Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pemerintah Indonesia (

(1)

Indonesia is one of the ASEAN countries are experiencing economic growth every year. In 2008 when the current world financial crisis GDP growth in Indonesia has decreased at least compared to other ASEAN countries. This is because the amount of consumption of Indonesia has a major influence on the economy of Indonesia. Economic growth in Indonesia is directly proportional to the Indonesian government spending. Indonesia government spending has increased every year. Increased government spending each year Indonesia Indonesia's economy even cause the budget deficit. Where government spending is greater than government revenues. Government revenue derived from the tax could not afford the amount of government spending.

The purpose of this study was to analyze the relationship between economic growth in Indonesia by the Indonesian government expenditure and also analyzes the factors that influence the increase in government spending in Indonesia. The method of analysis used in this study is a method of VAR and VECM. The variables used in this study is variable spending (G), economic growth (GW), exchange rate (ER), inflation (INF), investment (INV), net exports (NE), and tax revenue (TR). The time period used in this study was the period/year 1984 to 2011. Based on this research, in the short term tax revenue, exchange rate, inflation has a positive, but not significant. While variable net exports and GDP growth has a positive and significant. In the long term variable rate (ER), net exports (NE) and GDP growth (GW) and a significant negative effect on government spending. While the inflation variable has a positive and significant impact on government spending. IRF outcome variables that describe the response of macroeconomic variables such as inflation, exchange rates, investment, GDP growth, net exports or the balance of trade, tax revenue to government spending shocks. The results show that a variant FEVD government spending predominantly explained by the variable itself from the beginning of the period until the end of the period. FEVD results also showed that the variables that contributed greatly to shocks in government spending is the exchange rate, inflation and GDP growth in the country of Indonesia.

Keywords: Government Expenditures of Indonesia, VAR Methods , VECM, IRF, FEVD


(2)

Pemerintah Indonesia (dibimbing oleh Dr. Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec).

Indonesia adalah salah satu negara kawasan ASEAN yang mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi setiap tahun. Pada tahun 2008 dimana saat terjadinya krisis keuangan dunia pertumbuhan PDB Indonesia mengalami penurunan paling sedikit dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini dikarenakan jumlah konsumsi Indonesia memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini berbanding lurus dengan pengeluaran pemerintah Indonesia. Pengeluaran pemerintah Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan pengeluaran pemerintah Indonesia setiap tahunnya bahkan menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami defisit anggaran. Dimana pengeluaran pemerintah lebih besar dibandingkan pendapatan pemerintah. Penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak mampu membiayai besarnya pengeluaran pemerintah.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan pengeluaran pemerintah Indonesia dan juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pengeluaran pemerintah Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VAR dan VECM. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel pengeluaran pemerintah (G), pertumbuhan ekonomi (GW), nilai tukar (ER), inflasi (INF), investasi (INV), ekspor bersih (NE), dan penerimaan pajak (TR). Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah periode/tahun 1984 sampai dengan 2011.

Berdasarkan hasil penelitian, dalam jangka pendek penerimaan pajak, nilai tukar, inflasi memiliki pengaruh positif, namun tidak signifikan. Sedangkan variabel ekspor bersih dan pertumbuhan PDB memiliki pengaruh positif dan signifikan. Dalam jangka panjang variabel nilai tukar (ER), ekspor bersih (NE) dan pertumbuhan PDB (GW) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengeluaran pemerintah. Sementara variabel inflasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran pemerintah.

Hasil IRF yang menggambarkan respon variabel variabel makroekonomi seperti inflasi, nilai tukar, investasi, pertumbuhan PDB, ekspor bersih ataupun neraca perdagangan, penerimaan pajak terhadap guncangan pengeluaran pemerintah. Hasil FEVD yang menunjukkan bahwa varian pengeluaran pemerintah dominan dijelaskan oleh variabel itu sendiri dari awal periode hingga akhir periode. Hasil FEVD juga menunjukkan bahwa variabel yang memberikan kontribusi besar terhadap guncangan pada pengeluaran pemerintah adalah nilai tukar, inflasi dan pertumbuhan PDB negara Indonesia.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika. Krisis yang terjadi di Amerika serikat pada tahun 2007-2009 merupakan salah satu penyebab terjadinya krisis keuangan global. Krisis keuangan global ini membawa dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian negara-negara yang ada di dunia ini. Indonesia secara tidak langsung terkena dampak krisis keuangan global ini. Namun dampaknya tidak begitu besar bagi perekonomian Indonesia. Walaupun krisis keuangan global tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, pemerintah tetap melakukan berbagai kebijakan bertujuan untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan negara Amerika Serikat merupakan salah satu negara mitra dagang Indonesia. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan makro yang dijalankan oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter. Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.

Kebijakan fiskal yang dijalankan oleh pemerintah dapat terlihat melalui kebijakan anggaran. Kebijakan anggaran di Indonesia ditujukan untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Kebijakan anggaran memiliki instrumen berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN merupakan penjabaran rencana kerja para penyelenggara negara untuk kurun waktu satu tahun yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Indikator makroekonomi yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan anggaran (APBN) adalah


(4)

sebagai berikut : Pertumbuhan ekonomi, Inflasi, Nilai tukar, Suku bunga SBI, Harga minyak internasional, Produksi minyak Indonesia.

Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, pada tahun 2007 jumlah belanja negara Indonesia sebesar 757,6 triliun rupiah meningkat menjadi 1320,8 triliun rupiah pada tahun 2011. Pendapatan negara dan hibah juga mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 707,8 triliun rupiah menjadi 1169,9 triliun rupiah. Dari data yang diperoleh jumlah pendapatan dan hibah negara selalu lebih kecil dibandingkan dengan belanja negara setiap tahunnya. Belanja negara/pengeluaran pemerintah yang lebih besar dibandingkan penerimaan negara menyebabkan defisit anggaran. Tabel 1.1 Ringkasan APBN Indonesia 2007 - 2011

Tahun Pendapatan dan Hibah (triliun Rupiah)

Belanja Negara (triliun Rupiah)

Surplus /Defisit anggaran (triliun Rupiah)

Utang Luar Negeri

(Miliar US$)

2007 707,8 757,6 -49,8 62,25

2008 981,6 985,7 -4,1 66,69

2009 848,8 937,4 -88,6 65,02

2010 995,3 1.042,1 -46,8 68,10

2011 1.169,9 1.320,8 -150,8 68,41

Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, 2012

Dari Tabel 1.1 dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah pendapatan dan hibah negara Indonesia selalu lebih kecil dibandingkan dengan belanja negara/pengeluaran negara. Hal ini membuktikan bahwa dari tahun 2007 hingga 2011 anggaran negara Indonesia mengalami defisit anggaran. Kebijakan anggaran di suatu negara dalam prakteknya memiliki tiga kondisi, antara lain berimbang, surplus, dan defisit. Anggaran negara berimbang adalah anggaran negara dimana penerimaan negara jumlahnya sama dengan pengeluaran pemerintah, sementara anggaran surplus adalah penerimaan negara lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan pengeluaran negara.

Banyak hal yang menjadi penyebab peningkatan belanja pemerintah, salah satunya kenaikan harga minyak mentah dunia. Belanja pemerintah meningkat akibat kenaikan harga minyak mentah dunia. Hal ini terjadi pada tahun 2010. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada APBN 2010 mengalami perubahan


(5)

yakni mengalami kenaikan hingga lebih dari 20 triliun rupiah. Akibatnya, anggaran belanja negara dalam APBN 2010 naik dari target awal yakni menjadi 1042,1 triliun. Tahun 2012 dalam nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) jumlah belanja pemerintah menjadi 1058,31 triliun rupiah dari asumsi sebelumnya 964,997 triliun rupiah sehingga mengalami kenaikan sebesar 93,313 triliun rupiah. Salah satu penyebab kenaikan belanja pemerintah karena anggaran belanja subsidi energi membengkak. Anggaran belanja subsidi energi naik dari 168,55 triliun rupiah menjadi 230,43 triliun rupiah. Sedangkan, belanja subsidi non energi naik sekitar 2 triliun rupiah, menjadi 42,72 triliun rupiah. Alhasil, pos belanja subsidi menjadi pos pengeluaran yang terbesar yakni 273,155 triliun rupiah.

