Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

(1)

PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA TINGKAT

PERTAMA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

HAIFA CHAIRUNNISA

111301050

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2014/2015


(2)

ii

PADA MAHASISWA TINGKAT PERTAMA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dipersiapkan dan disusun oleh: HAIFA CHAIRUNNISA

111301050

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 11 Mei 2015

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Arliza Juairiani Lubis, M.Si., Psikolog Penguji I/

NIP: 197803252003122002 Pembimbing

2. Juliana I. Saragih, M.Psi., Psikolog Penguji II NIP: 198007222005022001

3. Fasti Rola, M.Psi., Psikolog Penguji III


(3)

iii

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri

pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 28 Mei 2015

HAIFA CHAIRUNNISA NIM. 111301050


(4)

iv

Haifa Chairunnisa dan Arliza J. Lubis

ABSTRAK

Mahasiswa tingkat pertama mengalami berbagai perubahan dalam menghadapi perkuliahan sehingga membutuhkan penyesuaian diri agar dapat menjalani perkuliahan dengan baik. Literatur menunjukkan bahwa individu dengan internal locus of control memiliki karakteristik yang dibutuhkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional untuk membuktikan hubungan tersebut. Penelitian ini melibatkan 174 mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara secara insidental. Data dikumpulkan menggunakan 2 alat ukur yang telah dimodifikasi, yaitu Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) dan Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS), kemudian dianalisa dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan subyek dengan tendensi mengarah ke Internal Locus of Control memiliki Penyesuaian Diri yang lebih baik (rs= -.364, p < .001), terlebih pada atribusi Kemampuan dan Usaha. Oleh karena itu, disarankan bagi mahasiswa tingkat pertama untuk mengoptimalkan kemampuan dan memaksimalkan usaha dalam berkuliah, dimana hal tersebut sejalan dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri.


(5)

v

on Freshmen at University of Sumatera Utara

Haifa Chairunnisa and Arliza J. Lubis

ABSTRACT

The freshmen experiences changes in their first year so that requires adjustment in order to be successful in college. The literatures show that individual with internal locus of control has characteristics that aligned with the ability to adjust.

This study uses quantitative correlation method to examine that relationship. 174 freshmen at University of Sumatera Utara are participated in this research. Data are collected using two modified instruments, those are Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) and Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS), then analyzed with Spearman-Rank correlation technique. The result shows that the freshmen with tendency towards Internal Locus of Control have better adjustment (rs = -.364, p < .001),moreover in their Ability and Effort as the attributions of Internal Locus of Control. Therefore, it can be suggested for the freshmen to optimize their ability and maximize the effort that goes along with adjustment skill.


(6)

vi

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkah dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian berjudul “Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara” guna memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

2. Arliza Juairiani Lubis, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan, kritik, dan saran yang telah diberikan sejak awal hingga selesainya penelitian ini

3. Juliana Irmayanti Saragih, M. Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus kakak bagi peneliti. Terima kasih atas nasihat, dukungan, dan kesempatan yang selama ini diberikan.

4. Fasti Rola, M.Psi., Psikolog, selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih atas bimbingan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama masa revisi untuk membuat penelitian ini menjadi lebih baik

5. Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas ilmu dan bantuan yang telah diberikan selama ini


(7)

vii

telah memberikan dukungan dan doa demi kelancaran dan keberhasilan penelitian ini

7. Sahabat yang selalu mendukung, Fara Claudia Amanda, Rovicha Purnama Sari, Laili Isrami, Ratri Pramuwidyandari, Winda Lydia Sari, Nurul Fadhillah, Zulfa Dzatarohmah, Iray Umaya Sari, dan Nadya Vristissya 8. Para responden, dan teman-teman lain yang telah membantu dalam

pelaksanaan penelitian di lapangan.

9. Dendi Krisna Nugraha, terima kasih telah menginspirasi dan menjadi semangat bagi penulis untuk selalu berubah lebih baik.

10. Nissa Aztarid, terima kasih atas dukungan, bantuan, dan kerja sama sejak seminar hingga penelitian ini selesai. Serta seluruh teman-teman Psychotroops’11, semoga kelak kita menjadi orang yang lebih berguna dengan ilmu yang sudah kita dapatkan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk penelitian selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Medan, 28 Mei 2015


(8)

viii

ABSTRAK……… iv

ABSTRACT………... v

KATA PENGANTAR………. vi DAFTAR ISI……… viii DAFTAR TABEL……… xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah……… 8

C. Tujuan Penelitian………. 8

D. Manfaat Penelitian………... 8

E. Sistematika Penelitian………. 9

BAB II LANDASAN TEORI……….. 11

A. Penyesuaian Diri……… 11

1. Pengertian Penyesuaian Diri………. 11

2. Bentuk Penyesuaian Diri……….. 12

3. Karakteristik Penyesuaian Diri………. ... 13

4. Aspek Penyesuaian Diri………... 14

5. Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri………... 18

B. Locus of Control………... 19


(9)

ix

3. Aspek Locus of Control……….... 21

4. Faktor yang Memengaruhi Locus of Control……… 23

C. Mahasiswa……….……… 25 D. Dinamika Hubungan antara Locus of Control dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Tingkat Pertama……… 25

E. Hipotesa Penelitian……… 27

BAB III METODE PENELITIAN……….. 28

A. Identifikasi Variabel Penelitian……… 28

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian………. 28

1. Definisi Operasional Penyesuaian Diri……… 28

2. Definisi Operasional Locus of Control……… 28

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel………. 29

1. Populasi……… 29

2. Metode Pengambilan Sampel……….. 30

D. Metode Pengumpulan Data……….. 30

1. Pengukuran Penyesuaian Diri……….. 31

2. Pengukuran Locus of Control……….. 31

E. Uji Instrumen Penelitian……….. 32

1. Validitas Alat Ukur………. 32

2. Daya Diskriminasi Aitem……… 33


(10)

x

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian……….. 37

3. Tahap Pengolahan Data……… 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 38

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian………. 38

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia…………...… 38

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin…... 39

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Fakultas/Jurusan……… 39

4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan IPK Terakhir……. 40

B. Hasil Penelitian………. 40

1. Hasil Uji Asumsi……….. 40

2. Hasil Penelitian……… 41

C. Pembahasan……….. 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 52

A. Kesimpulan………... 52

B. Saran………. 53

1. Saran Metodologis………...…… 53 2. Saran Praktis……… 53

DAFTAR PUSTAKA……… 54


(11)

xi

Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Locus of Control………...… 21 Tabel 2. Blue Print Alat Ukur Penyesuaian Diri………...…… 31 Tabel 3. Blue Print Alat Ukur Locus of Control………...…… 32 Tabel 4. Distribusi Aitem Alat Ukur Penyesuaian Diri Setelah Uji Coba… 34 Tabel 5. Distribusi Aitem Alat Ukur Locus of ControlSetelah Uji Coba… 35 Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia………. 38 Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin………. 39 Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan

dan Fakultas/Jurusan………..………. 39

Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan IPK Terakhir...………. 40 Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Alat Ukur………..…...………. 40 Tabel 11. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik……….. 41 Tabel 12. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik……….. 42 Tabel 13. Kategorisasi Penyesuaian Diri………...………. 43 Tabel 14. Kategorisasi Locus of Control………. 43

Tabel 15. Cross Tabulation………. 44

Tabel 16. Uji Korelasi Aspek-aspek Kedua Variabel Secara Total………... 44 Tabel 17. Uji Korelasi Aspek-aspek Kedua Variabel dalam Dimensi Prestasi...45 Tabel 18. Uji Korelasi Aspek-aspek Kedua Variabel dalam Dimensi Afiliasi...46


(12)

xii

Lampiran 1. Reliabilitas Alat Ukur…. ………. …62

Lampiran 2. Daya Diskriminasi Aitem…. ………64

Lampiran 3. Uji Asumsi…. ………. ……….80

Lampiran 4. Alat Ukur Penelitian…. ………. …. 83

Lampiran 5. Uji Korelasi………... 88


(13)

iv

pada Mahasiswa Tingkat Pertama di Universitas Sumatera Utara

Haifa Chairunnisa dan Arliza J. Lubis

ABSTRAK

Mahasiswa tingkat pertama mengalami berbagai perubahan dalam menghadapi perkuliahan sehingga membutuhkan penyesuaian diri agar dapat menjalani perkuliahan dengan baik. Literatur menunjukkan bahwa individu dengan internal locus of control memiliki karakteristik yang dibutuhkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional untuk membuktikan hubungan tersebut. Penelitian ini melibatkan 174 mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara secara insidental. Data dikumpulkan menggunakan 2 alat ukur yang telah dimodifikasi, yaitu Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) dan Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS), kemudian dianalisa dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan subyek dengan tendensi mengarah ke Internal Locus of Control memiliki Penyesuaian Diri yang lebih baik (rs= -.364, p < .001), terlebih pada atribusi Kemampuan dan Usaha. Oleh karena itu, disarankan bagi mahasiswa tingkat pertama untuk mengoptimalkan kemampuan dan memaksimalkan usaha dalam berkuliah, dimana hal tersebut sejalan dengan peningkatan kemampuan penyesuaian diri.


(14)

v

Haifa Chairunnisa and Arliza J. Lubis

ABSTRACT

The freshmen experiences changes in their first year so that requires adjustment in order to be successful in college. The literatures show that individual with internal locus of control has characteristics that aligned with the ability to adjust.

