PENGARUH GENDER, TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT (Studi kasus pada Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur).

(1)

SKRIPSI

Diajukan oleh :

Anggitya Prasinta

0613010191/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

2010


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Diajukan oleh :

Anggitya Prasinta

0613010191/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

2010


(3)

Yang diajukan

Anggitya Prasinta

0613010191/FE/EA

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 30 Juli 2010

Pembimbing : Tim Penguji:

Pembimbing Utama : Ketua

Dr. Indrawati Y, MM. Ak Dr. Indrawati Y, MM. Ak Sekretaris

Drs. Ec.R.Sjarief Hidayat, Msi Anggota

Dra. Ec.Tituk.D.W, MAks

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM NIP. 030 202 389


(4)

Segala puji syukur kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karuniaNya yang tak terhingga sehingga saya berkesempatan menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Berkat rahmatNya pula memungkinkan saya untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH

GENDER, TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT ”(Studi kasus pada BPKP Provinsi Jawa Timur).

Sebagaimana diketahui bahwa penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Walaupun dalam penulisan skripsi ini penulis telah mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tetapi penulis yakin tanpa adanya saran dan bantuan maupun dorongan dari beberapa pihak maka skripsi ini tidak akan mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak. Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.


(5)

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Ibu. Dr. Indrawati Yuhertiana, MM.Ak selaku Dosen Pembimbing yang dengan kesabaran dan kerelaan telah membimbing dan memberi petunjuk yang sangat berguna sehingga terselesaikannya skripsi ini.

6. (Alm) Bapak Dr. Sumarsono, Msi selaku Dosen Wali yang telah memberi bantuan dan nasihat.

7. Kedua orang tua dan Adik’ yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan bantuannya secara moril maupun materiil yang telah diberikan selama ini sehingga mampu menghantarkan penulis menyelesaikan studinya. 8. Muhammad bayu lao yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan

secara moril dan meluangkan banyak waktunya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas studinya dan penulis berharap semoga Muhammad bayu lao bisa cepat menyelesaikan tugas studinya.

9. Evi nurhayati teman seangkatan mulai dari semester1 ”susah senang kita hadapi bersama” penulis berharap semoga silaturahmi ini tidak akan pernah putus dan semoga evi nurhayati bisa menyelesaikan studinya.

10.Teman seangkatan lainnya mulai dari semester 1 yang selalu bersama; karin, sulis, wulan, hanum, reni.


(6)

12.Anak-anak kost tercinta MA1E-27 khusus anak atas yang telah memberikan semangat dan dukungan secara moril sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya: evi, irma, ratih, marta, nisa, aya, ina, ba’diah, ecak, anggun, ratu, mbak ipik.

13.Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

14.Berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran bagi perbaikan di masa mendatang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Surabaya, Juli 2010


(7)

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2. Landasan Teori... 24

2.2.1. Gender... 24

2.2.1.1. Definisi Gender ... 24

2.2.1.2. Pengertian Sex dengan Gender... 25

2.2.1.3. Perbedaan Sex dengan Gender... ... 25

2.2.2. Tekanan Kerja ... 25

2.2.2.1. Definisi Tekanan Kerja ... 26

2.2.2.2. Pengertian Stres ... 27

2.2.2.3. Pengertian Stres Kerja ... 29

2.2.2.4. Faktor-faktor Stres Kerja ... 32

2.2.2.5. Ciri-ciri Individu ... 37

2.2.2.6. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan ... 38

2.2.3. Kompleksitas Tugas ... 39


(8)

2.2.4.3. Perbedaan Audit dengan Auditor ... 43

2.2.4.4. Jenis-jenis Audit ... 44

2.2.4.5. Jenis-jenis Auditor ... 46

2.3. Kerangka Pikir ... 51

2.4. Hipotesis ... 52

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 53

3.1.1. Definisi Operasional ... 53

3.1.2. Pengukuran Variabel ... 54

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 55

3.2.1. Populasi ... 55

3.2.2. Sampel... 56

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 57

3.4.1. Jenis data ... 57

3.4.2. Metode Pengumpulan Sampel ... 58

3.4 Uji Kualitas Data ... 59

3.4.1. Uji Validitas ... 59

3.4.2. Uji Rebilitas ... 60

3.4.3. Uji Normalitas ... 60

3.4.4. Uji Asumsi Klasik ... 61

3.4.5. Teknik Analisis ... 63

3.4.6. Uji Hipotesis ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 67

4.1.1. Sejarah BPKP Provinsi Jawa Timur ... 67

3.4.2. Visi dan Misi ... 71


(9)

4.2.2. Tekanan Kerja (X2) ... 79

4.2.3. Kompleksitas Tugas (X3) ... 80

4.2.4. Audit Judgment (Y) ... 82

4.3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 83

4.3.1. Uji Validitas dan Reabilitas ... 83

4.3.1.1. Uji Validitas... 83

4.3.1.2. Uji Reliabilitas ... 88

4.4. Analisis Regresi Linier Berganda ... 89

4.4.1. Uji Normalitas ... 89

4.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 91

4.4.3. Persamaan Regresi Linier Berganda ... 93

4.4.4. Uji F dan Nilai Koefisien Determinasi ... 95

4.4.5. Uji t (Uji Hipotesis)... 96

4.5. Pembahasan... 97

4.6. Perbedaan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu... 101

4.7 Keterbatasan Penelitian... 103

BAB V Kesimpulan Dan Saran 5.1. Kesimpulan ... 104

5.2. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(10)

Tabel 2.1. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan

Penelitian Terdahulu ... 23

Tabel 4.1. Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Variabel Gender.. 78

Tabel 4.2. Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Variabel Tekanan Ke ... 79

Tabel 4.3. Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Variabel Kompleksitas Tugas ... 81

Tabel 4.4. Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Variabel Audit Judgment ... 82

Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas Pada Variabel Tekanan Kerja (X2) ... 84

Tabel 4.6. Hasil Uji Validitas Pada Variabel Tekanan Kerja (X2) Putaran ke-2 ... 85

Tabel 4.7. Hasil Uji Validitas Pada Variabel Kompleksitas Tugas (X3) Putaran ke-1 ... 86

Tabel 4.8. Uji Validitas Pada Variabel Kompleksitas Tugas (X3) Putaran ke-2 ... 86

Tabel 4.9. Hasil Uji Validitas Pada Variabel Audit Judgment (Y) Putaran ke-1 ... 87

Tabel 4.10. Hasil Uji Validitas Pada Variabel Audit Judgment (Y) Putaran ke-2 ... 88

Tabel 4.11. Hasil Uji Rebilitas... 89

Tabel 4.12. Hasil Uji Normalitas ... 90

Tabel 4.13. Hasil Uji Normalitas Pada Residual... 91


(11)

Tabel 4.19. Hasil Uji T ... 96 Tabel 4.20. Rangkuman Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian

Terdahulu ... 102

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 51 Gambar 2. Struktur Organisasi... 57


(12)

Lampiran 3 : Output Uji Validitas Dan Reliabilitas Pada Variable X2 Putaran Ke1 Lampiran 4 : Output Uji Validitas Dan Reliabilitas Pada Variable X2 Putaran Ke2 Lampiran 5 : Output Uji Validitas Dan Reliabilitas Pada Variable X3 Putaran Ke1 Lampiran 6 : Output Uji Validitas Dan Reliabilitas Pada Variable X3 Putaran Ke2 Lampiran 7 : Output Uji Validitas Dan Reliabilitas Pada Variable Y Putaran Ke-1 Lampiran 8 : Output Uji Validitas Dan Reliabilitas Pada Variable Y Putaran Ke-2 Lampiran 9 : Input Regresi Dan Nilai Residual

Lampiran 10 : Outuput Uji Normalitas

Lampiran 11 : Output Uji Regresi Linier Berganda

Lampiran 12 : Surat Ijin Penelitian Dari Badan Pemeriksaan Keuangan Dan Pembangunan Kota Surabaya


(13)

PENGARUH GENDER, TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS

TERHADAP AUDIT JUDGMENT

(Studi kasus pada Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur)

Oleh Anggitya Prasinta

ABSTRAK

Seiring dengan berkembangnya akuntansi di sektor komersil yang dipelopori dengan dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (1994), kebutuhan standar akuntansi pemerintahan kembali menguat. Oleh karena itu Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN), Departemen Keuangan mulai mengembangkan standar akuntansi. Dengan bergulirnya era reformasi memberikan sinyal yang kuat akan adanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Adapun tujuannya untuk mengetahui pengaruh

gender, tekanan kerja, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgment.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur Jalan Raya Bandara Juanda Surabaya dengan sampel sebanyak 46 orang, variabel dalam penelitian ini adalah gender (X1),

tekanan kerja (X2) dan kompleksitas tugas (X3) sebagai variabel bebas sedangkan audit

judgment (Y) sebagai variabel terikat dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda untuk menjawab perumusan masalah, hipotesis dan tujuan penelitian.