Kenaikan belanja pemerintah Indonesia setiap tahunnya juga disebabkan oleh perkembangan ekonomi Indonesia. Menurut Teori pengeluaran negara Musgrave dan Rostow lebih menekankan pada proporsi belanja suatu negara dalam memandang perkembangan ekonomi. Tahap perkembangan ekonomi lebih dinilai dari pertanyaan apa saja sektor yang dijadikan prioritas oleh pemerintah dalam menetapkan kebijakan belanja pemerintah. Dari hal tersebut akan terlihat jelas perbedaan arah pembangunan suatu negara. Negara pada tahap awal perkembangan, karena masih minim infrastruktur, tentu akan lebih menekankan anggaran negara untuk investasi modal yang lebih bersifat starting development, seperti pembangunan gedung perkantoran daerah, gedung pendidikan, pasar, jalan umum, maupun gedung pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, masyarakat masih bergantung pada peran sentral pemerintah dalam segala kegiatan pemenuhan kebutuhan, peran swasta masih belum begitu dirasakan. Hal ini dapa menunjukkan sektor swasta masih memulai investasi atau sudah relatif lama berdiri namun belum berkembang sehingga belum dominan dalam sistem perekonomian.

Menurut teori ekonomi dijelaskan oleh Musgrave dan Rostow pada tahap lanjut ekonomi, pengeluaran negara lebih bersifat meningkatkan mutu layanan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, pemanfaatan teknologi mutakhir dalam pelayanan kesehatan. Bisa juga dengan meningkatkan standar pendidikan menuju ruang lingkup yang lebih luas, seperti Sekolah Bertaraf Internasional. Muncul


(6)

juga kebutuhan baru akan adanya program perawatan lingkungan maupun penyediaan sarana rekreasi masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak lagi memfokuskan anggaran untuk pembangunan gedung dan pengadaan prasarana melainkan bersifat memperbaharui dan memelihara fasilitas pemerintah tersebut.

Indonesia memiliki wilayah negara yang amat luas. Tidak mudah mengklasifikasikan Indonesia termasuk negara dalam tahap awal perkembangan ekonomi, tahap menengah, atau tahap lanjut pembangunan ekonomi. Ini disebabkan adanya perbedaan kemajuan pembangunan yang cukup signifikan di masing-masing wilayah. Ini juga menyangkut tingkat kemajuan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 1.2 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, 2005-2009 ( Miliar Rupiah)

FUNGSI

2005 2006 2007 2008 2009

LKPP LKPP LKPP APBN APBN

Pelayanan Umum 255.603,2 283.343 316.078,7 518.241,5 494.766,2 Pertahanan 21.562,2 24.426,1 30.685,9 10.489,7 12.278,6 Ketertiban dan

keamanan

15.617,3 23.743,1 28.315,9 12.306,8 14.451,3 Ekonomi 23.504,0 38.295,6 42.221,9 57.239,0 56.852,6 Lingkungan Hidup 1.333,9 2.664,5 4.952,6 6.353,1 7.035,1 Perumahan dan

Fasilitas Umum

4.216,5 5.457,2 9.134,6 12.993,4 18.135,0 Kesehatan 5.836,9 12.189,7 16.004,5 15.985,6 17.301,9 Pariwisata dan

Budaya

588,6 905,4 1.851,2 1.393,2 1.489,7

Agama 1.312,3 1.411,2 1.884,2 791,1 830,3

Pendidikan 29.307,9 45.303,9 50.843,3 57.960,2 89.918,1 Perlindungan

Sosial

2.272,5 2.292,2 2.650,4 3.317,3 3.317,5 Jumlah 361.155,2 440.032,1 504.623,3 697.071,0 716.376,3 Sumber data: BI, Laporan Tahunan Indonesia

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa total belanja pemerintah pusat setiap tahunnya mengalami peningkatan. Tabel Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi memberikan gambaran yang cukup jelas dalam menilai preferensi pemerintah dalam mengalokasikan anggaran negara. Pada tahun 2009, fungsi pemerintah dengan alokasi dana terbesar antara lain pelayanan umum, pendidikan,


(7)

ekonomi, perumahan dan fasilitas umum, dan kesehatan. Terjadi pergeseran prioritas alokasi dana yang cukup signifikan pada peralihan tahun 2007-2008. Alokasi dana terhadap fungsi pertahanan dan ketertiban berkurang secara signifikan pada tahun 2008 bila dibandingkan dengan tahun 2007.

1.2 Perumusan Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar. Indonesia adalah salah satu negara kawasan ASEAN yang pertumbuhan ekonomi setiap tahun mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari Gambar dibawah ini.

Sumber : Direktorat Perencanaan Makro (Bappenas)

Gambar 1.1 Pertumbuhan PDB Indonesia Tahun 2000 - 2010

Dari Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa dari beberapa negara di kawasan ASEAN, yang paling konstan pertumbuhan PDB nya adalah negara Indonesia. Sementara negara lainnya memiliki pertumbuhan PDB yang cukup fluktuatif. Pada tahun 2008, dimana saat terjadinya krisis keuangan dunia, pertumbuhan PDB Indonesia mengalami penurunan paling sedikit dibandingkan negara-negara lainnya. Hal ini dikarenakan pengaruh konsumsi Indonesia yamg memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia.

PERTUMBUHAN PDB ASIA TENGGARA TAHUN 2000 - 2010


(8)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia ini sangat dipengaruhi oleh tingginya konsumsi yang berasal dari penduduk Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia adalah tergolong cukup besar, dimana pada kawasan ASEAN Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk yang paling banyak. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga memiliki hubungan dengan kebijakan fiskal. Hal ini terlihat dari instrumen instrumen kebijakan fiskal antara lain : pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini berbanding lurus dengan pengeluaran pemerintah indonesia. Pengeluaran pemerintah Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan pengeluaran pemerintah Indonesia terjadi setiap tahunnya terutama dari tahun 2000 – 2008. Hal ini terlihat seperti dalam gambar dibawah ini.

Sumber data: Statistik Keuangan Ekonomi Indonesia (data diolah) Gambar 1.2 Pengeluaran Pemerintah Indonesia tahun 2000-2011

Peningkatan pengeluaran pemerintah Indonesia setiap tahunnya bahkan menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami defisit anggaran. Dimana pengeluaran pemerintah lebih besar dibandingkan pendapatan pemerintah. Besarnya penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak mampu membiayai besarnya pengeluaran pemerintah. Pemerintah melakukan pinjaman luar negeri guna membiayai defisit anggaran tersebut.

0 50 100 150 200 250

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011


(9)

Pinjaman luar negeri tersebut berpengaruh besar terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, pinjaman luar negeri ini dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah. Hal ini dikarenakan adanya tambahan pengeluaran pemerintah untuk membiayai cicilan pokok pinjaman tersebut beserta bunganya. Peningkatan pengeluaran pemerintah berbanding lurus/searah dengan pertumbuhan pinjaman luar negeri (Andini, 2012).

Sumber : World Development Indicators 2011 (data diolah)

Gambar 1.3 Pengeluaran Pemerintah dan Penerimaan Pajak Indonesia 2005-2009

Gambar 1.3 menunjukkan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah dibarengi dengan peningkatan penerimaan pajak. Peningkatan penerimaan pajak disebabkan penetapan pajak yang terus meningkat seiring dengan peningkatan pengeluaran pemerintah. Penerimaan pajak Indonesia jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah. Hal ini menandakan bahwa negara Indonesia mengalami defisit anggaran. Untuk membiayai defisit anggaran ini pemerintah melakukan pinjaman luar negeri. Perlu diketahui bahwa pinjaman luar negeri menyebabkan penetapan pajak yang lebih besar dimasa yang akan datang. Penetapan pajak yang lebih besar dimasa yang akan datang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik untuk pembangunan maupun

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000

2005 2006 2007 2008 2009

Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pajak Tahun


(10)

pengeluaran yang kurang produktif seperti cicilan pokok dan bunga pinjaman dari luar negeri (Andini, 2012).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah hubungan antara penerimaan pajak dengan pengeluaran/belanja pemerintah?

2. Bagaimana hubungan antara investasi dengan pendapatan pemerintah ataupun belanja pemerintah?

3. Faktor–faktor apa sajakah yang menyebabkan pengeluaran pemerintah Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya? dan bagaimana faktor–faktor tersebut mempengaruhinya?

4. Bagaimanakah saran dari kebijakan pengelolaan anggaran belanja pemerintah untuk menjadikan perekonomian yang lebih ke depannya?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Menganalisis keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan pengeluaran pemerintah Indonesia

2. Menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pengeluaran pemerintah Indonesia

3. Menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, maupun bagi para pembaca atau bagi pihak pihak lain yang berkepentingan. Penelitian ini bermanfaat bagi penulis yaitu menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah Indonesia dengan menetapkan beberapa variabel ekonomi sebagai bahan penelitian.

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini berhubungan erat dengan mata kuliah Makroekonomi, kedijakan ekonomi Internasional, Ekonomi Keuangan Internasional, sehingga


(11)

dengan dengan penelitian ini diharapkan penulis dan semua pihak yang berkepentingan lebih memahaminya.