This study uses quantitative correlation method to examine that relationship. 174 freshmen at University of Sumatera Utara are participated in this research. Data are collected using two modified instruments, those are Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) and Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS), then analyzed with Spearman-Rank correlation technique. The result shows that the freshmen with tendency towards Internal Locus of Control have better adjustment (rs = -.364, p < .001),moreover in their Ability and Effort as the attributions of Internal Locus of Control. Therefore, it can be suggested for the freshmen to optimize their ability and maximize the effort that goes along with adjustment skill.


(15)

1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja dikenal sebagai sebuah periode perkembangan yang penting (Arnett, 2000). Pada akhir periode ini, transisi dari SMA ke Perguruan Tinggi merupakan salah satu dari banyak bentuk perubahan hidup yang besar bagi kebanyakan remaja (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007). Perubahan ini disebutkan memberikan begitu banyak kesempatan dan pengalaman baru yang mampu menstimulasi remaja, baik secara sosial dan intelektual (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber & Walton, 2012). Akan tetapi di saat yang sama, bagi banyak remaja yang kemudian menyandang status sebagai mahasiswa baru, memasuki lingkungan Perguruan Tinggi juga merupakan waktu yang penuh tekanan (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber & Walton, 2007).

Mahasiswa baru biasanya memiliki harapan tertentu terhadap kehidupan perkuliahan. Kebanyakan dari mereka berharap mendapatkan kebebasan lebih sehingga sangat bersemangat memulai dunia perkuliahan. Akan tetapi, kemudian mereka menemukan bahwa yang terjadi sebenarnya jauh dari harapan. Hal ini menyebabkan mereka merasa tidak bahagia dan tidak nyaman berada di lingkungan baru. Akan tetapi apapun harapannya, hampir setiap mahasiswa baru dipastikan mengalami kesulitan di awal masa perkuliahannya (Al-Qaisy, 2010).

Zoditama, mahasiswi Institut Manajemen Telkom 2009, menuliskan bahwa banyak sekali perubahan di masa kuliah yang terjadi yang tidak sesuai


(16)

dengan perkiraannya. Batas ketidakhadiran di kelas yang dibatasi, dosen yang sering hadir terlambat atau bahkan tidak hadir, akhir pekan yang dihabiskan untuk menghadiri kelas pengganti, sistem belajar SKS yang tidak dimengerti, metode belajar dengan presentasi, dan peraturan kampus yang rumit, adalah beberapa hal yang membuatnya terkejut di tahun pertamanya sebagai mahasiswa (Zoditama, 2010).

Banyak mahasiswa baru yang kemudian kewalahan dengan tuntutan-tuntutan perkuliahan yang mungkin berbeda dari masa sekolah dulu (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Berlakunya sistem pendidikan dengan standar yang lebih tinggi merupakan salah satu perubahan yang dialami oleh mahasiswa baru (Al-Qaisy, 2010). Sistem Kredit Semester, yang lazim diterapkan di tingkat Perguruan Tinggi, menuntut tanggung jawab lebih besar daripada sistem penyelenggaraan pendidikan di masa SMA.

Pola hubungan antara dosen dan mahasiswa yang sangat berbeda dengan guru dan siswa di masa SMA juga disebutkan sebagai perubahan lainnya yang dialami mahasiswa baru (Gunarsa & Gunarsa, 2000). Dosen memberikan perhatian yang lebih sedikit kepada mahasiswa dibandingkan dengan perhatian seorang guru kepada siswanya. Hal ini disebabkan oleh mahasiswa yang dituntut lebih aktif dalam kegiatan perkuliahan, sehingga dosen terlihat kurang peduli dengan mahasiswanya. Selain itu, Brouwer (dalam Alisjahbana & Sidharta, 1980) menyebutkan perubahan-perubahan lainnya yang akan dihadapi oleh mahasiswa baru, yaitu perbedaan gaya belajar, perpindahan tempat, mencari teman baru,


(17)

pengaturan waktu, nilai hidup yang diperoleh dari lingkungan, serta kemandirian dan tanggung jawab yang meningkat.

Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti terhadap 65 orang mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara, partisipan survei juga mengalami berbagai perubahan dan perbedaan tuntutan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Perubahan yang dialami antara lain seperti perbedaan sistem belajar mengajar, perbedaan jadwal, beban tugas yang semakin bertambah, lingkungan dan teman-teman baru, dosen yang tidak memberi perhatian lebih seperti guru, meningkatnya kebebasan dan kemandirian, serta perbedaan budaya dari demografis mahasiswa yang sudah lebih variatif. Berdasarkan hasil survei tersebut, sebanyak 80% mahasiswa tingkat pertama di USU yang berpartisipasi menyatakan bahwa perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kondisi tertekan yang memengaruhi jalannya proses perkuliahan.

Walaupun banyak dari mahasiswa baru yang kemudian berhasil melewati masa transisi, beberapa orang lainnya terjebak di dalam kondisi stres, bahkan depresi, yang diakibatkan oleh masalah-masalah yang berhubungan dengam transisi ini (Gall, Evans, & Bellerose, 2000). Stres akademik pada mahasiswa baru biasanya disebabkan oleh ketidaksiapan mereka untuk mengerjakan tugas dalam tenggang waktu yang singkat dengan jumlah tugas yang terlalu banyak, tidak menyelesaikan tugas tepat waktu, berharap dapat menyelesaikan beberapa tugas sekaligus, dan kesulitan menghadapi dosen (Ragheb & McKinney, 1989).

Sementara itu, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa stres dapat menimbulkan dampak negatif pada mahasiswa (Van Tilburg, Vingerhoets, & Van


(18)

Heck, 1996; Edwards, Hershberger, Russell, & Market, 2001; Misra, McKean, West, & Russo, 2000). Stres yang dialami pada mahasiswa tingkat pertama berpengaruh negatif terhadap nilai akademis dan motivasi belajar (Struthers, Perry, & Menec, 2000), serta ketekunan belajar pada mahasiswa tersebut (Perrine, 1999).

Tentunya, stres yang dialami mahasiswa baru initidak selesai dan berlalu begitu saja. Kemampuan untuk menyesuaikan diri adalah yang paling diandalkan jika seseorang harus berhadapan dengan lingkungan baru (Agustiani, 2006). Dengan penyesuaian diri pula, para mahasiswa baru dapat mengatasi kondisi tertekan (stres) yang mengganggu fungsi-fungsi kehidupan mereka. Penyesuaian diri kemudian menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan karena keberhasilan penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa baru di lingkungannya yang baru berkorelasi positif dengan performa akademis mereka (Stoynoff, 1997; Felsten & Wilcox, 1992). Menurut Mutadin (2002), penyesuaian diri juga merupakan salah satu pesyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa. Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk dapat bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap realitas dan situasi sosialnya, serta bisa menjalin hubungan sosial yang sehat. Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai kesesuaian antara diri sendiri dengan lingkungannya (Kartono, 2002). Menurut Schneiders (1964), penyesuaian diri timbul apabila terdapat kebutuhan, dorongan, dan keinginan yang harus dipenuhi oleh seseorang, termasuk juga saat seseorang menghadapi masalah atau konflik yang harus diselesaikan.


(19)

Baker & Siryk (dalam Salami, 2011) menyebutkan bahwa mahasiswa baru umumnya menyesuaikan diri dalam empat hal, yaitu akademik, sosial, emosional, dan komitmen (intitutional attachment). Penyesuaian akademis adalah bentuk usaha yang dilakukan mahasiswa baru dalam menghadapi tuntutan akademis, seperti motivasi untuk menyelesaikan tugas dan usaha untuk mencapai prestasi. Penyesuaian sosial merupakan bentuk keterlibatan aktivitas sosial mahasiswa baru selama berkuliah. Penyesuaian emosional melibatkan kerentanan mahasiswa baru terhadap masalah emosional, seperti gejala-gejala depresi yang timbul akibat masalah yang dialami sebagai mahasiswa baru. Sedangkan komitmen (institutional attachment) menjelaskan kepuasan mahasiswa baru terhadap pengalaman berkuliah secara umum dan keputusannya untuk terus melanjutkan perkuliahan walaupun banyaknya masalah yang harus dihadapi selama berkuliah.

Setiap individu mungkin berbeda dalam hal lamanya mereka bangkit dari kondisi tertekan dan berhasil menyesuaikan diri. Ada individu yang cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dihadapinya, tetapi ada juga yang butuh waktu lebih lama (Karanina & Suyasa, 2005). Individu-individu yang lebih cepat menyesuaikan diri memiliki beberapa karakteristik, yaitu memiliki pengetahuan tentang diri (self-knowledge), penerimaan diri (self-acceptance), perkembangan diri dan kontrol diri (self-development and self-control), memiliki rasa tanggung jawab, menunjukkan kematangan respon, mempunyai rasa humor, adanya adaptabilitas, memiliki kemampuan bekerja sama, dan memiliki orientasi yang adekuat terhadap realitas (Schneiders, 1964).


(20)

Penelitian ini akan membahas salah satu dari karakteristik psikologis yang telah disebutkan di atas, yaitu kontrol diri. Kontrol diri adalah cara individu mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan diri dalam menghadapi hal-hal yang terjadi pada mereka, yang oleh Rotter disebut dengan locus of control. Menurut Demirtas & Günes, locus of control dianggap sebagai keyakinan individu tentang siapa atau apa yang bertanggung jawab atas hasil dari perilaku atau peristiwa dalam kehidupan mereka (dalam Hamedoglu, Kantor, & Gulay, 2012).

