74
dengan lebih baik. Bu W berasumsi bahwa E menjadi sulit bersosialisasi karena mendapatkan tekanan dari ibunya dalam hal akademik. Namun menurut peneliti
hal tersebut perlu ditinjau lebih lanjut. Setelah mewawancarai Bu W, peneliti kemudian mewawancarai Pak D selaku guru matematika kelas IV B atau
Informan II.
4.1.3 Wawancara dengan Informan II
Menurut Pak D, E merupakan siswa yang pandai, tidak hanya pada mata pelajaran matematika, namun juga mata pelajaran yang lainnya. Ketika tidak bisa
mengerjakan soal atau merasa kesulitan, ia berani maju ke depan untuk bertanya. Namun, E sangat jarang mengangkat tangan ketika bertanya. Ia juga tidak pernah
ditegur karena mengobrol atau membuat kegaduhan di kelas. Ia dikenal sebagai siswa yang tenang dan pintar, layaknya impian semua guru menurut perkataan
Pak D. Namun Pak D mengaku kurang memahami latar belakang E, sebab beliau bukanlah wali kelas E dan tidak mengajar E setiap hari. Beliau juga belum pernah
bertemu apalagi berinteraksi dengan orang tua E. Setahu Pak D, E adalah siswa yang pandai dan baik-baik saja, serta tidak terlihat mengalami kecemasan
menghadapi matematika.
Selama dua semester ini, Pak D telah mengampu mata pelajaran matematika di kelas IV. Ketika peneliti bertanya tentang bagaimana pendekatan yang
dilakukan Pak D dalam mengaj ar, beliau menjelaskan,”A
walnya biasanya klasikal, kemudian nanti kalo ada anak yang kesulitan baru dikasih pendekatan
tersendiri
.” Beliau hafal para siswa yang menonjol di kelas yang diampunya. Ketika peneliti menanyakan siapa siswa yang menonjol di mata pelajaran
75
matematika , beliau langsung menyebutkan E. “
E itu daya tangkapnya bagus ya. Ya..pernah sih sesekali nggak ngerjain PR. Tapi dia nilainya memang bagus-
bagus. Kalau ngga bisa ngerjain berani tanya ke depan. Disuruh ngerjain soal di depan kelas juga pasti bener, walaupun agak malu-malu. Ya biasa ya anak-anak
kalo malu-malu
.” Sama seperti pernyataan Bu W, menurut Pak D, E juga
merupakan anak yang pendiam.
Menurut Pak D, E bukan seorang anak yang suka membuat kegaduhan di kelas. Menurut beliau, E bukan anak yang senang menjadi pusat perhatian.
“
Nilainya bagus-bagus mbak. Dari 33 siswa dia masuk 5 besar kok. Nggak cuma matematika kayaknya pelajaran yang lain juga bagus dia
.
Tapi ya itu, pendiam banget. Kayak gong, kalau ra ditabuh ra muni
.” Maksudnya seperti gong, kalau
tidak dipukul tidak akan berbunyi, begitu menurut penuturan Pak D. 4.2.4 Wawancara dengan Informan III
Informan III dalam penelitian ini adalah Bu L, yakni ibu kandung E. Peneliti telah menyiapkan 10 pedoman wawancara yang akan peneliti gunakan
untuk mewawancarai Bu L. Namun tidak menutup kemungkinan apabila sepanjang proses wawancara dengan Bu L pertanyaan yang peneliti ajukan bisa
saja bertambah, menyesuaikan dengan jawaban yang diberikan Bu L. Sehari-hari Bu L adalah seorang ibu rumah tangga. Beliau lah yang menjemput E sekolah
setiap harinya. Sesuai dengan jawaban Bapak H, Bu L lah yang mendampingi E dalam mata pelajaran hafalan. Ketika peneliti menanyakan mengapa bukan Bu L
yang mendampingi E belajar matematika , beliau menjawab,”
Jadi selama ini, kadang yang membimbing dia tu saya, tapi hanya pelajaran tertentu aja mbak.