2. Manfaat dalam implementasi atau praktek

Penelitian ini memfokuskan kepada kondisi perekonomian negara Indonesia sebagai objek penelitian, sehingga diharapkan para pengambil keputusan atau kebijakan ataupun pihak yang berkepentingan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 3. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberi wawasan baru mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah analisis faktor–faktor yang mempengaruhi pengeluaran/belanja pemerintah, dimana studi kasusnya adalah negara Indonesia. Variabel ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel penerimaan pajak (TR), ekspor bersih (NE), inflasi (INF), investasi (INV), pertumbuhan ekonomi melalui persentasi pertumbuhan PDB Indonesia setiap tahunnya (GW), nilai tukar rupiah (ER) terhadap dolar Amerika Serikat (ER) dan varibel pengeluaran/belanja pemerintah Indonesia itu sendiri (G). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data periode dari tahun 1984 hingga tahun 2011.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen dari kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen dari kebijakan makroekonomi. Kebijakan makroekonomi tersebut adalah kebijakan yang bertujuan untuk mencapai output yang tinggi dengan laju pertumbuhan yang cepat, kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas harga, serta keseimbangan dalam neraca pembayaran. Apabila dibandingkan dengan kebijakan moneter, Keynes lebih mengandalkan kebijakan fiskal untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan. Alasannya adalah kebijakan fiskal mampu meningkatkan permintaan agregat secara langsung. Samuelson (1997), mendefinisikan kebijakan fiskal sebagai salah suatu proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran publik. Proses tersebut merupakan upaya menekan fluktuasi siklus ekonomi, dan ikut berperan menjaga ekonomi yang tumbuh dengan penggunaan tenaga kerja penuh dimana tidak terjadi laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah.

Berdasarkan definisi tersebut terdapat dua instrumen pokok di dalamnya, yaitu belanja negara dan perpajakan. Dengan kedua instrumen tersebut, pemerintah dapat menetapkan program pengeluaran publik serta penerimaannya yang sebagian besar adalah dari pajak yang secara keseluruhan terangkum dalam suatu anggaran.

Negara Indonesia adalah salah satu dari negara berkembang yang memiliki pengeluaran pemerintah yang tergolong cukup besar. Pengeluaran pemerintah ini terlihat dengan jelas dalam anggaran belanja negara Indonesia. Anggaran pemerintah ini mempunyai dampak substansial terhadap perekonomian. Sebagai perangkat utama kebijakan fiskal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), digunakan secara eksplisit untuk mempengaruhi pertumbuhan dan tingkat kegiatan ekonomi, alokasi sumberdaya diantara berbagai alternatif penggunaan yang berbeda dan distribusi pendapatan masyarakat.


(13)

Pemerintah memerlukan dana untuk menyelenggarakan pembangunan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dana atau uang tersebut diperoleh dari penerimaan dalam negeri dan luar negeri. Penerimaan dalam negeri adalah semua penerimaan yang diterima dalam bentuk migas dan non-migas. Penerimaan minyak dan gas alam (migas) adalah penerimaan yang berasal dari pajak, bea cukai, non pajak, dan penerimaan lainnya. Sedangkan penerimaan luar negeri adalah penerimaan yang berasal dari nilai mata uang asing yang dikurskan kedalam rupiah yang berasal dari pinjaman luar negeri, yang berbentuk pinjaman program dan pinjaman proyek. Dana atau uang yang berasal dari penerimaan tersebut digunakan pemerintah untuk membiayai kegiatan ekonomi negara yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pembangunan.

Adapun pengeluaran rutin pemerintah terdiri atas :

1. Belanja pegawai yaitu pengeluaran negara untuk keperluan pembayaran gaji, tujangan, uang makan, serta biaya lain-lain pegawai negeri

2. Belanja barang yaitu pengeluaran negara untuk membeli barang-barang yang dipergunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintah

3. Belanja rutin daerah yaitu pengeluaran negara untuk belanja pegawai dan non-pegawai pemerintah

4. Bunga dan cicilan utang adalah pengeluaran pemerintah untuk membayar bunga dan cicilan pokok pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri

5. Subsidi yaitu pegeluaran untuk berbagai macam subsidi pemerintah untuk masyarakat misalnya subsidi bahan bakar pemerintah

6. Berbagai pengeluaran yang bersifat non-departemental seperti giro pos, bebas porto, biaya pemakaian listrik, air minum,telepon, telegrap, serta pembayaran dan jasa lainnya.

Sedangkan pengeluaran pembangunan adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai proyek pembangunan fisik dan non-fisik. Selain pembiayaan proyek pada pengeluaran pembangunan juga terdapat komponen pembiayaan rupiah terdiri atas pembiayaan departemen/kelembagaan.

a. Teori Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,


(14)

pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. (Mangkoesoebroto, 1994)

Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari identitas keseimbangan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + (X-M) yang merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari persamaan diatas dapat ditelaah bahwa kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikan atau menurunkan pendapatan nasional. Banyak pertimbangan yang mendasari pengambilan keputusan pemerintah dalam mengatur pengeluarannya. Pemerintah tidak cukup hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya. Tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati kebijaksanaan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah tidak memadai. Melainkan harus diperhitungkan siapa yang akan terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak melemahkan kegiatan pihak swasta (Dumairy, 1997).

Beberapa teori yang membahas tentang perkembangan pengeluaran pemerintah adalah sebagai berikut :

1. Model Rostow dan Musgrave

Model ekonomi ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave berpendapat bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi suatu negara. Tahapan-tahapan perkembangan ekonomi tersebut yaitu tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Ada perbedaan fokus alokasi sumberdaya antara negara pada tahap awal perkembangan, tahap menengah pembangunan, dan tahap lanjut yang yang kemudian tercermin dalam pengeluaran pemerintah. Masing-masing tentunya berawal dari kebutuhan yang berbeda, sehingga arah kebijakannyajuga berbeda. Ini tentunya berkaitan dengan seberapa lama negara itu telah merdeka dan kualitas sumber daya manusianya. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui negara pada awal perkembangan ekonomi sebelum menuju tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Begitu juga, ada beberapa hal yang sudah terpenuhi oleh negara pada tahap lanjut pembangunan, sehingga tidak


(15)

perlu lagi terfokus pada penyediaan prasarana layaknya negara pada tahap awal perkembangan.

Teori Rostow dan Musgrave menguraikan tiga tahapan yang pasti dilalui setiap negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, diperlukan pengeluaran pemerintah yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, prasarana transportasi dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi, namun pada tahap ini diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang dan memiliki peran besar terhadap perekonomian. Oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini dapat menimbulkan kegagalan pasar dan juga akan menyebabkan peran pemerintah yang besar yakni harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air sehingga pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka (Basri, 2005). Kemudian pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial. Dalam satu proses pembangunan menurut Musgrave, rasio investasi swasta terhadap GNP akan semakin besar, tetapi rasio investasi pemerintah terhadap GNP akan semakin kecil. Sementara itu, Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran untuk layanan sosial seperti program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya (Dumairy,1997).

2. Hukum Wagner

Teori ini dikemukakan oleh Adolph Wagner. Pengamatan empiris yang dilakukannya terhadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang pada


(16)

abad ke-19 menunjukkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan nasional negara tersebut. Menurut Wagner, terdapat lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat, yaitu :

- Tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan - Kenaikan tingkat pendapatan masyarakat

- Urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi - Perkembangan demokrasi

- Ketidakefesienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan. Berdasarkan pengamatan terhadap negara-negara maju Wagner menyimpulkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita negara tersebut. Di negara-negara maju, kegagalan pasar bisa saja terjadi menimpa industri-industri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri-industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait. Di sini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan dan lain lain.

3. Teori Peacock Wiseman

Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Peacock dan Wiseman mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku perkembangan pemerintah. Mereka mendasarkannya pada suatu analisis penerimaan dan pengeluaran pemerintah. pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan pajak yang besar.

Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pugutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membiayai pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan


(17)

pemungutan pajak secara semena-mena. Menurut Peacock dan Wiseman adalah pertumbuhan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.

Dalam keadaan normal, kenaikan PDB memiliki pengaruh terhadap penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan nomal jadi terganggu, katakanlah karena perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk berinvestasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah (Basri, 2005).

Pengentasan gangguan tidak hanya cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah ganguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya karena GNP bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah berakhir. Selain itu, masih banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadi perangdan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ketangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek inilah yang disebut efek konsentrasi (Mangkoesoebroto, 1994).

Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak menurun kembali pada tingkat sebelum terjadi perang. Jadi berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Wagner adalah bebertuk suatu garis lurus sementara versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis, tetapi seperti tangga.


(18)

2.1.2 Konsep Rezim Nilai Tukar

Permintaan dan penawaran akan valuta asing akan membentuk tingkat nilai tukar suatu mata uang domestik dengan mata uang negara lain. Sebagai negara perekonomian terbuka, perkembangan rezim nilai tukar merupakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar terhadap perekonomian berjalan melalui dua sisi, permintaan dan penawaran. Nilai tukar juga merupakan salah satu alat ukur kekuatan perekonomian suatu negara. Biasanya nilai mata uang suatu negara tergantung pada kinerja ekonominya.

Stabilitas terhadap nilai tukar mata uang suatu negara merupakan suatu hal yang sangat penting karena berdampak kepada tingkat perekonomian negara tersebut. Sejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu Sistem Nilai Tukar Tetap, Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali, dan terakhir Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas.

1. Sistem Nilai Tukar Tetap

Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta asing, bila tindakan ini tidak mampu mengatasinya, maka akan dilakukan penjatahan valuta asing (Halwani, 2005).

Sistem nilai tukar tetap yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964 dengan nilai tukar resmi 250 rupiah per dollar US, sementara nilai tukar Rupiah terhadap mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar Rupiah per US Dollar di bursa valuta asing Jakarta dan di pasar internasional. Selama periode tersebut di atas, Indonesia menganut sistem kontrol devisa yang relatif ketat. Para eksportir diwajibkan menjual hasil devisanya


(19)

kepada Bank Indonesia. Dalam rezim ini tidak ada pembatasan dalam hal pemilikan, penjualan maupun pembelian valuta asing. Sebagai konsekuensi kewajiban penjualan devisa tersebut, maka Bank Indonesia harus dapat memenuhi semua kebutuhan valuta asing bank komersial dalam rangka memenuhi permintaan valuta asing oleh importir maupun masyarakat. Berdasarkan sistem nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.

Pemerintah Indonesia telah melakukan devaluasi sebanyak tiga kali yaitu yang pertama kali dilakukan pada tanggal 17 April 1970 dimana nilai tukar Rupiah ditetapkan menjadi 378 rupiah per dolar Amerika. Devaluasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi 415 rupiah per dolar Amerika dan yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar 625 rupiah per dolar Amerika. Kebijakan devaluasi tersebut dilakukan karena nilai tukar Rupiah mengalami overvaluated sehingga dapat mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional.

2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali

Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran. Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 persen. Pada sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan penyebaran tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread/penyebaran.

Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap dolar Amerika. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara 644 sampai


(20)

2.383 rupiah per dolar Amerika. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika cenderung tidak pasti.

3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas

Nilai tukar mengambang bebas, dimana pemerintah tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal (external equilibrium position). Tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan.

Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency turn oil yang melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah semakin meningkat.

Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar. Nilai tukar rupiah yang mengikuti mekanisme pasar inilah yang disebut sistem nilai tukar mengambang bebas.

2.1.3 Krisis Keuangan

Istilah krisis finansial digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai institusi atau aset keuangan kehilangan sebagian besar nilai mereka. Krisis keuangan juga ditandai dengan akses kredit yang sangat terbatas. Pada abad ke-19 dan ke-20, terjadinya krisis finansial berhubungan dengan kepanikan perbankan


(21)

dan resesi. Situasi lain yang sering disebut sebagai dampak krisis finansial adalah runtuhnya bursa efek dan krisis mata uang.

Gambar 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1969-2006

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa krisis ekonomi 1997-1998 berdampak sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia pada tahun berikutnya. Dampak-dampak struktural akibat kelemahan ekonomi sebelum krisis tetap membayangi sistem perekonomian meski, tingkat PDB riil di tahun 2004 dan setelahnya sudah melampaui tingkat sebelum krisis. Laju pertumbuhan ekonomi rata-rata periode 2004-2006 adalah 5.40 persen masih di bawah rata-rata sebelum krisis yakni 6.86 persen.

Secara khusus krisis keuangan mungkin memiliki dampak pada resesi ekonomi. Dampak dari resesi ekonomi ini akan membawa dampak terhadap sektor sektor perekonomian lainnya. Banyak ekonom menulis teori mengenai bagaimana krisis keuangan terjadi dan dapat dicegah, namun hanya terdapat sedikit konsensus.

Negara Indonesia terus mewaspadai potensi krisis yang terjadi sebagai imbas dari gejolak ekonomi global. Pemerintah terus mewaspadai semua jalur pintu masuk krisis mulai dari sektor perdagangan maupun sektor keuangan. Kondisi keuangan global yang terus bergejolak masih membuka peluang krisis

Pertumbuhan Ekonomi 1969-2006

-15.00 -10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00

1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

(%

)

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00


(22)

merembet ke Indonesia setiap saat. Dampak krisis dapat terjadi melalui jalur perdagangan maupun jalur keuangan.

Menteri Keuangan Republik Indonesia yaitu Bapak Agus Martowardojo dalam salah satu seminar ekonomi mengatakan bahwa tingkat ketergantungan ekspor Indonesia tidak terlalu besar, sehingga ancaman krisis masuk melalui jalur perdagangan dapat diminimalisasi. Tapi, Kalau dari sektor keuangan perlu kita waspadai, sebab saat krisis berbagai lembaga keuangan di Eropa perlu melakukan konsolidasi sehingga dampak krisis keuangan global di dunia termasuk Asia akan berkurang.

2.1.4 Ekspor Neto

Sebagai penganut sistem ekonomi terbuka, lalu lintas perdagangan internasional berperan penting dalam perekonomian dan pembangunan di Indonesia. Adanya perdagangan internasional merupakan salah satu ciri dari perekonomian terbuka. Perdagangan internasional ditunjukkan dengan adanya kegiatan ekspor dan impor suatu negara. Kegiatan ekspor impor ini menjadi salah satu komponen dalam pembentukan Produk Domestik Bruto dari sisi pengeluaran suatu negara. Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi menjadi faktor utama untuk meningkatkan produk domestik bruto suatu negara. Ekspor neto adalah selisih antara ekspor dan impor barang dan jasa suatu negara.

Pada proses awalnya perdagangan internasional merupakan pertukaran dalam arti perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya, yang selanjutnya diikuti dengan perdagangan barang dan jasa sekarang dengan kompensasi barang dan jasa dikemudian hari. Akhirnya berkembang hingga pertukaran antarnegara dengan aset-aset yang mengandung risiko seperti saham, valuta asing, dan obligasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak, bahkan semua negara yang terkait didalamnya. Sehingga, memungkinkan setiap negara melakukan diversifikasi atau penganekaragaman kegiatan perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa setiap negara mempunyai perbedaan tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas, dan jenis produksinya.


(23)

Dalam perekonomian terbuka, sebagian output dijual untuk domestik dan sebagian diekspor lagi keluar negeri. Pengeluaran pemerintah atas output pada perekonomian terbuka (Y) dibagi menjadi empat komponen :

- C, konsumsi barang jasa dan domestik - I, investasi dalam barang dan jasa domestik

- G, pembelian pemerintah atas barang dan jasa domestik - EX, ekspor barang dan jasa domestik

Dalam perekonomian tertutup, seluruh output dijual dipasar domestik, dan pengeluaran dibagi hanya menjadi tiga komponen : konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah.

Nama lain dari ekspor neto suatu negara adalah neraca perdagangan (trade balance), karena menunjukkan keadaan arus perdagangan barang dan jasa suatu negara. Jumlah ekspor neto akan menjadi sumber cadangan devisa suatu negara.

2.1.5 Konsep Investasi

Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Kegiatan investasi dalam suatu perekonomian dapat mendorong naik turunnya tingkat perekonomian negara yang bersangkutan karena mampu meningkatkan produksi dan kesempatan kerja. Investasi merupakan pengeluaran perusahaan dan pemerintah secara keseluruhan untuk membeli barang-barang modal riil, baik untuk mendirikan perusahaan baru maupun untuk memperluas usaha yang telah ada dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada biaya modal yang dikeluarkan untuk melakukan investasi. Investasi juga disebut sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal (investor) dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 2006).