Pemilihan ini dilandasi oleh hasil survei yang telah dilakukan sebelumnya, dimana komponen-komponen kontrol diri banyak dipertimbangkan sebagai variabel yang berkaitan dengan keberhasilan penyesuaian diri mahasiswa tingkat pertama yang berpartisipasi dalam survei. Penelitian yang dilakukan oleh Widodo & Sukarti (2007) menunjukkan bahwa locus of control berkorelasi secara signifikan dengan coping stress. Lazarus (1969) menyebutkan bahwa coping merupakan salah satu usaha yang dilakukan individu dengan tujuan untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan atau masalah yang dianggap berada di luar batas kemampuan dirinya.

Konsep locus of control dikembangkan dalam sebuah kontinuum dengan dua kutub berbeda, yaitu internal dan eksternal. Bagi individu yang meyakini bahwa apapun yang terjadi di dalam hidupnya menjadi tanggung jawabnya dan ia memiliki kuasa dan kontrol untuk mengubahnya adalah orang-orang yang tergolong memiliki internal locus of contol. Orang-orang yang cenderung internal mengatribusikan kejadian-kejadian tersebut pada kemampuan (ability) dan usaha


(21)

(effort). Sementara individu yang meyakini bahwa peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya merupakan hasil dari keberuntungan (luck) dan kekuasaan orang lain (context) di lingkungannya pada situasi yang sama, dikategorikan memiliki external locus of control.

Penelitian yang dilakukan oleh Phares (dalam Schultz & Schultz, 1994) menunjukkan bahwa individu dengan internal locus of control memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah, tingkat harga diri (self-esteem) yang lebih tinggi, lebih siap untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, dan menikmati tingkat kesehatan mental yang lebih baik. Mathur (2014) juga melaporkan bahwa individu dengan internal locus of control memperoleh nilai akademik yang lebih baik daripada individu dengan external locus of control. Begitu pula dengan yang disebutkan oleh Lefcourt, Martin, Fick, & Wendy (1985) bahwa individu dengan internal locus of control merupakan individu yang mampu berinteraksi dengan baik (skilled social interactors) karena memiliki keahlian sosial (social skill) dan sensitivitas tinggi terhadap orang lain dan lingkungan. Kemampuan-kemampuan di atas diperkirakan mampu mendukung penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu, termasuk juga mahasiswa tingkat pertama.

Jika merujuk kepada paparan di atas, secara teoritis menunjukkan bahwa individu membutuhkan suatu bentuk kendali diri, dalam hal ini disebut dengan locus of control, dalam proses menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Untuk itu, peneliti bermaksud untuk meneliti apakah ada hubungan antara locus of control dengan penyesuaian diri, secara keseluruhan dan berdasarkan aspek-aspek


(22)

serta atribusi yang mendukungnya seperti yang telah dijelaskan di atas, juga terjadi di kalangan mahasiswa baru, khususnya di Universitas Sumatera Utara.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk mengetahui: Apakah ada hubungan antara locus of control dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara, baik secara keseluruhan maupun berdasarkan masing-masing aspek dan atribusinya?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris untuk menjawab permasalahan utama, yaitu mengetahui hubungan locus of control dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, berupa: a. Sumbangan ilmu kepada ilmu pengetahuan di bidang psikologi klinis

yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri dan locus of control b. Sebagai referensi dalam pengembangan alat ukur locus of control dan


(23)

c. Sebagai referensi teoritis atau empiris untuk penelitian lain di masa mendatang

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Sebagai acuan atau informasi bagi para mahasiswa tingkat pertama tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses penyesuaian diri yang harus mereka lakukan di awal masa kuliah.

b. Sebagai referensi bagi pihak kampus untuk menyusun program untuk membantu atau menjadi katalisator dalam proses penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswanya.

E. SISTEMATIKA PENELITIAN

Sistematika penelitian pada penelitian ini terdiri dari lima bab, dimulai dari bab I sampai dengan bab V. Adapun sistematika penelitian pada penelitian ini adalah :

1. BAB I – Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

2. BAB II – Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian, antara lain teori penyesuaian diri, teori locus of control, dan teori mahasiswa baru. Dalam bab ini juga akan dikemukakan dinamika


(24)

hubungan locus of control dengan penyesuaian diri, serta hipotesa penelitian.

3. BAB III – Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode dan alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.

4. BAB IV – Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini berisi uraian hasil penelitian, seperti gambaran umum dan karakteristik subjek penelitian dan cara analisa data, serta interpretasi data dan pembahasan.

5. BAB V – Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang disusun berdasarkan analisa dan interpretasi data penelitian, yang juga dilengkapi dengan saran-saran bagi peneliti lain berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh.


(25)

11

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENYESUAIAN DIRI

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri merupakan istilah yang digunakan para psikolog, dimana sebelumnya konsep ini merupakan konsep biologis yang disebut dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses psikologis dimana seseorang mengatur atau mengatasi berbagai tuntutan dan tekanan.

Menurut Atwater (1983), penyesuaian diri berkaitan dengan perubahan pada diri sendiri dan lingkungan yang dilakukan untuk mencapai kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan Martin dan Osborne (1989) bahwa penyesuaian diri merupakan bentuk perubahan perilaku untuk menghadapi perubahan tuntutan lingkungan.

Sawrey dan Telford menyebutkan bahwa penyesuaian diri merupakan interaksi yang terjadi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya, yang melibatkan sistem kognisi, emosi, dan perilaku (dalam Calhoun & Acocella, 1990). Fahmi juga menyatakan hal yang serupa (dalam Sobur, 2003). Ia mendefinisikan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang dinamis, berlangsung terus-menerus, yang bertujuan untuk mengubah perilaku untuk mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan.


(26)

Penyesuaian diri merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan, dan emosi negatif lainnya yang tidak sesuai dan kurang efisien dapat dikikis habis (Kartono, 2002). Menurut Schneiders penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan di dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Desmita, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan reaksi individu dalam mengatasi ketegangan karena terhambatnya kebutuhan untuk mencapai keselarasan antara individu dan lingkungan.

2. Bentuk Penyesuaian Diri

Schneiders (1964) juga mengemukakan bahwa ada dua macam bentuk penyesuaian diri yang dilakukan individu, yaitu:

a. Penyesuaian diri personal

Adalah bentuk penyesuaian diri yang diarahkan kepada diri sendiri, seperti penyesuaian diri fisik dan emosi, penyesuaian diri seksual, dan penyesuaian moral dan religius.


(27)

b. Penyesuaian diri sosial

Adalah bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan, seperti rumah, sekolah, dan masyarakat; yang merupakan aspek khusus dari kelompok sosial. Hal ini berarti melibatkan pola hubungan di antara kelompok yang ada dan saling berhubungan secara integral di antara ketiganya.

Sementara itu, menurut Gunarsa, bentuk penyesuaian diri ada dua, antara lain (dalam Sobur, 2003):

a. Adaptive

Merupakan bentuk penyesuaian diri bersifat fisik, artinya perubahan-perubahan dalam proses fisiologis untuk menyesuaikan kebutuhan diri terhadap lingkungan.

b. Adjustive

Merupakan bentuk penyesuaian diri bersifat psikis, artinya penyesuaian diri, baik emosi dan tingkah laku terhadap lingkungan yang memiliki norma sosial.

3. Karakteristik Penyesuaian Diri

Schneiders (1964) memberikan kriteria individu dengan penyesuaian diri yang baik, yaitu sebagai berikut:

a. Pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan dirinya b. Objektivitas diri dan penerimaan diri

c. Kontrol dan perkembangan diri d. Integrasi pribadi yang baik


(28)

e. Adanya tujuan dan arah yang jelas dari perbuatannya f. Adanya perspektif, skala nilai, filsafat hidup yang adekuat g. Mempunyai rasa humor

h. Mempunyai rasa tanggung jawab i. Menunjukkan kematangan respon

j. Adanya perkembangan kebiasaan yang baik k. Adanya adaptabilitas

l. Bebas dari respon yang cacat

m.Memiliki kemampuan bekerja sama dan menaruh minat terhadap orang lain

n. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain o. Memiliki orientasi yang adekuat terhadap realitas

4. Aspek Penyesuaian Diri

Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang baik meliputi tujuh aspek sebagai berikut:

a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih

Aspek ini menekankan pada adanya kontrol emosi yang memungkinkan individu tersebut untuk menghadapi permasalahan dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan.


(29)

b. Tidak terdapat mekanisme psikologis

Aspek ini menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang normal daripada penyelesaian masalah melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri. Individu dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

c. Tidak terdapat perasaan frustasi personal

Perasaan frustasi membuat seseorang sulit untuk bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah. Individu yang frustrasi akan merasa tidak berdaya dan hidup tanpa harapan. Maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian. d. Kemampuan untuk belajar

Penyesuaian merupakan proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres.

e. Pemanfaatan pengalaman masa lalu

Dalam proses pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman di masa lalu itu penting. Individu dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui kegiatan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu proses penyesuaian dirinya.


(30)

f. Sikap realistik dan objektif

Penyesuaian secara konsisten berhubungan dengan sikap realistik dan objektif yang bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

g. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri

Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun.

Pada mahasiswa sendiri, penyesuaian diri di lingkungan Perguruan Tinggi memiliki empat aspek (Baker & Siryk, 1984), yaitu:

a. Penyesuaian Akademik (Academic Adjustment)

Penyesuaian akademik adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan perkuliahan dan mencapai tingkat kepuasan pada prestasi akademisnya. Aspek ini meliputi motivasi (sikap terhadap tujuan akademis, motivasi untuk mencapai tujuan akademis dan untuk berkuliah), aplikasi (seberapa jauh motivasi diubah menjadi suatu usaha untuk mencapai tujuan akademis), performa (keberhasilan dan keefektifan dalam mencapai tujuan akademis), dan lingkungan akademis (kepuasan terhadap prestasi akademis).


