari yang diukur dalam satuan menit atau jam, seperti aktivitas mencari nafkah bekerja, pekerjaan rumah tangga, kegiatan pribadi dan waktu luang.
Sumaryanto 1990 menyatakan bahwa keputusan yang dilakukan seorang anggota keluarga dalam mengalokasikan waktunya sangat dipengaruhi oleh faktor
internal yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, besar anggota keluarga, penggunaan aset produktif dan non produktif. Sama halnya dengan
pendapat Wowor 1994 yang menyatakan bahwa setiap individu dalam mengalokasikan waktunya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yaitu:
1. Faktor-faktor internal antara lain: usia tenaga kerja, pengalaman kerja, jenis kelamin, pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja, jumlah tanggungan keluarga,
pendapatan rumah tangga, lahan dan asset lainnya yang dimiliki rumah tangga; 27
2. Faktor eksternal antara lain : lingkungan dimana tenaga kerja berada, tingkat upah, harga barang-barang kebutuhan rumah tangga, jenis pekerjaan, teknologi, dan
struktur sosial masyarakat setempat.
Pengertian Gender
Perbedaan alami yang dikenal dengan perbedaan jenis kelamin sebenarnya hanyalah segala perbedaan biologis yang dibawa lahir antara perempuan dan laki-laki.
Di luar semua itu adalah perbedaan yang dikenal dengan istilah gender. Perbedaan yang tidak alami atau perbedaan sosial mengacu pada perbedaan peranan dan fungsi
yang dikhususkan untuk perempuan dan laki-laki. Perbedaan tersebut diperoleh melalui proses sosialisasi atau pendidikan di semua institusi keluarga, pendidikan,
agama, adat dan sebagainya. Gender berbeda dengan seks. Seks adalah jenis kelamin laki-laki dan
perempuan dilihat secara biologis. Sedangkan gender adalah perbedaan laki-laki dan perempuan secara sosial; masalah atau isu yang berkaitan dengan peran, perilaku,
tugas, hak dan fungsi yang dibebankan kepada perempuan dan laki-laki. Biasanya isu gender muncul sebagai akibat suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan gender.
Suharti 1995. Engels dalam Fakih 1997 menjelaskan perbedaan gender antara laki-laki dan
perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, melalui proses sosialisasi, penguatan dan konstruksi sosial, kultural dan keagamaan, bahkan melalui kekuasaan
negara. Dengan demikian gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga gender bersifat dinamis, dapat
berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama dan sistem nilai dari bangsa, masyarakat dan suku bangsa tertentu. Selain itu, gender dapat berubah karena
perjalanan sejarah, perubahan politik, ekonomi dan sosial budaya, atau karena kemajuan pembangunan. Dengan demikian gender tidak bersifat universal atau tidak
berlaku secara umum, akan tetapi bersifat situasional masyarakatnya. Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan ‘The Millenium Development
Goals’ MDGs yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit
serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan kontra, karena disebabkan oleh faktor-
faktor berikut Handayani dan Sugiarti 2002 : 28
a. Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara umum, adanya gender telah
melahirkan peran, tanggung jawab, fungsi, dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas.
b. Perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana
permanen dan abadinya ciri biologi yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki. c. Perbedaan gender telah melahirkan perbedaan peran, sifat, dan fungsi yang terpola
sebagai berikut: Konstruksi biologis dari ciri primer, sekunder, maskulin, feminin
Konstruksi sosial dan peran citra baku Konstruksi agama dan keyakinan kitab suci agama
d. Anggapan bahwa sikap perempuan feminin atau laki-laki maskulin bukanlah sesuatu yang mutlak kepemilikan manusia atas jenis kelamin biologisnya.
e. Dengan demikian, gender adalah perbedaan peran, sifat, tugas, fungsi, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat, dan
dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
f. Secara sosiologis, ada 2 konsep yang menyebabkan terjadinya perbedaan laki-laki dan perempuan:
Konsep nurture : Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah hasil konstruksi sosial budaya
sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Konsep nature :
Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga harus diterima. g. Dalam proses perkembangannya, disadari bahwa ada beberapa kelemahan konsep
nurture yang dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga maupun bermasyarakat, yaitu terjadi ketidak-adilan gender.
Agregat ketidakadilan gender dalam berbagai kehidupan lebih banyak dialami oleh perempuan, namun ketidakadilan gender ini berdampak pula terhadap laki-laki.
h. Kesetaraan dan keadilan gender tidak terlepas dari proses perjuangan hak-hak azasi manusia HAM yang dideklarasikan PBB tahun 1948. Pelaksanaan HAM
memberikan aspirasi bagi kaum perempuan dalam mengatasi kepincangan dan 29
ketidakadilan perlakuan sebagai konstruksi sosial, yang menempatkan perempuan dalam status di belakang laki-laki.
i. Konsep kesetaraan gender menjadi sangat penting, dimana perempuan dan laki-laki
merupakan mitra sejajar yang harus memperoleh kesempatan yang sama untuk berkembang dan mempunyai andil yang seimbang terhadap pembangunan di
berbagai bidang sektor.
Pengertian Peran Gender
Dalam suatu sistem sosial, termasuk keluarga, setiap individu memiliki status dan peranan. Status dan peranan individu merupakan unsur-unsur baku dalam sistem
lapisan dan mempunyai arti yang penting dalam hubungan timbal balik antara individu-individu tersebut, karena langgengnya suatu sistem tergantung pada
keseimbangan kepentingan-kepentingan individu tersebut. Secara abstrak, status atau kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu
pola tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa status, oleh karena seseorang tersebut biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Peranan
merupakan aspek dinamis dari status. Apabila seseorang menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalani suatu peranan.
Kedudukan dan peranan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana halnya kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti. Setiap orang mempunyai
macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat
serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan
seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain Soekanto 2002.
Sedangkan peran berdasarkan gender dapat dirumuskan sebagai peran jenis kelamin yang ditentukan secara budaya mencerminkan perilaku dan sikap yang
umumnya disetujui sebagai maskulin atau feminin dalam suatu budaya tertentu Ward dalam Hurlock 1992. Sejalan dengan pendapat tersebut, Ruble dan Ruble dalam
Berk 1989 menjelaskan bahwa peran gender adalah stereotip jenis kelamin yang mengacu kepada kepercayaan yang dianut masyarakat luas tentang karakteristik jenis
kelamin laki-laki yang berlawana dengan karakteristik kelamin perempuan. Dapat disimpulkan bahwa peran gender merupakan sekumpulan pola-pola tingkah laku atau
sikap-sikap yang dituntut oleh lingkungan dan budaya tempat individu itu berada untuk ditampilkan secara berbeda oleh laki-laki dan perempuan sesuai jenis kelaminnya
Supriyantini 2002. Dalam konteks pembagian peran dalam keluarga, dapat dilihat sejumlah
anggota keluarga menempati posisi yang berbeda dan memiliki status yang berbeda pula. Perbedaan tersebut didasarkan pada sejumlah pertimbangan yang mencakup
umur, jenis kelamin, posisi ekonomi dan pembagian wewenang. Perbedaan status pria dan wanita dalam keluarga sebagian berdasarkan faktor biologis dan sebagian lagi
mencerminkan perbedaan dalam lingkungan sosial budaya keluarga : siapa yang mendominasi dalam sistem patriarkal atau matriarkal, siapa yang merawat dan
mendidik anak, siapa yang mencari nafkah, siapa yang memimpin dalam kegiatan ritual dan sebagainya Sajogyo 1987.