76 Kadang kalau matematika tu karena apa ya..karena saya tu, kalau matematika
kan beda ya, dari waktu SD kita beda, kadang yang lebih telaten tu bapaknya
.” Beliau mengatakan bahwa beliau tidak ada masalah dengan pelajaran matematika,
hanya saja menurut beliau perbedaan materi yang diajarkan antara jaman dahulu dan jaman sekarang membuat Bu L kesulitan dalam mengajarkan ke anak, oleh
sebab itu pendampingan dalam belajar matematika beliau serahkan pada Bapak H. meskipun Bapak H yang mendampingi E belajar, namun Bu L mengatakan bahwa
beliau yang paling bereaksi apabila E mendapatkan nilai matematika dibawah KKM.
Kemudian ketika peneliti menanyakan tentang reaksi Bu L apabila E mendapatkan nilai yang rendah, Bu L menjawab
,”Kalau dulu saya agak marah
ya..kecewa. tapi setelah berjalannya waktu ternyata tu nggak baik. Terkadang saya tu kok aduh, kok aku marah, padahal kan prestasi anak tu nggak dilihat dari
nilai aja
.” Ketika menjawab demikian, Bu L terlihat berkaca-kaca dan suaranya melirih. Sembari menjelaskan, pandangannya tertuju ke luar pintu hingga air
matanya hampir menetes. Peneliti menanyakan tentang bentuk kemarahan seperti apa yang Bu L lakukan terhadap E, namun beliau enggan menjelaskan lebih
banyak dan hanya berkata :
ya pokoknya marah
. Bu L cenderung tertutup mengenai kemarahan seperti apa yang beliau lampiaskan kepada E jika E
mendapatkan nilai yang jelek. Hal tersebut persis dengan yang dikatakan oleh E. E berkata apabila nilainya jelek, ia akan dimarahi ibunya. Bersadarkan wawancara
dengan Bu L, didapatkan informasi bahwa di masa lalu, Bu L pernah memarahi E PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
ketika E mendapatkan nilai yang jelek, sehingga hal tersebut menimbulkan kecemasan pada diri E.
Kecemasan yang dialami oleh E rupanya bersumber dari reaksi Bu L ketika mengetahui E mendapatkan nilai yang rendah. Pada penelitian ini, ayah dan
ibu menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap nilai yang didapatkan oleh anaknya. Hal tersebut terjadi pada kasus E. Berdasarkan wawancara dengan
Bapak H yang telah peneliti lakukan terlebih dahulu, Bapak H mengaku tidak pernah memarahi E jika E mendapatkan nilai yang jelek, beliau lebih cenderung
menanyakan bagian mana yang belum E pahami. Mungkin karena itu E tidak mencemaskan reaksi Bapak H jika mengetahui nilainya jelek, karena E sudah tau
beliau akan membantunya memahami materi tersebut, bukan memarahinya. Berbeda lagi dengan Bu L, beliau berkata bahwa dulu pernah memarahi E ketika
E mendapatkan nilai yang jelek, dan kini E mengalami kecemasan belajar karena ia takut dimarahi lagi jika mendapatkan nilai yang jelek. Pola asuh yang
diterapkan ayah dan ibu dalam satu rumah tangga rupanya berbeda-beda. Peneliti juga menggali informasi tentang pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua Bu L semasa beliau kecil, apakah hal tersebut berpengaruh pada pola asuh yang Bu L terapkan terhadap E atau tidak. Setelah mewawancarai Bu L,
didapatkan informasi bahwa sedikit banyak Bu L menerapkan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua beliau dahulu dalam mengasuh E dan T, kakak