(24)

Salah satu kegiatan investasi yang dapat diketahui adalah penanaman modal, penanaman modal dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Untuk investasi swasta di Indonesia yang dilakukan dengan kemudahan fasilitas berupa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah investasi (Deliarnov, 1995) yaitu antara lain sebagai berikut.

a) Inovasi dan Teknologi

Adanya temuan-temuan baru menyebabkan cara-cara berproduksi lama menjadi tidak efisien. Untuk itu perusahaan-perusahaan perlu menemukan investasi untuk membeli peralatan mesin-mesin yang canggih.

b) Tingkat Perekonomian

Makin banyak aktivitas perekonomian makin besar pendapatan nasional dan makin banyak bagian pendapatan yang dapat ditabung, yang pada gilirannya akan diinvestasikan pada suatu usaha yang menguntungkan.

c) Tingkat Keuntungan Perusahaan

Makin besar tingkat keuntungan perusahaan, maka makin banyak bagian laba yang dapat ditahan dan dapat digunakan untuk tujuan investasi.

d) Situasi Politik

Jika situasi politik aman dan pemerintah banyak memberikan kemudahankemudahan bagi perusahaan, maka tingkat investasi akan tinggi. Investasi pemerintah

Menurut Suparmoko (2002), peranan pemerintah dalam suatu negara dapat dilihat dari semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam proporsinya terhadap pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah, maka semakin besar pula pengeluaran pembangunan.

1) Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat


(25)

menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian (Mangkoesoebroto, 1994).

2) Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Anggaran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Investasi swasta

Selain investasi pemerintah terdapat juga investasi swasta. Investasi Swasta adalah investasi yang terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah disetujui oleh Pemerintah. Dalam penelitian ini investasi yang digunakan adalah investasi swasta, dimana data yang digunakan adalah jumlah Total PMDN dan PMA yang telah disetujui oleh negara setiap tahunnya.

Menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal

Dalam Negeri, yang dimaksud dengan “Modal Dalam Negeri” adalah bagian dari

kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki negara, swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disediakan guna menjalankan suatu usaha, sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Asing, pada Pasal 1 menyebutkan bahwa: “Pengertian penanaman modal dalam


(26)

dilakukan menurut ketentuan-ketentuan Undang-undang ini, yang digunakan

untuk menjalankan perusahaan Indonesia, dalam arti pemilik modal tersebut”.

Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan instrument surat berharga seperti saham dan obligasi. Investasi langsung yang dikenal dengan penanaman modal asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Dibanding dengan investasi portofolio, penanam modal asing lebih banyak mempunyai kelebihan. Selain sifatnya yang permanen/jangka panjang, penanam modal asing memberi andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen dan membuka lapangan kerja baru.

Penanaman modal pada hakekatnya merupakan kegiatan investasi yang dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Untuk investasi swasta di Indonesia yang dilakukan dengan kemudahan fasilitas berupa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Menurut UU No. 1 Tahun 1967, PMA adalah hanya meliputi modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini yang digunakan untuk menjalankan perusahaan Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut, perluasan dan alih status, yang terdiri dari saham peserta Indonesia, saham asing dan modal pinjaman.

Pengertian PMDN menurut UU No. 6 Tahun 1968 ialah bagian dari pada kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara, swasta nasional maupun swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan dan disediakan guna menjalankan suatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam ketentuan-ketentuan pasal 2 UU No. 1 Tahun 1967, tentang penanaman modal asing.

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu waktu yang dinamis dari suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, para ekonom menggunakan data produk


(27)

domestik bruto (GDP), yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita. Yang perlu diperhatikan adalah dari sisi output totalnya (GDP) dan sisi jumlah penduduknya. Output perkapita adalah kenaikan output total dibagi jumlah penduduk (Boediono, 1999).

Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat, dari satu periode ke periode lainnya. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal, teknologi yang digunakan berkembang. Selain itu, tenaga kerja betambah sebagai akibat perkembangan penduduk dan pengalaman kerja dan pendidikan ketrampilan.

Teori pertumbuhan ekonomi pada awalnya diprakarsai oleh Ricardo dan Malthus yang mencoba melakukan analisis terhadap perekonomian Inggris, meskipun banyak memperoleh kritikan namun pada pertengahan abad ke 20 pertumbuhan ekonomi berkembang dalam tiga gelombang. Periode pertama digagasi oleh Harrod (1993 dan 1948) dan Domar (1946 dan 1947), kemudian periode kedua diprakarsai oleh Solow dengan teori Neoclasical model of economic growth (1956) dan Swan pada pertengahan tahun 1950. Selanjutnya periode ketiga dikemukakan oleh Romer dan Lucas (1988).

Tiga komponen utama dari pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa yaitu: 1. Akumulasi modal

Meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal (SDM). Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan perkapita.

2. Pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan


(28)

menambah jumlah tenaga produktif sedangkan pertumbuhan penduduk bagi upaya pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian yang bersangkutan. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor penunjang seperti kecakapan manajerial atau administrasi.

3. Kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi dapat terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1) Kemajuan teknologi yang netral

Terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama, inovasi yang sama seperti pengelompokan tenaga kerja yang dapat mendorong peningkatan output atau kenaikan output masyarakat.

2) Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja

Sebagian besar kemajuan teknologi pada abad ke 20 adalah teknologi yang hemat tenaga kerja. Jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam berbagai kegiatan produksi sudah mulai berkurang. Sehingga dapat memungkinkan memperoleh output yang lebih tinggi dari jumlah input tenaga kerja atau modal yang sama.

3) Kemajuan teknologi yang hemat modal

Kemajuan teknologi yang hemat modal merupakan fenomena yang relatif langka. Hal ini dikarenakan hampir semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negara-negara maju dengan tujuan utama menghemat pekerja dan bukan untuk menghemat modal.

Dalam proses pembangunan ekonomi juga dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia, modal dan teknologi yang disebut faktor ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, keadaan politik dan nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang, inilah yang disebut faktor non ekonomi.


(29)

2.1.7 Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus-menerus. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi.

Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang adalah antara 10% -30% setahun; inflasi berat antara 30% - 100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Berdasarkan asal terjadinya, inflasi dibagi menjadi dua yaitu :

1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation), inflasi ini timbul karena defisit anggaran belanja negara dan gagalnya pasar yang berakibat harga kebutuhan pokok menjadi mahal.

2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation), terjadi karena kenaikan harga barang di negara lain, biaya produksi barang luar negeri tinggi, kenaikan impor tarif barang.


(30)

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu

Terdapat begitu banyak penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan indikator-indikator ekonomi yang memiliki kaitan erat dengan penelitian ini. Beberapa penelitian tersebut adalah yang disebutkan dibawah ini :

Dalam penelitian Ramayadi tahun 2003 berjudul “Economic Growth and Government Size In Indonesia: Some Lessons For The Local Authorities Departement of Economics” menyatakan bahwa dengan menggunakan metode ECM antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif dan mempunyai hubungan dalam jangka panjang selama periode 1969-1999.

Dalam penelitian Alfirman dan Sutriono tahun 2005 berjudul “Analisis

Hubungan Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan menggunakan pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression’ menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara total pengeluaran pemerintah dengan produk domestik bruto. Pengeluaran rutin tidak signifikan memengaruhi produk domestik bruto karena lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontradiktif seperti belanja untuk pembayaran bunga utang. Sementara pengeluaran pembangunan memiliki hubungan kausalitas positif dan signifikan terhadap produk domesti bruto.

Penelitian yang dilakukan Wijayanti tahun 2008 berjudul “Analisis Kausalitas antara Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia tahun 1970-2005” menyatakan bahwa dengan menggunakan uji kointegrasi Engle-Granger dan uji kausalitas Granger, secara empiris kita tidak bisa menemukan kedua arah hubungan kausalitas, baik Hukum Wagner maupun hipotesis Keynes tidak valid untuk Indonesia.

Menurut hasil penelitian Manalu yang dilakukan tahun 2004 berjudul

“Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia” menyatakan bahwa pengeluaran rutin berpengaruh negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia, sementara pengeluaran pembangunan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan metode OLS dalam periode 1984-2003.


(31)

Risandewi (2005) menyimpulkan bahwa jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, cadangan devisa dan pengganda uang memiliki hubungan jangka panjang. Pada uji kausalitas, jumlah uang beredar mempunyai hubungan timbal balik dengan cadangan devisa, namun mempunyai hubungan searah dengan pengganda uang. Sedangkan pengeluaran pemerintah tidak memiliki hubungan kausalitas dengan jumlah uang beredar.

Menurut hasil penelitian Jiranyakul tahun 2007 berjudul The Relation Between Government Expenditure and Economic Growth In Thailand menunjukkan bahwa dengan menggunakan Granger hanya terdapat hubungan satu arah antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Thailand yaitu kenaikan pengeluaran pemerintah yang menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi. Dalam hasil penelitian ini juga disebutkan tidak terdapat hubungan jangka panjang antara kedua variabel. Sedangkan dengan menggunakan metode OLS, menunjukkan bahwa antara kedua varibel berhubungan positif selama periode penelitian.

