Pengkajian 1 Proses Pemecahan Masalah Fisioterapi

51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Studi Kasus

Menangani beberapa masalah yang mungkin pada immobilisasi akibat fracture femur 13 distal dextra , maka kita harus mengetahui dan memahami masalah-masalah agar dapat mencapai hasil terapi yang diharapkan. Maka proses terapi harus dilakukan secara cermat dan benar, mulai dari penegakan diagnosa hingga menetukan langkah terapi. Disamping itu juga diperlukan adanya lampiran atau catatan medik untuk mendukung proses fisioterapi dalam mengatasi beberapa kasus tertentu.

1. Proses Pemecahan Masalah Fisioterapi

Langkah pengkajian dimulai dari anamnesis diikuti dengan inspeksi, palpasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan gerak dan pemeriksaan khusus mendukung.

a. Pengkajian 1

Anamnesis Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara terapis dengan sumber data. Anamnesis yang digunakan pada kondisi ini menggunakan metode autoanamnesis yaitu: Mengadakan tanya jawab secara langsung kepada penderita tentang keluhan atau gangguan yang timbul sehubungan dengan penyakitnya, autoanamnesis dilakukan pada tanggal 9 Desember 2008. Anamnesis terdiri dari dua macam, yaitu: Anamnesis umum yang berisi tentang identitas penderita seperti nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat dan pekerjaan. Dalam hal ini didapatkan data pasien bernama Tn. X, umur 32 tahun, jenis kelamin Laki-laki, agama Islam, pekerjaan TNI AL, dengan alamat Mess Perwira TNI AL Surabaya. 1 Anamnesis khusus yang berisi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan riwayat penyakit yang diderita oleh pasien sekarang, antara lain: a Keluhan utama Keluhan utama terdiri dari satu atau lebih gejala dominan yang mendorong penderita untuk mencari pertolongan. Keluhan yang dirasakan pada pasien ini adalah nyeri pada kaki kanan, kaki kanan sulit untuk digerakkan, dan terdapat bengkak pada kaki kanan b Riwayat penyakit sekarang Pasien ditanya mengenai riwayat perjalanan penyakitnya. Riwayat perjalanan penyakit menggambarkan proses terjadinya secara kronologis dengan jelas dan lengkap, tentang bagaimana masing – masing gejala timbul, serta tindakan apa saja yang sudah dilakukan pasien untuk mengatasi keluhan tersebut. Dalam hal ini pada tanggal 30 November 2008 pasien yang mengendarai motor mengalami kecelakaan lalu lintas kemudian pasien dirawat inap di RSAL Surabaya. Pada tanggal 1 Desember 2008 dilakukan operasi penanaman pen. Pada Tanggal 9 Desember pasien datang ke fisioterapi untuk melaksanakan rujukan dokter Rehab Medik. c Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang pernah dialami pasien yang berhubungan dengan munculnya keluhan sekarang. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi dan juga diabetes mellitus. Pasien belum pernah mengalami sakit yang sama fraktur.

d Riwayat Pribadi

Riwayat pribadi digunakan untuk mengetahui kebiasaan pasien sehari-hari yang kemudian berkaitan dengan penyakit yang dideritanya. Pasien adalah seorang TNI AL yang hobi berolahraga sepak bola. e Riwayat Keluarga Riwayat keluarga merupakan penelusuran adanya penyakit yang bersifat menurun atau menular dari orang tua atau keluarga. Pada kasus ini penyakit yang diderita bukan penyakit menular ataupun penyakit herediter dan hanya pasien yang menderita penyakit seperti ini. f Anamnesis sistem 1 Kepala dan leher Kepala pasien merasakan pusing, berkunang-kunang tetapi leher tidak terasa kaku. 2 Sistem kardiovaskuler Pasien tidak merasakan jantungnya berdebar-debar dan tidak merasa nyeri dada 3 Sistem respirasi Pasien tidak merasa sesak nafas dan keluhan respirasi lainnya. 4 Sistem gastrointestinal BAB lancar dan terkontrol 5 Sistem urogenitalis BAK lancar dan terkontrol 6 Sistem musculoskeletal Adanya nyeri gerak pada kaki kanan, kelemahan menggerakkan kaki kanan, dan terdapat bengkak pada kaki kanan. 7 Sistem nervorum Tidak ada rasa kesemutan, dan juga nyeri menjalar. 2 Pemeriksaan fisik a Pemeriksaan tanda-tanda vital Dalam pemeriksaan ini didapat bahwa pasien memiliki tekanan darah 11060 mmHg, denyut nadi 100xmenit, frekuensi pernapasan 16xmenit, temperatur 36,7 o C, tinggi badan 169 cm, berat badan 84 kg. b Inspeksi Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat atau mengamati kondisi pasien secara langsung. Inspeksi statis dalam hal ini didapat bahwa kondisi umum pasien baik, adanya elastis bandage pada daerah paha sampai maleolus, adanya bengkak pada lengan atas sebelah kanan. Inspeksi dinamisnya pada saat kaki kanan pasien digerakkan pasien seperti menahan nyeri, dan terdapat bengkak pada kaki kanannya.