Hasil analisis regresi linier berganda menyimpulkan bahwa pengaruh gender, kompleksitas tugas, tekanan kerja terhadap audit judgment terdapat kesimpulan bahwa uji f tidak signifikan disebabkan tidak satupun variabel yang signifikan atau tidak cocok, oleh karena itu untuk peneliti yang akan datang disarankan untuk menggunakan model teknik analisis lain. Untuk mengetahui pengaruh gender (X1), tekanan kerja (X2) dan kompleksitas tugas (X3)

terhadap audit judgment (Y).


(14)

THE INFLUENCE OF GENDER, WORK PRESSURE, AND TASK COMPLEXITY ON AUDIT JUDGMENT

(Case Study on the Financial and Development Supervisory Agency (BPKP) of East Java Province)

By

Anggitya Prasinta

ABSTRACT

Along with the development of accounting in the commercial sector, which was pioneered by the Financial Accounting Standards issued by the Indonesian Institute of Accountants (1994), need for governmental accounting standards rebound. Therefore, the State Financial Accounting Agency (BAKUN), Ministry of Finance began to develop accounting standards. The reformation era provides a strong signal that there is transparency and accountability of state. The objective to determine the influence of gender, work pressures, and task complexity on audit judgments.

The population in this study is all auditors who work in the Financial and Development Supervisory Agency (BPKP) East Java Surabaya Jalan Raya Juanda Airport with 46 people as the samples. The variables in this study were gender (X1), working pressure (X2) and task complexity (X3) as the independent variable while the audit judgments (Y) as dependent variable using purposive sampling technique. The analysis used is multiple linear regression analysis to answer the problem formulation, hypothesis and research purposes.

Results of multiple regression analysis concluded that the influence of gender, task complexity, work pressures on audit judgments f there is a conclusion that the test is not significant because none of the significant variables or unsuitable, therefore for future researchers are advised to use the model of other analytical techniques to determine the effect of gender (X1), working pressure (X2) and the complexity of the task (X3) on audit judgments (Y).


(15)

1.1. Latar Belakang Masalah

Mendengar kata akuntansi mungkin sudah biasa, pola pikir kita pasti langsung mengarah pada perusahaan. Namun bagaimana bila yang dimaksud adalah akuntansi pemerintahan. Akuntansi pemerintahan sebenarnya tetap berinduk pada kata akuntansi yang mengharuskan adanya suatu proses berupa siklus akuntansi untuk menghasilkan laporan keuangan. Namun bedanya, transaksi yang terjadi adalah transaksi keuangan pemerintah dan laporannya adalah laporan keuangan dengan format khusus untuk pemerintah.

Seiring dengan berkembangnya akuntansi di sektor komersil yang dipelopori dengan dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (1994). Nugraha (2008), Standar Akuntansi adalah acuan dalam penyajian laporan keuangan yang ditujukan kepada pihak-pihak di luar organisasi yang mempunyai otoritas tertinggi dalam kerangka akuntansi berterima umum. Standar Akuntansi berguna bagi penyusun laporan keuangan dalam menentukan informasi yang harus disajikan kepada pihak-pihak di luar organisasi. Para pengguna laporan keuangan di luar organisasi akan dapat memahami informasi yang jika disajikan dengan kriteria yang dipahami secara sama dengan penyusun laporan keuangan. Bergulirnya era reformasi memberikan sinyal yang kuat akan adanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, dengan ini kebutuhan standar akuntansi pemerintahan kembali menguat. Oleh


(16)

karena itu Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN), Departemen Keuangan mulai mengembangkan Standar Keuangan.

Lahirnya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) telah membuat perubahan hebat terhadap pola pengelolaan keuangan pemerintah di Indonesia. Standar tersebut dikukuhkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah pada 13 Juni 2005. Hal tersebut merupakan jawaban pemerintah atas tuntutan akan pentingnya pengelolaan keuangan negara yang akuntabel dan transparan. Standar Akuntansi Pemerintah merupakan amanat dari 3(tiga) undang-undang yang telah diterbitkan sebelumnya, yaitu: UU no. 17 Tahun 2003 Keuangan Negara, UU no. 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara. UU no. 15 Tahun 2004 Pemeriksaan Pertanggung Jawaban Keuangan Negara. Ketiganya dengan tegas menyatakan laporan keuangan pemerintah harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) ini hanya mengatur pengakuan, penilaian, dan pengungkapan. Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Daerah wajib menyajikan laporan keuangan sesuai dengan SAP. Sedangkan untuk sistem dan prosedur akan diatur oleh masing-masing pemerintah (Pemerintah Pusat oleh Departemen Keuangan dan Pemerintah Daerah oleh masing-masing pemerintah daerah dengan arahan dari Departemen Dalam Negeri). Dengan demikian SAP menjadi pedoman untuk menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna, dan auditor.


(17)

Oleh karena Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) merupakan standar yang harus diikuti dalam penyajian laporan keuangan instansi pemerintah maka sistem akuntansi pemerintah harus dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan sesuai Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Dengan adanya SAP maka laporan keuangan pemerintah pusat/ daerah akan lebih berkualitas (dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan). Setiap organisasi baik publik maupun swasta memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan organisasi tersebut diperlukan strategi yang dijabarkan dalam bentuk program-program atau aktivitas. Sejalan dengan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, maka diperlukan suatu alat pengendalian untuk mengontrol dan mengendalikan jika terjadi penyimpangan.

Menurut Intanghina (2009) dalam Kep. Menpan no. 19/1996 tentang jabatan Fungsional Auditor dan angka kreditnya yaitu: ”Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap objek pengawasan dan atau kegiatan tertentu dengan tujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan tugas dan fungsi objek pengawasan dan atau kegiatan tersebut telah sesuai dengan yang telah ditetapkan”. Anggaran Negara digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang mempunyai batas waktu tertentu. Sehingga dalam pelaksanaan anggaran belanja, baik belanja rutin maupun belanja pembangunan membutuhkan suatu pengawasan agar pelaksanaan belanja berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Agar aktivitas pengendalian atau pengawasan Keuangan Negara berjalan dengan baik, maka perlu adanya penempatan fungsi pengawasan sejajar dengan fungsi-fungsi manajemen yang lain.


(18)

Menurut Inghtahina (2009), Baswir (1998) jenis-jenis pengawasan berdasarkan ruang lingkupnya yaitu:

a. Pengawasan internal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang berasal dari lingkungan internal organisasi. Fungsi pengawasan internal ini diselenggarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jendral (IRJEN), Inspektorat Wilayah Daerah Kabupaten (Itwildakap) dan Inspektorat Wilayah Daerah Kota Madya (Itwildako).

b. Pengawasan Eksternal yaitu suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit pengawasan yang sama sekali berasal dari luar lingkungan organisasi eksekutif.

DiIndonesia pengawasan eksternal ini diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan secara langsung oleh masyarakat.

Berdasarkan jenis pengawasan di atas, maka dapat diuraikan tugas sebagai berikut:

1. Tugas BPK yaitu:

a. Merumuskan rencana dan program pelaksanaan pengawasan bagi seluruh aparat pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

b. Melakukan Koordinasi teknis pelaksanaan pengawasan yang diselenggarakan oleh aparat pengawasan fungsional di departemen/


(19)

lembaga pemerintah non departemen dan instansi pemerintah lainnya di Pusat maupun di Daerah.

2. Tugas Irjen yaitu:

a. Melakukan penelitian dan peninjauan atas pelaksanaan proyek pembangunan dengan jalan

 Melengkapi laporan yang telah ada pada departement-departemen/ lembaga-lembaga pemerintah non departement/ Gubernur-gubernur yang membawahi proyek pembangunan.

 Atas petunjuk Presiden/ Wakil Presiden mendapatkan laporan dengan jalan melakukan penelitian dan peninjauan kepada proyek pembangunan yang bersangkutan dan atau dengan meminta laporan khusus dari pimpinan proyek pembangunan yang bersangkutan.

b. Menyampaikan laporan kepada Presiden/ Wakil Presiden mengenai hasil penelitian dan peninjauannya dengan menyampaikan tembusan kepada Menteri/ Kepala lembaga pemerintahan non departemen/ Gubernur yang membawahi proyek pembangunan.

BPK dan BPKP keduanya sama-sama auditor hanya tugas dan fungsinya saja yang berbeda. Sebagai auditor dalam memberikan opini merupakan suatu hal yang tidak asing lagi karena tugas auditor adalah pihak yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan untuk memberikan opini atau pendapat atas kewajarannya. Opini yang diberikan seorang auditor akan menunjukkan kualitas


(20)

atas laporan keuangan yang dihasilkan dan akan memberikan umpan balik bagi semua pihak yang terkait dengan perusahaan atau organisasi.