(31)

b. Penyesuaian Sosial (Social Adjustment)

Penyesuaian sosial adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus. Aspek ini meliputi keterlibatan individu dalam kegiatan di lingkungan kampus secara umum, keterlibatan dan hubungan individu dengan orang lain di lingkungan kampus, dan kepuasan terhadap lingkungan kampus.

c. Penyesuaian Emosional (Emotional Adjustment)

Penyesuaian emosional adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri terhadap masalah emosional dan masalah fisik yang dihadapi sebagai mahasiswa baru. Aspek ini meliputi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan kesejahteraan fisik (physical well-being).

d. Kelekatan terhadap Institusi / Komitmen (Institutional Attachment) Komitmen (institutional attachment) adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan membangun kelekatan antar dirinya dengan kampus dan kegiatan perkuliahan yang dijalani yang berpengaruh terhadap keputusan individu untuk melanjutkan perkuliahan. Aspek ini meliputi perasaan dan kepuasan terhadap lingkungan atau kegiatan perkuliahan secara umum dan kepuasan terhadap kegiatan perkuliahan secara khusus khusus (jurusan atau mata kuliah).


(32)

5. Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri

Faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri adalah (Schneiders, 1964):

a. Keadaan fisik

Merupakan faktor yang memengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam melaksanakan penyesuaian diri.

b. Perkembangan dan kematangan

Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan. Tidak hanya karena proses pembelajaran, tetapi juga karena individu yang sudah lebih matang, baik dari segi intelektual, sosial, moral, dan emosi.

c. Keadaan psikologis

Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi, kecemasan dan gangguan mental dapat menghambat penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya.


(33)

d. Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga.

e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan

Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.

B. LOCUS OF CONTROL

1. Pengertian Locus of Control

Locus of control menurut Rotter adalah keyakinan individu mengenai sumber kontrol atau penguatan (reinforcement) di dalam hidupnya, apakah kontrol dan penguatan tersebut tergantung pada perilaku masing-masing atau bergantung pada kekuatan di luar diri (Schultz & Schultz, 1994).

Menurut Lefcourt, locus of control mengacu pada derajat dimana individu meyakini peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya merupakan konsekuensi dari perbuatannya (dalam Smet, 1997). Hal ini sejalan


(34)

dengan Grimes, Millea & Woodruff (2004) yang menyatakan bahwa locus of control adalah konstruk psikologis yang digunakan untuk mengidentifikasi persepsi individu mengenai kontrol dirinya terhadap lingkungan eksternal dan tingkat tanggung jawab atau hasil perilaku. Larsen & Buss (2010) juga menyebutkan bahwa locus of control menggambarkan persepsi individu tentang tanggung jawab atas kejadian dalam hidupnya.

Menurut Forte (2005), locus of control mengacu pada kondisi dimana individu mengatribusikan kesuksesan dan kegagalan dalam hidupnya. Hal ini serupa dengan yang dinyatakan oleh Demirtas & Günes bahwa locus of control adalah persepsi individu tentang siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi di dalam hidup mereka (Hamedoglu, Kantor, & Gulay, 2012).

Spector (dalam Munir & Sajid, 2010) menyebutkan bahwa locus of control adalah sebuah kecenderungan individu untuk meyakini bahwa ia atau hal-hal di luar kekuasannya yang mengendalikan peristiwa dalam hidupnya. Erdogan (dalam Kutanis, Mesci, & Ovdur, 2011) menyatakan bahwa locus of control adalah gagasan yang dimiliki individu sepanjang hidupnya, menganalisis peristiwa sebagai hasil dari perilaku mereka atau hasil dari kebetulan, nasib, atau kekuatan di luar kendali mereka.

Berdasarkan pandangan dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa locus of control adalah suatu konsep yang menggambarkan keyakinan akan pusat kendali individu mengenai penyebab peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya.


(35)

2. Karakteristik Locus of Control

Menurut Andre (2008), ada beberapa perbedaan karakter individu yang memiliki external locus of control dan internal locus of control, yaitu:

Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Locus of Control External Locus of Control Internal Locus of Control - Kurang memiliki kontrol terhadap

perilaku diri

- Kurang aktif mencari informasi untuk menghadapi situasi tertentu - Memiliki self-esteem yang rendah - Memiliki kepuasan kerja yang

rendah

- Kesulitan mengatasi stres

- Meyakini reward dan punishment

yang diterima sebagai kekuatan yang mungkin berubah dan tidak menentu

- Memiliki kontrol yang baik terhadap perilaku diri

- Lebih aktif mencari informasi yang berhubungan dengan situasi yang sedang dihadapi

- Memiliki self-esteem yang tinggi - Memiliki kepuasan kerja yang tinggi - Memiliki kemampuan mengatasi

stres yang baik

- Meyakini reward dan punishment

yang diterima berhubungan dengan performa yang telah mereka hasilkan

3. Aspek Locus of Control

Rotter mengusulkan locus of control sebagai aspek kepribadian yang terdiri dari dua kutub ekstrim yang bertolak belakang (dalam Lefcourt, 1982). Setiap individu memiliki kedua kutub locus of control, yaitu internal locus of control dan external locus of control. Akan tetapi ada kalanya salah satu kutub berperan lebih kuat daripada kutub lainnya. Oleh karena itu, tidak ada satupun individu yang benar-benar internal ataupun sebaliknya. Locus of control juga tidak bersifat statis, tetapi dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi yang menyertainya.

a. External Locus of Control

Robbins (2008) menyebutkan bahwa individu dengan external locus of control berkeyakinan bahwa apapun yang terjadi pada dirinya


(36)

dikendalikan oleh kekuatan di luar dirinya, seperti keberuntungan atau kesempatan. Individu dengan external locus of control cenderung pasrah terhadap apa yang menimpanya. Menurut Rotter, external locus of control mengacu pada keyakinan bahwa kesempatan, nasib, keberuntungan, takdir, orang lain, dan hal-hal lainnya berpengaruh lebih kuat dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu (Karimi & Alipour, 2011). Hal ini sesuai dengan Lefcourt yang membagi lagi external locus of control menjadi dua tipe atribusi, yaitu konteks dan keberuntungan (dalam Halpert & Hill, 2001). Sementara itu, Levenson & Miller (1976) mengelompokkan tipe-tipe external locus of control ke dalam dua kelompok, yaitu kontrol dari orang lain (powerful others) dan kontrol dari kesempatan dan keberuntungan (chance and luck) (April, Dharani, & Peters, 2012). Individu seperti ini meyakini bahwa dirinya tidak memiliki kontrol atas yang terjadi di dalam hidupnya.

b. Internal Locus of Control

Menurut Rotter, internal locus of control mengacu pada keyakinan bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi di dalam hidup seseorang merupakan hasil dari tindakan dan usaha individu tersebut (Karimi & Alipour, 2011). Individu dengan internal locus of control meyakini bahwa ia dapat mengendalikan segala peristiwa dan konsekuensi yang terjadi di dalam hidu p mereka. Bagi individu dengan internal locus of control, kemampuan (ability) dan usaha (effort) lebih menentukan apa


(37)

yang diperoleh sepanjang hidupnya (Lefcourt, 1982 dalam Halpert & Hill, 2001).

Dalam penelitian ini, pengukuran locus of control dibagi lagi dalam dua dimensi (Lefcourt, 1982), yaitu:

a. Achievement (Prestasi/Pencapaian)

Prestasi atau pencapaian merupakan suatu bentuk atau wujud dari kemampuan ataupun hasil usaha yang dilakukan seseorang. Lefcourt (1982) kemudian mendefinisikan prestasi sebagai hasil akademis, yaitu suatu hasil dari tujuan pendidikan, seperti nilai ataupun kelulusan dari suatu materi pelajaran.

b. Affiliation (Afiliasi/Hubungan)

Afiliasi atau hubungan merupakan suatu tindakan untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan organisasi. Lefcourt (1982) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan afiliasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, baik dalam konteks pertemanan ataupun hubungan romantis.

4. Faktor yang Memengaruhi Locus of Control

Dari beberapa hasil penelitian, berikut disimpulkan faktor-faktor yang memengaruhi locus of control yang dimiliki individu, yaitu:

a. Faktor Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan tempat utama seseorang mendapat pengaruh mengenai locus of control yang dimilikinya (Kuzgun, dalam


(38)

Hamedoglu, Kantor, & Gulay, 2012). Orang tua mendidik anak sembari melakukan sosialisasi nilai melalui berbagai cara, salah satunya pola asuh. Individu yang diasuh dalam lingkungan otoriter dengan kontrol perilaku ketat akan tumbuh sebagai individu yang pemalu dan bergantung (external locus of control). Sementara anak yang tumbuh pada lingkungan demokraktis akan mengembangkan kemandirian dan memiliki keterampilan interaksi sosial yang lebih baik, percaya diri, dan rasa ingin tahu yang besar (internal locus of control)

b. Faktor Motivasi

Menurut Forte, individu hidup dengan motivasi internal dan eksternal. Hal ini juga turut memengaruhi locus of control seseorang (dalam Karimi & Alipour, 2011). Kepuasan, harga diri, peningkatan kualitas hidup merupakan beberapa motivasi internal. Sedangkan promosi jabatan, gaji, atau bentuk reward dan punishment lainnya merupakan bentuk motivasi eksternal.

c. Faktor Pelatihan

Program pelatihan adalah sebuah pendekatan terapi yang diberlakukan untuk mengembalikan kendali atas hasil yang ingin diperoleh. Hal ini akan membantu meningkatkan kemampuan individu untuk mengatasi hal-hal yang membawa dampak buruk di dalam hidupnya. Menurut Luzza, Funk, dan Strang, pelatihan dapat mendorong individu hidup dengan internal locus of control (dalam Weissbein, Huang, Ford, & Schmidt, 2011).