c Palpasi

Palpasi adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara meraba, menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien yang mengalami gangguan. Dalam pemeriksaan ini didapat bahwa pada daerah kaki kanan lebih hangat dibandingkan daerah yang lain, adanya bengkak pada kaki kanan, dan adanya nyeri tekan pada kaki kanan daerah ankle, gastrocnemeus , hamstring dan quadriceps. d Perkusi Perkusi adalah cara pemeriksaan dengan cara mengetuk bagian tubuh pasien. Pada pemeriksaan ini tidak dilakukan. e Auskultasi Auskultasi adalah cara pemeriksaan dengan menggunakan indera pendengar dan biasanya menggunakan alat bantu seperti stetoskop. Pada pemeriksaan ini tidak dilakukan. f Pemeriksaan gerak dasar Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan gerak pasif, gerak aktif dan gerak aktif melawan tahanan. 1 Gerak Pasif 1. HIP • Abduktor = pasien mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak. • Adduktor = pasien mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak. • Fleksor = pasien mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak. • Ekstensor = pasien mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak. 2. KNEE • Fleksor = mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak. • Ekstensor = mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak. 3. ANKLE • Dorsal Fleksi = mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak. • Plantar Fleksi = mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak. 2 Gerak Aktif AGA = pasien mampu bergerak aktif, full ROM, tidak ada nyeri. AGB = dextra 1. HIP • Abduktor = pasien mampu bergerak aktif, tidak full ROM , ada nyeri. • Adduktor = pasien mampu bergerak aktif, tidak full ROM , ada nyeri. • Fleksor = pasien mampu bergerak aktif dengan bantuan fasilitasi oleh terapis, tidak full ROM, ada nyeri. • Ekstensor = pasien mampu bergerak aktif dengan bantuan fasilitasi oleh terapis, tidak full ROM, ada nyeri. 2. KNEE • Fleksor = pasien mampu bergerak aktif dengan bantuan fasilitasi oleh terapis, full ROM, ada nyeri. • Ekstensor = pasien mampu bergerak aktif dengan bantuan fasilitasi oleh terapis, tidak full ROM, ada nyeri. 3. ANKLE • Dorsal fleksi = pasien mampu bergerak aktif, tidak full ROM , ada nyeri. • Plantar fleksi = pasien mampu bergerak aktif, tidak full ROM , ada nyeri. 3 Gerak aktif melawan tahanan Pasien belum mampu melawan tahanan pada semua gerakkan yang melibatkan kaki kanan. g Kognitif, intrapersonal dan interpersonal 1 Kognitif Kognitif adalah cara pemeriksaan pengetahuan pasien yang mengkaitkan perilaku manusia dengan susunan saraf otak. Dari pemeriksaan ini didapat bahwa atensi dan memori pasien baik, pasien dapat menceritakan kejadian sewaktu kecelakaan dengan baik. 2 Intrapersonal Pasien mempunyai keinginan dan motivasi yang besar untuk sembuh. 3 Interpersonal Pasien dapat diajak bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dengan terapis dalam melakukan tindakan terapis. h Kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas 1 Fungsional dasar Pasien belum mampu duduk, berdiri dan berjalan secara mandiri. 2 Fungsional aktivitas - Pasien mampu makan dan minum dengan bantuan - Pasien mampu berpakaian dengan bantuan - Pasien mampu mandi dengan bantuan - Pasien mampu pergi ke toilet dengan bantuan 3 Lingkungan aktivitas Daerah lingkungan aktivitas pasien seperti Mess tempat tinggal pasien sempit dan untuk ke kamar mandi menempuh jarak ±5 meter. Tempat kerja pasien dari tempat tinggal cukup jauh yaitu 1 kilo meter biasanya ditempuh dengan kendaraan. 