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Timur adalah Instansi vertikal BPKP di wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur. Berikut adalah data yang diperoleh dari BPKP Jawa Timur dalam hal Jenjang Pendidikan, Golongan, Sumber Daya Manusia.

Tabel 1.1 Menurut Jenjang Pendidikan

SD SMP SMA D1 D3 S1 S2

2;1% 6;2% 76;21% 2;1% 54;15% 197;54% 197;54%

Tabel 1.2 Menurut Golongan

Golongan II Golongan III Golongan IV

261;73% 39;11% 57;16%

Tabel 1.3 Sumber Daya Manusia Fungsional

Umum

Fungsional Arsiparis

Fungsional Kepegawaian

Fungsional Pranata Kopmputer

Struktural Fungsional Auditor

90;25% 3;1% 2;1% 1;0,3% 10;3% 257;72%

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi auditor dalam menanggapi dan mengevaluasi informasi ini antara lain meliputi faktor pengetahuan, perilaku auditor dalam memperoleh dan mengevaluasi informasi, serta kompleksitas tugas


(21)

dalam melakukan pemeriksaan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah faktor gender dan tekanan kerja juga akan mempengaruhi persepsi auditor.

Temuan riset literatur psikologis kognitif dan pemasaran menyatakan bahwa gender menjadi salah satu faktor level individual dapat berpengaruh terhadap kinerja yang memerlukan judgment dalam berbagai kompleksitas tugas. Selain itu, juga menyatakan bahwa wanita lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi saat adanya kompleksitas tugas dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan pria. Masih dalam literatur tersebut juga dinyatakan bukti bahwa laki-laki relatif kurang mendalam dalam menganalisis inti dari suatu keputusan. Di dalam melakukan tugas sebagai akuntan, laki-laki dan perempuan dimungkinkan tidak sama.

Hal ini dikarenakan adanya teori laterisasi. Selain itu, juga kekomplekkan peran wanita yang dirumuskan oleh Menteri Pemberdayaan Wanita yaitu sebagai istri yang membantu suami, sebagai ibu yang mengasuh anak dan mendidik mereka, sebagai manajer didalam mengelola rumah tangga, sebagai pekerja di berbagai sektor, dan sebagai anggota organisasi masyarakat (Zulaikha, 2006). Selain kompleksitas tugas dan integritas serta obyektifitas yang tinggi, auditor merupakan pekerjaan yang penuh dengan tingkat stress karena banyaknya tekanan yang diterima dalam pekerjaan. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh pada pengambilan keputusan audit judgment. Oleh karena itu, profesi akuntan publik memiliki potensi konflik dan ketidak jelasan peran yang tinggi. Ashton (1990) telah mencoba untuk melihat pengaruh tekanan dari atasan


(22)

pada kinerja auditor dalam hal budget waktu, tenggat waktu, akuntabilitas, dan justifikasi.

Menurut Jamilah, Fanani, Chandrarin (2007), Badan audit research ternama telah mendemonstrasikan bahwa sejumlah faktor level individu terbukti berpengaruh terhadap keputusan seorang auditor (Solomon dan Shields, 1995) dan bahwa pengaruh dari keberadaan faktor-faktor ini berubah-ubah seiring dengan meningkatnya kompleksitas tugas yang dihadapi (Tan dan Kao 1999, Libby, 1995). Pengujian pengaruh sejumlah faktor tersebut terhadap kompleksitas tugas juga bersifat penting karena kecenderungan bahwa tugas melakukan audit adalah tugas yang banyak menghadapi persoalan kompleks. Menurut Jamilah, Fanani, Chandrarin(2007), Bonner (1994) mengemukakan ada tiga alasan yang cukup mendasar mengapa pengujian terhadap kompleksitas tugas untuk sebuah situasi audit perlu dilakukan. Pertama, kompleksitas tugas ini diduga berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Kedua, sarana dan teknik pembuatan keputusan dan latihan tertentu diduga telah dikondisikan sedemikian rupa ketika para peneliti memahami keganjilan pada kompleksitas tugas audit. Ketiga, pemahaman terhadap kompleksitas dari sebuah tugas dapat membantu tim manajemen audit perusahaan menemukan solusi terbaik bagi staf audit dan tugas audit.

Menurut Jamilah, Fanani, Chandrarin(2007), Hogart (1992) mengartikan judgment sebagai proses kognitif yang merupakan prilaku pemilihan keputusan. Judgment merupakan suatu proses yang terus menerus dalam perolehan informasi


(23)

tidak bertindak, penerimaan informasi lebih lanjut. Proses judgment tergantung pada kedatangan informasi sebagai suatu proses unfolds. Kedatangan informasi bukan hanya mempengaruhi pilihan, tetapi juga mempengaruhi cara pilihan tersebut dibuat. Setiap langkah, di dalam proses incremental judgment jika informasi terus menerus datang, akan muncul pertimbangan baru dan keputusan/ pilihan baru.

Makalah Corner berjudul “Partisipasi Perempuan dalam Pengambilan Keputusan dan Kepemimpinan Perspektif Global” Perempuan terpinggirkan dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan dengan berbagai proses yang dimulai pada masa bayi. Pada sebagian besar masyarakat, perempuan kurang pengalaman pengambilan keputusan dan kepemimpinan di arena publik karena perempuan, berbeda dengan anak laki-laki, sedang disosialisasikan untuk memainkan peran pasif dan diberikan sedikit kesempatan untuk membuat keputusan atau mengembangkan keterampilan kepemimpinan di luar konteks keluarga. Pada sebagian besar masyarakat tradisional umumnya gadis disimpan dalam batas-batas rumah tangga dan keluarga di mana mereka dilindungi dan diajarkan untuk menerima keputusan yang lain orangtua, guru, saudara-saudara membuat atas nama mereka.

Sebagai akibat dari kurangnya pengalaman dalam konteks umum, anak perempuan cenderung pada kurangnya rasa percaya diri dan keterampilan yang dibutuhkan untuk berfungsi secara efektif dalam posisi kepemimpinan formal. Cacat tambahan bagi banyak adalah kurangnya kapasitas mereka karena diskriminasi dalam akses pendidikan dan pelatihan: di sebagian besar negara,


(24)

perempuan mempunyai tingkat yang lebih tinggi dan lebih sedikit tahun buta huruf sekolah daripada laki-laki. Bahkan perempuan ketika kaum perempuan berhasil dalam memperoleh pendidikan dan memasuki arus utama pengambilan keputusan, mereka sering terpinggirkan oleh pengaturan kelembagaan yang mencerminkan kebutuhan laki-laki dan situasi perempuan dan mengabaikan kebutuhan yang berbeda dan pengalaman.

Modern pola kerja dan praktik dirancang bagi laki-laki yang memiliki istri yang mendukung untuk mengurus kebutuhan domestik penting mereka dan tanggung jawab keluarga di rumah karena itu mengatakan bahwa setiap wanita karier membutuhkan istri yang baik! Karena ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan harapan manusia, lingkungan kerja modern tidak ramah keluarga. Jam dan kaku hari kerja, lembur, lokasi kerja dan Komuter kali menyulitkan wanita bekerja untuk memenuhi harapan ganda keluarga mereka dan bekerja keras, peran menimbulkan konflik.

Kebanyakan pria tidak menghadapi konflik peran seperti itu karena masyarakat menganggap keluarga mereka dan peran pribadi sebagai discretionary, yang berarti bahwa mereka adalah anak perusahaan dan harus cocok dengan peran pekerjaan utama. Jadi, meskipun laki-laki memainkan peran penting sebagai suami dan ayah, biasanya ini tidak mengganggu pekerjaan utama mereka peran sebagai pencari nafkah keluarga. Sebagai contoh, jika seorang istri atau anak jatuh sakit atau jika tidak membutuhkan bantuannya, dia tidak diharapkan (atau, dalam banyak kasus, diperbolehkan) untuk meninggalkan pekerjaan, untuk menghadiri


(25)

membutuhkan perhatian mereka 24 jam sehari dan dengan demikian, bagi wanita bekerja, harus dilakukan bersamaan dengan peranan pekerjaan. Bahkan di mana seorang wanita yang bekerja bantuan domestik, dia masih bertanggung jawab untuk mengelola keluarganya. Jika anaknya atau suami sedang sakit, Dia diharapkan (dan enggan diperbolehkan) untuk menghentikan pekerjaannya untuk memastikan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi. Jika dia gagal melakukannya, masyarakat cenderung untuk menghakimi dia sebagai "buruk" istri atau ibu.