(39)

C. MAHASISWA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 30 Tahun 1990, mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi. Selanjutnya, Sarwono (1978) menyebutkan bahwa mahasiswa adalah setiap orang berusia 18-30 tahun yang resmi terdaftar untuk mengikuti proses belajar di perguruan tinggi. Sementara itu menurut Papalia, Olds, & Feldman (2009), mahasiswa, dalam masa perkembangannya, berada di tahap remaja akhir dengan rentang usia 18 – 21 tahun, yakni di masa transisi antara remaja menuju dewasa muda .

Mahasiswa tingkat pertama adalah peserta didik yang terdaftar dan sedang belajar pada semester satu atau semester dua di perguruan tinggi.

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL

DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA TINGKAT PERTAMA

Perkuliahan merupakan waktu yang penuh dengan tekanan bagi para mahasiswa baru terkait dengan banyaknya perbedaan tuntutan antara masa sekolah dan masa kuliah. Stres yang timbul biasanya disebabkan oleh ketidaksiapan mereka dengan standar pendidikan yang lebih tinggi dimana mereka harus mengerjakan tugas dengan jumlah banyak dan dalam tenggang waktu singkat namun tetap selesai tepat waktu, pola hubungan antara dosen dengan


(40)

mahasiswa, pencarian teman baru, serta masalah kemandirian dan tanggung jawab yang meningkat.

Stres yang dialami mahasiswa tingkat pertama ini kemudian perlu ditindaklanjuti karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya, seperti pada nilai akademis, motivasi belajar, dan ketekunan belajar. Untuk itulah dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri yang baik yang dapat diandalkan untuk mengatasi stres yang mereka alami sebagai mahasiswa tingkat pertama.

Schneiders (1964) memberikan beberapa kriteria individu dengan penyesuaian diri yang baik, salah satunya adalah kontrol diri, yaitu cara individu mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakan diri dalam menghadapi peristiwa dalam hidupnya. Konsep ini oleh Rotter disebut dengan Locus of Control yang terdiri dari dua kutub yang bersifat kontinuum, internal dan eksternal.

Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal, yang meyakini bahwa ia memiliki kendali atas perisitiwa dalam hidupnya melalui kemampuan (ability) dan usaha (effort), disebutkan memiliki kontrol perilaku lebih baik, lebih aktif dalam mencari informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan situasi yang dihadapi, memiliki self-esteem yang tinggi, dan memiliki kemampuan mengatasi stres lebih baik. Kemampuan ini tentu diperlukan oleh individu-individu yang sedang melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan ataupun lingkungan baru.

Sedangkan bagi individu yang meyakini bahwa sumber penyebab peristiwa berada di luar kendalinya (external) akan cenderung menyalahkan lingkungan (context) atau menganggap bahwa mereka hanya sedang mengalami


(41)

ketidakberuntungan (luck). Hal ini diasumsikan akan menyebabkan penyesuaian diri yang dilakukan akan berjalan lebih lama karena akan lebih sulit mengubah lingkungan atau hal-hal yang ada di luar kendali diri.

E. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka peneliti memiliki hipotesa bahwa terdapat hubungan negatif antara locus of control dengan penyesuaian diri pada mahasiswa tingkat pertama. Semakin tinggi tingkat locus of control seseorang (semakin eksternal), maka akan semakin buruk penyesuaian dirinya. Demikian sebaliknya, semakin rendah tingkat locus of control seseorang (semakin internal), maka akan semakin baik pula penyesuaian dirinya.

Selain itu, terdapat hipotesis lainnya yang juga ingin dibuktikan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Ada hubungan negatif antara locus of control dengan penyesuaian diri akademik, sosial, dan komitmen.

2. Pada dimensi prestasi, ada hubungan negatif antara kemampuan (ability), usaha (effort), konteks (context), dan keberuntungan (luck) dengan penyesuaian diri, baik secara akademik, sosial, dan komitmen. 3. Pada dimensi afiliasi, ada hubungan negatif antara kemampuan

(ability), usaha (effort), konteks (context), dan keberuntungan (luck) dengan penyesuaian diri, baik secara akademik, sosial, dan komitmen.


(42)

28

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel-variabel yang terlibat di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel 1 : Locus of Control b. Variabel 2 : Penyesuaian Diri

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

1. Definisi Operasional Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri pada mahasiswa adalah pikiran, perasaan, dan perilaku mahasiswa untuk mengatasi tuntutan dan tekanan yang disebabkan oleh perubahan masa sekolah ke masa perkuliahan dengan cara mengikuti perkuliahan dengan baik (akademik), membina hubungan dengan civitas academica (sosial), serta berusaha mencapai tujuan dan melanjutkan perkuliahan (komitmen).

2. Definisi Operasional Locus of Control

Locus of Control adalah keyakinan individu mengenai penyebab peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya. Locus of control bersifat kontinum, yang terdiri dari internal dan eksternal.


(43)

Internal locus of control adalah keyakinan individu bahwa apapun yang terjadi padanya dikendalikan oleh dirinya sendiri. Atribusi dari internal locus of control terdiri dari kemampuan dan usaha. Semakin rendah skor kemampuan dan usaha yang diperoleh mengindikasikan locus of control yang semakin internal, dan semakin tinggi skor kemampuan dan usaha yang diperoleh, mengindikasikan locus of control yang semakin eksternal.

Sementara external locus of control adalah keyakinan individu bahwa apapun yang terjadi padanya dikendalikan kekuatan di luar dirinya. Atribusi dari external locus of control terdiri dari konteks dan keberuntungan. Semakin tinggi skor konteks dan keberuntungan yang diperoleh mengindikasikan locus of control yang semakin eksternal, dan semakin rendah skor konteks dan keberuntungan yang diperoleh mengindikasikan locus of control yang semakin internal.

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara. Adapun karakteristik populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Berstatus sebagai mahasiswa tingkat pertama (semester satu atau dua) di Universitas Sumatera Utara


(44)

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non-probability sampling, yaitu teknik sampling yang digunakan apabila tidak semua orang di dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian. Adapun jenis non-probability sampling yang digunakan adalah incidental sampling dengan alasan kemudahan akses, hemat waktu, dan kepraktisan di lapangan. Kelemahan metode ini adalah peneliti tidak dapat melakukan generalisasi karena sampel yang ada tidak cukup merepresentasikan populasi secara keseluruhan.

Secara tradisional, jumlah sampel yang lebih dari 60 orang dapat dikatakan sudah cukup banyak (Azwar, 2013). Peneliti telah menyebar 200 alat ukur, akan tetapi peneliti hanya mengolah data dari 174 orang subjek karena sebanyak 26 responden lainnya tidak mengembalikan lembar kuesioner.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara langsung dari sampel penelitian. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan alat ukur psikologis berbentuk kuesioner sebagai instrumen penelitian, yang berisi pernyataan tertulis yang berhubungan dengan variabel penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua alat ukur psikologis yang telah diterjemahkan dan dimodifikasi, yaitu alat ukur Student Adaptation to College Scale dan alat ukur Multidimensional Multiattributional Causality Scale.


(45)

1. Pengukuran Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri pada mahasiswa diukur dengan menggunakan alat ukur yang telah diterjemahan dan dimodifikasi dari Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) yang dikembangkan oleh Baker & Siryk pada 1989 dan telah diadaptasi oleh Andulsalam pada 2003. SACQ merupakan alat ukur yang terdiri dari 18 aitem yang mengukur tiga aspek penyesuaian diri, yaitu akademik, sosial, dan komitmen. SACQ memiliki empat pilihan respon, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Semakin tinggi skor penyesuaian diri yang diperoleh, maka semakin baik pula penyesuaian diri yang dilakukan individu tersebut. Sebaliknya, semakin rendah skor penyesuaian diri yang diperoleh, maka semakin buruk pula penyesuaian diri yang dilakukan individu tersebut.

Berikut ini merupakan tabel blue print dari Student Adaptation to College Scale:

Tabel 2. Blue Print Alat Ukur Penyesuaian Diri

No. Aspek Nomor Aitem

(Favorable)

Nomor Aitem (Unfavorable)

1 Akademik 1, 8, 10, 15 3, 12

2 Sosial 4, 6, 7, 11, 13, 14,16 -

3 Komitmen 2, 5, 9 17,18

2. Pengukuran Locus of Control

Locus of control diukur dengan menggunakan alat ukur yang telah diterjemahkan dan dimodifikasi dari Multidimensional Multiattributional Causality Scale (MMCS) yang dikembangkan oleh Lefcourt pada 1981. MMCS merupakan alat ukur yang terdiri dari 29 aitem yang mengukur dua


(46)

dimensi, yaitu prestasi (achievement) dan afiliasi (affiliation), dimana masing-masing dimensi terdiri dari dua aspek, yaitu internal, yang terdiri dari kemampuan (ability) dan usaha (effort), dan eksternal, yang terdiri dari konteks (context) dan keberuntungan (luck). MMCS memiliki empat pilihan respon, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Semakin tinggi skor locus of control yang diperoleh mencerminkan locus of control yang semakin eksternal. Sebaliknya, semakin rendah skor locus of control yang diperoleh mencerminkan locus of control yang semakin internal.

