Hubungan antara Locus of Control Internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama

(1)

HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN PENYESUAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI

PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Aurelia Judith Pratiwi

129114105

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

iii


(4)

iv

HALAMAN MOTO

“Look not to the faults of others, nor to their omissions and commissions. But rather look to your own act, to what you have done and left undone.”

Gautama Buddha

There is no such thing as coincidence in this world. Everything happens for a reason.”


(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk semesta yang selalu menyertai dan merestui hingga karya ini dapat selesai pada akhirnya. Semoga yang direstui oleh semesta dapat membagi kebajikan pada sesama.

Kupersembahkan pula karya ini untuk:

ibuku, Foustina Lily Rahayu Prabaningrum

ayahku, Mayor SUS Agustinus Wigit Santosa, M.Si. serta juniorku, Anastasya Nauli Putri Regitha

sebagai balasan (yang mungkin masih belum sepadan) atas pengorbanan, dampingan, dukungan, dan doa-doa yang selalu berhasil meringankan keluh dalam peluhku. Tidak pernah seujung jarum pun Ibu dan Ayah meminta yang tak bisa aku lakukan, maka yang telah kuupayakan sekeras-kerasnya inilah yang kupersembahkan untuk Ibu di rumah dan Ayah di surga.


(6)

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN PENYESUAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI

PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA

Aurelia Judith Pratiwi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama. Hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah ada hubungan postitif antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasi. Responden pada penelitian ini berjumlah 125 mahasiswa tahun pertama di Universitas Sanata Dharma, yang berusia 18 sampai 25 tahun. Metode pengumpulan data dilakukan dengan membagikan skala pengukuran locus of control internal dan skala penyesuaian diri di perguruan tinggi yang berbentuk skala Likert kepada responden penelitian. Koefisien reliabilitas skala locus of control internal adalah sebesar α = 0,707, sedangkan koefisien reliabilitas untuk skala penyesuaian diri di perguruan tinggi sebesar α = 0,849. Uji korelasi dilakukan dengan teknik analisis Pearson Product Moment Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi, yaitu sebesar r = 0,528 (p = 0,00), artinya hipotesis yang diajukan diterima. Locus of control internal memberikan kontribusi terhadap penyesuaian diri di perguruan tinggi sebesar 27,9%.

Kata kunci: locus of control internal, penyesuaian diri di perguruan tinggi, mahasiswa tahun pertama.


(8)

viii

CORRELATION BETWEEN INTERNAL LOCUS OF CONTROL AND COLLEGE ADJUSTMENT AMONG FRESHMEN

Aurelia Judith Pratiwi

ABSTRACT

This study was aimed to examine the correlation between internal locus of control and college adjustment among freshmen. 125 freshmen at Sanata Dharma University were participated in this study. Data were collected by using Internal Locus of Control Scale and College Adjustment Scale. The coefficient reliability of Internal Locus of Control Scale (α) is 0,707 and coefficient reliability of College Adjustment Scale (α) is 0,849. Data were analyzed by using Pearson Product Moment technique. The result of data analyze shows that there is a significant positive correlation between internal locus of control and college adjustment with r = 0,528 (p = 0,00). It means the hypothesis in this study is accepted. In conclusion, this study shows that the higher level of internal locus of control, the better college adjustment freshmen can have. Internal locus of control contribute 27,9% toward college adjustment while 72,1% is contributed by other variables. Keyword: internal locus of control, college adjustment, freshmen


(9)

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas restu, waktu dan akal budi yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh pembelajaran dalam prosesnya.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak dalam bentuk bantuan dan hal lainnya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengungkapkan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M. Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi.

3. Ibu Dr. Y. Titik Kristiyani, M. Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

Terima kasih yang teramat banyak atas kesabaran, waktu dan tenaga yang luar biasa Ibu curahkan selama membimbing saya 

4. Bapak Drs. H. Wahyudi, M. Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan banyak ilmu, wawasan, dan pengalaman yang sangat berharga kepada penulis.

6. Segenap karyawan Fakulas Psikologi (Mas Gandung, Bu Nanik dan Mas Muji) atas bantuan yang diberikan berkaitan keperluan administrasi dan praktikum sejak tahun pertama perkuliahan.

7. Seluruh mahasiswa USD angkatan 2016 yang bersedia menjadi responden penelitian secara suka rela.

8. Mama dan Papa. Terimakasih untuk kesabaran, pengorbanan dan semua yang telah Mama dan Papa lakukan sampai kakak bisa menyelesaikan kewajiban ini. Terimakasih pula untuk adikku, Tasya, my personal alarm.

9. Bue dan Babe atas segala bentuk dukungan, baik secara materiil maupun moril.

10.Clara, Nona, Jeje, dan Rio sebagai teman penelitian ‘tenda’, serta teman-teman lain di bawah bimbingan Bu Titik (Ken, Monic, Devita, Bella, Ivie,


(11)

xi

Olive, Indri, Rizki, Dira, dll.) yang sangat signifikan pengaruhnya dalam pengerjaan skripsi ini.

11.Bella, Teteh, Lona, Chika, Devita, Yosua, Gede, Vishnu, Lintang, dan Oni yang sering menemani serta mendukung proses pengerjaan skripsi ini bahkan menjadi tutor pribadi.

12.Gede, Yosua, dan Yogi (beserta pasangan masing-masing). Terima kasih untuk layar-layar film dan panggung-panggung musik yang menjadi salah satu sumber energi dalam proses pengerjaan tiap lembar skripsi ini.

13.LION, Panti PF 2015, Maureen, Ochi, Indun, Bayu, Ita, Dipa, Unyil-Menuk, Leviana, Lia, Bebing, Anette, Manansyer, Lydia, Ayne, Kasita, Ochasasmitha, serta teman-teman lain yang selalu menjadi pengingat untuk menyelesaikan karya ini dengan bertanya (secara berulang): “Gimana skripsinya?

14.Seluruh pihak yang mendukung pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca supaya skripsi ini menjadi penelitian yang lebih baik dan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Terima kasih.

Yogyakarta, 19 Juli 2017 Penulis,


(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9


(13)

xiii

BAB II. LANDASAN TEORI ... 11

A. Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 11

1. Pengertian Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 11

2. Dimensi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 13

3. Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi 16 B. Locus of Control Internal ... 20

1. Konsep Locus of Control ... 20

2. Pengertian Locus of Control Internal ... 21

3. Karakteristik Locus of Control Internal ... 22

4. Dampak Locus of Control Internal pada Individu... 23

C. Mahasiswa Tahun Pertama ... 26

D. Penelitian-Penelitian Terkait ... 27

E. Hubungan antara Locus of Control Internal dan Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi pada Mahasiswa Tahun Pertama ... 30

F. Skema Penelitian ... … 36

G. Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A.Jenis Penelitian ... 39

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

C. Definisi Operasional ... 39

1. Locus of Control Internal ... 39

2. Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 40


(14)

xiv

E. Metode Pengumpulan Data ... 41

1. Penyusunan Blueprint ... 41

2. Focus Group Discussion ... 44

3. Penulisan Item ... 49

4. Review dan Revisi Item ... 51

5. Validitas Isi ... 51

6. Uji Coba Alat Ukur ... 54

F. Reliabilitas Alat Ukur ... 57

G. Metode Analisis Data ... 58

1. Uji Normalitas ... 59

1. Uji Linearitas ... 59

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

A.Hasil Penelitian ... 60

1. Pelaksanaan Penelitian ... 60

2. Deskripsi Responden ... 60

3. Deskripsi Data Penelitian ... 61

4. Reliabilitas Data Penelitian ... 64

5. Hasil Uji Asumsi ... 65

6. Hasil Uji Hipotesis ... 66

B. Pembahasan ... 68

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73


(15)

xv

B. Saran ... 73

1. Bagi Mahasiswa Tahun Pertama ... 74

2. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 74

3. Bagi Dosen Pembimbing Akademik ... 75

4. Bagi Institusi Perguruan Tinggi ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint Skala Locus of Control Internal ... 42

Tabel 2. Blueprint Skala Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 44

Tabel 3. Pemberian Skor Skala Locus of Control Internal dan Skala Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 50

Tabel 4. Distribusi Item Skala Locus of Control Internal Sebelum dan Sesudah Uji Coba ... 57

Tabel 5. Distribusi Item Skala Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi Sebelum dan Sesudah Uji Coba ... 55

Tabel 6. Deskripsi Responden Penelitian... 61

Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian ... 62

Tabel 8. Kategorisasi Tingkat Locus of Control Internal Responden ... 63

Tabel 9. Kategorisasi Tingkat Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi... 64

Tabel 10. Hasil Uji Reliabilitas Data Penelitian ... 65

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ... 65

Tabel 12. Hasil Uji Linearitas ... 66


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Panduan FGD Locus of Control Internal ... 83

Lampiran 2 Panduan FGD Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 85

Lampiran 3 Form Penilaian Validitas Isi Locus of Control Internal ... 87

Lampiran 4 Form Penilaian Validitas IsiPenyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 96

Lampiran 5 Hasil Pengujian Validitas Isi Locus of Control Internal ... 104

Lampiran 6 Hasil Pengujian Validitas Isi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 108

Lampiran 7 Skala Kehidupan Perkuliahan Uji Coba ... 112

Lampiran 8 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Skala Uji Coba Locus of Control Internal ... 128

Lampiran 9 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Skala Uji Coba Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi ... 134

Lampiran 10 Skala Kehidupan Perkuliahan ... 144

Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas Data ... 155

Lampiran 12 Uji Normalitas ... 157

Lampiran 13 Uji Linearitas ... 160

Lampiran 14 Uji Hipotesis ... 163

Lampiran 15 Uji One Sample Test ... 165


(18)

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Dinamika Hubungan antara Locus of Control Internal dan


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kehidupan tahun pertama di perguruan tinggi merupakan dunia baru bagi individu yang beralih status dari siswa sekolah menengah menjadi mahasiswa. Mereka umumnya merasakan perbedaan dan mengalami banyak perubahan pada masa awal memasuki dunia perkuliahan. Menurut Gunarsa (2004), individu yang baru saja beralih status menjadi mahasiswa mengalami perbedaan dalam hal sistem pendidikan perguruan tinggi meliputi sistem pengajaran, disiplin, serta hubungan antara mahasiswa dengan dosen. Selain dalam hal akademik, perubahan juga terjadi pada hubungan sosial. Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang mahasiwa tahun pertama angkatan 2016 pada tanggal 15 September 2016 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mahasiswa tahun pertama dalam wawancara tersebut memaparkan bahwa dirinya merasakan perbedaan pada masa awal perkuliahan dan mengalami perubahan dalam hal-hal kompleks seperti sistem belajar, lingkungan pergaulan, dan aktivitas sehari-hari.