Selain peran konflik, perempuan seringkali menemukan diri mereka terisolasi dan terpinggirkan dalam ramah, jika tidak bermusuhan, didominasi laki-laki kelembagaan budaya. Seorang rekan baru-baru ini menggambarkan situasi perempuan di kantornya dalam istilah-istilah berikut ini: perempuan harus terus membuktikan diri mampu, tapi orang-orang diasumsikan kompeten bahkan ketika mereka tidak terbukti. Perempuan harus memberikan argumen-argumen kuat untuk mendukung pandangan mereka; laki-laki hanya percaya atas dasar kualifikasi profesional mereka dan hubungan pribadi.

Seorang wanita ditempat kerja sering dinilai sangat berbeda dan bertentangan standar, sebagai perempuan dan sebagai pekerja, menempatkan mereka dalam klasik situasi tidak menguntungkan. Sebagai contoh, karyawan yang baik di tingkat manajemen biasanya diharapkan akan menentukan, jelas, tegas dan jelas tentang tujuan dan sasaran mereka. Namun, dalam sebagian besar budaya perempuan sebagai perempuan yang diharapkan tunduk, pasif dan sopan. Jadi seorang wanita yang menampilkan ciri-ciri manajer yang baik mungkin menemukan bahwa supervisor tidak menghargai karena mereka sebenarnya dan


(26)

mungkin secara tidak sadar menilai dirinya sebagai seorang perempuan, serta pekerja. Beberapa wanita juga menemukan bahwa tidak ada "ruang" untuk mereka untuk bekerja efektif sebagai pengambil keputusan karena laki-laki mendominasi

perdebatan, jaringan laki-laki menentukan promosi dan seksis stereotip (misalnya, asumsi seperti "perempuan tidak bisa bekerja di lapangan", "tidak akan transfer jauh dari keluarga", yang dibuat tanpa benar-benar berkonsultasi wanita yang bersangkutan) menghalangi mereka dari mendapatkan pengalaman yang diperlukan untuk pengambilan keputusan senior posisi.

Makalah Corner berjudul “Partisipasi Perempuan dalam Pengambilan Keputusan dan Kepemimpinan Perspektif Global” diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak adanya keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan, kepemimpinan, integritas maupun kesetaraan gender. Dimana perempuan dianggap "tidak bisa bekerja di lapangan", "tidak akan bisa ditransfer jauh dari keluarga".

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian di BPKP karena tidak ada keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan, kepemimpinan, integritas maupun kesetaraan gender. Dilihat dari jumlah karyawan khususnya audit fungsional BPKP, jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah perempuan. Dengan asumsi bahwa melihat dari berbagai peneliti sebelumnya tentang gender, dari wawancara karyawan BPKP, dan sumber-sumber yang dimuat pada internet menyimpulkan bahwa tidak ada kesetaraan gender, oleh sebab itu peneliti tertarik


(27)

melakukan penelitian Gender, Tekanan Kerja, Kompleksitas Tugas yang dapat mempengaruhi kinerja dan pengambilan keputusan seorang auditor diBPKP dengan mengambil judul:

“PENGARUH GENDER, TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT ” (Studi kasus pada BPKP Provinsi Jawa Timur).

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang terjadi maka rumusan masalah yang dibuat adalah sebagai berikut :

Apakah terdapat pengaruh antara gender, tekanan kerja, kompleksitas tugas terhadap audit judgment.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan membuktikan secara empiris serta mengetahui apakah terdapat pengaruh antara gender, kompleksitas tugas dan tekanan kerja terhadap audit judgment.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain :

1. Bagi Penulis

Dalam penelitian ini dapat menguji pengaruh gender, kompleksitas tugas dan Tekanan kerja terhadap audit judgment, Sehingga peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuannya.


(28)

2. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk perbaikan kualitas Mahasiswa Progdi Akuntansi di UPN “Veteran” Jatim sebagai tambahan gambaran tentang dinamika yang terjadi di Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) khususnya auditor dalam membuat audit judgment.

3. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan serta menambah wawasan bagi pembaca di bidang auditing. Selain itu dapat menjadi sumber inspirasi pembaca untuk mengadakan penelitian selanjutnya.

4. Bagi BPKP

Memberikan kontribusi unuk Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) agar menjadi lebih baik lagi dalam mengambil audit judgment yang tidak bertentangan dengan standar profesional.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan peneliti dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Indah Paramitasari Astutik dan Ardi Hamzah (2007)

a. Judul

“Perbedaan Perilaku Etis Dan Tekanan Kerja Perspektif Gender Dalam Audit Judgment Laporan Keuangan Historis Dan Kompleksitas Tugas”

b. Hipotesis

HA.1: Terdapat perbedaan tekanan kerja diantara responden perempuan dan laki-laki dalam menyelesaikan tugas yang kompleks untuk pembuatan judgment atas laporan keuangan historis.

HA.2: Terdapat perbedaan perilaku etis diantara responden perempuan dan laki-laki dalam menyelesaikan tugas yang kompleks untuk pembuatan judgment atas laporan keuangan historis.


(30)

c. Populasi dan Sample

Populasi dan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah akuntan yang bekerja pada KAP di Surabaya dan pernah melakukan penugasan audit serta memiliki pengalaman audit minimal selama dua tahun. Sampel yang terkumpul dari 255 kuesioner yang dikirim, yang kembali sebanyak 97 eksemplar dengan tingkat respon sebesar 38%. Dari 97 kuesioner yang kembali, terdapat 54 kuesioner yang dapat diolah dan kemudian dianalisis, jadi tingkat responnya sebesar 21,18%.

d. Jenis Data

Jenis data penelitian ini adalah data kuantitatif, meliputi hasil rekapitulasi nilai angka dari pertanyaan kuesioner yang dilakukan pada auditor 51 KAP di Surabaya. Penelitian ini menggunakan data primer dari kuisioner yang dibagikan kepada auditor 51 KAP di Surabaya.

e. Kesimpulan

Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan perilaku etis dan tekanan kerja diantara auditor laki-laki dan perempuan dalam audit judgment laporan keuangan historis dan kompleksitas tugas.

   


(31)

2. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Zulaikha (2006)

a. Judul

“Pengaruh Interaksi Gender, Kompleksitas Tugas Dan Pengalaman Auditor Tehadap Audit Judgment”.

b. Hepotesis

H1 : Auditor laki-laki lebih menunjukkan kinerja lebih akurat dalam menyelesaikan tugas yang kompleks untuk pembuatan suatu judgment atas penilaian saldo akun persediaan (apakah telah disajikan secara wajar) dibanding auditor perempuan. Selanjutnya isu gendser yang berinteraksi dengan kompleksitas tugas dan pengalaman sebagai auditor dirumuskan hipotesis kedua dan ketiga dengan mengambil kasus yang sama yaitu :

H2 : Interaksi gender dan kompleksitas tugas berpengaruh terhadap keakuratan audit judgment atas penilaian saldo akun persediaan (apakah disajikan secara wajar)

H3 : Interaksi gender dan pengalaman sebagai auditor berpengaruh terhadap keakuratan audit judgment atas penilaian saldo akun persediaan (apakah disajikan seacara wajar).

   


(32)

c. Populasi dan Sample

Populasi penelitian ini adalah auditor independen yang di surrogate dengan sarjana S1 Akuntansi sebagaimana dijelaskan diatas. Sampel diambil dengan convenience sampling yaitu dua kelas PPA dan satu kelas dari Program Maksi. Dari tiga kelas tersebut diperoleh + 81mahasiswa.

d. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dengan metode kuasi eksperimen dengan menggunakann partisipan penelitian mahasiswa lulusan S1 Jurusan akuntansi yang sedang menempuh Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) dan Program Magister Sains Akuntansi (Maksi). Mahasiswa-mahasiswa tersebut dijadikan surrogate (wakil) sebagai auditor independen. Tujuan digunakannya surrogate mahasiswa yang telah lulus S1 Akuntansi adalah mereka termasuk syarat untuk profesi akuntan dan diharapkan cukup memahami prosedur audit, dan mereka telah bekerja sehingga mengalami peran publik.