Berikut merupakan tabel blue print dari Multidimensional Multiattributional Causality Scale:

Tabel 3. Blue Print Alat Ukur Locus of Control

No. Bagian

Aspek Nomor Aitem

(Favorable)

Nomor Aitem (Unfavorable)

Context Luck Ability Effort

1 Achievement 11, 18,

20, 27

3, 15, 19,

24, 28 1, 16 2, 10, 21

2 Affiliation 9, 29 5, 13,

22, 26

4, 7, 14, 23

6, 8, 12, 17, 25

E. UJI INSTRUMEN PENELITIAN

1. Validitas Alat Ukur

Pengukuran validitas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana sebuah alat ukur mampu menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2013). Adapun validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi.

Validitas isi berkaitan dengan berkaitan dengan sejauh mana aitem-aitem mendukung konstruk teoritis yang diukur (Anastasi & Urbina, 1997). Validitas


(47)

isi dalam penelitian ini diperoleh melalui validasi logik dengan mengevaluasi relevansi aitem berdasarkan kesepakatan dengan penilai yang kompeten (professional judgement) (Azwar, 2013).

2. Daya Diskriminasi Aitem

Pengujian daya diskriminasi aitem diperlukan untuk mengetahui sejauh mana aitem dapat membedakan individu yang memiiki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2013). Pengujian daya diskriminasi aitem dilakukan dengan komputasi korelasi skor aitem dengan skor total tes dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS 18.0 for Windows. Batas nilai indeks daya diskriminasi aitem dalam penelitian ini adalah 0,3 (Azwar, 2013). Adapun hasil uji daya diskriminasi aitem dapat dilihat pada Lampiran 2.

Uji coba alat ukur pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali, dimana uji coba pertama dilakukan pada 60 orang subjek dan uji coba kedua dilakukan pada 30 orang subjek.

a. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penyesuaian Diri

Jumlah aitem alat ukur penyesuaian diri yang diujicobakan pada uji coba pertama adalah 36 aitem. Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh, terdapat 30 aitem yang diputuskan untuk diikutsertakan dalam uji coba kedua berdasarkan pertimbangan indeks daya diskriminasi aitem berdasarkan tabel korelasi Pearson Product Moment


(48)

(riX > 0,25) dan uji validitas isi yang dilakukan bersama professional judgement, dan terdapat 6 aitem yang gugur.

Dari 30 aitem yang diujicobakan pada uji coba kedua, diperoleh 16 aitem yang memiliki nilai diskriminasi di atas 0,3 (riX > 0,3), 2 aitem yang memiliki nilai diskriminasi di bawah 0,3 (riX = 0.283 dan riX = 0.287) yang setelah dipertimbangkan melalui validasi logik bersama penilai yang kompeten tetap disertakan, dan 12 aitem yang gugur.

Tabel 4. Distribusi Aitem Alat Ukur Penyesuaian Diri Setelah Uji Coba No. Aspek Favorable Unfavorable Total Bobot

1 Akademik 1, 8, 10, 15 3, 12 6 33,33%

2 Sosial 4, 6, 7, 11,

13, 14,16 - 7 38,89%

3 Komitmen 2, 5, 9 17,18 5 27,28%

Total 14 4 18 100%

b. Hasil Uji Coba Alat Ukur Locus of Control

Jumlah aitem alat ukur locus of control yang diujicobakan pada uji coba pertama adalah 48 aitem. Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh, terdapat 44 aitem yang diputuskan untuk diikutsertakan dalam uji coba kedua berdasarkan pertimbangan indeks daya diskriminasi aitem berdasarkan tabel korelasi Pearson Product Moment (riX > 0,25) dan uji validitas isi yang dilakukan bersama professional judgement, dan terdapat 4 aitem yang gugur.

Dari 44 aitem yang diujicobakan pada uji coba kedua, diperoleh 29 aitem yang memiliki nilai diskriminasi di atas 0,3 (riX > 0,3) dan 15 aitem yang gugur.


(49)

Tabel 5. Distribusi Aitem Alat Ukur Locus of Control Setelah Uji Coba No. Dimensi Favorable Unfavorable Total Bobot

Context Luck Ability Effort 1 Prestasi 11, 18,

20, 27

3, 15, 19,

24, 28 1, 16 2, 10, 21 14 48,28%

2 Afiliasi 9, 29 5, 13,

22, 26

4, 7, 14, 23

6, 8, 12,

17, 25 15 51,72%

Total 15 14 29 100%

3. Reliabilitas Alat Ukur

Pengukuran reliabilitas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat dipercaya dan konsisten (Azwar, 2013). Reliabilitas adalah konsistensi skor yang dihasilkan oleh subjek yang sama ketika diberikan kembali alat ukur yang sama namun pada kesempatan berbeda (Anastasi & Urbina, 1997).

Pengukuran reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal berupa koefisien Cronbach Alpha. Pengukuran reliabilitas alat ukur akan dilakukan secara komputasi dengan bantuan program SPSS 18.0 for Windows. Koefisien reliabilitas memiliki rentang angka 0 – 1,00. Sebuah alat ukur dianggap reliabel jika koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00.

Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan, SACQ memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,774 dan MMCS memiliki koefisien reliabitas sebesar 0,610. Adapun hasil uji reliabilitas selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 1.


(50)

F. PROSEDUR PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan terlebih dahulu beberapa alat ukur penyesuaian diri dan alat ukur locus of control yang diperkirakan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Setelah mendapatkan alat ukur yang dimaksud, peneliti melakukan proses back translation pada kedua alat ukur. Kemudian peneliti bersama dosen pembimbing merevisi kembali alat ukur yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar kalimatnya lebih mudah dipahami. Penyusunan alat ukur dilanjutkan dengan membuat blue print, dimana pada awalnya alat ukur penyesuaian diri terdiri dari 36 buah aitem dan alat ukur locus of control terdiri dari 48 buah aitem. Setiap aitem memiliki 4 pilihan respon. Alat ukur akan dicetak pada kertas berukuran A4 70g yang disusun dalam bentuk booklet.

Setelah perancangan alat ukur selesai, peneliti melakukan uji coba alat ukur. Uji coba ini dilakukan untuk memperoleh nilai reliabilitas dan validitas dari alat ukur. Setelah tahap uji coba dilakukan, peneliti akan merevisi alat ukur dengan cara memilih aitem-aitem berdasarkan indeks daya diskriminasi aitem yang telah ditentukan sebelumnya.


(51)

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti mengambil data penelitian yang sebenarnya. Alat ukur diberikan kepada sampel yang telah ditentukan dengan menjelaskan tujuan dari pengisian alat ukur. Peneliti juga memberikan reward kepada subjek penelitian sebagai bentuk apresiasi karena telah bersedia meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah memperoleh seluruh data dari subjek penelitian, penelitia melakukan pengolahan data dengan menggunakan metode analisa data inferensial, yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan hubungan atau komparasi dari dua buah variabel. Jika data memenuhi uji asumsi parametrik, maka teknik inferensial yang digunakan adalah teknik korelasi Pearson Product Moment. Akan tetapi jika data tidak memenuhi uji asumsi parametrik, maka analisa data akan menggunakan metode statistika nonparametik dengan teknik korelasi Spearman-Rank Correlation Coefficient.


(52)

38

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Penelitian ini melibatkan 174 orang subjek yang merupakan mahasiswa tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara. Berikut ini merupakan deskripsi dari subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, tingkat pendidikan, fakultas/jurusan, jalur masuk kuliah, IPK terakhir, agama, suku, asal daerah, dan tempat tinggal (keterangan tabel: ditebalkan = kelompok dengan jumlah paling banyak ; dimiringkan = kelompok dengan jumlah paling sedikit).

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Sebaran subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Usia Jumlah (N) Persentase

17 12 6,90

18 90 51,72

19 61 35,06

20 11 6,32

Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek terbanyak adalah mahasiswa berusia 18 tahun, yakni 90 orang (51,72%), dan subjek paling sedikit adalah mahasiswa berusia 20 tahun berjumlah 11 orang (6,32%).


(53)

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Sebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase

Laki-Laki 61 35,06

Perempuan 113 64,94

Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek berjenis kelamin perempuan adalah 113 orang (64,94%) dan subjek berjenis kelamin laki-laki berjumlah 61 orang (35,06%).

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Fakultas/Jurusan

Sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan, fakultas/jurusan, dan jalur masuk kuliah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Fakultas/Jurusan

Tingkat Pendidikan

Fakultas/

Jurusan Total Persentase

D3 Ekonomi Bisnis/ Akuntansi 14 8,05

Ekonomi Bisnis/ Sekretaris 25 14,37

Total 39 22,41

S1

Psikologi 92 52,87

Teknik Sipil 40 22,98

Lainnya 3 1,2

Total 135 77,59

Berdasarkan tingkat pendidikan, kelompok S1 (N = 135) lebih banyak menjadi subjek penelitian daripada kelompok D3 (N = 39). Berdasarkan fakultas/jurusan, subjek penelitian dari Fakultas Psikologi adalah yang


(54)

terbanyak (N = 92) dengan subjek penelitian paling sedikit berasal dari kelompok Lainnya (N = 3).