Dalam memahami keluarga, analisis gender penting untuk melihat kekuasaan yang dimiliki seseorang dalam keluarga. Kunci untuk memahami distribusi kekuasaan
dalam keluarga adalah dengan melihat siapa yang memutuskan sesuatu dan melihat pembagian peran dalam keluarga Newman dan Grauerholz 2002. Moser 1993
menyebutkan pentingnya unsur-unsur dalam rumah tangga atau keluarga berdasarkan gender, karena laki-laki dan perempuan memainkan peranan yang berbeda, sehingga
mempunyai kebutuhan yang berbeda pula, yang pada akhirnya masing-masing kebutuhan yang berbeda ini harus diidentifikasi.
Teknik analisis dalam penelitian ini mengadopsi teknik analisis Harvard. Teknik ini digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan
peran gender dalam proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen dan interelasi satu sama lain, yaitu : profil aktivitas, profil akses dan profil
kontrol. Profil aktivitas melihat pembagian kerja berdasarkan gender siapa mengerjakan apa di dalam suatu kelompok sosial. Aktivitas dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu aktivitas produktif, reproduktifrumah tangga dan sosial-politik dan keagamaan. Profil akses melihat siapa yang mempunyai akses terhadap sumber daya
misalnya kredit, pendidikan atau pelatihan. Profil kontrol melihat siapa yang mengontrol penggunaan sumberdaya Handayani dan Sugiarti 2002. Dalam penelitian
ini analisis lebih ditekankan pada profil aktivitas rumah tangga. Dalam keluarga, teridentifikasi bahwa pada dasarnya wanita memiliki peranan
ganda. Peran ganda kaum wanita tersebut terimplikasi pada: 1 peran kerja sebagai ibu keluarga mencerminkan feminine role, meski tidak langsung menghasilkan
pendapatan, secara produktif bekerja mendukung kaum pria kepala keluarga untuk mencari penghasilan uang; dan 2 berperan sebagai pencari nafkah tambahan
ataupun utama. Dalam pengembangan citra dan prospek wanita abad 21, terbentuk beberapa peran, antara lain: 1 peran tradisi, yang menempatkan wanita dalam fungsi
reproduksi, dimana seratus persen hidupnya untuk mengurusi keluarga, dan patron pembagian kerja jelas wanita di rumahdomestik, pria di luar rumahpublik; 2 peran
transisi, mengutamakan peran tradisi lebih dari yang lain, pembagian kerja menuruti aspirasi jender, keharmonisan dan urusan keluarga tetap tanggungjawab kaum wanita;
3 dwiperan, memposisikan wanita dalam dua dunia kehidupan peran domestik-publik sama penting, dukungan moral dan perhatian suami menjadi pemicu ketegaran
ataupun keresahan; 4 peran egalitarian, kegiatan di sektor publik menyita waktu dan perhatian wanita, dukungan moral dan tingkat kepedulian pria sangat hakiki untuk
menghindari konflik; 5 peran kontemporer, merupakan dampak pilihan wanita untuk mandiri dalam kesendirian. Jumlah golongan ini belum banyak, namun berbagai
benturan dari dominasi pria yang belum tentu peduli pada kepentingan wanita akan meningkatkan populasinya Vitayala dalam Elizabeth 2007.
Pada umumnya di daerah pertanian, banyak kaum istri yang ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan produktif, terutama yang berkaitan dengan kegiatan pertanian dan
pengolahannya. Hasil penelitian Elfandi 2000 menyebutkan keterlibatan perempuan dalam rumah tangga petani kecil di Kabupaten Bogor bukan saja sebagai penanggung
jawab dalam kegiatan rumah tangga, tetati juga sebagai pencari nafkah untuk membantu meningkatkan pendapatan keluarga.
Persepsi tentang Gender
Gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga gender bersifat dinamis dan dapat
berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama dan sistem nilai dari bangsa, masyarakat dan suku bangsa tertentu Narwoko 2006.
Pembentukan arti dan pembagian tugas antara dua individu dalam suatu pasangan suami-isteri, secara langsung dipengaruhi oleh persepsi terhadap gender.
Menurut William dan Best 1990, persepsi tentang gender merupakan kepercayaan normatif tentang bagaimana seharusnya penampilan seorang laki-laki atau perempuan,
apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan, dan bagaimana keduanya berinteraksi. Pandangan normatif mengenai bagaimana seharusnya hubungan
peran antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang dikaitkan dengan kultur 32
budaya disebut sebagai gender role ideology William dan Best 1990. Pandangan mengenai peran gender ini bervariasi sepanjang suatu kontinum, dimulai dari
pandangan tradisional sampai dengan pandangan modern yang menolak norma-norma yang berlaku secara tradisional dan menerima prinsip-prinsip egalitarian atau
kesetaraan. Scanzoni dalam Supriyantini 2002 membedakan pandangan peran gender menjadi dua bagian yaitu peran gender tradisional dan peran gender modern.
a. Peran gender tradisional Pandangan ini membagi tugas secara kaku berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki
yang mempunyai pandangan peran gender tradisional, tidak ingin perempuan menyamakan kepentingan dan minat diri sendiri dengan kepentingan keluarga
secara keseluruhan, sedangkan isteri diharapkan mengakui kepentingan dan minat suami adalah untuk kepentingan bersama. Kekuasaan kepemimpinan dalam
keluarga berada ditangan suami. Perempuan secara tradisional tinggal di rumah, setelah menikah perempuan mencurahkan tenaga untuk suami dan keluarga.
b. Peran gender modern
Dalam peran gender modern, tidak ada lagi pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin secara kaku, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar atau sederajat.
Laki-laki mengakui minat dan kepentingan perempuan sama pentingnya dengan minat laki-laki, menghargai kepentingan pasangannya dalam setiap masalah rumah
tangga dan memutuskan masalah yang dihadapi secara bersama-sama. Perempuan yang berpandangan modern, berusaha memusatkan perhatiannya untuk mencapai
minatnya sendiri yang tidak lebih rendah dari minat suami. Dalam studi tentang gender, terdapat dua teori besar dalam ilmu sosial dalam
memandang relasi gender, yaitu aliran fungsionalisme dan aliran konflik. Dalam memandang pembagian peranan dalam keluarga demi muwujudkan kesejahteraan
keluarga paradigma yang lebih tepat untuk melihat relasi gender tersebut adalah paradigma struktural fungsional.