Wahyuningtyas (2010), menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap investasi. Defisit anggaran berpengaruh negatif, tetapi tidak signifikan terhadap investasi (1986 – 2008). Pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif dan defisit anggaran yang berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan secara statistik menunjukan bahwa kebijakan fiskal ekspansif justru menimbulkan fenomena crowding out (pembatasan) pada investasi.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu perbedaan variabel yang digunakan, jenis data yang digunakan, periode analisis dan metode yang digunakan. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan yaitu pengeluaran pemerintah, nilai tukar, inflasi, investasi, penerimaan pajak, pertumbuhan PDB dan ekspor bersih. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa data tahunan. Periode yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu tahun 1984 hingga tahun 2011. Selain itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VECM (Vector Eror Correction Model).


(32)

2.3 Kerangka Pemikiran

Pemerintah

Penerimaan Pemerintah

Pengeluaran pemerintah

Non Pajak

Pajak Pembangun

an

Rutin Kebijakan

Fiskal

Faktor – faktor yang mempengaruhi Pengeluaran pemerintah


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan permasalahan penelitian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Perpajakan Indonesia, Bappenas. Selain dari instansi tersebut data yang digunakan juga diperoleh dari World Development Indicators 2011, Statistik Ekonomi Indonesia (SEKI), jurnal, artikel dan makalah. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah periode 1984 hingga 2011. Data-data yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Data, Simbol, dan Sumber Data

Variabel Satuan Simbol Sumber

Government spending Milyar Rupiah G SEKI

Inflasi Persen (%) INF WDI

Investasi Milyar Rupiah INV BPS

Gross Domestic Product Growth

Persen (%) GW WDI

Exchange Rate Rp/US$ ER WDI

Tax Revenue Milyar Rupiah TR WDI

Net Export US Dollar NE WDI

3.2 Defenisi Operasional Variabel

Adapun variabel dan defenisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Government Spending (pengeluaran pemerintah) adalah Pengeluaran barang dan jasa oleh pemerintah daerah dan pusat, tidak termasuk pembayaran transfer karena tidak terjadi pertukaran barang dan jasa karena pembayaran transfer.

2. Inflasi adalah adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.


(34)

3. Investasi adalah barang–barang yang dibeli oleh individu dan perusahaan untuk menambah persediaan modal mereka.

4. Gross Domestic Product (GDP) adalah pendapatan total yang diperoleh secara domestik, termasuk pendapatan yang diperoleh faktor-faktor produksi yang dimiliki asing. Dalam penelitian ini digunakan variabel pertumbuhan ekonomi yakni persentase pertumbuhan PDB indonesia setiap tahunnya. 5. Tax (Pajak). Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 defenisi pajak

merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi versi UU KUP (Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan) ini nyaris hampir sama dengan definisi Rochmat Soemitro. Kata-kata “iuran” diganti dengan kata

“kontribusi” yang nadanya lebih bersifat positif karena mengandung makna partisipasi masyarakat. Kemudian ada tambahan “bagi sebesar-besar

kemakmuran rakyat” yang membuat kata pajak lebih bernilai positif, karena untuk tujuan kemakmuran rakyat melalui penyediaan barang dan jasa publik seperti pertahanan, keamanan, pendidikan, kesehatan, jalan raya, dan fasilitas umum lainnya.

6. Net Export (ekspor bersih). Ekspor bersih merupakan selisih dari ekspor (X) dan impor (M). Defenisi luas dari ekspor bersih adalah nilai ekspor barang dari suatu negara dalam suatu tahun tertentu dikurangi dengan nilai impor barang dari negara-negara lain ke negara tersebut dalam suatu tahun tertentu (Sukirno, 2004).

3.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vektor Autoregression (VAR). Apabila data yang digunakan tidak stasioner dan terkointegrasi maka dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM). Data data dalam penelitian diolah dengan bantuan perangkat lunak (software) Eviews 6.0 dan Microsoft Excel.

Keunggulan metode VAR dibandingkan dengan metode ekonometri konvensional adalah :


(35)

1. Mengembangkan model secara bersamaan didalam suatu sistem yang kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel didalam persamaan itu

2. Uji VAR yang multivariat dapat menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel relevan

3. VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel didalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogenous

4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (Spurious variable endogen dan exogen) di dalam model ekonometri konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah.

Sebagai metode ekonometrika, VAR juga tidak luput dari kelemahan. Berikut beberapa dari kelemahan dari metode VAR :

1. Model VAR lebih bersifat teoritik karena tidak memanfaatkan informasi teori-teori terdahulu, oleh karena itu sering disebut model yang tidak terstruktural

2. Karena tujuan utamanya untuk forecasting, maka model VAR meyebabkan implikasi kebijakan kurang tepat

3. Pemilihan banyaknya lag yang diikutsertakan pada model juga menimbulkan masalah baru dalam proses estimasi. Sebagai ilustrasi, bila mempunyai tiga variabel dalam model VAR dan masing-masing menggunakan 8 lag maka paling sedikit 24 parameter yang harus diestimasi. Ini berarti membutuhkan pengamatan yang relatif banyak

4. Semua variabel yang digunakan dalam VAR harus sudah bersifat stasioner, jika belum stasioner maka harus ditransformasikan terlebih dahulu agar stasioner.

Secara keseluruhan metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah terbagi dalam beberapa tahap. Berikut tahapannya :

1. Uji kausalitas VAR yang akan menunjukkan hubungan yang sebenarnya antar variabel dalam dunia nyata, setelah terlebih dahulu menentukan panjang lag optimal.


(36)

2. Melakukan uji kointegrasi untuk menentukan model yang akan digunakan dalam penelitian apakah menggunakan model VAR atau VECM.

3. Menyusun Variance Decompositions (VD). Dekomposisi varian (VD) menunjukkan persentasi dari varians eror yang terjadi dalam meramal suatu variabel pada suatu jangka waktu tertentu yang berkaitan dengan guncangan tertentu.

4. Menganalisis Impulse Response Function (IRF). IRF menyusuri jejak dari respon yang diharapkan dari nilai saat ini dan masa depan dari tiap variabel terhadap suatu guncangan pada satu dari persamaan VAR.

3.3.1 Model Umum VAR

Pendekatan VAR merupakan rangkaian model time series multivariat yang dikembangkan oleh Sims. VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag dari peubah-peubah yang ada dalam sistem (Enders, 2004). Dalam model VAR, semua variabel yang digunakan dalam analisis dianggap berpotensi menjadi variabel endogen, dengan mengabaikan pemisahan antara variabel eksogen dan variabel endogen atau dalam arti lain yaitu semua variabel berhak menjadi variabel dependent dan variabel independent. Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Model Umum :

Gt = f ( GWt, INVt, ERt, INFt, TRt, NEt ) ... (3.1)

Model dalam bentuk matriks, ��_ ��_ ��_�� ��_ � �� ��_�� ��_� = 0 0 0 0 0 0 0 +

11 12 13 14 15 16 17

21 22 23 24 25 26 27

31 32 33 34 35 36 37

41 42 43 44 45 46 47

51 52 53 54 55 56 57

61 62 63 64 65 66 66

71 72 73 74 75 76 77

��_ �−� ��_ �−� ��_�� �−� ��_ ��−� �� �−� ��_���−� ��_� �−� + 1� 2� 3� 4� 5� 6� 7� ... (3.2) Keterangan :

G = Pengeluaran pemerintah Indonesia ( Miliar Rupiah ) GW = Pertumbuhan PDB Indonesia (Persen )

INV = Investasi (Miliar Rupiah ) ER = Nilai Tukar (RP/US$) INF = Inflasi (Persen)

TR = Penerimaan pajak Indonesia (Miliar Rupiah) NE = Ekspor bersih (US Dolar)


(37)

Semua data estimasi yang dipergunakan dalam VAR adalah dalam bentuk logaritma natural sesuai dengan pendapat Sims dan Enders (2004), kecuali data yang sudah dalam bentuk persen atau data tersebut memiliki koefisien yang negatif (sangat kecil) yang tidak mungkin untuk diubah kedalam bentuk logaritma natural. Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan analisis, karena baik dalam impulse respons maupun variance decomposition, pengaruh guncangan dilihat dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase. Semua variabel adalah variabel endogen dalam metode VAR, sehingga dalam model penelitian ini dapat dilihat hubungan saling ketergantungan antara semua variabel (Agung, 2012).

Selain VAR, terdapat pula VAR FD (Vector Autoregression First Difference). Perbedaan keduanya terletak pada kestasioneran data yang digunakan. Model VAR stasioner pada data level, sementara VAR FD stasioner pada data turunan pertama (first difference).

