Ciri-ciri Individu Perbedaan Audit dengan auditor Jenis-Jenis Audit

performan yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.

2.2.2.5. Ciri-ciri Individu

Menurut pandangan intcraktif dari stres, stres ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana dia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi sejauh mana dia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi- reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas, maka faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.

2.2.2.6. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan

Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stress flight atau freeze berdiam diri. Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres. Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain Margiati, 1999:78-79 : a bekerja melewati batas kemampuan, b kelerlambatan masuk kerja yang sering, c ketidakhadiran pekerjaan, d kesulitan membuat kepulusan, e kesalahan yang sembrono, f kelalaian menyelesaikan pekerjaan, g lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri, h kesulitan berhubungan dengan orang lain, i kerisauan tentang kesalahan yang dibuat, j Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.

2.2.3. Komlpleksitas Tugas

Definisi Kompleksitas tugas adalah keragaman aspek tugas dalam suatu jabatan dan persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas yang disebabkan oleh terbatasnya kapabilitas, dan daya ingat serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang dimiliki oleh seorang pembuat keputusan.

2.2.3.1 Kompleksitas Pikiran

Keterbukaan pikiran mensyaratkan adanya kompleksitas pikiran yang tinggi. Kompleksitas pikiran adalah derajat kemampuan untuk memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan menyelesaikannya dengan melibatkan berbagai sudut pandang pula. Dengan kompleksitas pikiran yang tinggi, manusia mampu melakukan differensiasi dan integrasi dalam menanggapi berbagai hal yang dihadapinya. Yang dimaksud dengan diferensiasi adalah persepsi terhadap dimensi-dimensi yang berbeda dari setiap hal yang menjadi objek perhatian, penggunaan sudut padang perspektif yang berbeda dalam menafsirkan dan menilai objek yang menjadi perhatian. Sedangkan integrasi merujuk pada perkembangan kemampuan menemukan hubungan konseptual antara dimensi- dimensi dan sudut pandang yang berbeda itu. Berdasarkan definisi diferensiasi dan integrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa kompleksitas pikiran merupakan suatu faktor pada diri manusia yang berperan dalam menentukan kemampuan penerimaan terhadap berbagai pandangan, pendapat dan penilaian yang berbeda-beda serta kemampuan untuk memandang suatu hal dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Semakin tinggi kompleksitas pikiran seseorang, semakin tinggi kemampuannya menerima berbagai pandangan, pendapat dan penilaian yang berbeda-beda dan semakin tinggi pula kemampuannya untuk memandang suatu hal dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. 2.2.3.2. Faktor-faktor Kompleksitas Pikiran Kebiasaan bertukar peran dengan orang lain yang memiliki latar belakang berbeda meningkatkan kemampuan seseorang dalam menilai suatu hal dari berbagai sudut pandang Kohlberg, 1984. Begitu pula dengan kebiasaan diskusi dengan pihak-pihak dari berbagai latar belakang. Kedua faktor ini meningkatkan kemampuan diferensiasi yang merupakan unsur dari kompleksitas pikiran. Lingkungan keluarga kondusif untuk menumbuhkan kompleksitas pikiran anak. Peristiwa-peristiwa dan pengertian-pengertian awal manusia diperoleh pertama kali di dalamnya. Keluarga menjadi rujukan awal bagi manusia. Derajat kompleksitas pikiran yang tinggi dapat dicapai apabila sejak awal keluarga menampilkan pola asuh yang mendukungnya. Jika sejak kecil si anak dibiasakan untuk melihat berbagai dimensi dari setiap hal, menggunakan perspektif yang berbeda dalam memandangnya, serta dilatih menemukan hubungan konseptual antara dimensi dan sudut pandang yang berbeda itu, maka derajat kompleksitas pikirannya menjadi tinggi. Sistem nilai berperan sebagai standar bertingkah laku serta menjadi patokan evaluasi terhadap diri sendiri dan orang lain. Ketika menghadapi suatu situasi tertentu sistem nilai memberi saran-saran kepada individu untuk bertindak. Di sini sistem nilai untuk memberikan petunjuk secara umum pada kegiatan pengambilan keputusan, mengarahkan tingkah laku untuk mencapai tujuan, serta membantu memilih tingkah laku tertentu agar tujuan tertentu dapat dicapai. Dalam sistem nilai terdapat berbagai nilai dengan derajat pengaruh yang berbeda-beda. Jika nilai yang paling berpengaruh adalah nilai yang cenderung menjadikan pikiran seseorang tertutup, maka orang itu akan cenderung tertutup pikirannya dan rendah derajat kompleksitas pikirannya. Juga sebaliknya, nilai yang mendukung keterbukaan pikiran mengarahkan manusia untuk terbuka. Oleh karena itu, agar derajat komplesitas yang tinggi dapat dimiliki oleh seseorang, maka orang itu harus diarahkan untuk menganut nilai yang menekankan pentingnya keterbukaan pikiran. Untuk meningkatkan kompleksitas pikiran, faktor-faktor tersebut harus menampilkan peran yang menunjang kinerja kompleksitas pikiran. Dalam tingkat nasional, harus ada strategi kebudayaan yang mendorong bekerjanya faktor-faktor tersebut ke derajat yang mendukung peningkatan kompleksitas pikiran.

2.2.4. Audit Judgment

2.2.4.1. Definisi audit judgment

Audit Judgment mengacu pada aspek kognitif dalam proses pengambilan keputusan dan mencerminkan perubahan dalam evaluasi, opini atau sikap Bazerman dalam Suartana, 2005: 955. Auditor diharapkan memiliki judgment yang berkualitas untuk memberi keyakinan bahwa penilaian mereka terhadap laporan keuangan adalah benar. Profesi akuntan adalah sebuah profesi yang menuntut adanya kemampuan dalam memproses informasi secara kognitif dalam menentukan judgment dalam sebuah penugasan audit.