Perbedaan dan perubahan yang dialami tersebut, jika tidak diatasi dengan baik oleh mahasiswa tahun pertama dapat menyebabkan masalah-masalah seperti menimbulkan perasaan tertekan pada individu (Duffy & Atwater, 2005; Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber & Walton, 2012). Hal ini ditemukan pula dalam hasil wawancara yang


(20)

dilakukan oleh peneliti dimana sebanyak delapan dari sepuluh orang mahasiswa tahun pertama mengakui bahwa dirinya masih mengalami perasaan tertekan dan cemas karena perbedaan dan perubahan yang terjadi dalam tahun pertama perkuliahan hingga memengaruhi prosesnya mengikuti perkuliahan. Hal tersebut dialami mahasiswa tahun pertama yang menghadapi norma dan budaya baru, teman baru, tugas yang banyak, dan perubahan lain pada gaya hidup menuntut waktu dan pengaturan diri yang lebih baik dibandingkan pada saat masa sekolah menengah atas.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut pula, diketahui mahasiswa tahun pertama belum menemukan cara belajar yang efektif sehingga merasa kewalahan dengan tugas kuliah yang menumpuk dan membutuhkan tenaga serta waktu yang ekstra untuk menyelesaikannya. Mereka mencemaskan ujian-ujian, bermasalah saat berbicara di depan kelas, dan semakin merasa tertekan karena kesulitan dalam mengatur waktu antara mengerjakan tugas dengan kegiatan lain seperti kegiatan keorganisasian dan kegiatan komunitas kampus. Hal ini membuat mereka takut mengalami kegagalan di perguruan tinggi. Gerdes dan Mallinckrodt (1994) menyatakan bahwa kegagalan dalam memenuhi tuntutan-tuntutan universitas menjadi masalah paling umum bagi mahasiswa untuk menarik diri dari pendidikan di perguruan tinggi.

Tidak hanya itu, dari hasil wawancara tersebut juga diketahui bahwa enam dari sepuluh mahasiswa mengalami kesulitan untuk bergaul karena merasa cemas dengan lingkungan barunya. Ahkam (2004) memaparkan data dari Unit Bimbingan Konseling Mahasiswa (UBKM) Universitas Negeri


(21)

3

Makassar tahun 2001-2003 yang menunjukkan bahwa permasalahan yang paling sering dikonsultasikan oleh mahasiswanya berupa perasaan rendah diri dalam situasi baru, kurang percaya diri dalam kegiatan di kelas, kesulitan bergaul di dalam maupun di luar kampus, sulit menyesuaikan diri dengan dosen, menyelesaikan kuliah melebihi waktu yang seharusnya, hingga drop out. Data lain juga dimuat oleh mediaindonesia.com pada tahun 2016 dan kabarkampus.com pada tahun 2015 bahwa jumlah mahasiswa yang mengalami drop out di Universitas Tadulako Sulawesi Tengah dan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya terbilang tinggi akibat gagal menyesuaikan diri dengan tuntutan perkuliahan seperti kurangnya kemampuan bersosialisasi serta beradaptasi dengan lingkungan dan perubahan pola belajar.

Dalam menghadapi situasi terkait perbedaan dan perubahan itu, mahasiswa tahun pertama dituntut untuk dapat menyesuaikan diri di perguruan tinggi agar mampu menguasai lingkungan sosial barunya, mengembangkan orientasinya terhadap institusi tempat dirinya berkuliah, menjadi anggota yang produktif dalam lingkup perguruan tinggi, dan menyesuaikan diri dengan peran serta tanggung jawab barunya (Credé & Niehorster, 2012; Gall, Evans, & Bellerose, 2000).

Penyesuaian diri di perguruan tinggi merupakan sebuah respon psikososial pada diri mahasiswa dalam menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, yang dapat menjadi sumber stress dan memerlukan serangkaian keterampilan coping (Baker, McNeil, & Siryk,


(22)

1985). Baker dan Siryk (1986) mengemukakan empat dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi yang meliputi penyesuaian akademik (academic adjustment), penyesuaian sosial (social adjustment), penyesuaian personal-emosional (personal-emotional adjustment), dan kelekatan institusional (institutional-attachment). Berdasarkan pendapat tersebut, mahasiswa tahun pertama dikatakan telah melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi ketika mampu beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan akademik perkuliahan yang cenderung lebih besar dibandingkan saat SMA, mampu berintegrasi dengan lingkungan sosial yang baru di kalangan kampus, mulai muncul kelekatan secara emosional dengan perguruan tingginya, dan mampu melalui kecemasan serta stress akibat tuntutan lingkungan perkuliahan.

Mahasiswa tahun pertama yang mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan lebih mudah untuk berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimilikinya sehingga tujuan dalam menempuh pendidikan tercapai. Hal ini didukung dengan penelitian-penelitian yang menunjukkan penyesuaian di perguruan tinggi yang baik pada mahasiswa tahun pertama berpengaruh dalam pencapaian akademik yang baik pula serta ketahanan mahasiswa dalam berkuliah (Baker & Siryk, 1986; Beyers & Goossens, 2003; Credé & Niehorster, 2012). Penelitian sebelumnya juga menunjukkan adanya hubungan negatif antara penyesuaian diri di perguruan tinggi dengan tingkat stress dan kecenderungan drop out (Baker & Siryk, 1986; Beyers & Goossens, 2003; Crede & Nichorster, 2012; Friedlander et al., 2007). Hal ini menunjukkan bahwa dengan melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi,


(23)

5

mahasiswa tahun pertama akan cenderung terhindar dari stress akibat perubahannya yang dapat menghambat proses menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Oleh karena itu, penyesuaian diri di perguruan tinggi yang baik dirasa cukup penting bagi para mahasiswa tahun pertama.

Menyadari pentingnya penyesuaian diri di perguruan tinggi, para peneliti terdahulu telah melakukan penelitian-penelitian terkait guna mengetahui faktor-faktor yang dapat memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi itu sendiri. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa penyesuaian diri di perguruan tinggi dapat dipengaruhi oleh faktor demografis seperti etnis, jenis kelamin, usia dan status generasi (Bernier, Larose, Boivin, & Soucy, 2004; Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Schneider & Ward, 2003), persepsi dukungan sosial (Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Schneider & Ward, 2003) dan persepsi hubungan mahasiswa dengan orangtua (Orrego & Rodriguez, 2001; Schnuck & Handal, 2011).

Selain itu, penyesuaian diri juga dapat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan emosi (Adeyemo, 2005; Durán, Extremera, Rey, Fernández-Berrocal, & Montalbán, 2006; Parker, Summerfeldt, Hogan, & Majeski, 2004; Petrides, Sangareau, Furnham, & Frederickson, 2006), karakter kepribadian atau trait (Rice, Vergara, & Aldea, 2006; Schnuck et al., 2011), serta evaluasi diri atau core self-evaluation yang meliputi stabilitas emosi, harga diri atau self-esteem, efikasi diri atau self-efficacy, dan locus of control (Aspelmeier, Love, McGill, Elliott, & Pierce, 2012; Credé & Niehorster, 2012; Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Hickman, Bartholomae, &


(24)

McKenry, 2000; Pritchard, Wilson, & Yamnitz, 2007; Toews & Yazedjian, 2007).

Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan, peneliti melihat locus of control sebagai sebuah variabel yang perlu dilihat hubungannya dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi. Hal ini mengacu pada pernyataan bahwa locus of control menjadi faktor yang penting dalam menentukan bagaimana mahasiswa baru akan menyesuaikan diri melalui pemaknaan situasi menekan di perguruan tinggi (Crede & Nichorster, 2012; Kammeyer-Mueller, Judge, dan Scott 2009). Rotter (1966) mengungkapkan seorang individu dapat memaknai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai hal yang bergantung pada faktor dalam dirinya sendiri (locus of control internal), atau memaknai peristiwa tersebut sebagai hal yang terjadi karena pengaruh dari luar dirinya seperti takdir dan pengaruh orang lain (locus of control eksternal). Individu dengan locus of control internal diketahui cenderung memaknai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai hal yang dapat dikendalikan (Lefcourt, 1991). Dalam konteks kehidupan di perguruan tinggi, pemaknaan terhadap tuntutan di perguruan tinggi juga akan dilakukan oleh mahasiswa tahun pertama sebelum menentukan bagaimana cara mahasiswa tersebut merespon tuntutan itu sendiri. Mahasiswa tahun pertama yang memaknai tuntutan di perguruan tinggi sebagai hal yang dapat dikendalikan, atau disebut memiliki locus of control internal, akan memutuskan tindakan yang efektif dalam menghadapi situasi tersebut dan mempertimbangkan konsekuensinya. Dengan kata lain,


(25)

7

mahasiswa dengan locus of control internal akan cenderung merespon tuntutan tersebut dengan berusaha menyesuaiankan dirinya di perguruan tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti berfokus pada faktor locus of control internal.