Keluarga Dipandang dari Teori Struktural Fungsional
Teori ini berkembang untuk menganalisis tentang struktur sosial masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait meskipun memiliki fungsi yang
berbeda. Perbedaan fungsi tersebut justru saling diperlukan untuk saling melengkapi sehingga suatu sistem yang seimbang dapat terwujud. Oleh karena itu konsep gender
menurut teori struktural fungsional dibentuk menurut pembagian peran dan fungsi laki- laki maupun perempuan secara dikotomi agar tercipta keharmonisan antara laki-laki
dan perempuan Narwoko 2004. Teori struktural fungsional dalam melihat sebuah sistem dapat diterapkan dalam berbagai situasi. Sebuah sistem dapat berbentuk apa saja
: keluarga, kelompok, organisasi, klub-klub sosial dan lain-lain. Teori yang dikembangkan oleh Parsons 1964, dan Parsons dan Bales 1956
adalah teori yang paling dominan sampai akhir tahun 1960-an dalam menganalisis institusi keluarga. Penerapan teori struktural-fungsional pada keluarga oleh Parsons
adalah sebagai reaksi dari pemikiran-pemikiran tentang melunturnya atau berkurangnya fungsi keluarga karena adanya modernisasi. Bahkan menurut Parsons,
fungsi keluarga pada zaman modern, terutama dalam hal sosialisasi anak dan tension management untuk masing-masing anggota keluarga, justru akan semakin terasa
penting. Secara strukrural, keluarga merupakan sebuah subsistem di dalam masyarakat.
Keluarga merupakan sebuah sistem yang tidak statis, ia selalu berubah dan beradaptasi dengan perubahan sistem lain yang lebih besar dimana keluarga berada di dalamnya.
Perubahan ini juga dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi antara subsistem dalam keluarga anggota keluarga dengan subsistem lain di luar keluarga, misalnya anggota
dari keluarga lain, lingkungan sekolah, lingkungan kantor dan sebagainya. Semua proses interaksi tersebut, baik antara anggota keluarga maupun luar keluarga
berpotensi menimbulkan konflik yang pada akhirnya dapat menganggu keseimbangan keluarga sebagai sebuah sistem Megawangi 2005. Dengan interaksinya dengan
subsistem-subsistem tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat equilibrium state. Hubungan tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2. Model teori struktural fungsional
Sumber : www.uakron.edu
Untuk menjaga kesinambungan sebuah keluarga, Levy dalam Megawangi 2005 membuat daftar tentang persyaratan struktural yang harus dipenuhi agar
struktur keluarga sebagai sistem dapat berfungsi, yaitu :
1. Diferensiasi peran Untuk menjalankan serangkaian tugas dan aktivitas yang harus dilakukan
dalam keluarga, maka harus ada alokasi peran untuk setiap aktor dalam keluarga. Terminologi diferensiasi peran dapat mengacu pada umur, gender, generasi, juga posisi
status ekonomi dan politik dari masing-masing aktor. 2. Alokasi solidaritas
Merupakan distribusi relasi antar anggota keluarga menurut cinta, kekuatan dan intensitas hubungan. Cinta atau kepuasan menggambarkan hubungan antar anggota,
misalnya keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi lainnya. Hubungan antara bapak
dan anak lelaki mungkin lebih utama daripada hubungan antara suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Sedangkan intensitas adalah kedalaman relasi antar anggota
menurut kadar cinta, kepedulian ataupun ketakutan. 3. Alokasi ekonomi
Merupakan distribusi barang-barang dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Diferensiasi tugas juga ada dalam hal ini, terutama dalam hal produksi,
distribusi dan konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga. 4. Alokasi politik
Merupakan distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas tindakan anggota keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi maka distribusi
kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan. 5. Alokasi integritas dan ekspresi
Merupakan distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku untuk
setiap anggota keluarga. Menurut Parsons, syarat-syarat di atas disebut functional requisits yang harus
selalu ada apabila masyarakat ingin terus langgeng keberadaannya. Syarat-syarat tersebut akan terpenuhi apabila setiap aktor menjalankan perannya sesuai ketentuan
dan memelihara sistem atau organisasi dalam hal ini keluarga tempat ia berada. 35
Penerapan teori struktural fungsional dalam keluarga dicontohkan dengan adanya pembagian tugas dalam keluarga. Levy dalam Megawangi 2005 mengatakan
bahwa tanpa ada pembagian tugas yang jelas pada masing-masing aktor dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu yang selanjutnya akan mempengaruhi
sistem yang lebih besar lagi. Hal ini bisa terjadi kalau ada satu posisi yang perannya tidak dapat dipenuhi, atau konflik akan terjadi karena tidak adanya kesepakatan siapa
yang akan memerankan tugas apa. Apabila ini terjadi, maka keberadaan institusi keluarga tidak akan berkesinambungan.
Supriyantini 2002 menyebutkan bahwa suami-isteri yang ikut terlibat berperan alam urusan rumah tangga akan lebih mampu mengatasi konflik-konflik yang
terjadi dalam urusan rumah tangga tanpa merugikan salah satu pihak dan mengurangi adanya stres pada pasangan karier ganda akibat menumpuknya tugas-tugas dalam
rumah tangga Rowatt dalam Supriyantini 2002. Disamping peranan antara kedua pasangan tersebut, keterlibatan suami dalam
kegiatan rumah tangga terutama dalam pengasuhan anak seperti merawat dan mendidik anak, membersihkan dan merawat rumah, menyiapkan makanan, belanja, mencuci dan
menyetrika, menyiapkan keperluan pribadi dan lain sebagainya sangat diharapkan. Terbukti dalam penelitian Gronseth dalam Supriyantini 2002 yang meneliti 16
pasang suami-isteri yang bekerja, menemukan bahwa dengan ayah dan ibu yang sama- sama mengambil bagian dalam mengasuh anak, kaum pria merasa lebih baik dan
terbuka dengan anak-anaknya, sehingga anak-anak tumbuh dengan kemampuan diri yang lebih tinggi serta keyakinan diri yang lebih besar, cenderung lebih matang dan
dapat bergaul, serta mampu menghadapi berbagai masalah. Perkembangan kemampuan berbahasa pada anak-anak ini juga menjadi lebih tinggi dan dilaporkan bahwa anak-
anak tersebut mendapat nilai pedagogis yang tinggi. Hal ini berkaitan erat dengan rangsangan-rangsangan yang diberikan ayah dalam membantu perkembangan kognitif
anak. Partisipasi suami dalam kegiatan rumah tangga juga dapat meningkatkan rasa
kebersamaan terutama pada keluarga muda yang mempunyai karir ganda. Kehidupan keluarga muda karir ganda ini menimbulkan suatu pola hidup yang lebih kompleks dan
membutuhkan keseimbangan, penyesuaian dan pengertian dari seluruh anggota keluarga agar tercapai suatu kehidupan perkawinan dan kehidupan keluarga yang
memuaskan. Secara umum dikatakan oleh Rowatt 1990 bahwa para suami dan isteri yang secara tulus mencintai pasangannya akan mengalami suatu semangat kerja
sama yang baru. Kesediaan untuk memberikan diri, akan menahan goncangan- goncangan dan perbenturan kekuasaan serta memberi makna kembali kepada
hubungan suami isteri atas dasar keadilan. Pentingnya peranan suami dalam kegiatan rumah tangga akan membantu
menyelamatkan isteri dari kelebihan peran yaitu peran dalam keluarga dan peran dalam masyarakat, sehingga dengan demikian isteri merasa dihargai dan suasana keluarga
akan lebih baik. Seperti yang diungkapkan oleh Sobur dan Septiawan dalam Supriyantini 2002 bahwa bila suami ikut terlibat dalam kegiatan rumah tangga,
minimal isteri akan merasa terbantu karena perhatian suami. Apalagi jika isteri adalah seorang pekerja, ada nilai kemandirian yang harus diterima oleh suami dalam
kehidupan rumah tangga tersebut. Perkawinan merupakan bersatunya dua pihak atau dua posisi dalam kesederajatan, namun dalam mekanisme tugas berbeda-beda sesuai
jenis kelamin, pembawaan, dan kemampuan masing-masing. Supriyantini 2002 menyatakan bahwa keterlibatan suami dalam pekerjaan
rumah tangga dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : a. Pandangan masyarakat yaitu pantas tidaknya seorang suami ikut terlibat dalam
kegiatan rumah tangga sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut dan latar belakang budaya.
b. Adanya komitmen yang harus disetujui bersama oleh pasangan suami-isteri dengan cara kompromi dan saling terbuka antara pasangan tersebut.
c. Adanya sikap saling menghargai antara suami dan isteri sebagai perwujudan atas rasa cinta.