3.3.2 Uji Stasionaritas Data

Data stasioner adalah data dengan rataan dan ragam konstan sepanjang waktu pengamatan. Dalam uji stasioneritas ini digunakan Uji Akar Unit (unit Root Test). Uji ini dimaksudkan untuk menentukan apakah suatu variabel stasioner atau tidak. Suatu variabel dapat diketahui apakah stasioner atau tidak, dengan menggunakan uji ADF (Augmented Dickey-Fuller). Jika hasil yang di dapat dalam pengujian ini belum stasioner maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap Uji derajat integrasi (Integration Test).

3.3.3 Metode Kausalitas Granger

Studi kausalitas ditujukan untuk mengukur kekuatan hubungan antar variabel dan menunjukkan arah hubungan sebab akibat, dimana X menyebabkan Y, Y menyebabkan X atau X meyebabkan Y dan Y menyebabkan X. Uji kausalitas Granger dipercaya jauh lebih bermakna dari uji korelasi biasa (Ascarya, 2009). Beberapa hal dapat diketahui dengan melakukan uji kausalitas Granger antara lain :

 Apakah X mendahului Y, apakah Y mendahului X atau X dan Y memiliki hubungan timbal balik


(1)

77

Error Correction: D(G) D(TR) D(INV) D(ER) D(NE) D(INF) D(GW) CointEq1 0.021919 -0.054741 0.197952 0.110413 0.249781 -1.913198 -0.637495

(0.07291) (0.04894) (0.16088) (0.07380) (0.04589) (4.15858) (1.13491) [ 0.30064] [-1.11847] [ 1.23044] [ 1.49615] [ 5.44348] [-0.46006] [-0.56171] CointEq2 0.106968 -0.050401 0.173927 0.110993 0.437635 6.241856 -2.679564 (0.06674) (0.04480) (0.14727) (0.06755) (0.04200) (3.80667) (1.03887) [ 1.60282] [-1.12500] [ 1.18105] [ 1.64305] [ 10.4191] [ 1.63971] [-2.57930] CointEq3 0.196814 0.027912 -0.193107 0.293415 0.064045 16.88555 -4.127424 (0.06333) (0.04251) (0.13975) (0.06410) (0.03986) (3.61235) (0.98584) [ 3.10773] [ 0.65654] [-1.38183] [ 4.57712] [ 1.60679] [ 4.67440] [-4.18670] D(G(-1)) -0.024003 0.062149 -0.000511 0.105112 0.313899 -2.781924 -1.715222 (0.20069) (0.13473) (0.44286) (0.20315) (0.12631) (11.4475) (3.12413) [-0.11960] [ 0.46130] [-0.00115] [ 0.51742] [ 2.48509] [-0.24302] [-0.54902] D(TR(-1)) 0.615376 -0.061165 -1.050309 0.911317 0.919471 45.96076 -15.74779 (0.34447) (0.23125) (0.76013) (0.34868) (0.21681) (19.6487) (5.36229) [ 1.78643] [-0.26450] [-1.38175] [ 2.61358] [ 4.24100] [ 2.33913] [-2.93677] D(INV(-1)) -0.134906 0.105501 0.292846 -0.193120 -0.191747 -8.712741 3.464089 (0.11645) (0.07818) (0.25697) (0.11788) (0.07329) (6.64256) (1.81281) [-1.15844] [ 1.34952] [ 1.13959] [-1.63829] [-2.61612] [-1.31165] [ 1.91089] D(ER(-1)) 0.232028 0.179308 -1.919291 -0.281560 -1.047904 7.473523 7.314371 (0.64302) (0.43166) (1.41891) (0.65088) (0.40470) (36.6776) (10.0096) [ 0.36084] [ 0.41539] [-1.35265] [-0.43258] [-2.58930] [ 0.20376] [ 0.73073] D(NE(-1)) 0.499099 -0.118910 -0.012607 0.407302 0.931583 22.74922 -8.441872 (0.20349) (0.13660) (0.44902) (0.20597) (0.12807) (11.6068) (3.16758) [ 2.45276] [-0.87049] [-0.02808] [ 1.97745] [ 7.27400] [ 1.96000] [-2.66508] D(INF(-1)) 0.016210 0.006741 -0.019877 0.031726 0.020637 1.790344 -0.555912 (0.01035) (0.00695) (0.02283) (0.01047) (0.00651) (0.59026) (0.16109)


(2)

78

[ 1.56646] [ 0.97035] [-0.87045] [ 3.02886] [ 3.16867] [ 3.03316] [-3.45102] D(GW(-1)) 0.131465 -0.003095 -0.032816 0.103650 0.128974 4.555295 -1.493601 (0.03462) (0.02324) (0.07639) (0.03504) (0.02179) (1.97459) (0.53888) [ 3.79761] [-0.13316] [-0.42958] [ 2.95796] [ 5.91954] [ 2.30695] [-2.77165] C 0.019372 0.166188 0.481496 -0.076552 -0.092697 -8.621330 2.665247 (0.09132) (0.06131) (0.20152) (0.09244) (0.05748) (5.20915) (1.42162) [ 0.21212] [ 2.71074] [ 2.38930] [-0.82811] [-1.61273] [-1.65504] [ 1.87479] R-squared 0.909204 0.679109 0.413246 0.630910 0.912460 0.820269 0.744253 Adj. R-squared 0.848673 0.465182 0.022077 0.384851 0.854099 0.700448 0.573756 Sum sq. resids 0.587307 0.264672 2.859759 0.601758 0.232646 1910.826 142.3168 S.E. equation 0.197873 0.132834 0.436636 0.200293 0.124538 11.28665 3.080225 F-statistic 15.02046 3.174490 1.056438 2.564053 15.63494 6.845784 4.365180 Log likelihood 12.38155 22.74329 -8.196734 12.06555 24.41993 -92.75593 -58.99187 Akaike AIC -0.106273 -0.903330 1.476672 -0.081965 -1.032303 7.981225 5.383990 Schwarz SC 0.425998 -0.371059 2.008943 0.450306 -0.500031 8.513497 5.916262 Mean dependent 0.156538 0.188077 0.168846 0.079231 0.069231 0.035000 0.114615 S.D. dependent 0.508661 0.181637 0.441537 0.255373 0.326042 20.62189 4.717948 Determinant resid covariance (dof adj.) 4.85E-08

Determinant resid covariance 1.03E-09

Log likelihood 10.73981

Akaike information criterion 6.712322 Schwarz criterion 11.45438


(3)

79

Lampiran 7

Impulse Response Function

Period ER G GDP GW INF INV NE TR

1 0.000000 0.097659 0.032875 -0.201844 1.844633 -0.085778 0.014695 -0.019825 2 -0.020558 0.000466 0.025755 0.051154 -1.340152 -0.075526 0.010438 0.007513 3 -0.007005 0.043824 0.024932 -0.126815 0.330167 -0.041011 0.002324 -0.005324 4 -0.001963 0.017505 0.023664 -0.139420 -0.049319 -0.028635 0.004446 0.006239 5 0.006062 0.021040 0.024079 -0.156834 0.155251 -0.011074 0.009733 0.005789 6 0.012014 0.019908 0.024503 -0.143280 0.102268 -0.001881 0.013327 0.009267 7 0.016505 0.022324 0.024959 -0.117737 0.083481 0.003545 0.015441 0.011832 8 0.018672 0.024218 0.025172 -0.080545 0.013456 0.005771 0.016392 0.014468 9 0.018958 0.026410 0.025107 -0.043578 -0.043556 0.006243 0.016187 0.016588 10 0.017748 0.027779 0.024756 -0.012200 -0.090884 0.005711 0.015136 0.018366 11 0.015652 0.028309 0.024201 0.009671 -0.117080 0.005012 0.013658 0.019650 12 0.013249 0.027981 0.023543 0.020882 -0.122698 0.004618 0.012118 0.020472 13 0.011031 0.027004 0.022885 0.022215 -0.110144 0.004763 0.010792 0.020879 14 0.009329 0.025637 0.022311 0.015982 -0.085408 0.005465 0.009852 0.020967 15 0.008304 0.024164 0.021874 0.005163 -0.054960 0.006601 0.009363 0.020840 16 0.007960 0.022821 0.021595 -0.007238 -0.024877 0.007971 0.009292 0.020601 17 0.008184 0.021773 0.021466 -0.018708 0.000250 0.009359 0.009547 0.020340 18 0.008796 0.021099 0.021457 -0.027526 0.017706 0.010580 0.010000 0.020119 19 0.009592 0.020799 0.021528 -0.032849 0.026683 0.011510 0.010524 0.019973 20 0.010390 0.020813 0.021636 -0.034642 0.027954 0.012095 0.011009 0.019913 21 0.011053 0.021045 0.021743 -0.033474 0.023356 0.012342 0.011381 0.019929 22 0.011499 0.021390 0.021823 -0.030272 0.015229 0.012309 0.011601 0.019999 23 0.011705 0.021749 0.021860 -0.026078 0.005898 0.012083 0.011668 0.020096 24 0.011692 0.022047 0.021850 -0.021839 -0.002707 0.011756 0.011605 0.020193 25 0.011515 0.022241 0.021798 -0.018273 -0.009276 0.011413 0.011452 0.020270 26 0.011241 0.022314 0.021717 -0.015807 -0.013179 0.011118 0.011254 0.020314 27 0.010937 0.022276 0.021619 -0.014574 -0.014402 0.010909 0.011052 0.020320 28 0.010659 0.022153 0.021517 -0.014466 -0.013393 0.010800 0.010878 0.020293