Locus of control merupakan sebuah kecenderungan yang bersifat dinamis dan dapat berubah seiring bertambahnya usia individu (Crandall, Katkovsky, & Crandall, 1965). Penelitian yang dilakukan oleh Crandall, Katkovsky, dan Crandall (1965) menunjukkan semakin bertambahnya usia individu maka kecenderungan locus of control yang dimilikinya semakin internal sesuai dengan tingkat kedewasaan individu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa locus of control merupakan faktor yang masih dapat dikembangkan pada diri individu. Oleh karena itu, dengan menguji hubungan antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi maka dapat diketahui peran locus of control internal terhadap penyesuaian diri di perguruan tinggi.

Penelitian-penelitian terdahulu terkait locus of control internal pada mahasiswa telah menunjukkan kaitan locus of control internal terhadap karakteristik individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi (Abouserie, 1994; Aspelmeier et al., 2012; Caplan, Henderson, Henderson, & Fleming, 2002; Findley & Cooper, 1983; Gifford, Briceno-Perriott, & Mianzo, 2006; Janssen & Carton, 1999; Martin & Dixon, 1994; Roddenberry & Renk, 2010; Rose, Hall, Bolen, & Webster, 1996; Warehime & Foulds, 1971). Akan tetapi, penelitian-penelitian yang dilakukan


(26)

sebelumnya hanya menunjukkan hubungan locus of control internal dengan salah satu dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi seperti penyesuaian akademik atau penyesuaian sosial saja. Di sisi lain, tuntutan yang terjadi di perguruan tinggi tidak hanya berasal dari dimensi akademik maupun sosial saja, melainkan meliputi dimensi personal-emosianal dan komitmen terhadap institusi perkuliahan seperti teori yang dikemukakan oleh Baker dan Syrik (1986). Mahasiswa tahun pertama dikatakan berhasil melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi apabila telah memenuhi keempat dimensi tersebut dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Akan tetapi, pengukuran penyesuaian diri di perguruan tinggi secara menyeluruh meliputi keempat dimensi tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini bermaksud untuk menguji hubungan antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama secara lebih komprehensif dengan menggunakan pengukuran yang meliputi keempat dimensi penyesuaian diri dari Baker dan Syrik (1986).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan sebelumnya terkait munculnya berbagai masalah dalam perkuliahan akibat penyesuaian diri yang buruk pada tahun pertama perkuliahan, maka peneliti berupaya melihat faktor yang dapat memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama. Dalam penelitian ini, peneliti secara khusus ingin melihat locus of control internal sebagai faktor yang berhubungan dengan penyesuaian diri di


(27)

9

perguruan tinggi tersebut. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara locus of control internal dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama?

C. TUJUAN PENELTIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara locus of control internal dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan sumbangan ilmu dan pengetahuan di bidang psikologi, khususnya psikologi pendidikan, mengenai hubungan antara locus of control internal dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama.

2. Manfaat Praktis

2.1.Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya mengenai locus of control internal, penyesuaian diri di perguruan tinggi dan mahasiswa tahun pertama.


(28)

2.2.Bagi mahasiswa tahun pertama

Penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa tahun pertama sebagai pertimbangan akan pentingnya penyesuaian diri di perguruan tinggi dan faktor yang berhubungan dengan hal tersebut. Selain itu, penelitian ini memberikan gambaran bagi mahasiswa tahun pertama akan pentingnya memiliki locus of control internal.

2.3.Bagi Dosen Pembimbing Akademik

Penelitian ini memberikan informasi kepada dosen pembimbing terkait gambaran penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama. Dengan demikian, penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi dosen pembimbing untuk melakukan pendampingan pada mahasiswa yang masih mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya.

2.4.Bagi Institusi Perguruan Tinggi

Penelitian ini dapat digunakan oleh pihak institusi perguruan tinggi sebagai referensi untuk menyusun program guna membantu mahasiswanya dalam proses penyesuaian diri di perguruan tinggi.


(29)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENYESUAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI

1. Pengertian Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Penyesuaian diri (adjustment) pada dasarnya merupakan istilah psikologis yang berkembang dari konsep adaptasi secara biologis (Lazarus, 1961). Lazarus (1961) mulai mengembangkan konsep penyesuaian diri sebagai usaha pertahanan diri yang lebih menekankan pada proses-proses psikologis individu untuk menanggapi tekanan eksternal maupun internal pada dirinya. Secara lebih rinci, Schneiders (1960) menjelaskan penyesuaian diri sebagai rangkaian respon mental dan tingkah laku yang dilakukan individu untuk menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan di mana ia tinggal. Lalu, Sawrey dan Telford (1971) menekankan bahwa penyesuaian diri merupakan bentuk interaksi antara individu dengan lingkungannya secara terus-menerus dengan melibatkan proses kognisi, emosi, dan perilakunya yang saling terkait satu sama lain.

Santrock (2006) berpendapat bahwa penyesuaian diri merupakan respon psikologis terkait adaptasi, koping, dan pengelolaan tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Eschun (2006) berpendapat bahwa penyesuaian diri adalah respon individu terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, serta membantu individu dalam


(30)

mengatasi tuntutan-tuntutan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula Dunn, Hammer dan Weiten (2015) menyebutkan penyesuaian diri sebagai proses psikologis mengenai bagaimana individu mengelola atau mengatasi tuntutan dan tantangan pada kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan respon individu berupa usaha yang dilakukan secara terus menerus untuk menyelaraskan dorongan dalam dirinya dengan tekanan dari lingkungan dan melibatkan sistem kognisi, emosi serta perilaku.

Dalam pengembangannya, Baker et al. (1985) menjelaskan penyesuaian diri di konteks perguruan tinggi, khususnya terjadi pada mahasiswa, yaitu merupakan respon psikologis yang melibatkan tuntutan-tuntutan dengan jenis dan tingkatan yang berbeda, serta membutuhkan keterampilan coping. Pengembangan konsep penyesuaian diri di perguruan tinggi oleh Baker, McNeil dan Siryk inilah yang menjadi dasar acuan penelitian-penelitian terkait hingga saat ini. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri di perguruan tinggi adalah sebuah respon mahasiswa untuk menyelaraskan dorongan dirinya dengan lingkungan dalam menghadapi tekanan dan tuntutan yang terjadi di perguruan tinggi.


(31)

13

2. Dimensi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Dalam konteks penyesuaian diri di perguruan tinggi, Baker dan Siryk (1986) menyebutkan bahwa terdapat empat dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi (college adjustment) berdasarkan penelitian yang dilakukannya, yaitu:

2.1.Penyesuaian Akademik (Academic Adjustment)

Penyesuaian akademik adalah kemampuan mahasiswa dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan akademis dalam perkuliahan dan mencapai tingkat kepuasan pada prestasi akademisnya. Dimensi ini tercermin dari motivasi (sikap terhadap tujuan akademis, motivasi untuk mencapai tujuan akademis dan berkuliah), aplikasi (seberapa jauh motivasi diubah menjadi usaha untuk mencapai tujuan akademis), performa (keberhasilan dan keefektifaan dalam mencapai tujuan akademis), dan lingkungan akademis (kepuasan terhadap prestasi akademis). Individu dengan penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi mampu mengaplikasikan motivasi akademik, memiliki performansi akademik yang baik, dan mampu mengatasi tuntutan akademik.

2.2.Penyesuaian Sosial (Social Adjustment)

Penyesuaian sosial adalah kemampuan mahasiswa untuk berintegrasi dengan struktur sosial di lingkungan kampus. Dimensi ini meliputi keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan di lingkungan kampus secara umum, keterlibatan mahasiswa dengan orang lain seperti


(32)

menjalin pertemanan baru, dan kepuasan terhadap lingkungan kampus. Individu dengan penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi terlibat aktif dalam kegiatan yang ada di perguruan tinggi, mampu menjalin hubungan dengan orang lain dalam lingkup perguruan tinggi dan mampu mengatasi perubahan lingkungan sosial.

2.3.Penyesuaian Personal-Emosional (Personal-Emotional Adjustment) Penyesuaian personal-emosional adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri terhadap masalah emosional seperti stress dan kecemasan, serta masalah fisik seperti kesulitan tidur yang dihadapi mahasiswa. Dimensi ini meliputi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan kesejahteraan fisik (physical well-being). Individu dengan penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi menunjukkan bahwa dirinya dapat mengontrol emosi dengan baik, memiliki persepsi positif terhadap tuntutan di perguruan tinggi dan memiliki kondisi fisik yang baik.

2.4.Kelekatan terhadap Institusi / Komitmen (Institutional Adjustment) Kelekatan terhadap institusi atau komitmen adalah kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan membangun kelekatan antar dirinya dengan kampus dan kegiatan perkuliahan yang dijalani, yang kemudian berpengaruh terhadap keputusan mahasiswa untuk melanjutkan perkuliahan. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi cenderung merasa puas terhadap fakultas tempat dirinya berkuliah, puas terhadap universitas tempat dirinya


(33)

15

berkuliah, dan puas terhadap keberadaannya di perguruan tinggi secara umum.