Supriyantini 2002 menyebutkan faktor- faktor yang mempengaruhi suami untuk terlibat dalam kegiatan rumah tangga, berdasarkan beberapa hasil penelitian,
yaitu : a. Waktu luang : suami cenderung lebih mengkontribusikan dirinya untuk tugas
rumah tangga, bila suami memiliki tuntutan waktu untuk bekerja yang lebih sedikit, misalnya pada permulaan karir atau setelah pensiun Rexroat and Shehan, 1987.
b. Orientasi peran gender : menurut penelitian Bird et al 1984, suami yang percaya pada peran egalitarian akan menerima lebih banyak tanggung jawab untuk
pengasuhan anak, persiapan makanan dan membersihkan rumah. c. Pekerjaan isteri : bila isteri memiliki orientasi karir, maka suami akan lebih
berpartisipasi dalam pekerjaan rumah tangga, terutama bila penghasilan isteri lebih besar.
d. Orientasi peran gender isteri : bila isteri semakin berorientasi ekspresif dan pakar, semakin banyak bantuan yang didapatkan dari suaminya Nyquist et al, 1985.
e. Identitas peran gender suami : suami yang lebih ekspresif, lebih banyak membantu isterinya daripada suami yang dominan, agresif dan tangguh secara emosional.
Menurut Olson dan Miller 1984 dalam Supriyantini 2002, berbagai peran dalam pekerjaan rumah tangga, dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam lingkungan
keluarga, diantaranya adalah : a. Networks : Penelitian Bott 1957 menunjukkan bahwa pada keluarga yang dihuni
anggota keluarga lain selain keluarga inti, pemisahan peran antara suami isteri terlihat jelas.
b. Pekerjaan isteri : Isteri yang bekerja di luar rumah mendapat bantuan dari suami dalam pekerjaan rutin rumah tangga Blood Wolfe, 1960. Menurut penelitian
Berk Berk 1979, secara umum bantuan suami sedikit dan terbatas. Hal ini dilihat karena bantuan suami lebih banyak diperoleh pada waktu sore hari ketika
isteri belum pulang dari tempat kerjanya. c. Anak-anak : Pada keluarga dengan tiga atau lebih anak, terdapat bantuan dari
suami, tetapi pada keluarga dengan lima atau lebih anak, bantuan yang didapat lebih sedikit Slocum Nye, 1976. Farkas 1976 menambahkan bahwa bantuan
suami dalam keluarga yang mempunyai anak kecil, hanya terdapat pada keluarga muda isteri kurang dari 35 tahun.
d. Pendidikan : Farkas 1976 berpendapat bahwa pada suami-isteri yang berpendidikan tinggi terdapat keterlibatan suami yang lebih besar, tetapi hanya
pada keluarga muda. e. Penghasilan : Ericksen et al 1979 mendapatkan bahwa penghasilan suami yang
tinggi, mengurangi keterlibatan suami dalam pekerjaan rumah tangga. Dalam menganalisis pembagian peran berdasarkan gender pada keluarga
petani, yang akan dibedakan dalam dua kelompok keluarga petani yang mengusahakan komoditas yang berbeda, yaitu keluarga petani padi sawah dan hortikultura, digunakan
pendekatan perbedaan kondisi agroekosistem dalam mengkaji perbedaan diantara kedua kelompok tersebut. Perbedaan kondisi agroekosistem tersebut dihipotesiskan
akan mempengaruhi bentuk relasi gender dan pembagian peran dalam keluarga dalam melakukan strategi koping, pengambilan keputusan dan pembagian kerja.
Setiap agroekosistem memiliki karakteristik, nilai kemanfaatan ekonomi serta nilai sosial budaya yang khas. Kondisi agroekosistem mempengaruhi kemiskinan
penduduk dengan masing-masing karakteristik sosial ekonominya. Interaksi manusia dengan lingkungan biofisik yang beragam kondisinya ini memberikan bentuk aktivitas
sosial, ekonomi bahkan budaya yang beragam pula Harmiati 2002. BPS 2003 membuat klasifikasi desa dilihat dengan pendekatan ekosistem, yaitu hutan,
pesisirpantai, lahan basah, lahan kering, lahan campuran dan berdasarkan topografi, yakni dataran tinggi dan dataran rendah.
Hasil penelitian Sendow 2001 di Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa, menunjukkan peranan wanita pada usahatani padi sawah tampaknya lebih
dominan dibanding pria. Dalam melakukan proses produksi, wanita mengerjakan hampir semua kegiatan kecuali mengolah lahanmembajak, bahkan turut
melakukan pemasaran hasil produksi. Penelitian Widodo 2006 pada usahatani tembakau, menunjukkan bahwa perempuan pada usahatani tembakau memiliki peran
dalam pekerjaan produktif dan reproduktif. Ikut sertanya perempuan dalam kegiatan produktif sebatas pada kegiatan yang ringan dan membutuhkan ketelatenan. Laki-laki
sama sekali tidak terlibat dalam kegiatan reproduktif. Akses perempuan dalam kegiatan koperasi dan teknologi pertanian sangat terbatas bahkan dapat dikatakan tidak ada
akses sama sekali. Sedangkan dalam aspek kontrol, perempuan memiliki peran yang besar terutama dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan keluarga.
Laki-laki dan perempuan juga memiliki peluang yang sama dalam menikmati keuntungan usahatani yang dijalankan oleh keluarga. Kondisi ini tidak dapat
digeneralisasi untuk mewakili karakteristik pada keluarga yang mengusahakan komoditas tertentu, kondisi sosial budaya setempat juga turut mempengaruhi cara
masyarakat memandang pembagian peran dalam keluarga.
Daerah Pinggiran Perkotaan
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat 1998 membagi wilayah perkotaan ke dalam dua klasifikasi, yaitu wilayah pusat kota dan wilayah
pinggiran perkotaan. Wilayah pusat kota diartikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, sedangkan wilayah pinggiran perkotaan diartikan sebagai satuan
wilayah kecamatan yang berada di luar pusat kota serta kecamatan hasil perluasan dan masih merupakan daerah pengembangan.
Perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan batasan apa yang
dimaksudkan dengan perkotaan, oleh karena adanya hubungan antara konsentrasi 39
penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme. Interaksi dan komunikasi masyarakat desa yang dekat dengan daerah perkotaan akan berbeda
perkembangannya dibandingkan dengan desa yang jauh dari kota. Mengingat berbagai kemudahan dan transformasi, serta pengaruh media massa, maka perkembangan yang
terjadi menjadi lebih cepat dan menjadi suatu kultur baru wilayah pedesaan. Meningkatnya keterbukaan dan aksesibilitas telah mengkibatkan kegiatan pedesaan
semikin memiliki keterkaitan yang besar dengan kegiatan di luar desa. Masyarakat pinggiran perkotaan merupakan masyarakat campuran antara
masyarakat perkotaan dengan pedesaan yang memiliki karakteristik tersendiri yang khas. Pada masyarakat pinggiran perkotaan akan ditemui karakteristik masyarakat kota
yang gesseschaff dan karakteristik masyarakat desa yang lebih bersifat gemeinschaff. Mansyur 1994 lebih lanjut memberikan gambaran karakteristik pinggiran perkotaan
sebagai berikut : 1 masyarakat pinggiran perkotaan dalam tingkah laku sehari-hari sering mempunyai rasa hormat terhadap masyarakat lain, sama halnya dengan
masyarakat desa pada umumnya, 2 nilai-nilai luhur kebiasaan turun temurun atau perbuatan yang hanya berlandaskan kebiasaan yang berawal dari daerah tertentu lama
kelamaan semakin berkurang karena bercampur dengan nilai budaya lain, 3 pola kehidupan mudah berubah dan terpengaruh oleh kemajuan teknologi dan informasi-
informasi baru, 4 pergaulan akrab berdasarkan pada egoisme individu, 5 masyarakat pinggiran perkotaan selalu mengejar kemajuan-kemajuan karena pengaruh
lingkungan, 6 sifat gotong royong masih menjadi kebiasaan tetap. Menurut Mantra 1988, masyarakat desa yang bertempat tinggal di wilayah
pinggiran perkotaan merupakan masyarakat yang memiliki karakteristik dan dinamika perubahan tertentu. Ditinjau dari konsep sistem sosial, masyarakat ini banyak
mengalami proses perubahan baik yang diakibatkan oleh aspek demografis, lingkungan maupun mudahnya kontak dengan dunia luar desa pengaruh pembangunan kota.
Komponen sistem yang mengalami perubahan diantaranya komponen demografis, struktur pertanian, norma, adat istiadat dan komponen sosial ekonomi lainnya.
Percampuran antara karakteristik desa dengan kota yang terpadu dalam satu kesatuan wilayah tentunya akan membentuk kebudayaan tersendiri, baik karena pemudaran
kebudayaan desa maupun penyerapan kebudayaan kota. .
Kerangka Pemikiran
Semakin berkurangnya lahan pertanian terutama di daerah pinggiran perkotaan yang disebabkan oleh terjadinya konversi penggunaan lahan menyebabkan terjadinya
perubahan status sebagian petani dari petani pemilik menjadi penggarap, hal ini semakin menambah tekanan ekonomi bagi petani. Selain itu, kemiskinan yang terjadi
dalam keluarga petani juga dapat disebabkan oleh pengaruh struktur internal dalam keluarga itu sendiri, misalnya pengaruh sumberdaya keluarga, seperti ukuran dan
komposisi usia, jenis kelamin anggota keluarga White dalam Sitorus 1992. Kondisi agroekosistem dimana keluarga petani tersebut tinggal dan menjalankan usahataninya
turut mempengaruhi corak kehidupan sosial ekonomi penduduknya, yang pada akhirnya mempengaruhi pula strategi koping dan manajemen sumberdaya keluarga
yang dilihat dengan menganalisis pembagian peran antara suami dan istri. Pada penelitian ini yang akan menjadi unit analisis adalah keluarga petani padi sawah dan
keluarga petani hortikultura. Kapabilitas keluarga miskin dalam menanggapi goncangan dan tekanan shock
and stres merupakan aspek penting dalam menunjukkan keberfungsian sosial. Secara konseptual aspek ini didasari dari teori coping strategies. Dalam penelitian ini, strategi
dimaksud dapat dipilah menjadi dua yakni strategi yang berkaitan dengan aspek ekonomi dan sosial.
Dalam lingkup strategi ekonomi keluarga, status penguasaan lahan turut mempengaruhi strategi yang dilakukan oleh keluarga petani. Bagi petani lapisan
bawah, yang menjadi subjek dari penelitian ini, pola nafkah yang dilakukan merupakan strategi survival, dimana sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk
menutup kekurangan dari sektor pertanian. White dalam Girsang 1996. Dharmawan
2001 mengelompokkan strategi yang dilakukan oleh keluarga petani strata bawah sebagai berikut :
1. Mengerjakan berbagai jenis pekerjaan Strategi paling sering digunakan oleh keluarga petani miskin untuk dapat
mempertahankan hidupnya, karena mereka hanya memiliki tenaga, sedangkan modal dan keahlian yang dimiliki sangat terbatas. Sitorus 1999 juga
mengemukakan keluarga pedesaan di Indonesia menerapkan pola nafkah ganda sebagai bagian dari strategi ekonomi. Dalam pola itu, sejumlah anggota keluarga
usia kerja terlibat mencari nafkah di berbagai sektor, baik di sektor pertanian 42
maupun luar pertanian, dalam kegiatan usaha sendiri maupun sebagai buruh. Bagi keluarga miskin, arti pola nafkah ganda itu adalah strategi bertahan hidup dimana
sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah yang penting untuk menutup kekurangan dari sektor pertanian White 1991; Sayogyo 1991.
2. Penyebaran tenaga kerja keluarga Keluarga petani pedesaan pada umumnya memiliki anggota keluarga yang besar,
potensi tersebut dipergunakan guna membantu ekonomi keluarga. Dalam strategi ini, wanita seperti juga pria memiliki peran yang sangat penting sebagai pencari
nafkah di dalam dan luar pertanian. Wanita tidak hanya terlibat dalam kegiatan reproduksi yang tak langsung menghasilkan pendapatan, tetapi juga dalam kegiatan
produksi yang langsung menghasilkan pendapatan White 1976; Hart 1986, Sayogyo 1983 dalam Sitorus 1992.
Dalam strategi sosial, Sitorus 1992 mengemukakan bahwa keluarga miskin di pedesaan juga berupaya mengatasi kondisi kemiskinan melalui keterlibatan para
anggotanya dalam beragam lembaga kesejahteraan asli di sektor non produksi. Wanita, seperti juga pria, anggota keluarga miskin terlibat secara nyata dalam beragam
lembaga tersebut Sitorus et al 1992. Kaum wanita biasanya terlibat penuh dalam kegiatan pranata-pranata sosial ekonomi yang mereka bentuk, seperti arisan, kegiatan
pengajian berdimensi kepentingan ekonomi, simpan pinjam, dan jaringan sosial yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga.
Strategi-strategi tersebut merupakan bagian dari manajemen keluarga yang dilakukan oleh keluarga petani. Bentuk tersebut meliputi pembagian tugas,
pengambilan keputusan dan pelaksanaan manajemen keluarga. Pengaruh gender dalam keluarga mempengaruhi pola pembagian peran dalam keluarga.