perempuan E. Contohnya adalah penerapan jadwal kegiatan E, misalnya : pukul 14.00 E harus tidur siang, kemudian pukul 17.00 E harus mandi, selanjutnya
pukul 18.30 saatnya E belajar. Tentang hal tersebut Bu L yang mengatur kegiatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
E di rumah. Sedangkan T lebih diatur dalam hal permainan dengan teman sebayanya. Bu L rela mengantar-jemput T ketika ia bermain dengan teman-teman
sekolahnya. Menurut Bu L, hal tersebut beliau lakukan mengingat T adalah seorang anak perempuan yang dianggap lebih rawan terkena bahaya. Hal-hal
tersebut yang beliau ambil dari pola asuh orang tua beliau dahulu. Bu L mengatakan bahwa beliau juga menerapkan sistem
reward
dan
punishment
. Menurut Bu L, E sangat menyukai mobil-mobilan merk
hotwheels
. Sehingga setiap kali E mendapatkan nilai yang memuaskan, Bu L dengan senang
hati membelikan
hotwheels
untuk E sebagai
reward
. Menurut peneliti, selama proses wawancara berlangsung bagian inilah yang paling seru. Bu L banyak
bercerita tentang hobi E. E sangat kegirangan ketika mendapatkan mobil-mobilan baru, hingga terkadang ia membawa mobil-mobilannya tidur bersamanya. Bu L
bahkan menunjukkan kepada peneliti koleksi mobil-mobilan E yang jumlahnya lebih dari 2 lusin. Lucu rasanya membayangkan E memainkan miniatur-miniatur
mobil yang sangat canggih ini. Sangat mirip dengan aslinya dan hampir semua warna telah E miliki. Menurut Bu L, jika hal tersebut dapat memotivasi E untuk
belajar lebih rajin lagi, tidak ada salahnya memberikan hadiah untuk E. Kemudian
punishment
yang beliau terapkan terhadap E adalah, apabila E mendapatkan nilai yang rendah, maka beliau akan memasukkan E ke lembaga bimbingan belajar. Bu
L tahu betul E sangat tidak menyukai hal tersebut, namun ketika peneliti bertanya mengapa E tidak mau diikutkan les tambahan, Bu L mengaku tidak mengetahui
penyebabnya. Meskipun terkesan lebih tegas dalam mengasuh E, Bu L mengatakan bahwa E lebih dekat dengannya daripada dengan Bapak H.
79
Menurut Bu L, anak laki-laki memang biasanya lebih dekat dengan ibunya. Bu L bercerita ketika E mengeluh bosan belajar, kemudian Bu L
berinisiatif mengajak E berkeliling desa sekitar tempat tinggal mereka, atau sekedar mampir ke warung bakso untuk makan siang. Setelah dirasa cukup maka
mereka akan pulang dan E akan kembali belajar. Sepengetahuan Bu L, E agak kesulitan dalam mata pelajaran hafalan seperti PKn, sehingga beliau membantu E
untuk mempelajarinya dengan cara memberi
highlight
atau stabilo pada kalimat yang penting. E juga tidak menyukai olahraga dan pelajaran seni, khususnya seni
musik. Hal tersebut dapat dilihat melalui nilai praktek olahraga E di sekolah, meskipun nilainya rata-rata dan tidak di bawah KKM. Kata Bu L, E senang sekali
menggambar mobil-mobilan yang ia koleksi, hasil gambarannya pun bagus dan hampir mirip. E juga senang bermain dengan onderdil-onderdil mobil kecilnya
dan merangkainya menjadi sebuah mobil yang utuh. Apabila sedang serius bermain, E sangat tenang dan sama sekali tidak berisik.