Walaupun penyesuaian diri di perguruan tinggi yang dikemukakan oleh Baker dan Siryk (1986) memiliki empat dimensi, akan tetapi dalam penelitian ini penyesuaian diri di perguruan tinggi diperlakukan sebagai satu komponen tunggal dengan alasan individu dikatakan berhasil melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi apabila telah memenuhi keempat dimensi tersebut dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Alasan serupa juga dikemukakan oleh beberapa peneliti sebelumnya yang mengukur penyesuaian diri di perguruan tinggi sebagai sebuah komponen yang menyeluruh (Beyers & Goossens, 2003; Caplan et al., 2002; Choi, 2002; Marmarosh & Markin, 2007; Ramos-Sanchez & Nichols, 2007, 2007).

Tuntutan yang dihadapi mahasiswa tahun pertama di perguruan tinggi tidak hanya berupa tuntutan akademik saja melainkan juga tuntutan sosial. Oleh karena itu, penyesuaian diri di perguruan tinggi tidak dapat dipisahkan antara penyesuaian akademik dan penyesuaian sosial. Di sisi lain, hanya dengan berhasil dalam akademik dan sosial tidak dapat menunjukkan bahwa individu telah melakukan penyesuaian diri di perguruan tinggi dengan baik apabila penyesuaian personal-emosionalnya sendiri masih buruk. Kemudian, dimensi komitmen dan kelekatan terhadap institusi tentunya tidak dapat semata-mata menunjukkan penyesuaian diri


(34)

di perguruan tinggi yang baik apabila pada dimensi lain individu menunjukkan indikasi yang berkebalikan.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri di Perguruan

Tinggi

Dalam lingkup perguruan tinggi, ditemukan faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi, yaitu:

3.1.Persepsi dukungan sosial

Dukungan sosial merupakan sumber daya yang dimiliki individu untuk melakukan penyesuaian diri. Persepsi individu mengenai lingkungan sosial yang mendukung mengurangi ketegangan yang dialami individu dan memudahkan dirinya melakukan proses transisi di lingkungan yang baru (Credé & Niehorster, 2012; Friedlander et al., 2007).

3.2.Persepsi hubungan dengan orang tua

Kelekatan antara anak dengan orangtua dan pola asuh orangtua berpengaruh dalam proses penyesuaian diri karena berkaitan dengan ketergantungan hubungan mahasiswa dengan orangtuanya (Beyers & Goossens, 2003; Credé & Niehorster, 2012; Mattanah, Hancock, & Brand, 2004; Orrego & Rodriguez, 2001). Mahasiswa dengan tipe kelekatan tak aman, khususnya kelekatan kecemasan dapat menyebabkan dirinya mengalami ketakutan pada penolakan, kurangnya keterampilan sosial, dan isolasi. Keadaan ini berdampak


(35)

17

pada penyesuaian diri di perguruan tinggi seperti merasa kesepian, depresi, dan dapat mengakibatkan distress (Marmarosh & Markin, 2007). Pola asuh autoritatif mempermudah mahasiswa melalui masa transisi ke dalam lingkungan perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan keluarga yang hangat, emosional, peduli, serta memiliki komunikasi yang terbuka membuat individu mencapai penguasaan (prestasi) yang lebih besar dan regulasi diri yang baik (Hickman et al., 2000).

3.3.Data demografi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa data demografis terkait posisi etnis tertentu dalam masyarakat (minoritas atau mayoritas), status generasi mahasiswa (terkait perbedaan informasi yang dimiliki antara mahasiswa generasi pertama berkuliah dalam keluarganya dengan mahasiswa generasi lanjutan yang memiliki pengalaman keluarga berkuliah), dan status ekonomi sosial memiliki pengaruh terhadap proses penyesuian dirinya (Credé & Niehorster, 2012; Friedlander et al., 2007; Hertel, 2010; Schneider & Ward, 2003). Mahasiswa yang beretnis minoritas di masyarakat, cenderung memerlukan usaha yang lebih untuk dapat menyesuaikan diri di perguruan tinggi atau akan mengalami kesulitan dalam penyesuaiannya. Status mahasiswa dengan keluarga yang sudah pernah berkuliah sebelumnya cenderung memiliki informasi yang lebih banyak mengenai kehidupan perkuliahan sehingga dapat mempersiapkan diri dan tidak terlalu mengalami kesulitan dalam


(36)

menyesuaikan diri di perguruan tinggi. Kemudian, penelitian juga menemukan bahwa mahasiswa dengan status ekonomi sosial yang tinggi cenderung lebih mudah untuk menyesuaikan diri di perguruan tinggi dibandingkan mahasiswa dengan status ekonomi sosial yang rendah.

3.4.Kecerdasan emosi

Kecerdasan emosi merupakan tipe kecerdasan yang meliputi kemampuan untuk memproses informasi emosional dan menggunakannya dalam penalaran dan aktivitas kognitif lainnya (VandenBos, 2007). Dalam menyesuaikan diri, individu melibatkan keterampilan untuk mengelola perubahan. Keterampilan mengelola perubahan itu sendiri melibatkan kemampuan untuk mengidentifikasi potensi masalah serta menggunakan strategi koping yang realistis dan fleksibel. Dimensi pengelolaan stres melibatkan kemampuan untuk mengelola situasi yang penuh tekanan dengan cara yang tenang dan proaktif. Individu dengan kemampuan pengelolaan stres yang baik cenderung tidak impulsif dan dapat bekerja dengan baik di bawah tekanan sehingga mendukung proses penyesuaian dirinya termasuk dalam konteks perguruan tinggi (Parker et al., 2004).

3.5.Karakter kepribadian (trait)

Trait merupakan dimensi kepribaian yang memengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku individu dengan cara tertentu. Karakter seperti ekstraversi, keramahan, keterbukaan dan kestabilan emosi dapat


(37)

19

membuat individu lebih cepat menjalin pertemanan baru dan lebih siap mempelajari lingkungan barunya sehingga mendukung proses penyesuaian diri di perguruan tinggi (Aspinwall & Taylor, 1992; Credé & Niehorster, 2012; Schnuck et al., 2011). Individu dengan perfeksionisme maladaptif memiliki kecenderungan stres yang lebih tinggi, memiliki pandangan yang kaku atau tidak fleksibel terhadap diri sendiri, dan orang lain. selain itu juga kurang memiliki solusi yang efektif dalam memahami dan mengatasi masalahnya sehingga mengakibatkan individu ini sulit menyesuaikan diri dengan baik di lingkungannya (Rice et al., 2006).

3.6.Evaluasi-diri inti (core self-evaluation)

Faktor yang mencakup harga diri, efikasi diri, locus of control, ini berpengaruh pada penyesuaian diri di perguruan tinggi karena menentukan cara yang dilakukan individu untuk menghadapi permasalahan dari tekanan lingkungan pada dirinya, serta cara individu mempersepsikan dan memaknai lingkungan barunya dalam perguruan tinggi. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat kepercayaan diri dan optimisme sehingga lebih mudah untuk membentuk hubungan sosial baru (Credé & Niehorster, 2012).

Menurut Friedlander et al. (2007), individu dengan penilaian diri yang baik cenderung memiliki strategi yang lebih efektif untuk menghadapi tuntutan akademik dan sosial yang melekat di lingkungan perguruan tinggi. Locus of control merupakan cara pandang, berkaitan


(38)

dengan kesadaran bahwa dirinya memiliki kendali dalam perilakunya, responnya terhadap lingkungan. Dengan demikian, orang yang merasa punya kendali akan mengarahkan dirinya dalam merespon tekanan sehingga melakukan penyesuaian diri, sedangkan yang merasa tidak punya kendali akan mengikuti arus tekanan dari lingkungan. Oleh karena itu, locus of control internal berdampak pada kesuksesan individu untuk menyesuaiakan diri pada keempat dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi (Aspelmeier et al., 2012).

B. LOCUS OF CONTROL INTERNAL

1. Konsep Locus of Control

Locus of Control dikembangkan oleh Rotter (1966) yang mendefinisikannya sebagai keyakinan individu akan sumber kontrol atau penguatan dalam hidupnya, apakah kontrol dan penguatan tersebut bergantung pada perilaku dirinya sendiri (internal) atau bergantung pada kekuatan dari luar dirinya (ekstenal). Ahli lain seperti Lefcourt (1991) juga berpendapat serupa bahwa locus of control merupakan keyakinan individu mengenai sumber penyebab dari peristiwa-peristiwa yang dialami dalam hidupnya. Individu dapat meyakini bahwa dirinya mampu mengontrol hidupnya, atau meyakini bahwa orang lain atau lingkungannya lah yang justru mengatur. Locus of control digambarkan sebagai suatu konsep yang mencerminkan sejauh mana orang percaya bahwa apa yang terjadi kepada


(39)

21

mereka adalah dalam kendali mereka atau di luar kendali mereka dengan dua sisi yang berlawanan (April, Dharani, & Peters, 2012).

Duffy dan Atwater (2005) mengemukakan definisi locus of control sebagai sumber keyakinan yang dimiliki oleh individu dalam mengendalikan peristiwa yang terjadi baik itu dari diri sendiri ataupun dari luar dirinya. Senada dengan hal itu, Robbins et al., (2008) mendefinisikan locus of control sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Semakin individu yakin bahwa dirinya merupakan penentu nasib mereka sendiri, maka locus of control mereka dikatakan semakin internal.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa locus of control merupakan suatu konsep yang menunjukkan keyakinan individu mengenai letak kendali atau kontrol akan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of control terdiri dari dua jenis yang menunjukkan orientasi keyakinan individu, yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan secara spesifik adalah locus of control internal.