   


(33)

e. Kesimpulan

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perempuan masih mendominasi peran domestik, dan peran ganda perempuan tidak berpengaruh signifikan dalam pembuatan judgment. Kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap keakuratan judgment.

a. Diperoleh bukti empiris bahwa perempuan masih mendominasi peran domestik, Instrumen pengukuran isu peran gender diuji reliabilitasnya reliable dengan alpha = 0.648.

b. Dalam profesi sebagai auditor, peran ganda perempuan ini ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap akuratnya informasi yang diproses dalam membuat judgment. Secara absolut, laki-laki menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perempuan, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak signifikan. Oleh karena itu hipotesis pertama yang diajukan ditolak. Hal ini memberikan implikasi dalam penugasan audit bahwa isu gender atau peran ganda perempuan tidak berpengaruh terhadap kemampuan kognitifnya dalam pembuatan judgment.

c. Kompleksitas tugas tidak berpengaruh (main effect) signifikan terhadap keakuratan judgment, demikian pula ketika kompleksits

   


(34)

berinteraksi (interaction effects) dengan peran gender, pengaruh tersebut juga tidak signifikan. Hasil uji ini menolak hipotesis kedua yang diajukan. Hal ini membawa implikasi pada profesi auditor, bahwa isu gender tidak perlu dibesar-besarkan karena secara statistik isu gender tidak berpengaruh terhadap kemampuan kognitif perempuan dalam pembuatan judgment, bahkan dalam penugasan audit yang kompleks.

a. Variabel pengalaman sebagai auditor berpengaruh langsung (main effect) terhadap judgment. Demikian pula ketiga isu gender berinteraksi dengan pengalaman tugas sebagai auditor, maka interaksi tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap judgment, hasil analisis juga memberikan model yang lebih baik karena naiknya koefisien determinasi (R

2

) dari 0.290 (dari main effect) menjadi 0.371 (interaction effects). Pengalaman sebagai auditor mempunyai main effect dan interaction effects dengan gender secara signfikan dengan tingkat sig. = 0.05.

Hasil penelitian ini memberikan implikasi bagi manajemen profesi audit, bahwa dalam penugasan audit utamanya yang dalam sebuah tugas yang kompleks, perlu memperhatikan pengalamannya sebagai auditor sebelumnya.

   


(35)

3. Siti Jamilah, Zaenal Fanani, Grahita Chandrarin (2007)

a. Judul

“Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, Dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment”.

b. Hepotesis

H1: Gender berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor,

H2: Tekanan ketaatan berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor,

H3: Kompleksitas tugas berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor. Jenis penelitian ini yaitu penelitian kausal komparatif (Indriantoro dan Supomo, 1999:29).

c. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini seluruh auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Derectory Kantor Akuntan Publik yang dikeluarkan oleh IAI pada tahun 2003. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik simple random sampling, yang didasarkan pada kriteria sebagai berikut: (1) auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur, (2) level auditor senior dan

   


(36)

yunior, (3) auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik Jawa Timur yang terdaftar pada Directory Kantor Akuntan Publik yang dikeluarkan IAI pada tahun 2003. Penelitian ini mengambil sample sebanyak 47 responden.

d. Jenis Data

Berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti, penelitian ini dapat diklasifikasikan ke dalam penelitian kausal komparatif (indriantoro dan supomo, 1999:29)

e. Kesimpulan

Hasil penelitian ini adalah tidak ada pengaruh perbedaan gender antara auditor pria dan auditor wanita terhadap pengambilan judgment, auditor dalam situasi adanya tekanan ketaatan dari atasan maupun klien akan cenderung membuat judgment yang kurang tepat, pada situasi tugas yang kompleks tidak mempengaruhi auditor dalam pengambilan judgment untuk menentukan pendapat terhadap laporan hasil auditan.

   


(37)

Tabel 2.1: Adapun perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang

No. Peneliti Objek Penelitian Uji Analisis Variabel 1. Indah Paramitasari

Astutik dan Ardi Hamzah (2007)

Akuntan yang bekerja pada KAP di Surabaya

Uji independent Samples t-test. Uji validitas dan reliabilitas

Y = gender X1= perilaku etis X2= tekanan kerja 2. Zulaikha (2006) Auditor independent

yang di surrogate dengan sarjana S1 Akuntansi

Uji persyaratan dalam analisis hipotesis, dan uji reliabilitas

Y = audit judgment X1= gender,

X2= pengalaman X3= kompleksitas Tugas

3. Siti Jamilah, Zaenal Fanani, Grahita Chandrarin (2007) Kantor Akuntan Publik Yang Terdaftar di Derectory Kantor Akuntan Publik

Uji analisis regresi linier berganda

Y = audit judgment X1= gender

X2= tekanan ketaatan X3= kompleksitas Tugas

4. Anggitya Prasinta(2010)

Auditor fungsional diBPKP jawa timur

Uji analisis regresi linier berganda

Y = audit judgment X1= gender

X2= tekanan kerja X3= kompleksitas Tugas

Sumber : Peneliti

   


(38)

2.2. Landasan Teori

Dalam penelitian ini disajikan beberapa teori yang merupakan dasar utama dari kerangka pikir dalam usaha pencarian cara ilmiah untuk memecahkan masalah yang diajukan dalam penelitian.

2.2.1. Gender

2.2.1.1. Definisi Gender

Pemahaman gender harus dibedakan dengan jenis kelamin atau sex. Gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya perempuan dan laki-laki. Perbedaan gender banyak menimbulkan ketidakadilan gender yang termanifestasikan dalam berbagai bentuk seperti: subordinasi, marginalisasi, beban kerja yang lebih berat, dan stereotip.

Ketidakadilan gender adalah suatu system dan struktur dimana lelaki dan perempuan menjadi korban karena system tersebut. Untuk itu perlu dilakukan analisis gender yang dapat menganalisis ketidak adilan antara laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh bangunan dan peradaban dan budaya manusia (Simatauwdkk,2001). Dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya.

   


(39)

2.2.1.2. Pengertian Sex dengan Gender

GENDER, sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial dan kultural dengan akibat terjadinya perbedaan fungsi, peran dan tanggung jawab pada kedua jenis kelamin. Perbedaan ini merupakan konstruksi masyarakat sehingga sifatnya bisa berubah dan tidak sama.

SEKS, perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Perbedaan ini merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga sifatnya permanen dan universal.

2.2.1.3. Perbedaan Sex dengan Gender

Kalau gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, maka sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.

Istilah sex (dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti "jenis kelamin") lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya.

   


(40)

Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) atau feminitas (femininity) seseorang. Berbeda dengan studi sex yang lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness). Proses pertumbuhan anak (child) menjadi seorang laki-laki (being a man) atau menjadi seorang perempuan (being a woman), lebih banyak digunakan istilah gender dari pada istilah sex. Istilah sex umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual (love-making activities), selebihnya digunakan istilah gender. Jadi kalau sex perbedaan yang kodrati dan tidak akan pernah berubah, kalau gender perbedaan karena konstruksi sosial dan budaya sehingga sangat mungkin berubah.

2.2.2. Tekanan Kerja

2.2.2.1. Definisi Tekanan Kerja

Tekanan kerja disini sama halnya dengan stres kerja dimana kondisi seseorang mengalami tekanan yang tidak menyenangkan yang berasal luar diri seseorang. Tekanan pekerjaan (Job-Related Stress) ini timbul karena meningkatnya stres sebagai akibat dari permintaan pekerjaan secara meningkat melebihi kemampuan kinerja dari pekerja (Kiryanto, 2006: 8).

   


(41)

2.2.2.2. PENGERTIAN STRES

Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

Cooper dan Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala stress dapat berupa tanda-tanda berikut ini:

• Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.

• Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.

   


(42)

• Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.

Sedangkan gejala stres di tempat kerja, yaitu meliputi: Kepuasan kerja rendah, Kinerja yang menurun, Semangat dan energi menjadi hilang, Komunikasi tidak lancar, Pengambilan keputusan jelek, Kreatifitas dan inovasi kurang, Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif. Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya dengan kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya.

Menurut Braham (dalam Handoyo; 2001:68), gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini: Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan !eher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.

Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya,

   


(43)

daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan.

Berdasarkan beberapa uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

2.2.2.3. PENGERTIAN STRES KERJA

Gibson et al (dalam Yulianti, 2000:9) mengemukakan bahwa stres kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan.

   


(44)

Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.

Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.

Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.

Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous,

   


(45)

merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.

Bagi kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg (dalam Margiati,1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.

Berbeda dengan pakar di atas, Landy (dalam Margiati, 1999:71) memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh

   


(46)

sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins dafam Dwiyanti, 2001:75).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya bcberapa atribut tertentu dapat rnempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.

2.2.2.4. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB STRES KERJA

Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001:75). Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/ pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditcmpatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres.

Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan

   


(47)

yang mengalami stres kerja adalah mercka yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan sosial yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya. Tidak adanya kesempatan bcrpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor.

Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewcnangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya, Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya.

Banyaknya kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita. Stres akibat

   


(48)

pelecehan seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran warga (khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kclamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang melindungmya (Baron and Greenberg dalam Margiati, 1999:72).

Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999:73).

Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999:73).

   


(49)

Tipe kepribadian. Seseorang dengan kcpribadian tipe A cenderung mengalami sires dibanding kepribadian tipe B. Bcbcrapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan/ sakit jantung (Minner dalam Margiati, 1999:73).