Bu L menyadari bahwa E tumbuh sebagai anak yang pendiam. Hal tersebut ia ketahui dari Bu W, wali kelas E. E memang sangat pendiam di
kelasnya. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian. Menurut Bu L, E kurang pandai bergaul. Mungkin hal tersebut terjadi karena E sangat jarang bermain dengan
teman sebayanya. Sebab kondisi rumah E yang saling berjauhan satu sama lain. Di daerah tempat tinggal E, jarak satu rumah dengan yang lainnya kurang lebih
sampai 200 meter, itu pun terpisahkan oleh rel kereta dan juga persawahan. Lagipula, sepulang sekolah E sudah kelelahan belajar, dan ia selalu tidur siang,
80
sehingga ketika ingin bermain, E hanya bermain game online lewat laptop atau lewat gadget, demikian informasi yang diperoleh dari Bu L.
Hal terakhir yang ingin peneliti ketahui adalah harapan Bu L terhadap E, kemudian beliau menjawab,”
Kalau saya sederhana ya mbak ya, asal dia menjadi anak yang baik, rendah hati, terus dia mempunyai apa ya istilahnya..kepribadian
yang baik dan juga berguna bagi masyarakat
.” Bu L tidak pernah memaksakan E untuk menjadi seperti yang beliau inginkan. Bu L membebaskan E untuk menjadi
apa yang ia mau, asalkan E bertanggungjawab dengan pilihannya, beliau akan memberi dukungan penuh terhadap perkembangan E. demikianlah akhir
wawancara peneliti dengan Bu L. Ketika peneliti dan teman peneliti telah berpamitan dengan Bu L, beliau
masih sempat bertanya tentang perilaku E di sekolah. Kami bahkan mengobrol lagi di gerbang rumah Bu L. Namun obrolan ini cenderung lebih santai dan
berlangsung tanpa rekaman seperti sebelumnya. Peneliti kemudian bercerita bahwa peneliti telah menunaikan 3 bulan mengajar di kelas E, dan sepanjang
pengamatan peneliti ketika mengajar di kelas E, E memang cenderung pendiam. Bu L terlihat sangat bersemangat ketika peneliti mengatakan bahwa E adalah anak
yang pendiam, beliau semakin antusias dan menanyakan bagaimana hasil belajar E ketika peneliti melakukan praktek mengajar. Peneliti mengatakan bahwa E
adalah anak yang cerdas, hanya saja sangat pendiam. Lembar Kerja Siswa selalu ia kumpulkan tepat waktu, hasilnya pun memuaskan. Namun jika peneliti
melontarkan pertanyaan lisan ke seluruh penjuru kelas, E masih ragu untuk angkat tangan. Mendengar hal tersebut, Bu L mengakui bahwa E memang siswa yang
81
pendiam ketika di sekolah, namun menurut pengakuan beliau, E seperti anak-anak biasanya jika sedang di rumah. Bu L pun sempat menebak-nebak penyebab E
menjadi sangat pendiam, mungkin karena ia jarang bersosialisasi dengan anak seusianya di luar rumah, sehingga hal tersebut terbawa sampai ke sekolah.
Bu L juga mengatakan bahwa sesungguhnya beliau tidak melarang E bermain di luar, hanya saja lingkungan tempat tinggal mereka yang terletak di
pinggir jalan membuat Bu L khawatir akan keselamatan E. Mengingat maraknya kasus penculikan yang terjadi belakangan ini, peneliti pun memaklumi hal
tersebut. Selain itu, di depan rumah E adalah jalan raya yang seringkali dilalui truk-truk pengangkut pasir maupun muatan lainnya. Meskipun bukan jalan utama,
namun jalan tersebut difungsikan sebagai jalur alternatif yang cenderung lebih dekat dengan tempat yang dituju oleh truk-truk tersebut. Hal-hal tersebutlah yang
membuat Bu L khawatir akan keselamatan E, jika ia bermain di luar rumah. Lagipula, menurut sepengakuan Bu L, di daerah tempat tinggal mereka tidak
banyak anak yang seusia E. Kalaupun ada, mereka tinggal jauh dari tempat tinggal E, di dalam perkampungan. Hal tersebutlah yang menyebabkan E sulit dalam
bersosialisasi.
4.1.5 Wawancara dengan Informan IV