dalam ciri-ciri sindroma metabolik. Tabel 1 merupakan tabel kriteria sindroma metabolik menurut beberapa sumber, yaitu menurut WHO, NCEP-ATP III, dan
IDF. Tabel I. Kriteria Sindrom Metabolik menurut WHO, NCEP-ATP III dan IDF
Korean Diabetes J, 2008
Komponen Kriteria diagnosis WHO:
Resistensi Insulin Kriteria diagnosis
ATP III : 3 komponen di
bawah IDF
Obesitas abdominalsentral
Lingkar pinggang panggul : - Laki-laki : 0,9
- Wanita : 0,85 atau
IMB 30 kgm Lingkar perut :
- Laki-laki : 1,02 - Wanita : 0,88
Lingkar perut : - Laki-laki :
0,9 - Wanita :
0,80
Hipertrigliseridemia 150 mgdL
1,7 mmolL 150 mgdL
1,7 mmolL 150 mgdL
Hipertensi TD14090 mmHg atau
riwayat terapi
antihipertensi TD13085 mmHg atau
riwayat terapi
antihipertensi TD13085
mmHg
Kadar glukosa darah tinggi
Toleransi Glukosa Terganggu, Glukosa Puasa Terganggu,
Resistensi Insulin atau DM 110 mgdL
GDP 100 mgdL
Mikroalbuminuria Rasio albumin urine dan
kreatinin 30 mgg atau
laju sekresi
albumin 20
mcgmenit
1. Diabetes melitus tipe 2 dengan dislipidemia
Dislipidemia sering ditemui pada resistensi insulin atau DM tipe 2, meskipun kadar gula darah terkontrol
.
Kondisi resistensi insulin maupun defisiensi insulin akibat kelainan genetik. dapat menyebabkan kondisi
hiperglikemia. Pada resistensi insulin, hiperglikemia terjadi dikarenakan adanya kondisi peningkatan lipolisis, peningkatan produksi glukosa, dan penurunan
pengambilan glukosa. Di sisi lain, resistensi insulin dapat menyebabkan kondisi dislipidemia. Pada gambar 3, ditunjukkan bahwa adanya hubungan antara DM
tipe 2, dislipidemia dan resiko terjadinya cardiovascular disease. Kondisi
resistensi insulin dapat menyebabkan terjadinya dislipidemia dan kondisi hiperglikemia. Kondisi dislipidemia dan hiperglikemia merupakan kondisi yang
dapat menjadi faktor resiko terjadinya cardiovascular disease.
Gambar 3. hubungan antara DM tipe 2, dislipidemia dan resiko terjadinya CVD Pittas, 2003
Adanya keadaan dislipidemia pada suatu penyakit yang mendasari seringkali disebut dislipidemia sekunder. Tabel II merupakan tabel klasifikasi
penyakit-penyakit maupun gangguan yang menyebabkan dislipidemia sekunder. Pada tabel ini juga ditunjukkan bahwa konsumsi alkohol, gagal ginjal kronik,
obesitas, dan diabetes mellitus dapat menjadi faktor penyebab terjadinya peningkatan trigliserida dan kondisi dislipidemia.
Tabel II. Klasifikasi Dislipidemia Sekunder Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati, 2006
Kondisi dislipidemia berkaitan dengan kadar asam lemak tubuh. Kadar
asam lemak merupakan prediktor yang kuat untuk resistensi insulin. Pada
resistensi insulin terjadi peningkatan lipolisis. Hal ini terjadi karena pada keadaan
resistensi insulin, hormon sensitif lipase di jaringan adiposa akan menjadi aktif sehingga lipolisis trigliserida di jaringan adiposa semakin meningkat Grundy,
et.al., 2004; Soegondo dan Gustaviani, 2006. Keadaan ini menghasilkan asam
lemak bebas yang berlebihan. Peningkatan asam lemak bebas dalam plasma yang selanjutnya akan meningkatkan uptake asam lemak bebas kedalam liver
Garg, 2004; Rohman, 2007
. Disamping itu terjadi peningkatan sintesis trigliserida de novo di liver karena hiperinsulinemia merangsang ekspresi sterol regulation
element binding protein-1 SREB
1
Pc, protein ini berfungsi sebagai faktor transkripsi yang mengaktifkan gen yang terlibat lipogenesis di liver. Gambar4
merupakan gambar hubungan antara resistensi insulin dengan peningkatan lipogenesis pembentukan trigliserida.
Gambar 4. Hubungan Resistensi Insulin dan Peningkatan Trigliserida CMAJ, 2005
Peningkatan lipolisis pada resistensi insulin, juga berdampak pada peningkatan protein kolesterol ester transferase dan hepatic lipase. Hal ini
mengakibatkan peningkatan VLDL
1
yang kemudian menjadi small dense LDL. Partikel-partikel LDL kecil padat ini secara intrinsik lebih bersifat aterogenik
daripada partikel-partikel LDL yang lebih besar buoyant LDL particles, karena ukurannya yang lebih kecil, kandungan di dalam plasma lebih besar jumlahnya,
sehingga lebih meningkatkan risiko aterogenik Adiels, 2006. Pada dasarnya, trigliserida yang disintesis di hati, kemudian dibawa
bersama dengan kolesterol dari depot simpanan kolesterol, fosfolipid dan apoB- 100 menjadi VLDL yang kemudian disekresikan ke dalam darah. Very Low
Density Lipid dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu VLDL
1
dan VLDL
2
. Partikel VLDL
1
lebih besar bila dibandingkan dengan VLDL
2
, namun VLDL
2
lebih kaya kolesterol dan sedikit jumlah trigliseridanya. Peningkatan kadar VLDL
1
ini menyebabkan peningkatan katabolisme HDL sehingga HDL menjadi rendah. Pola dislipidemia seperti ini sering disebut diabetic dislipidemia atau tipe B yang
berhubungan erat dengan penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner dan keadaan ini ekivalen dengan kadar LDL kolesterol antara 150-220
mgdL Adiels, 2006; PERKENI, 2005
.
C. Trigliserida