Peristiwa/ pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:73).

   


(50)

Davis dan Newstrom (dalam Margiati, 1999:73) stres kerja disebabkan: Adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan.

Seorang karyawan dalam menjalankan tugassehari-harinya biasanya dibawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor/ perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan bcrkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang lerbatas.

Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan. Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai. Faktor ini berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan. Ambiguitas peran. Agar menghasilkan

   


(51)

performan yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.

2.2.2.5. Ciri-ciri Individu

Menurut pandangan intcraktif dari stres, stres ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana dia melihat situasinya sebagai penuh stres. reaksi sejauh mana dia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.

   


(52)

2.2.2.6. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan

Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stress (flight) atau freeze (berdiam diri).

Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres. Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain (Margiati, 1999:78-79) : (a) bekerja melewati batas kemampuan, (b) kelerlambatan masuk kerja yang sering, (c) ketidakhadiran pekerjaan, (d) kesulitan membuat kepulusan, (e) kesalahan yang sembrono, (f) kelalaian menyelesaikan pekerjaan, (g) lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri, (h) kesulitan berhubungan dengan orang lain, (i) kerisauan tentang kesalahan yang dibuat, (j) Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.

   


(53)

2.2.3. Komlpleksitas Tugas

Definisi Kompleksitas tugas adalah keragaman aspek tugas dalam suatu jabatan dan persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas yang disebabkan oleh terbatasnya kapabilitas, dan daya ingat serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang dimiliki oleh seorang pembuat keputusan.

2.2.3.1Kompleksitas Pikiran

Keterbukaan pikiran mensyaratkan adanya kompleksitas pikiran yang tinggi. Kompleksitas pikiran adalah derajat kemampuan untuk memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan menyelesaikannya dengan melibatkan berbagai sudut pandang pula. Dengan kompleksitas pikiran yang tinggi, manusia mampu melakukan differensiasi dan integrasi dalam menanggapi berbagai hal yang dihadapinya. Yang dimaksud dengan diferensiasi adalah persepsi terhadap dimensi-dimensi yang berbeda dari setiap hal yang menjadi objek perhatian, penggunaan sudut padang (perspektif) yang berbeda dalam menafsirkan dan menilai objek yang menjadi perhatian. Sedangkan integrasi merujuk pada perkembangan kemampuan menemukan hubungan konseptual antara dimensi-dimensi dan sudut pandang yang berbeda itu.

Berdasarkan definisi diferensiasi dan integrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa kompleksitas pikiran merupakan suatu faktor pada diri

   


(54)

manusia yang berperan dalam menentukan kemampuan penerimaan terhadap berbagai pandangan, pendapat dan penilaian yang berbeda-beda serta kemampuan untuk memandang suatu hal dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Semakin tinggi kompleksitas pikiran seseorang, semakin tinggi kemampuannya menerima berbagai pandangan, pendapat dan penilaian yang berbeda-beda dan semakin tinggi pula kemampuannya untuk memandang suatu hal dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda.

2.2.3.2. Faktor-faktor Kompleksitas Pikiran

Kebiasaan bertukar peran dengan orang lain yang memiliki latar belakang berbeda meningkatkan kemampuan seseorang dalam menilai suatu hal dari berbagai sudut pandang (Kohlberg, 1984). Begitu pula dengan kebiasaan diskusi dengan pihak-pihak dari berbagai latar belakang. Kedua faktor ini meningkatkan kemampuan diferensiasi yang merupakan unsur dari kompleksitas pikiran.

Lingkungan keluarga kondusif untuk menumbuhkan kompleksitas pikiran anak. Peristiwa-peristiwa dan pengertian-pengertian awal manusia diperoleh pertama kali di dalamnya. Keluarga menjadi rujukan awal bagi manusia. Derajat kompleksitas pikiran yang tinggi dapat dicapai apabila sejak awal keluarga menampilkan pola asuh yang mendukungnya. Jika sejak kecil si anak dibiasakan untuk melihat berbagai dimensi dari setiap hal, menggunakan

   


(55)

perspektif yang berbeda dalam memandangnya, serta dilatih menemukan hubungan konseptual antara dimensi dan sudut pandang yang berbeda itu, maka derajat kompleksitas pikirannya menjadi tinggi.

Sistem nilai berperan sebagai standar bertingkah laku serta menjadi patokan evaluasi terhadap diri sendiri dan orang lain. Ketika menghadapi suatu situasi tertentu sistem nilai memberi saran-saran kepada individu untuk bertindak. Di sini sistem nilai untuk memberikan petunjuk secara umum pada kegiatan pengambilan keputusan, mengarahkan tingkah laku untuk mencapai tujuan, serta membantu memilih tingkah laku tertentu agar tujuan tertentu dapat dicapai.

Dalam sistem nilai terdapat berbagai nilai dengan derajat pengaruh yang berbeda-beda. Jika nilai yang paling berpengaruh adalah nilai yang cenderung menjadikan pikiran seseorang tertutup, maka orang itu akan cenderung tertutup pikirannya dan rendah derajat kompleksitas pikirannya. Juga sebaliknya, nilai yang mendukung keterbukaan pikiran mengarahkan manusia untuk terbuka. Oleh karena itu, agar derajat komplesitas yang tinggi dapat dimiliki oleh seseorang, maka orang itu harus diarahkan untuk menganut nilai yang menekankan pentingnya keterbukaan pikiran. Untuk meningkatkan kompleksitas pikiran, faktor-faktor tersebut harus menampilkan peran yang menunjang kinerja kompleksitas pikiran. Dalam tingkat nasional, harus ada strategi kebudayaan yang

   


(56)

mendorong bekerjanya faktor-faktor tersebut ke derajat yang mendukung peningkatan kompleksitas pikiran.

2.2.4. Audit Judgment

2.2.4.1. Definisi audit judgment

Audit Judgment mengacu pada aspek kognitif dalam proses pengambilan keputusan dan mencerminkan perubahan dalam evaluasi, opini atau sikap (Bazerman dalam Suartana, 2005: 955). Auditor diharapkan memiliki judgment yang berkualitas untuk memberi keyakinan bahwa penilaian mereka terhadap laporan keuangan adalah benar. Profesi akuntan adalah sebuah profesi yang menuntut adanya kemampuan dalam memproses informasi (secara kognitif) dalam menentukan judgment dalam sebuah penugasan audit.

2.2.5. Definisi Judgment

Hogart (1992) mengartikan judgment sebagai proses kognitif yang merupakan prilaku pemilihan keputusan. Judgment merupakan suatu proses yang terus menerus dalam perolehan informasi (termasuk umpan balik dari tindakan sebelumnya), pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak, penerimaan informasi lebih lanjut. Proses judgment tergantung pada kedatangan informasi bukan hanya mempengaruhi cara pilihan tersebut dibuat. Setiap langkah, di dalam proses incremental judgment jika informasi terus menerus datang, akan muncul pertimbangan baru dan keputusan/ pilihan baru.

   


(57)

Sebagai gambaran, akuntan publik mempunyai tiga sumber informasi yang potensial untuk membuat suatu pilhan: (1) teknik manual, (2) refrensi yang lebih detail dan (3) teknik keahlian. Berdasarkan proses informasi dari ketiga sumber tersebut, akuntan mungkin akan melihat sumber yang pertama, bergantung pada keadaan perlu tidaknya diperluas dengan sumber yang pertama, bergantung pada keadaan perlu tudaknya diperluas dengan sumber informasi kedua, atau dengan sumber informasi yang ketiga, tetapi jarang memakai keduanya (Gibbin, 1984).

2.2.5.1. Perbedaan Audit dengan auditor

Pengertian audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan professional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas.

Pengertian auditor adalah pemahaman mengenai akutansi, selain pemahaman auditor juga harus memiliki keahlian dalam mengumpulkan dan menafsirkan bahan bukti audit hasil akhirnya melahirkan laporan berupa opini auditor.

   


(58)

2.2.5.2. Jenis-Jenis Audit

Pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga golongan, antara lain: audit laporan keuangan, audit operasional, dan audit ketaatan atau audit kesesuaian. Penjelasan tentang ketiga audit sebagai berikut.

(1) Audit Laporan Keuangan

Audit laporan keuangan bertujuan menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang diverifikasi telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya kriteria ini berupa prinsip akutansi yang berlaku umum. Asumsi dasar dari suatu audit laporan keuangan adalah laporan tersebut akan dimanfaatkan kelompok-kelompok berbeda untuk maksud berbeda. Oleh karena itu, jauh lebih efisien memperkerjakan satu auditor untuk melaksanakan audit dan membuat kesimpulan yang dapat diandalkan oleh semua pihak daripada membiarkan masing-masing pihak melakukan audit sendiri-sendiri. Apabila ada pihak yang merasa bahwa audit umum yang dilakukan tersebut tidak sanggup memberikan informasi yang memadai, tetap mempunyai kesempatan mendapatkan data tambahan.