2.2.5. Definisi Judgment

Hogart 1992 mengartikan judgment sebagai proses kognitif yang merupakan prilaku pemilihan keputusan. Judgment merupakan suatu proses yang terus menerus dalam perolehan informasi termasuk umpan balik dari tindakan sebelumnya, pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak, penerimaan informasi lebih lanjut. Proses judgment tergantung pada kedatangan informasi bukan hanya mempengaruhi cara pilihan tersebut dibuat. Setiap langkah, di dalam proses incremental judgment jika informasi terus menerus datang, akan muncul pertimbangan baru dan keputusan pilihan baru. Sebagai gambaran, akuntan publik mempunyai tiga sumber informasi yang potensial untuk membuat suatu pilhan: 1 teknik manual, 2 refrensi yang lebih detail dan 3 teknik keahlian. Berdasarkan proses informasi dari ketiga sumber tersebut, akuntan mungkin akan melihat sumber yang pertama, bergantung pada keadaan perlu tidaknya diperluas dengan sumber yang pertama, bergantung pada keadaan perlu tudaknya diperluas dengan sumber informasi kedua, atau dengan sumber informasi yang ketiga, tetapi jarang memakai keduanya Gibbin, 1984.

2.2.5.1. Perbedaan Audit dengan auditor

Pengertian audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan professional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas. Pengertian auditor adalah pemahaman mengenai akutansi, selain pemahaman auditor juga harus memiliki keahlian dalam mengumpulkan dan menafsirkan bahan bukti audit hasil akhirnya melahirkan laporan berupa opini auditor.

2.2.5.2. Jenis-Jenis Audit

Pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga golongan, antara lain: audit laporan keuangan, audit operasional, dan audit ketaatan atau audit kesesuaian. Penjelasan tentang ketiga audit sebagai berikut. 1 Audit Laporan Keuangan Audit laporan keuangan bertujuan menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang diverifikasi telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya kriteria ini berupa prinsip akutansi yang berlaku umum. Asumsi dasar dari suatu audit laporan keuangan adalah laporan tersebut akan dimanfaatkan kelompok-kelompok berbeda untuk maksud berbeda. Oleh karena itu, jauh lebih efisien memperkerjakan satu auditor untuk melaksanakan audit dan membuat kesimpulan yang dapat diandalkan oleh semua pihak daripada membiarkan masing-masing pihak melakukan audit sendiri-sendiri. Apabila ada pihak yang merasa bahwa audit umum yang dilakukan tersebut tidak sanggup memberikan informasi yang memadai, tetap mempunyai kesempatan mendapatkan data tambahan. 2 Audit Operasional Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian maupun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya. Umumnya pada saat selesai audit operasional, auditor akan memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan. Pelaksanaan audit oeprasional dan hasil yang dilaporkan lebih sulit untuk didefinisikan daripada jenis audit lainnya. Efisiensi dan efektivitas operasi suatu organisasi jauh lebih sulit pengevaluasiannya secara objektif dibandingkan penerapan dan penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akutansi yang berlaku umum. Kriteria untuk pengukurannya relatif subjektif. Pada prakteknya, auditor operasional lebih sering memberikan saran perbaikan prestasi kerja dibandingkan melaporan keberhasilan prestasi kerja yang sekarang; lebih merupakan konsultasi manajemen daripada audit. 3 Audit Ketaatan Kesesuaian Audit ketaatan atau kesesuaian bertujuan mempertimbangkan apakah audit klien telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi. Suatu audit ketaatan pada perusahaan swasta, dapat termasuk penentuan apakah para pelaksana akutansi telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan perusahaan, peninjauan tingkat upah untuk menentukan kesesuaian dengan peraturan upah minimum, atau pemeriksaan surat perjanjian dengan bank atau kreditor lain untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut telah memenuhi ketentuan hokum yang berlaku.

2.2.4.4. Jenis- Jenis Auditor

Dokumen yang terkait

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT (SurveipadaKAP Surakarta dan Yogyakarta).

0 0 15

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment (Studi Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah.

0 2 16

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment (Studi Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah.

0 1 17

Pengaruh Tekanan Ketaatan dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment (Studi Kssus pada Kantor Badan Pemeriksaan Keuangan Perwakilan Jawa Barat).

0 4 32

PENGARUH TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS, GENDER. PENGALAMAN AUDIT DAN PENGETAHUAN TERHADAP KINERJA AUDITOR DALAM PEMBUATAN AUDIT JUDGMENT (Studi Kasus pada BPKP Provinsi Jawa Timur).

0 1 104

PENGARUH TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS, DAN GENDER TERHADAP AUDIT JUDGMENT (Studi Kasus pada BPKP Provinsi Jawa Timur).

0 2 103

AUEP06. PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT

0 0 30

PENGARUH GENDER, TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT (Studi kasus pada Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur)

0 0 28

PENGARUH TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS, DAN GENDER TERHADAP AUDIT JUDGMENT (Studi Kasus pada BPKP Provinsi Jawa Timur)

0 0 22

PENGARUH TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS, GENDER. PENGALAMAN AUDIT DAN PENGETAHUAN TERHADAP KINERJA AUDITOR DALAM PEMBUATAN AUDIT JUDGMENT (Studi Kasus pada BPKP Provinsi Jawa Timur)

0 0 21