Perbedaan bentukan budaya antara laki-laki dan wanita pada keluarga mengakibatkan perbedaan peran dalam keluarga. Adanya kontribusi peran
yang berbeda antara laki-laki dan wanita dalam satu keluarga mengakibatkan perbedaan tanggung jawab dalam kegiatan-kegiatan keluarga yang meliputi
kegiatan di sektor domestik dan publik kegiatan ekonomi dan sosial. Kesejahteraan keluarga petani merupakan output dari proses pengelolaan
sumberdaya keluarga dan penanggulangan masalah yang dihadapi keluarga petani. Proses tersebut terangkum secara terpadu sebagai ketahanan keluarga, yang menurut
UU No 10 Tahun 1992 didefinisikan sebagai : ”Kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik material dan
psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan bathin”.
Kesejahteraan terkait dengan keberfungsian keluarga. Keluarga yang bisa menjalankan beragam fungsi yang diembannya, terutama fungsi ekonomi maka memiliki peluang
yang besar untuk sejahtera, dan juga menjalankan fungsi keluarga lainnya seperti fungsi perlindungan dan pendidikan anak Sunarti dan Khomsan 2006.
Secara skematis pada Gambar 3 disajikan kerangka berpikir kajian Peran Gender dalam Strategi koping dan Manajemen Sumberdaya Keluarga Serta
Hubungannya dengan Kesejahteraan Keluarga Petani Padi dan Hortikultura Lapisan Bawah di Daerah Pinggiran Perkotaan.
INPUT
PROSES
OUTPUT
Gambar 3 Kerangka berpikir peran gender dalam strategi koping dan pengambilan keputusan serta
hubungannya dengan kesejahteraan keluarga petani padi dan hortikultura di daerah pinggiran perkotaan
Keluarga petani padi dan hortikultura lapisan bawah di daerah pinggiran perkotaan
Strategi Koping Strategi Sosial :
1.
Memanf aat- kan
organisasi sosial
2.Mencari dukungan
sosial Strategi Ekonomi :
1.Mempertahankan sumberdaya
• Strategi
penghematan 2.Menambah
income sumberdaya
• Pola nafkah ganda
• Penyebaran tenaga
kerja rumah
tangga Kondisi Sosial Ekonomi
Daerah Pinggiran Perkotaan :
Karakteristik demografis
Ketersediaan dan
keterjangkauan pada
lembaga ekonomi,
pendidikan kesehatan
Peran Gender
Pengambilan Keputusan
Tingkat Kesejahteraan Keluarga Petani :
Kriteria BKKBN : Indikator ekonomi BKKBN
Kriteria BPS : Pendapatan per kapitabulan
Kriteria Bank Dunia : Pendapatan per kapitahari
Kesejahteraan subjektif : kesejahteraan perceived Pengambilan keputusan;
dan Pembagian kerja pada kegiatan :
1. Domestik 2. Publik
a. Ekonomi b.Sosial
kemasyarakatan Persepsi tentang
gender Karakteristik keluarga umur,
tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, bantuan
yang diterima, kepemilikan aset
Masalah ekonomi yang
dirasakan keluarga
petani
METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan Singarimbun dan Effendi 1991.
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 bulan yakni dari bulan April 2008 hingga Juli 2009 mulai dari
penulisan proposal, penyusunan instrumen, pengambilan data, analisis data, dan penulisan laporan. Penelitian ini akan dilakukan pada dua lokasi penelitian untuk
melihat perbedaan masing-masing variabel penelitian pada dua kelompok keluarga petani yang mengusahakan komoditas yang berbeda, yaitu usaha tani padi dan
hortikultura. Lokasi yang dipilih adalah Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung untuk usahatani padi dan di Desa Mekarwangi Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat untuk usahatani hortikultura. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kedua lokasi tersebut merupakan desa yang terletak di daerah pinggiran perkotaan daerah peri-urban, yaitu
desa yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung.
Populasi dan Penentuan Sampel
Unit analisis dari penelitian ini adalah keluarga petani lapisan bawah. Kriteria contoh keluarga petani yang utuh bapak, ibu dan anak dan keluarga tersebut
mengusahakan lahan di bawah 0,5 Ha. Responden dari penelitian ini adalah istri. Dari data yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa di Desa Andir Kecamatan Bale
Endah Kabupaten Bandung usahatani padi terdapat sekitar 570 keluarga petani yang menguasai lahan di bawah 0,5 Ha dan juga keluarga buruh tani . Sedangkan di Desa
Mekarwangi Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung usahatani hortikultura terdapat 346 keluarga petani yang menguasai lahan di bawah 0,5 Ha. Penentuan jumlah
contoh total, yaitu n menggunakan rumus Slovin yang dikutip dalam Al-Rasyid 1984 :
1
2
+ =
Nd N
n Keterangan :
n = ukuran contoh total yang akan diambil d = nilai presisi yaitu sebesar 5
N = populasi keluarga petani 46
Dari hasil penggunaan rumus di atas, diperoleh nilai n untuk keluarga petani padi sebanyak 45 keluarga, dibulatkan menjadi 50 keluarga; dan untuk keluarga
petani hortikultura sebanyak 40 keluarga, dibulatkan menjadi 50 keluarga. Selanjutnya untuk proses pengambilan contoh, di masing-masing desa lokasi penelitian ditentukan
masing-masing tiga RW yang memiliki jumlah penduduk yang berprofesi sebagai petani terbanyak. Kerangka sampling diperoleh berdasarkan rekomendasi ketua RW
ataupun ketua kelompok tani di RW tersebut, kemudian penentuan contoh akan menggunakan teknik cluster random sampling. Diagram pengambilan contoh dapat
dilihat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4 Diagram penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
1. Pengamatan langsung, yaitu pengumpulan data dengan observasi langsung pada obyek penelitian.
2. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan tatap muka dan wawancara langsung dengan contoh penelitian dengan menggunakan pedoman
wawancara terstruktur dalam bentuk kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data yang akan dikumpulkan mencakup karakteristik keluarga masyarakat
pinggiran perkotaan, strategi koping yang dilakukan keluarga petani di pinggiran perkotaan, manajemen sumberdaya keluarga dan tingkat kesejahteraan petani
Tabel 2. Kuesioner telah diuji reabilitasnya, dengan hasil sebagai berikut : a. Persepsi gender dengan nilai α = 0,7760
b. Strategi penghematan dengan nilai α = 0,7459 c. Strategi penambahan sumber daya dengan nilai α = 0,6264
n = jumlah sampel total 100 kel petani
Kelurahan Andir Kec. Bale Endah Desa Mekarwangi Kec. Lembang
Keluarga petani padi sawah n = 50 Keluarga petani hortikultura n = 50
Purposive
RW 6 RW 7
RW 12 RW 1
RW 2 RW 9
Purposive n = 17
n = 17 n = 16
n = 17 n = 17
n = 16
Acak
d. Strategi sosial dengan nilai α = 0,6879 e. Pengambilan keputusan dalam strategi koping dengan nilai α = 0,6949
f. Pengambilan keputusan dalam aktivitas keluarga α = 0,6559 g. Pembagian kerja dalam keluarga dengan nilai α = 0,6324
h. Persepsi kesejahteraan keluarga dengan nilai α = 0,6280 3. Indepth interview, yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara
mendalam dengan informan kunci atau responden terpilih untuk memperoleh informasi lebih mendalam dan mengklarifikasi informasi yang diperoleh
sebelumnya. 4. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian
yang sudah ada, kajian pustaka yang relevan dengan penelitian, serta data yang sudah ada di instansi pemerintah dan instansi terkait lainnya buku, internet, media
massa, serta sumber lainnya. Data sekunder yang dikumpulkan mencakup informasi geografi dan demografi lokasi penelitian serta dokumentasi yang terkait
dengan topik penelitian Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan informasi yang akan diambil
No Variabel
Jenis Informasi yang Akan Diambil Metode yang Digunakan
1. Karakteristik
keluarga Umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota
keluarga Wawancara
Kondisi sosial ekonomi
keluarga Mata pencaharian utama pertaniannon
pertanian; aset keluarga kepemilikan tempat tinggal; kondisi tempat tinggal;
kepemilikan alat transportasi; perabot rumah tangga; kepemilikan tabungan;
keikutsertaan dalam organisasi sosial; Pemilikan dan penguasaan aset produksi :