2. Pengertian Locus of Control Internal

Rotter (1966) menekankan locus of control internal sebagai keyakinan seseorang bahwa penguatan atau hasil dari perilakunya bergantung pada karakteristik pribadi dan dapat dipengaruhi oleh penyesuaian perilaku mereka sendiri misalnya meningkatkan tingkat keinginan untuk berusaha.


(40)

Selain Rotter, ahli lain seperti Lefcourt (1991) melihat locus of control internal sebagai keyakinan individu bahwa hasil interaksi antara individu dengan peristiwa yang terjadi bergantung dari tingkah lakunya sehingga dapat dikontrol.

Kreitner & Kinicki (2009) berpendapat bahwa individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal adalah individu yang memiliki keyakinan untuk dapat mengendalikan segala peristiwa konsekuensi yang memberikan dampak pada hidup mereka. Individu dengan internal locus of control akan menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi padanya dengan faktor yang ada dalam dirinya sendiri karena diyakini bahwa hasil dari perilakunya disebabkan oleh faktor kemampuan, minat dan usaha (Phares, 1976).

Sarafino (2011) berpendapat bahwa locus of control internal adalah keyakinan individu bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi pada dirinya bergantung pada dirinya sendiri. Dari penjelasan para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa locus of control internal merupakan keyakinan individu bahwa konsekuensi dari interaksi antara individu dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya bergantung pada faktor dalam dirinya sendiri seperti tingkah laku, kemampuan, minat dan usaha yang dimilikinya.


(41)

23

3. Karakteristik Locus of Control Internal

Menurut Sarafino (2011), karakteristik individu yang mempunyai locus of control internal adalah sebagai berikut:

3.1.Ekspektansi

Individu memiliki keyakinan bahwa perilaku yang dilakukannya akan menghasilkan konsekuensi tertentu. Individu tersebut meyakini bahwa konsekuensi positif akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai imbalan atas tingkah lakunya.

3.2.Kontrol

Individu meyakini bahwa peristiwa hidupnya adalah hasil dari kontrol personal sehingga individu tersebut akan melakukan usaha untuk mengarahkan dirinya mencapai suatu tujuan atau hasil tertentu. 3.3.Mandiri

Individu percaya pada kemampuan dan ketrampilannya sendiri dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan atau hasil tertentu. 3.4.Bertanggung jawab

Individu merasa bertanggung jawab akan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai akibat dari faktor internal sehinggga memiliki kesediaan untuk menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik lagi.


(42)

4. Dampak Locus of Control Internal pada Individu

Perbedaan orientasi locus of control pada setiap individu dapat berdampak pada sikap dan perilaku individu, bahkan berpengaruh pada efisiensi dan efektivitasnya (Findley & Cooper, 1983). Phares (1978) menunjukkan bahwa locus of control internal membawa dampak pada individu, yaitu:

4.1.Sikap terhadap lingkungan

Orang-orang dengan locus of control internal akan menganalisa situasi dengan lebih terarah dan waspada dibandingkan dengan orang dengan locus of control eksternal. Mereka lebih aktif mencari, menggunakan dan mengelola informasi yang relevan dalam rangka memanipulasi dan mengendalikan lingkungan.

4.2.Konformitas dan perubahan sikap

Individu dengan locus of control internal lebih mampu bertahan terhadap pengaruh dan tekanan dari lingkungan. Hal ini menunjukkan konformitas yang cenderung lebih rendah dibandingkan individu dengan locus of control eksternal karena perubahan sikap individu dengan locus of control internal bergantung pada keinginan dan kendalinya sendiri.


(43)

25

4.3.Perilaku menolong dan atribusi tanggung jawab

Phares menyebutkan bahwa individu dengan locus of control internal lebih sering menunjukkan perilaku menolong daripada individu dengan eksternal locus of control. Individu dengan locus of control internal cenderung mengatribusikan tanggung jawab pada dirinya sendiri. Artinya, individu tersebut merasa bertanggung jawab akan hal yang terjadi pada dirinya sehingga sering menunjukkan keinginan untuk memperbaiki perilakunya.

Kleinke (1978) menambahkan dampak locus of control internal pada individu dalam hal:

4.4.Pencapaian prestasi

Menurut Kleinke, tingginya prestasi yang dicapai oleh orang-orang dengan locus of control internal merupakan hasil dari kemampuannya untuk menunda menikmati penghargaan atas hasil-hasil usahanya serta mengurangi reaksi negatif yang cenderung muncul pada saat dirinya mengalami kegagalan.

4.5.Penyesuaian diri

Orang-orang dengan internal locus of control akan lebih mampu menyesuaikan diri daripada orang-orang dengan eksternal locus of control karena mereka lebih mampu mengandalkan diri sendiri, aktif dan memiliki kecenderungan berjuang yang tinggi, dimana hal ini membawanya pada keberhasilan dalam penyesuaian diri. Dalam usaha menyesuaikan diri, individu melakukan coping (Lazarus & Folkman,


(44)

1984). Orang-orang dengan locus of control internal cenderung lebih mampu melakukan coping secara lebih adaptif terhadap stress sehingga dapat dikatakan melakukan penyesuaian diri dengan baik.

C. MAHASISWA TAHUN PERTAMA

Mahasiswa merupakan pelajar yang menimba ilmu pengetahuan tinggi, dimana pada tingkat ini mereka dianggap memiliki kematangan fisik dan perkembangan pemikiran luas, sehingga dengan nilai lebih tersebut mereka dapat memiliki kesadaran untuk menentukan sikap dirinya serta mampu bertanggung jawab terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam wacana ilmiah (Ganda, 1987). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa diartikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi. Senada dengan itu, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi juga tertulis bahwa mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu. Setiap tahunnya, perguruan tinggi akan menerima peserta didik baru sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 73 tentang penerimaan mahasiswa baru. Dengan demikian, setiap peserta didik baru pada perguruan tinggi dapat disebut dengan mahasiswa tahun pertama.

Pada umumnya, mahasiswa tahun pertama pada perguruan tinggi berusia 18 sampai 21 tahun. Usia ini masih termasuk pada tahap perkembangan dewasa awal atau oleh Arnett (2012) disebut dengan istilah emerging adulthood yang ditandai dengan adanya transisi dari masa remaja ke


(45)

27

masa dewasa. Pada masa transisi ini individu mengalami banyak perubahan dalam dirinya termasuk dalam bidang pendidikan (Ganda, 1987). Pendidikan di perguruan tinggi pada tahap usia ini merupakan salah satu hal penting untuk menuju kedewasaan (Papalia, Feldman, & Olds, 2007; Santrock, 2006).

Menurut Ganda (1987), mahasiswa bertujuan untuk mencapai dan meraih taraf keilmuan yang matang, menguasai suatu ilmu, serta memiliki wawasan ilmiah yang luas, sehingga mampu bersikap dan bertindak ilmiah dalam segala hal yang berkaitan dengan keilmuannya untuk diabdikan kepada masyarakat dan umat manusia. Mahasiswa juga diharapkan menjadi insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri dan secara aktif melakukan pembelajaran, pengembangan serta pengalaman suatu ilmu pengetahuan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tahun pertama merupakan peserta didik dengan rentang usia 18 sampai 21 tahun yang sedang menjalankan tahun pertamanya (semester I dan II) berkuliah di suatu perguruan tinggi.

D. PENELITIAN-PENELITIAN TERKAIT

Penelitian yang dilakukan Findley dan Cooper (1983) mengenai hubungan antara locus of control dengan pencapaian performansi akademik merujuk pada kesimpulan bahwa semakin individu meyakini kemampuan dari dalam dirinya sendiri (internal control) maka ia mampu memperoleh prestasi


(46)

akademik yang lebih tinggi. Penelitian ini menggunakan pengukuran locus of control spesifik dan pengukuran prestasi atau tes intelejensi yang terstandardisir.

Warehime dan Foulds (1971) meneliti tentang persepsi locus of control dengan penyesuaian personal. Penelitian ini dilakukan pada 110 mahasiswa perguruan tinggi yang terdiri dari 55 mahasiswa perempuan dan 55 mahasiswa laki-laki. Dalam pengukurannya, Warehime dan Founds menggunakan skala Internal-External Control of Reinforcement milik Rotter (I-E) dan sebuah pengukuran penyesuaian personal dengan alat ukur Personal Orientation Inventory (POI). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara locus of control internal dengan penyesuaian personal.

Berangkat dari banyaknya penelitian mengenai hubungan antara stress dengan penyakit fisik, Roddenberry dan Renk (2010) melakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk menguji fenomena psikologis seperti locus of control dan efikasi diri sebagai mediator antara stress dan sakit fisik pada 159 mahasiswa perguruan tinggi. Hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut menunjukkan bahwa subjek dengan tingkat stress yang tinggi memiliki kecenderungan yang kuat pada locus of control eksternal karena subjek dengan kecenderungan locus of control eksternal lebih perseptif terhadap stress. Hal ini juga berkorelasi dengan tingkat sakit fisik yang tinggi dan tingkat efikasi diri yang cenderung rendah. Dalam penelitian ini, locus of control secara signifikan terbukti sebagai mediator antara stress dan sakit fisik yang dialami mahasiswa.