(2) Audit Operasional

Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian maupun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan

   


(59)

efektivitasnya. Umumnya pada saat selesai audit operasional, auditor akan memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan. Pelaksanaan audit oeprasional dan hasil yang dilaporkan lebih sulit untuk didefinisikan daripada jenis audit lainnya. Efisiensi dan efektivitas operasi suatu organisasi jauh lebih sulit pengevaluasiannya secara objektif dibandingkan penerapan dan penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akutansi yang berlaku umum. Kriteria untuk pengukurannya relatif subjektif. Pada prakteknya, auditor operasional lebih sering memberikan saran perbaikan prestasi kerja dibandingkan melaporan keberhasilan prestasi kerja yang sekarang; lebih merupakan konsultasi manajemen daripada audit.

(3) Audit Ketaatan/ Kesesuaian

Audit ketaatan atau kesesuaian bertujuan mempertimbangkan apakah audit (klien) telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi. Suatu audit ketaatan pada perusahaan swasta, dapat termasuk penentuan apakah para pelaksana akutansi telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan perusahaan, peninjauan tingkat upah untuk menentukan kesesuaian dengan peraturan upah minimum, atau pemeriksaan surat perjanjian dengan bank atau kreditor lain untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut telah memenuhi ketentuan hokum yang berlaku.

   


(60)

2.2.4.4. Jenis- Jenis Auditor

Auditor dibedakan menjadi beberapa jenis menurut Arens dan Loebbecke Arens dan Loebbecke (1997:3) terbagi menjadi empat jenis auditor:

(1) Auditor Independen

independen bertanggung jawab atas audit laporan keuangan historis dari seluruh perusahaan publik dan perusahaan besar lainnya. Umumnya di masyarakat menyebut akuntan publik sebagai auditor atau auditor independen.

(2) Auditor Pemerintah

Di Indonesia terdapat beberapa lembaga atau badan yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan atau keuangan Negara. Sebagian tugas BPK tidak berbeda dengan auditor. Sebagian besar informasi keuangan yang dibuat oleh berbagai badan pemerintahan telah diaudit oleh BPK. Di samping audit atas laporan keuangan, pada masa sekarang BPKP sering melakukan evaluasi, efisiensi dan efektivitas operasi berbagai program pemerintah dan BUMN.

(3) Auditor Pajak

Direktorat Jendral Pajak yang berada di bawah Departemen Keuangan RI, bertanggung jawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan

   


(61)

penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Pekerjaan audit ini menilai ketetapan terhadap undang-undang perpajakan.

(4) Auditor Interen

Auditor interen bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen perusahaan, seperti halnya auditor pemerintah bagi pemerintah. Bagian audit dari suatu perusahaan bisa beranggotakan lebih dari seratus orang dan biasanya bertanggung jawab langsung kepada presiden direktur, direktur eksektif, atau kepada komite audit dari dewan atau komisaris. Tugasnya bermacam-macam tergantung pada atasannya. Untuk menjalankan tugas dengan baik, auditor intern harus berada di luar fungsi lini suatu organisasi, tetapi tidak terlepas dari hubungan bawahan atasan seperti lainnya. Keterbatasan indepedensi ini merupakan perbedaan utama antara auditor intern dengan akuntan publik.

2.2.5.3. Pengaruh Gender Terhadap Audit Judgment Yang Diambil Oleh Auditor

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gender tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita dengan perbedaan berbagai sifat dan karakter individu masing-masing tidak berpengaruh terhadap audit judgment yang diambil oleh auditor pria dan wanita. Hal ini konsisten dengan penelitian

   


(62)

yang dilakukan oleh Hartanto (1990) yang mengatakan bahwa gender tidak berpengaruh secara signifikan terhadap judgment auditor yang mendapatkan tekanan. Hal inisenada dengan hasil penelitian Thoma (1986) yang menemukan bahwa pengaruh gender sangat kecil. Trisnaningsih dan Iswati (2003) mengatakan bahwa tidak ada perbedaan kinerja auditor dilihat dari perbedaan gender antara pria dan wanita jika dilihat dari kesetaraan komitmen organisasional, komitmen profesional, motivasi dan kesempatan kerja, kecuali kepuasan kerja menujukkan adanya perbedaan antara kinerja auditor pria dan wanita.

Penelitian yang dilakukan Chung dan Monore (2001) mengatamakan bahwa gender berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment jika berinteraksi dengan kompleksitas tugas. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Giligan (1982) yang berhasil mengindikasikan bahwa pertimbangan moral dan alasan mendasar dalam etika pada pria dan wanita berbeda. Ruegger dan King (1992) juga mengindikasikan bahwa wanita berbeda. Ruegger dan King (1992) juga mengindikasikan bahwa wanita memiliki pertimbangan moral yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria.

   


(63)

2.2.5.4. Pengaruh Tekanan Kerja Terhadap Audit Judgment Yang Diambil Oleh Auditor

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Hal ini menunjukkan bahwa auditor dalam kondisi adanya perintah dari atasan dan tekanan dari klien untuk berperilaku menyimpang dari standart profesional auditor junior cenderung akan mentaati perintah tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa auditor junior tidak memiliki keberanian untuk tidak mentaati perintah atasan dan keinginan klien untuk berpindah walaupun instruksi tersebut tidak tepat. Tentunya sedikit yang mau mengambil risiko untuk mencari pekerjaan lain dan kehilangan klien sebagai konsekuensi menentang perintah atasan dan keinginan klien yang tidak tepat yang menyimpang dan dari standart profesional.hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartanto (1999).

2.2.5.5. Pengaruh Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment Yang Diambil Oleh Auditor

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Hal ini menunjukkan bahwa pada situasi tugas yang kompleks tidak berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor dalam menentukan pendapat terhadap hasil auditnya.

   


(64)

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Cheng, dkk, (2003) yang mengatakan bahwa kompleksitas tugas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keputusan. Penelitian yang bertentangan dengan hasil penelitian ini antara lain, penelitian Chung dan Monroe (2001) mengatakan bahwa interaksi antara gender dengan kompleksitas tugas berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Hal ini juga senada dengan penelitian yang dilakukan Abdolmohammadi dan Wright (1986) menunjukkan bahwa perbedaan judgment yang signifikan ditemukan antara kelompkok berpengalaman pada masing-masing tugas.

Ketika seluruh subyek dikumpulkan bersama-sama, maka hanya menunjukkan perlunya mempertimbangkan secara eksplisit dan mengontrol kompleksitas tugas dan keahlian normatif yang tepat dalam meneliti sifat dari keahlian. Stuart (2001) menunjukkan bahwa kinerja auditor tergantung pada interaksi antara kompleksitas tugas dan struktur audit yang digunakan dalam pelaksanaan audit. Hal ini dibuktikan bahwa untuk tugas yang tidak terlalu kompleks, auditor dari perusahaan audit terstruktur dan tidak terstruktur menunjukkan kinerja yang sepadan. Sebaliknya, pada tugas yang relatif kompleks, maka auditor dari perusahaan yang tidak terstruktur jauh berada di bawah perusahaan audit terstruktur.

   


(65)

2.3. Kerangka Pikir

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan telaah teori yang telah di kemukakan di atas, maka dapat dibuat kerangka pikir yang dapat digunakan dalam penyelesaian permasalahan ini. Sumber kerangka pemikiran adalah bahasa landasan teori yang dihubungkan dengan variabel penelitian dalam upaya untuk memecahkan masalah, dapat digambarkan pada Gb. 1 sebagai berikut :

Gambar 1

Kerangka Pikir

   

 

Gender 

X1 

Audit Judgment 

Y  Tekanan Kerja 

X2 

Kompleksitas Tugas  X3 


(66)

   

 

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka peneliti menetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut:

“Diduga bahwa terdapat pengaruh antara gender, tekanan kerja, kompleksitas tugas terhadap audit judgment”


(67)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional menurut Nazir (2005 :126) adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Terikat (X)

Variabel terikat dalam penelitian ini antara lain : 1. Variabel Gender (X1)

adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya, sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial dan kultural dengan akibat terjadinya perbedaan fungsi, peran dan tanggung jawab pada kedua jenis kelamin. Perbedaan ini merupakan konstruksi masyarakat sehingga sifatnya bisa berubah dan tidak sama.


(68)

2. Variabel Tekanan Kerja (X2)

adalah Tekanan Kerja (Job-Related Stress) ini timbul karena meningkatnya stres sebagai akibat dari permintaan pekerjaan secara meningkat melebih kemampuan kinerja dari pekerja.