(4)

80

29 0.010443 0.021979 0.021423 -0.015213 -0.010867 0.010783 0.010750 0.020238 30 0.010308 0.021789 0.021343 -0.016468 -0.007620 0.010835 0.010675 0.020166 31 0.010252 0.021610 0.021279 -0.017885 -0.004374 0.010929 0.010649 0.020087 32 0.010261 0.021464 0.021232 -0.019177 -0.001670 0.011035 0.010660 0.020010 33 0.010314 0.021358 0.021198 -0.020151 0.000176 0.011130 0.010694 0.019941 34 0.010388 0.021294 0.021171 -0.020716 0.001071 0.011197 0.010736 0.019883 35 0.010462 0.021264 0.021149 -0.020873 0.001105 0.011228 0.010772 0.019837 36 0.010519 0.021259 0.021126 -0.020690 0.000491 0.011224 0.010795 0.019801 37 0.010550 0.021264 0.021099 -0.020277 -0.000504 0.011192 0.010801 0.019772 38 0.010554 0.021270 0.021067 -0.019755 -0.001614 0.011139 0.010789 0.019747 39 0.010533 0.021269 0.021029 -0.019234 -0.002622 0.011077 0.010762 0.019722 40 0.010493 0.021255 0.020987 -0.018794 -0.003381 0.011014 0.010725 0.019695 41 0.010443 0.021226 0.020941 -0.018483 -0.003824 0.010959 0.010684 0.019665 42 0.010390 0.021185 0.020894 -0.018316 -0.003955 0.010914 0.010642 0.019631 43 0.010340 0.021134 0.020846 -0.018277 -0.003828 0.010882 0.010603 0.019593 44 0.010297 0.021078 0.020799 -0.018336 -0.003529 0.010860 0.010570 0.019552 45 0.010264 0.021019 0.020754 -0.018451 -0.003150 0.010847 0.010544 0.019509 46 0.010240 0.020962 0.020711 -0.018583 -0.002774 0.010838 0.010522 0.019466 47 0.010224 0.020909 0.020670 -0.018699 -0.002462 0.010831 0.010506 0.019423 48 0.010212 0.020861 0.020630 -0.018777 -0.002252 0.010823 0.010491 0.019382 49 0.010203 0.020818 0.020591 -0.018808 -0.002151 0.010812 0.010478 0.019341 50 0.010194 0.020779 0.020553 -0.018791 -0.002148 0.010796 0.010464 0.019302 Cholesky Ordering: ER G GDP GW INF INV NE TR


(5)

81

Lampiran 8

Variance Decomposition of G

Period S.E. ER G GW INF INV NE TR

1 0.218746 71.49519 28.50481 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.280630 63.63957 15.41594 0.946381 7.194485 1.474333 3.018321 8.310967 3 0.362608 53.56970 16.90239 0.588995 5.166439 0.896930 10.95628 11.91927 4 0.429341 52.46790 13.74302 2.500014 4.273723 0.734060 12.87636 13.40493 5 0.462001 49.40188 14.38521 2.743763 4.988922 0.658899 13.10019 14.72113 6 0.474568 46.59729 14.49566 4.168928 6.583783 1.735533 12.20224 14.21656 7 0.482458 47.29851 13.24680 5.339076 5.767039 3.115753 13.01065 12.22218 8 0.488479 47.49283 12.60332 5.768646 5.471939 4.294122 12.37199 11.99716 9 0.494750 47.43438 12.38410 6.095202 5.281994 4.871425 11.89864 12.03426 10 0.501882 47.40361 11.99519 6.109342 5.122816 5.655289 11.56454 12.14921 11 0.507680 47.28383 11.69011 6.096476 5.092906 6.408676 11.42695 12.00106 12 0.511237 46.95238 11.50780 6.010714 5.254780 7.012542 11.26074 12.00104 13 0.512932 46.71843 11.33607 5.941858 5.605227 7.314640 11.09149 11.99228 14 0.513805 46.45878 11.17541 5.943895 5.853948 7.514024 10.95934 12.09459 15 0.514491 46.30126 11.05744 5.937299 5.990784 7.680062 10.85669 12.17647 16 0.515362 46.20607 10.96039 5.923762 6.074173 7.846074 10.76346 12.22606 17 0.516593 46.21348 10.86764 5.895852 6.142392 7.976435 10.66623 12.23797 18 0.517959 46.24969 10.77794 5.856205 6.165911 8.092089 10.57696 12.28121 19 0.519166 46.32406 10.70183 5.806124 6.154094 8.207747 10.48678 12.31938 20 0.520095 46.40988 10.62739 5.758707 6.125662 8.342416 10.39763 12.33831 21 0.520757 46.49625 10.55424 5.718728 6.097300 8.483716 10.31376 12.33601 22 0.521206 46.56067 10.48317 5.683985 6.074744 8.624329 10.23541 12.33770 23 0.521530 46.61002 10.41661 5.652298 6.059187 8.756845 10.16363 12.34140 24 0.521797 46.64060 10.35454 5.622415 6.050406 8.884417 10.09957 12.34805 25 0.522030 46.65665 10.29883 5.594179 6.050549 9.003042 10.04337 12.35337 26 0.522232 46.66145 10.24898 5.567087 6.059546 9.109344 9.993280 12.36031 27 0.522407 46.66152 10.20435 5.541877 6.074602 9.200637 9.948136 12.36888


(6)

82

28 0.522564 46.65863 10.16436 5.519312 6.090917 9.279385 9.907619 12.37977 29 0.522713 46.65646 10.12866 5.499268 6.105917 9.348053 9.871235 12.39041 30 0.522863 46.65665 10.09644 5.481194 6.118566 9.408899 9.838178 12.40007 31 0.523017 46.66033 10.06712 5.464539 6.128522 9.463081 9.807765 12.40864 32 0.523173 46.66689 10.04027 5.448980 6.135421 9.512187 9.779586 12.41667 33 0.523325 46.67587 10.01557 5.434372 6.139566 9.557565 9.753345 12.42371 34 0.523467 46.68609 9.992710 5.420735 6.141715 9.600257 9.728885 12.42960 35 0.523594 46.69656 9.971465 5.408104 6.142776 9.640571 9.706115 12.43440 36 0.523706 46.70636 9.951684 5.396461 6.143398 9.678594 9.684977 12.43853 37 0.523804 46.71503 9.933295 5.385750 6.144006 9.714306 9.665429 12.44219 38 0.523890 46.72228 9.916251 5.375899 6.144861 9.747727 9.647435 12.44554 39 0.523967 46.72817 9.900516 5.366832 6.146130 9.778787 9.630924 12.44864 40 0.524035 46.73284 9.886030 5.358477 6.147835 9.807426 9.615793 12.45160 41 0.524098 46.73659 9.872725 5.350783 6.149874 9.833643 9.601932 12.45445 42 0.524155 46.73968 9.860521 5.343710 6.152073 9.857557 9.589232 12.45723 43 0.524209 46.74237 9.849334 5.337211 6.154271 9.879344 9.577585 12.45988 44 0.524259 46.74487 9.839072 5.331238 6.156343 9.899210 9.566886 12.46238 45 0.524307 46.74731 9.829647 5.325739 6.158207 9.917358 9.557037 12.46470 46 0.524352 46.74975 9.820977 5.320668 6.159818 9.933989 9.547954 12.46685 47 0.524394 46.75219 9.812988 5.315986 6.161171 9.949291 9.539563 12.46881 48 0.524434 46.75460 9.805617 5.311660 6.162296 9.963420 9.531806 12.47060 49 0.524470 46.75695 9.798808 5.307663 6.163237 9.976500 9.524632 12.47221 50 0.524504 46.75918 9.792512 5.303971 6.164045 9.988625 9.517997 12.47367 Cholesky Ordering: ER G GW INF INV NE TR