(47)

29

Rose, Hall, Bolen, dan Webster (1996) melakukan pengujian untuk mengetahui kemampuan faktor psikologis seperti locus of control, pendekatan belajar mahasiswa, dan kehadiran dalam perkuliahan untuk memprediksi indeks prestasi kumulatif mahasiswa. Penelitian yang dilakukan pada 202 mahasiswa strata satu (72 laki-laki, 125 perempuan dan 5 tidak diketahui) dengan alat ukur Study Process Questionare, Scholastic Aptitude Test, daftar hadir perkuliahan dan laporan indeks prestasi kumulatif menunjukkan bahwa pendekatan belajar mahasiswa berkorelasi secara signifikan dengan indeks prestasi kumulatifnya. Pendekatan belajar mahasiswa yang mendalam menunjukkan karakteristik mahasiswa yang termotivasi secara internal, sama halnya dengan memiliki locus of control internal, sedangkan pendekatan belajar permukaan menunjukkan karakteristik mahasiswa yang termotivasi secara eksternal yaitu mementingkan pemberian nilai dari pengajar dan dengan kata lain memiliki locus of control eksternal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan belajar yang mendalam dan terkait dengan motivasi internal dapat memprediksi perolehan indeks prestasi kumulatif dan diikuti kehadiran mahasiswa dalam perkuliahan.

Aspelmeier et al., (2012) melakukan penelitian guna menguji peran status generasi sebagai moderator dari hubungan antara faktor psikologis (locus of control dan harga diri) dan variabel perkuliahan (penyesuaian di perguruan tinggi dan indeks prestasi kumulatif). Hasil penelitian ini menunjukkan status generasi secara signifikan menjadi moderator hubungan faktor psikologis dengan variabel perkuliahan. Secara umum, dari hasil


(48)

penelitian ini tampak bahwa hubungan antara faktor psikologis (locus of control dan harga diri) dengan variabel perkuliahan (penyesuaian diri di perguruan tinggi dan indeks prestasi kumulatif) bersifat paling kuat pada kelompok mahasiswa yang merupakan generasi pertama berkuliah di keluarganya. Selain itu, ditemukan bahwa status generasi pertama dalam perkuliahan pada mahasiswa berperan sepakai faktor yang memengaruhi kepekaan individu pada efek negatif maupun positif dari orientasi locus of control yang dimilikinya. Secara kontras, status generasi pertama pada mahasiswa justru menyebabkan dirinya beresiko memiliki harga diri yang lebih rendah.

Martin dan Dixon (1994) juga melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa locus of control memiliki korelasi dengan penyesuaian diri mahasiswa dimana mahasiswa yang memiliki internal locus of control menunjukkan nilai yang tinggi pada Freshmen Transition Questionare (FTQ) yang mengindikasikan keberhasilan mahasiswa tersebut dalam penyesuaian diri. Akan tetapi penelitian ini kurang menggambarkan dimensi penyesuaian diri seperti halnya yang dikemukakan oleh Baker dan Siryk (1986).

E. HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN

PENYESAIAN DIRI DI PERGURUAN TINGGI

Locus of control merupakan suatu konsep yang menunjukkan keyakinan individu mengenai letak kendali atau kontrol akan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, apakah hal tersebut bergantung pada


(49)

31

kendali dirinya atau dikendalikan oleh faktor-faktor diluar dirinya (Lefcourt, 1991;). Julian Rotter (1966) yang mengembangkan konsep ini membagi sumber kontrol menjadi dua, yaitu kontrol internal sebagai persepsi bahwa sebuah peristiwa yang terjadi dalam hidupnya bergantung pada faktor dalam diri individu itu sendiri atau bagian dari karakteristiknya pribadinya; dan kontrol eksternal sebagai persepsi bahwa suatu peristiwa dikendalikan oleh faktor di luar diri seperti keberuntungan, kebetulan, takdir, sesuatu yang tidak dapat dikendalikan individu, tidak dapat diprediksi karena kompleksitas hebat dari daya di sekitarnya. Berdasarkan hal itu pula individu dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu individu dengan locus of control internal dan individu dengan locus of control eksternal.

Individu dengan locus of control internal akan menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi padanya dengan sumber daya yang ada dalam dirinya sendiri seperti kemampuan, minat dan usaha (Phares, 1976). Dengan demikian, individu dengan locus of control internal memiliki keyakinan bahwa dirinya akan memperoleh konsekuensi positif sebagai imbalan atas tingkah lakunya pada suatu situasi tertentu (Sarafino, 2011). Dalam kehidupan perkuliahan, mahasiswa tahun pertama yang menghadapi perubahan dan tantangan baru di perguruan tinggi dengan karakteristik ini akan menyadari bahwa untuk menghadapi tuntutan di perguruan tinggi maka dirinya perlu melakukan suatu usaha agar mendapat konsekuensi sesuai harapannya. Dengan adanya kesadaran tersebut, mahasiswa tahun pertama akan memiliki motivasi untuk menyesuaikan dirinya secara akademik


(50)

maupun sosial dan mengaplikasikan motivasi tersebut ke dalam bentuk tindakan nyata. Hal ini merupakan salah satu indikasi yang menunjukkan bahwa dirinya memiliki penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi.

Locus of control internal akan mendorong individu untuk berusaha mengontrol dan mengendalikan lingkungan sekitarnya karena mereka meyakini kemampuan yang dimilikinya, sehingga mereka akan cenderung mengandalkan diri mereka sendiri daripada bergantung pada orang lain (Phares, 1976). Hal ini juga digambarkan oleh Sarafino (2011) sebagai karakteristik individu dengan locus of control internal yang mempunyai keyakinan bahwa peristiwa dalam hidupnya terjadi sebagai hasil dari kontrol yang dilakukannya, sehingga mereka cenderung mengarahkan dirinya agar memperoleh suatu hasil yang ingin dicapainya. Jika mahasiswa tahun pertama memiliki locus of control internal maka mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengontrol perilakunya dan menyesuaikan diri dalam menghadapi perubahan dan tantangan di perguruan tinggi. Hal ini dapat tercermin dari adanya persepsi bahwa tuntutan di perguruan tinggi merupakan suatu hal yang dapat dikendalikan sehingga mahasiswa memiliki kecemasan yang cenderung rendah akan tuntutan tersebut.

Mahasiswa juga akan memiliki motivasi yang kuat dan berusaha memberikan perhatian yang lebih untuk mengarahkan perilaku agar dapat mencapai tujuan perkuliahan. Adanya motivasi tercermin ketika seorang individu seperti mahasiswa tahun pertama melakukan penyesuaian terhadap tekanan di lingkungan perguruan tinggi. Mahasiswa tahun pertama yang


(51)

33

melakukan penyesuaian akademik akan mengaplikasikan motivasi akademik ke dalam usaha nyata seperti memberi perhatian lebih untuk mengarahkan perilaku agar mencapai tujuannya tersebut. Hal ini dapat mendukung dan memengaruhi dirinya untuk melibatkan informasi dan pembelajaran yang telah dilakukannya agar dapat menunjukkan performansi yang lebih baik. Lebih lanjut, adanya keyakinan bahwa peristiwa dalam hidupnya terjadi sebagai hasil dari kontrol yang dilakukannya dapat mendorong individu seperti mahasiswa tahun pertama untuk berperan aktif dan menjalin hubungan dengan orang lain sebagai bentuk penyesuaian sosialnya. Mereka akan berinisiatif untuk terlibat aktif dalam relasi dengan orang lain agar dapat menyesuaikan diri di lingkup sosial perguruan tinggi. Ketika seorang mahasiswa tahun pertama memiliki karakter ini maka dirinya akan mampu mengatasi perubahan lingkungan dalam konteks penyesuaian sosial dan mampu mengatasi tekanan atau stress secara adaptif dalam penyesuaian personal-emosionalnya di perguruan tinggi.

Individu dengan locus of control internal akan memiliki rasa percaya diri dan kemampuan pemecahan masalah yang baik karena hal tersebut menunjang kemampuannya untuk mengubah kondisi lingkungan yang bermasalah menjadi situasi yang diharapkannya. Mereka akan berusaha memberdayakan segenap kemampuannya untuk menghadapi situasi yang terjadi secara mandiri tanpa menunggu atau bergantung dari pihak lain (Phares, 1976; Sarafino, 2011; Shojaee & French, 2014). Mahasiswa tahun pertama yang cenderung mengandalkan diri mereka sendiri daripada


(52)

bergantung pada orang lain seperti karakteristik individu yang memiliki locus of control internal tersebut akan menghadapi tuntutan dalam hal akademik maupun sosial secara mandiri dan penuh inisiatif. Mahasiswa tahun pertama akan terdorong untuk mengendalikan perubahan dan tantangan di perguruan tinggi dengan percaya pada kemampuannya sendiri, sehingga untuk menghadapi perubahan dan tantangan tersebut ia tidak menunggu atau bergantung dengan orang lain atau lingkungannya. Rasa kepercayaan pada kemampuannya sendiri ini pula akan memfasilitasi kemampuan berelasi sosial yang lebih baik dan kecemasan yang cenderung lebih rendah sehingga terbebas dari stress. Hal ini menunjukkan penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi.

Individu merasa bertanggung jawab akan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai akibat dari faktor internal akan memiliki kesediaan untuk menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik lagi (Sarafino, 2011). Oleh karena itu, individu ini akan memiliki kepuasaan atas prestasi yang diraih dari hasil kerja kerasnya sendiri, kepuasan terhadap fakultas tempat dirinya berkuliah, dan kepuasan terhadap universitas tempat dirinya berkuliah karena ia merasa bahwa apa yang diperolehnya sejauh ini merupakan hasil dari kerja kerasnya sendiri.

Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal yang rendah merasa bahwa tingkah lakunya belum tentu akan menghasilkan sebuah


(53)

35

konsekuensi tertentu karena dirinya kurang yakin bahwa sebah konsekuensi bergantung pada faktor dalam dirinya sendiri. Keraguan bahwa perilakunya menghasilkan konsekuensi tertentu ini membuat mahasiswa yang memiliki kecenderungan locus of control internal rendah juga kurang termotivasi baik secara akademik maupun sosial. Dirinya akan ragu untuk berusaha melakukan sesuatu untuk menghadapi tuntutan di perguruan tinggi karena walaupun ia melakkan usaha, hal itu tidak serta merta membuatnya dapat mengatasi tuntutan tersebut sehingga performansinya pun cenderung kurang baik disbanding mahasiswa dengan locus of control internal tinggi.

Individu dengan locus of control internal yang rendah kurang melakukan kontrol untuk mencapai suatu tujuan karena dia merasa bahwa tidak ada gunanya. Mampu atau tidaknya mencapai tujuan bergantung pada kontrol orang lain atau keberuntungan sehingga tidak dapat diupayakan. Mahasiswa yang tidak mengarahkan perilakunya dan tidak melakukan upaya dalam menghadapi tuntutan di perguruan tinggi akan menunjukkan performansi yang kurang baik dibandingkan mahasiswa dengan locus of control internal tinggi. Mahasiswa ini juga akan cenderung tidak berdaya dalam menghadapi tekanan dan tuntutan di perguruan tinggi sehingga beresiko mengalami stress dan kecemasan selama masa perkuliahan. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan akibat penyesuaian diri yang buruk di perguruan tinggi.

Lebih lanjut, individu dengan locus of control internal yang rendah juga tidak meyakini kemampuannya sendiri. Ia akan cenderung bergantung


(54)

pada faktor lain di luar dirinya seperti power dari orang yang lebih berkuasa atau faktor keberuntungan. Keraguan pada kemampuan dirinya sendiri ini akan membuat mahasiswa merasa rendah diri dan tidak berdaya dalam menghadapi tuntuttan di perguruan tinggi. Oleh karena itu mereka cenderung bergantung pada hal-hal di luar dirinya seperti dosen atau teman kuliah. Jika seorang mahasiswa mengalami kesulitan dalam perkuliahan, baik secara akademik maupun sosial sedangkan dirinya ragu akan kemampuannya sendiri dalam menghadapi kesulitan tersebut, maka ia akan menunggu bantuan teman atau dosen dalam menghadapinya terlebih dahulu. Hal ini membuat penyesuaian dirinya di perguruan tinggi kurang efektif atau bahkan terhambat.

Kemudian, dengan adanya keyakinan-keyakinan tersebut, indiviidu dengan locus of control internal akan mengatribusikan tanggung jawabnya pada faktor di luar dirinya. Hal ini dikarenakan keberhasilan atau kegagalan yang diperolehnya tidak berasal dari dirinya sendiri melainkan dari orang lain atau faktor lain. Mahasiswa yang mengatribusikan tanggung jawab pada faktor di luar dirinya akan kurang merasa puas dengan segala prestasi atau hal yang diperolehnya karena apa yang diperolehnya tersebut tidak serta merta merupakan hasil dari perilaku atau usahanya sendiri melainkan dari orang lain atau faktor lain di luar dirinya. Gambaran dinamika hubungan locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi dapat dilihat pada bagan 1.


(55)

37

Bagan 1. Dinamika Hubungan Locus of Control Internal dan Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Locus of Control Internal

TINGGI Yakin bahwa perilaku akan menghasilkan konsekuensi,

melakukan kontrol, mandiri, bertanggung jawab

Mengaplikasikan motivasi akademik, performansi akademik baik, mengatasi tuntutan akademik, aktif dalam relasi sosial, Persepsi positif terhadap tuntutan, bebas dari cemas, kepuasan terhadap hal-hal yang diperolehnya

RENDAH

Ragu bahwa perilakunya akan menghasilkan konsekuensi tertentu, tidak mengontrol perilakunya, bergantung, melempar tanggung jawab

Kurang termotivasi,

performansi kurang baik, tidak berdaya terhadap tuntutan akademik, pasif dalam bersosialisasi, mempersepsi tuntutan

sebagai hal yang

membebani, tidak puas

terhadap hal yang

diperolehnya karena bukan berasal dari diri sendiri

Penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi Penyesuaian diri yang


(56)

F. HIPOTESIS

Berdasarkan landasan teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa tahun pertama. Semakin tinggi tingkat locus of control internal yang dimiliki mahasiswa tahun pertama, maka akan semakin baik penyesuaian dirinya di perguruan tinggi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat locus of control internal mahasiswa tahun pertama, maka penyesuaian dirinya di perguruan tinggi pun semakin buruk.


(57)

39 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian survey dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan menguji hubungan antara locus of control internal dengan penyesuaian diri di perguruan tinggi.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dari penelitian ini adalah locus of control internal.

2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah penyesuaian diri di perguruan tinggi.

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Locus of control Internal

Locus of control internal adalah keyakinan individu bahwa konsekuensi dari interaksi antara individu dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya dapat dikendalikan karena bergantung pada tingkah laku, kemampuan, minat dan usaha yang dimilikinya sendiri yang diukur menggunakan skala locus of control internal. Skor locus of control internal diperoleh dari penjumlahan skor setiap indikator. Semakin tinggi


(58)

skor yang diperoleh oleh responden menunjukkan tingkat locus of control internal yang lebih tinggi.

2. Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Penyesuaian diri di perguruan tinggi adalah sebuah respon mahasiswa untuk menyelaraskan dorongan dirinya dengan lingkungan dalam menghadapi tekanan dan tuntutan yang terjadi di perguruan tinggi. Penyesuaian diri di perguruan tinggi diukur dengan skala penyesuaian diri di perguruan tinggi yang disusun peneliti berdasarkan karakteristik penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi. Karakteristik tersebut berasal dari empat dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi yang dikemukakan oleh Baker dan Siryk (1986), yaitu (a) penyesuaian diri akademik; (b) penyesuaian diri sosial; (c) penyesuaian diri personal-emosional; (d) kelekatan pada institusi. Skor penyesuaian diri di perguruan tinggi diperoleh dari penjumlahan keseluruhan skor setiap dimensi. Semakin tinggi skor yang diperoleh oleh responden menunjukkan penyesuaian diri di perguruan tinggi yang lebih baik.

D. RESPONDEN PENELITIAN

Responden penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan karakterisitik populasi (purposive sampling). Responden penelitian ini merupakan mahasiswa aktif yang sedang menempuh tahun pertama pendidikan S1 di perguruan tinggi. Pemilihan mahasiswa tahun pertama


(59)

41

merujuk pada permasalahan penyesuaian diri yang umumnya terjadi pada tahun pertama perkuliahan di perguruan tinggi. Kemudian, responden dalam penelitian ini memiliki rentang usia 18 sampai dengan 21 tahun. Rentang usia tersebut ditentukan karena mencerminkan usia mahasiswa tahun pertama pada umumnya.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara membagikan dan meminta responden penelitian untuk mengisi skala penelitian yang disusun oleh peneliti. Penggunaan skala penelitian dilakukan dengan tujuan agar data yang diperoleh peneliti beragam dari setiap responden. Skala yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian terdiri dari dua skala, yaitu Skala Locus of Control Internal dan Skala Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi. Penyusunan skala penelitian dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Penyusunan Blueprint

Skala penelitian disusun berdasarkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti menyusun blueprint terlebih dahulu sebagai pedoman tahap-tahap selanjutnya dalam proses penyusunan skala agar item-item skala sesuai dengan teori yang digunakan.


(60)

1.1.Skala Locus of control internal

Skala locus of control internal digunakan untuk mengukur tingkat keyakinan responden bahwa konsekuensi dari interaksinya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dapat dirinya kendalikan sendiri dengan kemampuan, minat dan usaha yang dimilikinya. Skala ini disusun dengan mengacu pada karakteristik individu yang menunjukkan kecenderungan memiliki locus of control internal yaitu ekspektansi, kontrol, mandiri dan bertanggung jawab (Sarafino, 2011). Karakteristik tersebut kemudian digunakan sebagai indikator dalam penyusunan skala ini. Peneliti menyusun blueprint sebagai pedoman penulisan item yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Blueprint Skala Locus of Control Internal

No Indikator Bobot (%)

1. Individu memiliki keyakinan bahwa perilaku yang dilakukannya akan menghasilkan konsekuensi tertentu (Ekspektansi)

25% 2. Individu meyakini bahwa peristiwa hidupnya

adalah hasil dari faktor internal atau kontrol personal sehingga melakukan kontrol untuk mencapai suatu tujuan atau hasil tertentu (Kontrol)

25%

3. Individu percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya sendiri dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan atau hasil tertentu (Mandiri)

25% 4. Individu merasa bertanggung jawab akan

peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri (Bertanggung jawab)

25%


(61)

43

2. Skala penyesuaian diri di perguruan tinggi

Skala penyesuaian diri di perguruan tinggi digunakan untuk mengukur usaha responden dalam menghadapi tekanan, dorongan, dan tuntutan-tuntutan di perguruan tinggi agar mencapai keselarasan antara responden dengan lingkungan perguruan tinggi. Peneliti menyusun indikator-indikator untuk mengukur penyesuaian diri di perguruan tinggi berdasarkan karakteristik individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik di perguruan tinggi. Karakteristik tersebut mencerminkan empat dimensi penyesuaian diri di perguruan tinggi yang dikemukakan oleh Baker dan Siryk (1986), yaitu (a) penyesuaian diri akademik; (b) penyesuaian diri sosial; (c) penyesuaian diri personal-emosional; (d) kelekatan pada institusi. Peneliti menyusun blueprint sebagai acuan penyusunan skala yang dapat dilihat pada Tabel 2.