status penguasaan lahan milik, sewa, sakap, buruh tani; Rasio hutang terhadap
aset; Bantuan yang diterima Wawancara, observasi
2 Persepsi
tentang gender Persepsi istri terhadap peran gender dalam
keluarga Wawancara
3 Peran Gender
Pembagian peran pengambilan keputusan dan pembagian kerja antara suami dan istri
dalam hal strategi koping dan manajemen sumberdaya keluarga yang dilakukan oleh
keluarga petani. Wawancara
4 Kondisi sosial
ekonomi daerah
pinggiran perkotaan
1. Keadaan umum wilayah. 2. Karakteristik demografi.
3. Ketersediaan dan keterjangkauan pada lembaga ekonomi, pendidikan dan
kesehatan. Profil desa serta instansi
terkait, wawancara 48
Tabel 2 Lanjutan No
Variabel Jenis Informasi yang Akan Diambil
Metode yang Digunakan 5
Masalah ekonomi
Masalah ekonomi yang dirasakan keluarga pada saat kondisi normal ataupun musim
paceklik. Wawancara
6. Strategi koping
yang dilakukan dalam
menghadapi kemiskinan
1. Strategi ekonomi keluarga a.Mempertahankan sumberdaya
• Strategi penghematan
b. Menambah income sumberdaya •
Pola nafkah ganda •
Penyebaran tenaga kerja keluarga 2. Strategi sosial : pemanfaatan organisasi
sosial, mencari dukungan sosial Wawancara dengan RT
kasus serta observasi
Pengambilan keputusan
Siapa yang memutuskan untuk melakukan strategi koping strategi ekonomi dan sosial
Wawancara dengan RT kasus serta observasi
7 Pengambilan Keputusan dalam Aktivitas domestik dan publik
Pengambilan keputusan
1. Aktivitas domestik : terdiri dari pengambilan keputusan untuk kegiatan
penyediaan makanan, pendidikan anak, kesehatan anggota keluarga, keuangan,
pemeliharaan rumah tangga dan reproduksi keluarga
2. Aktivitas publik : Aspek ekonomi : terdiri dari kegiatan
memperoleh akses kredit, akses input produksi, akses teknologi industri, akses
teknologi
pengolahan, latihan
keterampilan, pemasaran produk, tenaga kerja, informasi harga produk, kegiatan
usahatani pembibitan, penyiapan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan,
pemberantasan hama, panen, pasca panen; dan kegiatan ekonomi di bidang
non usahatani
a. b. Aspek sosial kemasyarakatan : terdiri dari partisipasi pada kegiatan gotong
royong, selamatan, perayaan, keagamaan, PKK atau posyandu, kelompok tani
Wawancara dengan RT kasus serta observasi.
Pembagian kerja
1. Aktivitas domestik, terdiri dari kegiatan mengasuh anak merawat anak sehari-
hari, merawat anak jika sakit, mendampingi anak belajar, memasak
dan pemeliharaan rumah tangga.
2. Aktivitas publik, terdiri dari kegiatan : a. Aspek ekonomi : terdiri dari kegiatan
memperoleh akses kredit, akses input produksi, akses teknologi industri, akses
Wawancara dengan RT kasus serta observasi.
Tabel 2 Lanjutan No
Variabel Jenis Informasi yang Akan Diambil
Metode yang Digunakan terhadap teknologi pengolahan,
pelatihan keterampilan, pemasaran
produk, tenaga kerja, informasi harga produk,
kegiatan usahatani
pembibitan, penyiapan
lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan,
pemberantasan hama, panen, pasca panen; dan kegiatan ekonomi di
bidang non usahatani.
b. Aspek sosial kemasyarakatan : terdiri dari partisipasi pada kegiatan gotong
royong, selamatan,
perayaan, keagamaan, PKK atau posyandu,
kelompok tani 3. Curahan waktu yang digunakan suami
dan istri untuk melakukan aktivitas domestik, produktif, sosial, personal,
dan waktu luang
8. Tingkat
kesejahteraan keluarga petani
Kesejahteraan objektif kriteria BKKBN BPS, Bank Dunia dan subjektif
kesejahteraan perceived Wawancara
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan Dalam proses ini seringkali digunakan statistik untuk
meyederhanakan data penelitian menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah dipahami. Analisis data pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan
dan pengaruh yang terjadi antar berbagai peubah untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesis penelitian. Data akan dianalisis
dengan metode deskriptif dan metode inferensia, setelah seluruh data dientry ke dalam computer, kemudian diolah dengan menggunakan SPSS for Windows versi 10.0.
Tahapan pengolahan data meliputi: 1 Editing data, yang bertujuan untuk menyeleksi data guna menghindari kesalahan
dan penyimpangan sewaktu pengumpulan data di lapangan. 2. Tabulasi data, yang dilakukan setelah penyeleksian data.
3. Pembuatan tabel analisis. 50
Teknik analisis data yang digunakan adalah : 1. Analisis Deskriptif
Analisis ini dilakukan untuk menggambarkan kondisi masing-masing peubah yang mempengaruhi kesejahteraan petani. Tujuan utamanya adalah untuk
membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti secara objektif. Dalam penelitian
ini digambarkan mengenai strategi koping, pola pengambilan keputusan dan pembagian kerja berdasarkan gender yang dilakukan oleh keluarga petani padi
sawah dan petani hortikultura, serta tingkat kesejahteraan secara berdasarkan kriteria BKKBN maupun kesejahteraan yang dirasakan oleh responden.
Mengacu pada analisis yang dilakukan oleh Iskandar 2007, pada penelitian ini hanya akan digunakan kriteria kesejahteraan berdasarkan alasan
ekonomi dengan menggunakan enam indikator kesejahteraan BKKBN yaitu : 1 makan 2 kali sehari; 2 lantai sebagian besar dari tanah; 3 tidak mempunyai
pakaian yang berbeda; 4 makan dagingtelurikan minimal 1 minggu sekali; 5 membeli baju baru minimal sekali setahun; 6 luas lantai rumah rata-rata 8 m
2
anggota keluarga. Cut off point yang ditetapkan untuk keenam indikator tesebut adalah 100, artinya apabila nilai yang dihasilkan atau keenam indikator
kesejahteraan dipenuhi oleh responden maka keluarga tersebut masuk ke dalam kategori keluarga sejahtera, tetapi jika nilai yang dihasilkan 100 atau seluruh
indikator atau salah satunya tidak dipenuhi oleh responden maka keluatga tersebut dikategorikan ke dalam keluarga miskin.