4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan IPK Terakhir

Sebaran subjek penelitian IPK terakhir dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan IPK Terakhir

IPK Jumlah (N) Persentase

3,50 – 4,00 41 23,56

3,00 – 3,49 92 52,87

2,50 – 2,99 31 17,82

2,00 – 2,49 2 1,15

< 2,00 2 1,15

Tidak Menjawab 6 3,45

Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah subjek terbanyak adalah mahasiswa dengan IPK 3,00 – 3,49, yakni 92 orang (52,87%), dan subjek paling sedikit adalah mahasiswa dengan IPK 2,00 – 2,49 dan IPK < 2,00 berjumlah masing-masing 2 orang (2,3%).

B. HASIL PENELITIAN

1. Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Berikut adalah hasil uji normalitas untuk alat ukur Penyesuaian Diri dan alat ukur Locus of Control:

Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Alat Ukur

Variabel Sig.

Penyesuaian Diri 0,004


(1)

94

LAMPIRAN 6.

PRELIMINARY RESEARCH

1.

Apa perbedaan/perubahan yang paling terasa antara masa SMA dan masa kuliah di semester 1?

2.

Apakah perbedaan/perubahan tersebut memengaruhi jalannya perkuliahan?

3.

Apakah Anda mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kegiatan perkuliahan di semester 1?

4.

Hal-hal apa saja yang menurut Anda berkaitan dengan proses penyesuaian diri yang Anda lakukan di semester 1?

NO. TIME G E STU 1 2 3 4

1

5/17/15-20:52 P S1 psi

Perbedaan sistem belajarnya yang pasti, karena berbeda kali kan pasti dari sma, jd

harus banyak penyesuaian lebih Y T

Kurangnya rasa ingin tahu pasti sangat mempengaruhi proses penyesuaian diri mahasiswa baru

2

5/17/15-20:57 L S1 psi Lebih banyak waktu T T Teman, keadaan kampus

3

5/17/15-20:58 P S1 psi Tugas dan sistem pengajarannya Y Y lingkungan dan membuka diri

4

5/17/15-21:00 P S1 dr Cara belajar, gaul temenannya, lebih disiplin T T Lingkungan udh pasti. Temen. Dosennya. Fasilitasnya

5

5/17/15-21:05 P S1 agb Kepedulian guru semasa SMA dengan dosen di masa S1 T Y Supel

6

5/17/15-21:15 P S1 drg teman-teman dan rutinitas Y Y

kalau bagi saya yang paling besar sih ya diri sendiri, kemauan diri sendiri untuk tetap beradaptasi, dan seberapa besar motivasi diri untuk betah di fakultas tersebut

7

5/17/15-21:16 P S1 ikom Perbedaan lingkungan kayak tempat baru, kawan2 baru. Y Y Adanya teman2 yang dukung.

8

5/17/15-21:36 P D3 akun Jam kuliah yang jauh beda sama jam belajar di SMA Y T

Jadwal makan siang yang sering tidak tepat waktu karna perubahan jadwal kuliah yang beruntun di siang hari

KETERANGAN PROGRAM STUDI

psi: psikologi ; dr: kedokteran ; drg: kedokteran gigi ; ikom: ilmu komunikasi ; ipol: ilmu politik ; agb: agribisnis ; aget: agroekoteknologi ; arsi: arsitektur ; hkm: hukum

ktp: keteknikan pertanian ; far: farmasi ; prw: keperawatan ; tsip: teknik sipil ; tmsn : teknik mesin ; telk: tekn ik elektro ; tind: teknik industri ; tkim: teknik kimia ; akun: ekonomi akuntansi ; ekp: ekonomi pembangunan sek: kesekretariatan ; ti: teknologi informasi ; mat: matematika ; ptn: peternakan


(2)

95

9

5/17/15-21:49 P S1 agb

sma lebih tertib lebih nyaman sama ruangannya. kawannya juga, kawan kuliah kadang gabisa diprediksi. dosennya juga kadang lebih tidak menerima pendapat

mahasiswanya.

Y T kawan. menjadi lebih dewasa dan lebih melilih milih mana yg baik mana yg enggak.

10

5/17/15-21:54 P S1 ipol

Tugas yang banyak dan penyesuain diri terhadap lingkungan yang lebih luas serta

tidak adanya perhatian dari dosen untuk membimbing mahasiswanya dalam pelajaran Y Y

Lingkungan kampus dominasinya adalah suku batak sehingga nada bicara yang agak kasar membuat saya banyak terkejut

11

5/17/15-22:04 P S1 akun

Jadwal kegiatan yang berbeda setiap harinya, metode belajar, dan sistem lulus tidak

lulus Y Y Kesiapan mental, keberanian, dan motivasi kuat dalam diri

12

5/17/15-22:16 P D3 akun

Dimasa SMA kebetulan mengambil jurusan ipa,masa kuliah sama mengambil jurusan

akuntansi jadi sngat terasa perbedaannya untuk lebih bnyak memahami tntang ips Y Y

Lingkungan Teman teman

13

5/17/15-22:17 L S1 ipol lingkungan pertemanan, cara mengajar Y Y Teman-teman

14

5/17/15-22:46 P S1 psi

cara belajarnya. kalo di masa SMA, kita emang dituntut HARUS ini-itu. nah kalo di awal kuliah itu terasanya kita udah punya kebebasan buat milih jalan yg ditempuh. mau dikerjakan ataukah tidak. peraaurannya, jadwalnya, semua ada. tinggal mau lakuin ato nggak. dan semua dampak dari pilihan kita itu kita sendiri yang tanggung.

Y T pertemanan, jam tidur, niat.

15

5/17/15-22:58 L S1 psi

sma ==> satu demografis, satu agama, sistem akademik monoton, pengetahuan hanya kulitnya saja, tidak aplikatif, satu arah tidak masalah

kuliah => beda agama, kultur, ras, latar belakang, beda daerah, akademik lebih terfokus, bermuara pada sistem komunikasi 2 arah, dituntut mandiri

Y T

kehadiran peer group dalam kelompok yang besar dan senior-senior yang menurutku satu pandangan denganku. membantu dalam tugas, diskusi, refreshing, sosialisasi, mengenal sesama dan sebagainya.

16

5/17/15-23:10 L S1 agek

Tugas dan waktu masok serta seragam yg digunakan, adaptasi dengan lingkungan dan

orang" disekitar Y Y

Cara berteman, cara berkomunikasi, cara berpakaian, dan lainnya

17

5/18/15-06:41 P S1 arsi

jam dan waktu belajar yang tidak teratur. tugas-tugas kuliah yang harus dikerjakan,

sedangkan pr sekolah tidak begitu penting. Jam tidur yang tidak beraturan. Y Y

Pergaulan dengan teman yang beragam. Pemanfaatan waktu yang lebih baik.

18

5/19/15-16:01 P S1 ikom Tugas Y T Mengikuti berbagai acara kampus

19

5/19/15-16:09 P S1 ikom Cara belajarnya, kalau di kuliah mahasiswa harus lebih aktif Y Y

Sedikit kesulitan yg saya hadapi yaitu teman teman yang lebih luas yg berasal dari ragam budaya

KETERANGAN PROGRAM STUDI

psi: psikologi ; dr: kedokteran ; drg: kedokteran gigi ; ikom: ilmu komunikasi ; ipol: ilmu politik ; agb: agribisnis ; aget: agroekoteknologi ; arsi: arsitektur ; hkm: hukum


(3)

96

20

5/19/15-16:09 P S1 ikom

Dalam proses belajar mengajar. Di sma kita diajarin sampe ngerti. Di kuliah, ngerti

gak ngerti gak urusan dosen Y Y Teman mungkin

21

5/19/15-16:12 P S1 ikom Cara belajar dan sistem pengajarannya Y T Cara belajar

22

5/19/15-20:38 P S1 ikom

Perbedaannya semakin tidak aktif krn sejak awal saya merasa sudah salah jurusan dan

tidak nyaman dgn lingkungan kampus Y Y Rasa antusiasme utk beradaptasi.

23

5/20/15-00:10 P S1 ikom

Waktu belajarnya. Kalau waktu sekolah dulu dari pagi sampek sore baru pulang tapi

kalau kuliah cuman beberapa jam aja di kampus T T

Sikap terbuka terhadap orang lain sehingga kita mudah untuk bergaul dengan orang lain. Namun tidak dipungkiri teman juga mempengaruhi penyesuaian diri.

24

5/20/15-00:43 P S1 akun

1.Perubahannya pasti beda di mata kuliahnyaa 2.Cara pengajaran antara guru disekolah dengan dosen 3.Lebih banyak kegiatan yg diikuti

Y T banyak kegiatan sehingga bisa lebih mandiri

25

5/20/15-00:49 L S1 hkm

pola berfikir sangat berbeda dan cara pandang saya thdp politik hanya sebagian itu yg

ingin sy kasih tau perbedaan saat sma dan kuliah Y T mata kuliah, dosen , teman dan pola pola pikir

26

5/20/15-12:54 L S1 dr Bebas Y T Jam kuliah yang super padat

27

5/20/15-12:54 L S1 ktp Pola pikir dan kemandirian Y Y Masa ospek, teman dari berbagai daerah dan kalangan

28

5/20/15-12:59 P S1 far Teman-temannya, lebih asik,lebih gokil waktu kuliah ketimbang SMA Y Y Sikap dan sifat

29

5/20/15-13:00 P S1 psi Cara belajar, model pengajaran, pertemanan. Y Y Faktor eksternal dan orang terdekat.

30

5/20/15-13:13 L S1 ktp Kebebasan Y T Kedewasaan dalam bersikap

31

5/20/15-13:14 L S1 tmsn

Bedanya itu waktu SMA siswa itu kalau ga belajar dikejar-kejar guru kalau ga ngerjain tugas atau absen. Kalau di kuliahan kadang dosen ga mau segitu pedulinya sama mahasiswanya. Bedanya lagi ya mahasiswa lebih bebas dibanding sma. Karena jadwal walaupun sudah teratur waktu kuliah tp banyak waktu lenggang juga

Y Y

Lingkungan sehari-hari (pertemanan, kostan)

pengaruh dari teman2 kayaknya paling dominan, dan hal2 baru juga cukup berpengaruh..