3. Variabel Kompleksitas Tugas (X3)

adalah persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas yang disebabkan oleh terbatasnya kapabilitas, dan daya ingat serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang dimiliki oleh seorang pembuat keputusan dan keragaman aspek tugas dalam suatu jabatan.

2. Variabel Bebas (Y)

Variabel bebas penelitian ini adalah: Audit Judgment (Y)

adalah mengacu pada aspek kognitif dalam proses pengambilan keputusan dan mencerminkan perubahan dalam evaluasi, opini atau sikap.

3.1.2. Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dengan mengukur pengaruh gender, tekanan kerja dan kompleksitas tugas terhadap audit judgment.

1. Gender (X1)

Gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya perempuan dan laki-laki. Gender


(69)

merupakan variabel independen yang dibedekan menjadi dua kategori yaitu pria dan wanita. Gender di ukur dengan skala nominal. Gender merupakan variabel dummy dimana 1 = pria dan 0 = wanita.

2. Tekanan Kerja (X2)

Tekanan kerja adalah Tekanan yang diterima oleh pekerja dalam menghadapi tugas yang melebihi kemampuan kinerja pekerja. Tekanan kerja merupakan variable independen yang di ukur dengan skala likert lima poin.

3. Kompleksitas Tugas (X3)

Persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas yang disebabkan oleh terbatasnya kapabilitas, dan daya ingat serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang dimiliki oleh seorang pembuat keputusan. Kompleksitas tugas merupakan variabel independen yang diukur dengan skala likert lima poin.

4. Audit Judgment (Y)

Kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang mengacu pada pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan tentang suatu objek, peristiwa, status atau jenis peristiwa lain. Audit Judgment merupakan variabel dependen yang diukur dengan skala likert lima poin.

3.2. Teknik Penentuan Sampel

3.2.1. Populasi

Populasi sebagai objek atau sasaran penelitian, adalah merupakan himpunan inidvidu atau unit atau unsur atau elemen yang memiliki cara atau karakteristik yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang


(1)

OUTPUT UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PADA VARIABEL X3

PUTARAN KE-2

Reliability

Reliability Statistics

,858 4

Cronbach's

Alpha N of Items

Item Statistics

4,04 ,918 46

3,91 ,839 46

3,96 ,918 46

3,46 ,912 46

x31 x32 x33 x35

Mean Std. Deviation N

Item-Total Statistics

11,33 5,114 ,742 ,803

11,46 5,543 ,707 ,819

11,41 5,092 ,749 ,800

11,91 5,548 ,619 ,854

x31 x32 x33 x35

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Scale Statistics

15,37 9,038 3,006 4


(2)

OUTPUT UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PADA VARIABEL Y

PUTARAN KE-1

Reliability

Reliability Statistics

,555 10

Cronbach's

Alpha N of Items

Item Statistics

2,57 1,167 46

3,41 1,185 46

2,83 1,039 46

3,35 ,900 46

1,98 ,802 46

3,13 1,392 46

2,26 ,880 46

3,65 1,016 46

1,72 ,688 46

4,15 1,095 46

y1 y2 y3 y4 y5 y6 y7 y8 y9 y10

Mean Std. Deviation N

Item-Total Statistics

26,48 17,277 ,287 ,516

25,63 21,216 -,110 ,631

26,22 17,374 ,342 ,501

25,70 18,350 ,293 ,518

27,07 18,773 ,288 ,521

25,91 15,370 ,377 ,482

26,78 18,796 ,242 ,530

25,39 16,066 ,531 ,447

27,33 21,691 -,116 ,594

24,89 17,166 ,337 ,501

y1 y2 y3 y4 y5 y6 y7 y8 y9 y10

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Scale Statistics

29,04 21,420 4,628 10


(3)

OUTPUT UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PADA VARIABEL Y

PUTARAN KE-2

Reliability

Reliability Statistics

,664 4

Cronbach's

Alpha N of Items

Item Statistics

2,83 1,039 46

3,13 1,392 46

3,65 1,016 46

4,15 1,095 46

y3 y6 y8 y10

Mean Std. Deviation N

Item-Total Statistics

10,93 7,307 ,368 ,644

10,63 6,060 ,358 ,681

10,11 6,143 ,651 ,470

9,61 6,643 ,463 ,586

y3 y6 y8 y10

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Scale Statistics

13,76 10,453 3,233 4


(4)

OUTPUT UJI NORMALITAS

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

46 46 46 46

13,76 ,63 20,59 15,37

3,233 ,488 5,036 3,006

,169 ,406 ,097 ,216

,093 ,271 ,097 ,134

-,169 -,406 -,094 -,216

1,145 2,754 ,656 1,463

,146 ,000 ,782 ,028

N

Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Audit

Judgment Gender

Tekanan Kerja

Kompleksitas Tugas

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

46 ,0000000 3,14769093 ,105 ,066 -,105 ,711 ,693 N

Mean

Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz ed Residual

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.


(5)

OUTPUT UJI REGRESI LINIER BERGANDA

Regression

Variables Entered/Removedb

Kompleksi tas Tugas, Gender, Tekanan Kerjaa

. Enter

Model 1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Audit Judgment b.

Model Summaryb

,228a ,052 -,016 3,258

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Kompleksitas Tugas, Gender, Tekanan Kerja

a.

Dependent Variable: Audit Judgment b.

ANOVAb

24,511 3 8,170 ,770 ,517a

445,858 42 10,616

470,370 45

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Kompleksitas Tugas, Gender, Tekanan Kerja a.

Dependent Variable: Audit Judgment b.

Coefficientsa

12,928 3,505 3,689 ,001

1,445 1,009 ,218 1,433 ,159 ,224 ,216 ,215 ,974 1,027 -,021 ,098 -,033 -,217 ,829 -,058 -,034 -,033 ,972 1,029 ,023 ,165 ,022 ,142 ,888 ,057 ,022 ,021 ,962 1,039 (Constant)

Gender Tekanan Kerja Kompleksitas Tugas Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Zero-order Partial Part Correlations

Tolerance VIF Collinearity Statistics

Dependent Variable: Audit Judgment a.


(6)

1,000 -,128 ,136

-,128 1,000 ,081

,136 ,081 1,000

,027 -,021 ,002

-,021 1,017 ,008

,002 ,008 ,010

Kompleksitas Tugas Gender

Tekanan Kerja Kompleksitas Tugas Gender

Tekanan Kerja Correlations

Covariances Model

1

Kompleksitas

Tugas Gender

Tekanan Kerja

Dependent Variable: Audit Judgment a.

Nonparametric Correlations

Correlations

1,000 -,131 ,107 ,063

. ,385 ,477 ,679

46 46 46 46

-,131 1,000 -,097 -,121

,385 . ,522 ,423

46 46 46 46

,107 -,097 1,000 -,081

,477 ,522 . ,592

46 46 46 46

,063 -,121 -,081 1,000

,679 ,423 ,592 .

46 46 46 46

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

Gender

Tekanan Kerja

Kompleksitas Tugas

Unstandardized Residual Spearman's rho

Gender

Tekanan Kerja

Kompleksitas Tugas

Unstandardiz ed Residual


Dokumen yang terkait

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT (SurveipadaKAP Surakarta dan Yogyakarta).

0 0 15

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment (Studi Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah.

0 2 16

PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment (Studi Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah.

0 1 17

Pengaruh Tekanan Ketaatan dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment (Studi Kssus pada Kantor Badan Pemeriksaan Keuangan Perwakilan Jawa Barat).

0 4 32

PENGARUH TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS, GENDER. PENGALAMAN AUDIT DAN PENGETAHUAN TERHADAP KINERJA AUDITOR DALAM PEMBUATAN AUDIT JUDGMENT (Studi Kasus pada BPKP Provinsi Jawa Timur).

0 1 104

PENGARUH TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS, DAN GENDER TERHADAP AUDIT JUDGMENT (Studi Kasus pada BPKP Provinsi Jawa Timur).

0 2 103

AUEP06. PENGARUH GENDER, TEKANAN KETAATAN, DAN KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT

0 0 30

PENGARUH GENDER, TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS TERHADAP AUDIT JUDGMENT (Studi kasus pada Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur)

0 0 28

PENGARUH TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS, DAN GENDER TERHADAP AUDIT JUDGMENT (Studi Kasus pada BPKP Provinsi Jawa Timur)

0 0 22

PENGARUH TEKANAN KERJA, KOMPLEKSITAS TUGAS, GENDER. PENGALAMAN AUDIT DAN PENGETAHUAN TERHADAP KINERJA AUDITOR DALAM PEMBUATAN AUDIT JUDGMENT (Studi Kasus pada BPKP Provinsi Jawa Timur)

0 0 21