Untuk melengkapi indikator kesejahteraan berdasarkan kriteria ekonomi BKKBN, digunakan kriteria kesejahteraan berdasarkan persepsi keluarga. Cut off
point yang ditetapkan adalah 0,75, yang mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Rambe 2004. Arti dari nilai ini adalah apabila nilai yang dihasilkan dari
jawaban responden atas 30 butir pertanyaan tersebut atau = 75 dari skor ideal maka responden tersebut masuk dalam kategori tidak miskin, tetapi apabila nilai
yang dihasilkan 0,75 maka responden tersebut masuk ke dalam kategori miskin. Dalam mengukur persepsi tentang gender, untuk pertanyaan no 1-10
digunakan skor 0 untuk jawaban setuju dan 1 jika tidak setuju, untuk pertanyaan no 11-20 digunakan skor 1 untuk jawaban setuju dan 0 jika tidak setuju.
Analisis terhadap persepsi gender ini dilakukan untuk melihat sejauhmana istri 51
melihat peran berdasarkan gender. Semakin tinggi skor yang diperoleh, semakin tinggi pula tingkat kesetaraan gender dalam keluarga.
Variabel permasalahan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga diukur menggunakan skala ordinal, dengan skor 1 jika jawaban sama sekali tidak; 2
kadang-kadang; 3 sering; 4 selalu. Variabel strategi koping juga diukur menggunakan skala ordinal, yaitu 1 jika tidak pernah dilakukan; 2 kadang –
kadang dilakukan; 3 sering dilakukan; 4 selalu dilakukan. Untuk menyamakan satuan yang digunakan maka semua skor yang
diperoleh dikonversi dalam bentuk persen 0-100. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
X- Nilai Minimum X Y =
x 100 ............................ 1 Nilai Maksimum X – Nilai Minimun X
Keterangan : Y= skor dalam persen
x = skor yang diperoleh untuk tiap contoh Komposit skor yang diperoleh dikategorikan ke dalam tiga kategori yakni
rendah, sedang dan tinggi. Secara umum pengkategorian yang digunakan adalah rendah skor 33.3, sedang skor 33.4-66.7 dan tinggi skor 66.8-100.0.
Pengolahan data mengenai peran gender dalam pengambilan keputusan, dilakukan dengan memberi skor sebagai berikut : 1 jika keputusan diambil hanya
oleh istri saja; 2 jika pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama, tetapi istri lebih dominan; 3 jika pengambilan keputusan dilakukan secara
bersama-sama oleh suami dan istri; 4 jika pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama, tetapi suami lebih dominan; 5 jika keputusan diambil hanya
oleh suami saja. Kemudian skor tersebut diubah dalam bentuk persen. Pengkategorian skor komposit mengenai peran gender ini dibagi menjadi tiga
kelompok sebagai berikut diadopsi dari hasil penelitian Puspa 2007 : -
Istri dominan : 70 dari total skor pengambilan keputusan
- Setara : 50-69,9 dari total
skor pengambilan keputusan 52
- Suami dominan : 50 dari total skor
pengambilan keputusan
Pengolahan data mengenai pembagian kerja dalam keluarga, dilakukan dengan memberi skor sebagai berikut : 1 jika pekerjaan dilakukan oleh istri saja;
2 jika pekerjaan dilakukan secara bersama-sama oleh suami dan istri; 3 jika pekerjaan dilakukan oleh suami saja; 4 jika pekerjaan dilakukan oleh pihak lain
anak atau tenaga di luar keluarga. Kemudian skor tersebut diubah dalam bentuk persen. Pengkategorian skor komposit mengenai peran gender ini dibagi menjadi
tiga kelompok sebagai berikut diadopsi dari hasil penelitian Puspa 2007 : -
Istri dominan : 25 dari total skor
pembagian kerja -
Setara : 25 - 49,9 dari total skor pembagian kerja
- Suami dominan : 50 - 75 dari total
skor pembagian kerja -
Lainnya : 75 dari total skor pembagian kerja
Untuk menganalisis perspektif gender berdasarkan pendekatan analisis Harvard dan Mosher yang diterapkan dalam pola pengambilan keputusan dan
pembagian kerja dalam keluarga dilakukan re-skoring terhadap jawaban responden dengan skor sebagai berikut : 1 jika keputusan diambil hanya oleh istri saja atau
suami saja; 2 jika istri atau suami terlibat dalam pengambilan keputusan, tetapi salah satu pihak suami atau istri lebih dominan; 3 jika pengambilan keputusan
dilakukan secara bersama-sama oleh suami dan istri. Kemudian skor yang diperoleh dikompositkan menggunakan rumus 1, dan dibagi ke dalam tiga
kategori perspektif rendahbias gender skor 33,3, perspektif sedangperspektif gender skor 33,4-66,7 dan perspektif tinggiresponsif gender skor 66,8-100,0.
2. Uji beda t, untuk melihat perbedaan strategi koping yang dilakukan, pengambilan keputusan dalam strategi koping dan manajemen sumberdaya keluarga, pembagian
kerja dalam keluarga, curahan waktu yang dilakukan oleh keluarga petani padi dan hortikultura.
3. Korelasi Rank Spearman, untuk menganalisis hubungan antar variabel :
Keterangan : R
S
= Koefisien Korelasi Rank Spearman d
i
= Perbedaan antara kedua ranking n
= Banyaknya sampel 4. Analisis regresi regresi logistik, untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kesejahteraan keluarga petani secara objektif dan subjektif, dengan model regresi logistik sebagai berikut :
P x = e
α +
β 1x1 +
β 2x2 +
β 3x3 +
β 4x4 + …….……..
+ β
18x18+ ε
1 + e
α + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 + …….. + β18x18+ ε
Keterangan : P x = peluang kesejahteraan 0 = tidak sejahtera, 1 = sejahtera
α = Konstanta β = Koefisien regresi
e = Eksponen ε = Error Galat
X
1
= umur suami X
12
= Kemudahan mengakses koperasi X
2
= umur istri X
13
= Kemudahan mengakses sektor industri X
3
= tingkat pendidikan suami X
14
= Kemudahan memperoleh pendidikan X
4
= tingkat pendidikan istri X
15
= Kemudahan menjangkau Puskesmas X
5
= jumlah anggota keluarga X
16
= Total skor strategi penghematan X
6
= pendapatan per kapita X
17
= Total skor strategi penambahan sumberdaya X
7
= Jumlah anggota keluarga yang bekerja
X
18
= Total skor strategi sosial X
8
= Perolehan bantuan langsung tunai X
19
= Pengambilan keputusan dalam strategi koping X
9
= Perolehan bantuan raskin X
20
= Pengambilan keputusan dalam aktivitas domestik dan publik
X
10
= Perolehan bantuan Askeskin X
21
= Pembagian kerja dalam aktivitas domestik dan publik
X
11
= Kemudahan mengakses pasar
N
6 ∑ d
i 2
i=1
n
n
2
– 1
1
–
R
S
= 54
Definisi Operasional 1. Keluarga petani adalah keluarga yang sekurang-kurangnya satu anggota
keluarganya bermatapencaharian sebagai petani