32

5/20/15-13:14 L S1 agek

SMA masa anak2...

sesudah kuliah belajar dewasa. Y Y

tingkah laku. pola pikir.

KETERANGAN PROGRAM STUDI

psi: psikologi ; dr: kedokteran ; drg: kedokteran gigi ; ikom: ilmu komunikasi ; ipol: ilmu politik ; agb: agribisnis ; aget: agroekoteknologi ; arsi: arsitektur ; hkm: hukum

ktp: keteknikan pertanian ; far: farmasi ; prw: keperawatan ; tsip: teknik sipil ; tmsn : teknik mesin ; telk: tekn ik elektro ; tind: teknik industri ; tkim: teknik kimia ; akun: ekonomi akuntansi ; ekp: ekonomi pembangunan sek: kesekretariatan ; ti: teknologi informasi ; mat: matematika ; ptn: peternakan


(4)

97

33

5/20/15-13:17 L S1 ktp Proses pendewasaan diri Y T Teman

34

5/20/15-13:22 L S1 telk Sistem pendidikan T T

Perbedaasn dosen dengan guru Adanya senioritas

Tuntutan yang lebih berat

35

5/20/15-13:22 P S1 sst cara belajar, waktu bermain, waktu istirahat Y T cara berteman

36

5/20/15-13:25 P D3 far

Masa SMA : lebih banyak waktu luang

Masa kuliah : jadwal lebih padat,lebih rumit, kuliah dibawah tekanan. Y Y Keterbiasaan dengan jadwal kampus

37

5/20/15-13:38 L S1 dr

Jadwal belajar sma jam 07.15 - 16.00. Sedangkan kuliah cuma 2 jam, demo diakui,

sma g bisa ke gunung bromo tapi kuliah bisa dan smpat T Y none

38

5/20/15-13:56 P S1 tind

Perbedaan penilaian yg tidak objektif jika di kampus. Penilaian terkadang berdasarkan anak siapa atau istilahnya nilai gaib bukan dari kemampuan mahasiswa beda dengan sekolah yg dilihat dari kemampuan siswanya

Y Y

Waktu Keadaan dosen

Keadaan sistem dikampus

39

5/20/15-14:03 L S1 tmsn Lingkungan. Terutama dengan suasana kampus baru. T T

Semua berjalan lancar..itu tergantung pada pribadi masing2..

40

5/20/15-14:20 L S1 dr Jam kuliah lebih banyak daripada sekolah, tugas lebih banyak, lebih susah bagi waktu T Y Lingkungan

41

5/20/15-14:37 P S1 dr Beban materi pembelajaran yang didapat lebih spesifik Y Y

Keinginan kuat untuk belajar, pembagian waktu antara belajar dengan berkumpul bersama teman

42

5/20/15-14:48 L S1 ti

Sistem pembelajaran yang berbeda antara SMA dan kuliah, sehingga harus ada

penyesuaian sistem pembelajaran oleh mahasiswa. Y Y

waktu, adatasi teman baru, sistem pembelajaran dan lain lain.

43

5/20/15-14:52 P S1 dr Lebih mandiri dan bertanggung jawab Y Y Pengaruh lingkungan dan faktor internal

44

5/20/15-15:17 P S1 dr Belajarnya harus mandiri saat kuliah, waktu SMA dibimbing oleh guru. T Y Rasa percaya diri.

45

5/20/15-15:39 P S1 dr 1. Disiplin 2. Mandiri Y Y teman2 dan keluarga

KETERANGAN PROGRAM STUDI


(5)

98

46

5/20/15-15:55 P S1 psi

paling terasa yang pastinya sering ngerasain homesick, wajar dulu sma g ngekos sekarang kuliah harus ngekos. Tugas diperkuliahan banyak banget, beda waktu sma, mau di kerjain g dikerjain tetep dapat nilai. Dosen ama guru beda banget. Dosen mah cuek tapi guru perhatian banget dulu waktu sma. Di sma dulu guru masih mau dengerin alasan murid tapi kalok di perkuliahan dosen selalu benar.

Y Y 1. Rasa segan

2. Susah menyatukan hati dalam pemikiran maupun sikap

47

5/20/15-16:04 P S1 dr Waktu kuliah T T Tidak ada

48

5/20/15-16:08 P S1 sst Lebih giat dalam belajar T Y Dalam pergaulan .

49

5/20/15-16:17 P S1 hkm

Beda seperti saat SMA "siapa aja yang asyik akan jadi tman" saat kuliah bnyak membedakan stuktur sosial misalnya dalam kedudukan/harta .. paling kelihatan pada siswa reguler dan mandiri ... Dalam bidang pembelajaran, Sewaktu SMA guru bersusah payah mikirin gmna cara nya biar siswa mau belajar ... saat SMA dosen cuek ... " bagi yg mau belajar ya belajar, bagi yang tidak silahkan keluar!!"

Y Y

Belajar sendiri, penyesuaian terhadap dosen, teman sepermainan " salah pilih kawan hancuuur masa depan,krna gak semua mahasiswa bnar2 niat kuliah"

50

5/20/15-17:23 L S1 far Pola belajar, lingkungan, pemahaman materi. Y Y Faktor dari lingkungan dan diri sendiri

51

5/20/15-22:24 P S1 ekp

Kemandirian dalam mendapatkan sesuatu atau dalam mencari sesuatu seperti

informasi segala hal yang berkaitan dengam kuliah Y Y

Teman menjadi hal yang paling penting dalam mempengaruhi kita pada proses penyesuaian diri dan Lingkungan sosial kampus.

52

5/20/15-22:38 P S1 tkim Perbedaan dalam belajar mengajar... Y Y

1. Percaya diri

2. Kemampuan menerima lingkungan baru

53

5/21/15-06:25 P S1 fkm Cara belajar Y Y Cara belajar dan lingkungan

54

5/21/20-21:52 L S1 hkm Pertama kuliah yah bebas. Tapi gak kyk dibayangin pas sma. Byk ribetnya T T Kemauan utk berbaur. Jd kuncinya yah dr diri sndiri.

55

5/21/15-21:59 L S1 ti rutinitas, teman-teman, lingkungan belajar Y T diri sendiri, dukungan orang terdekat,

KETERANGAN PROGRAM STUDI

psi: psikologi ; dr: kedokteran ; drg: kedokteran gigi ; ikom: ilmu komunikasi ; ipol: ilmu politik ; agb: agribisnis ; aget: agroekoteknologi ; arsi: arsitektur ; hkm: hukum

ktp: keteknikan pertanian ; far: farmasi ; prw: keperawatan ; tsip: teknik sipil ; tmsn : teknik mesin ; telk: teknik elektro ; tind: teknik industri ; tkim: teknik kimia ; akun: ekonomi akuntansi ; ekp: ekonomi pembangunan sek: kesekretariatan ; ti: teknologi informasi ; mat: matematika ; ptn: peternakan


(6)

99

56

5/21/15-22:04 L S1 agb Jam kuliah fleksibel yang mengarah ke gak jelas Y T

Lebih ke temen sebaya. Itu ngebantu kali buat kita nyaman kuliah. Meski kdg sy ngandalin motivasi dr dalam juga buat mudah menyesuaikan dgn lingkungan baru.

57

5/21/15-22:22 P S1 hkm lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri Y T

kedua orang tua, semangat diri, melihat teman seangkatan lain begitu semangat

58

5/21/15-23:02 P S1 mat Materi pelajaran dan beban belajarnya Y Y Keyakinan diri dan kedekatan dgn tuhan

59

5/21/15-23:04 P D3 sek

Jadi lebih banyak ilmu yg didapat dan memiliki banyak teman dari dari dalam maupun

luarluar daerah. Y T

Menurut saya wawasan yg luas, cara bersosialisasi yg baik, dan kedisiplinan dlm waktu maupun belajar.

60

5/21/20-23:08 L S1 ti Kalau kuliah yang ngajar dosen kalau sma guru Y Y Rasa malas dan senior yang merasa hebat

61

5/21/15-23:11 P S1 akun Cara belajar. Kawannya lebih rame. T Y

Berusaha memaklumi perbedaan lingkungan/sifat orang lain

62

5/22/15-08:23 L S1 ptn Masa kuliah lebih individual tidak seperti masa2 SMA Y Y Dukungan dari orang tua dan teman

63

5/22/15-08:35 L S1 prw Materi yang harus dipelajari sangat banyak dan menyita waktu cukup besar Y Y Teman2 yg mempunyai kesamaan niat tujuan dengan saya

64

5/22/15-08:47 P S1 drg

Masa SMA materinya tidak sebanyak di kuliah, dan kalau tidak paham bisa lamgsung

tanya guru, atau bimbel. Kuliah, tidak ada yg bisa membantu kecuali buku dan internet Y Y

Memiliki jaringan pertemanan yang luas sehingga banyak yg bisa dimintai tolong ketika saya sedang kesusahan

65

5/22/15-09:00 P S1 tsip

Kehidupan sosialnya cukup berbeda, junioritas dan senioritas. Materii kuliah cukup

sulit dipahami dan benar-harus paham agar bisa selamat Y Y

Motivasi dr dalam diri, semangat, dan teman2 yg saling membantu

KETERANGAN PROGRAM STUDI