(62)

Tabel 2.

Blueprint Skala Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

Dimensi Indikator Bobot (%)

1. Penyesuaian Akademik

Mampu mengaplikasikan motivasi akademik

8,33%

Mampu mengatasi tuntuan

akademik

8,33% Memiliki prestasi akademik yang

baik

8,33% 2. Penyesuaian

Sosial

Terlibat dalam kegiatan yang ada diperguruan tinggi

8,33% Mampu menjalin hubungan dengan

orang lain di lingkungan perguruan tinggi

8,33%

Mampu mengatasi perubahan lingkungan

8,33% 3. Penyesuaian

Personal-Emosional

Mampu mengontrol emosi dengan baik

8,33% Memiliki persepsi yang positif

terhadap tuntutan di perguruan tinggi

8,33%

Memiliki kondisi fisik yang baik 8,33% 4. Komitmen

Institusi

Kepuasan terhadap fakultas atau program studi

8,33%

Kepuasan terhadap universitas 8,33%

Kepuasan terhadap status

mahasiswa

8,33%

Total 100%

3. Focus Group Discussion (FGD)

Focus group discussion dalam proses penyusunan skala penelitian dilakukan dengan tujuan menggali lebih banyak informasi mengenai variabel penelitian agar dapat menyusun pedoman penulisan item sehingga item-item yang disusun dapat sesuai dengan kondisi/konteks yang dialami oleh responden sebenarnya.

Focus group discussion terkait variabel locus of control internal dan penyesuaian diri di perguruan tinggi dilakukan selama 2 hari dengan


(63)

45

melibatkan 11 orang mahasiswa aktif angkatan 2016 dari berbagai fakultas di Universitas Sanata Dharma sebagai partisipan kegiatan. Hari pertama pelaksanaan focus group discussion berlangsung pada tanggal 14 November 2016 dengan topik bahasan locus of control internal yang diikuti oleh 8 orang partisipan, sedangkan hari kedua pelaksanaan focus group discussion dilaksanakan pada tanggal 22 November 2016 dengan topik bahasan penyesuaian diri di perguruan tinggi yang diikuti oleh 10 orang partisipan, dimana 7 orang diantaranya merupakan partisipan yang sama dengan pelaksanaan pertama sedangkan 3 orang yang lain merupakan partisipan baru.

Peneliti menyusun panduan pertanyaan focus group discussion berdasarkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikut adalah gambaran hasil focus group discussion yang telah dilakukan peneliti:

3.1.Hasil focus group discussion mengenai locus of control internal

Hasil focus group discussion mengenai locus of control internal yang dilakukan pada tanggal 14 November 2016 dirasa cukup untuk menggali gambaran nyata indikator yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa. Pada indikator pertama yaitu adanya keyakinan bahwa perilaku yang dilakukan mahasiswa akan menghasilkan konsekuensi tertentu, partisipan yang mengategorikan dirinya memiliki keyakinan kuat menjelaskan bahwa ia yakin jika dirinya melakukan persiapan tertentu sebelum melakukan sesuatu maka ia akan


(64)

memperoleh suatu hal atau hasil yang ingin dicapainya. Sebaliknya, partisipan yang mengategorikan keyakinannya terhadap hal tersebut rendah menyebutkan bahwa dirinya masih mungkin gagal dalam memperoleh apa yang diinginkannya walau sudah melakukan persiapan terlebih dahulu karena terdapat faktor lain yang menentukan perolehan hasil tersebut.

Pada indikator kedua, yaitu adanya kontrol yang dilakukan mahasiswa terhadap perilakunya untuk mencapai suatu tujuan atau hasil tertentu, responden yang mengategorikan dirinya melakukan kontrol dengan kuat memaparkan bahwa dirinya menyusun perencanaan dan melakukan secara langsung cara-cara agar dapat mencapai tujuan mereka. Partisipan mencontohkan bentuk kontrol perilaku dalam konteks akademik yang dilakukannya seperti belajar secara rutin, memusatkan perhatian, dan memprioritaskan kegiatan, sedangkan dalam konteks sosial seperti berperilaku baik agar mendapat teman, bersikap ramah, serta menghormati dan mempelajari karakter orang lain. Di sisi lain, partisipan yang mengaku tidak melakukan kontrol terhadap perilakunya memaparkan bahwa meskipun dirinya memiliki tujuan yang ingin dicapai akan tetapi ia tidak melakukan apapun atau merubah kebiasaannya untuk dapat mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan kesimpulan diskusi mengenai indikator ketiga dan keempat, partisipan yang mengategorikan dirinya sebagai individu


(65)

47

yang percaya pada kemampuan dan usahanya sendiri memaparkan bahwa dirinya lebih yakin dengan kemampuan dan usahanya sendiri dalam mengupayakan suatu hal yang ingin dicapai sehingga partisipan tersebut juga merasa bertanggung jawab akan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai akibat dari apa yang ia lakukan sendiri. Di sisi lain, individu yang merasa tidak yakin akan kemampuan dan usahanya memberikan contoh bahwa dirinya membutuhkan dukungan dari pihak lain dalam melakukan sesuatu atau dalam mengupayakan suatu hal yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, jika suatu peristiwa terjadi dalam hidupnya, seperti kegagalan dalam konteks akademik dan sosial, maka partisipan merasa bahwa hal tersebut bukan merupakan kesalahannya melainkan pihak lain yang terlibat.

3.2.Hasil focus group discussion mengenai penyesuaian diri di perguruan tinggi

Hasil focus group discussion mengenai penyesuaian diri di perguruan tinggi yang dilakukan pada tanggal 22 November 2017 dirasa telah memenuhi tujuan kegiatan, yaitu menggali informasi mengenai isu penyesuaian diri yang nyata terjadi di kalangan mahasiswa tahun pertama.

Berdasarkan hasil diskusi partisipan tentang dimensi penyesuaian diri akademik, diketahui bahwa perilaku nyata dari penyesuaian diri akademik yang baik tercermin ketika seorang mampu belajar secara rutin, hadir di setiap perkuliahan, mengerjakan tugas


(66)

tepat waktu, memperoleh nilai yang baik, mampu berdiskusi dan mempresentasikan pendaapatnya dalam perkuliahan, serta memahami mata kuliah yang diajarkan.

Pada dimensi penyesuaian diri sosial, perilaku nyata yang menunjukkan penyesuaian yang baik menurut partisipan focus group discussion adalah ketika mahasiswa mampu aktif dalam kegiatan keorganisasian, kepanitiaan, atau unit kegiatan lainnya di perguruan tinggi, serta mampu menjalin pertemanan yang baik dengan menjaga sikap dan menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan baru.

Kemudian, perilaku nyata yang mencerminkan penyesuaian diri personal-emosional yang baik pada mahasiswa berdasarkan hasil diskusi adalah ketika mahasiswa tidak mengalami masalah kesehatan akibat tekanan dan tuntutan perkuliahan, tidak mengalami stress, mampu melihat tekanan dan tuntutan di perguruan tinggi sebagai suatu pembelajaran yang baik, serta tetap dapat mengatur emosinya dengan baik dalam menghadapi tekanan tersebut.

Lalu kesimpulan focus group discussion, diketahui bahwa perilaku nyata yang mencerminkan penyesuaian yang baik pada dimensi kelekatan institusi adalah ketika mahasiswa merasa bangga dan puas dengan tempatnya berkuliah, serta tidak berpikir untuk mengundurkan diri.


(67)

49

4. Penulisan Item

Item-item dalam skala penelitian ini disusun dengan metode penskalaan Likert, dimana pernyataan-pernyataan terdiri dari item favorable dan item unfavorable, berdasarkan konteks dan indikator perilaku dari hasil focus group discussion. Pernyataan favorable merupakan pernyataan yang mencerminkan sikap positif dan mendukung objek yang disasar oleh item jika disetujui oleh responden. Sebaliknya, pernyataan unfavorable merupakan pernyataan yang justru mencerminkan sikap negatif atau tidak mendukung objek yang disasar oleh item jika subjek memberikan persetujuan pernyataan tersebut (Supratiknya, 2014).

Dalam penskalaan Likert, responden diberikan alternatif pilihan jawaban yang mencerminkan sikapnya terhadap pernyataan dalam skala. Pada skala penelitian ini terdapat empat alternatif pilihan jawaban dengan tujuan agar responden dapat mempertimbangkan sejauh mana pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan dirinya. Alternatif pilihan yang disediakan yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS). Peneliti tidak menyediakan alternatif jawaban Netral dengan tujuan menghindari netral tendency sehingga responden dapat memilih alternatif jawaban yang lebih cenderung memihak (Supratiknya, 2014). Ketentuan dari penilaian untuk pernyataan favorable maupun unfavorable dapat dilihat pada Tabel 3. Pemberian Skor Skala Locus of Control Internal dan Skala Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi berikut ini:


(1)

Lampiran 14

Hasil Uji Hipotesis


(2)

Correlations

LOC CA

LOC Pearson Correlation 1 .528**

Sig. (1-tailed) .000

N 125 125

CA Pearson Correlation .528** 1

Sig. (1-tailed) .000

N 125 125

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


(3)

Lampiran 15

Uji One Sample Test


(4)

a.

Locus of Control

Internal

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

LOC 125 108.97 7.333 .656

One-Sample Test

Test Value = 100

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

LOC 13.673 124 .000 8.968 7.67 10.27

b.

Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

CA 125 104.99 9.726 .870

One-Sample Test

Test Value = 90

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper


(5)

Lampiran 16

Surat Ijin Penelitian


(6)