3 Pemeriksaan Spesifik Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk mengetahui informasi yang belum jelas, sehingga fisioterapis mempunyai dasar untuk memperkuat diagnosa fisioterapi. Pemeriksaan spesifik pada kasus fraktur femur 13 distal dextra antara lain: a Nyeri dengan Verbal Descriptive Scale VDS Pada pemeriksaan ini didapatkan informasi tentang nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pemeriksaan VDS ini bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosa fisioterapi, menentukan jenis terapi yang akan diberikan dan sebagai bahan evaluasi. VDS merupakan cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu 1: tidak nyeri, 2: nyeri sangat ringan, 3: nyeri ringan, 4: nyeri tidak begitu berat, 5: nyeri cukup berat, 6: nyeri berat, 7: nyeri tidak tertahankan. Diperoleh pada kasus ini dalam keadaan diam nyeri diam nilai 3, pada saat ditekan nyeri tekan nilai 7, pada saat gerak nyeri gerak nilai 6. b Antropometri dengan midline Pengukuran lingkar segmen tubuh bertujuan untuk mengetahui atropi otot, bengkak dan membantu menegakkan diagnosa fisioterapi dan sebagai bahan untuk evaluasi. Pada kondisi post ORIF fracture femur 13 distal dextra , terdapat bengkak pada ankle kanan. Alat ukur yang digunakan adalah midline dengan satuan cm. Posisi pasien terlentang, terapis disisi kaki yang akan diukur. Kemudian lingkaran meteran dan catat berapa lingkar segmen diukur. Untuk pengukuran ini sebagai pokoknya adalah maleolus lateralis. Pengukuran lingkar segmen pada kaki kanan dan kaki kiri juga dilakukan sebagai perbandingan. Tabel 4.1 Hasil Antropometri dengan Midline ankle joint Kanan Kiri Maleolus lateral 5 cm ke prox 10 cm ke prox 5 cm ke distal 10 cm ke distal 26cm 23cm 23cm 31cm 27cm 25cm 20cm 21cm 28cm 27cm c Kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing MMT Pada pemeriksaan MMT ini penting dilakukan pada kasus ini karena untuk membantu menegakkan diagnosa fisioterapi, menentukan jenis terapi atau alat bantu yang akan diberikan, menentukan prognosis pasien, serta sebagai bahan untuk evaluasi. Untuk mengetahui MMT pada Hip, Knee, dan Ankle diantaranya sebagai berikut : Manual Muscle Testing ini dilakukan dengan cara manual. Sendi panggul otot yang ditest adalah otot penggerak fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi. Sendi lutut otot yang ditest adalah otot pengerak flexi, extensi. Sendi ankle yang ditest adalah otot penggerak dorsi fleksi, plantar fleksi, inversi dan eversi. Otot yang ditest dinyatakan dalam bentuk angka 0 sampai dengan 5, yang telah diuraikan pada bab III pada pemeriksaan ini perlu diperhatikan posisi penderita dalam melakukan gerakan dan letak fiksasi. Pada penderita ini diperoleh informasi penurunan kekuatan otot dari grup penggerak sendi panggul, sendi lutut, sendi ankle sebagai berikut: 1 Fleksi dan ekstensi hip dengan nilai otot 3 yang artinya, subyek data bergerak sedikit dengan tanpa melawan gravitasi, 2 Abduksi, adduksi hip dengan nilai otot 3 dengan keterangan sama, 3 Fleksi, ekstensi knee nilai otot 2 yang artinya bergerak dengan LGS tidak penuh tanpa melawan gravitasi, 4 Ankle nilai otot 2 dengan keterangan sama. c. ROM Range of Mation ROM Range of Mation untuk mengetahui LGS sendi panggul dan sendi lutut. Pada sendi panggul diukur pada gerak fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi, sedangkan pada sendi lutut adanya keterbatasan gerak fleksi, dan ekstensi. Pada pasien ini diperoleh informasi yaitu untuk gerakan sendi panggul pasif untuk tungkai kanan S= 0-0-25; F= 0-0-15 dibandingkan tungkai yang sehat S= 0-0-125; F= 45-0-15, untuk gerakan aktif sendi panggul kanan diperoleh hasil gerakan bidang S= 0-0-5, F= 0-0-15 dibandingkan tungkai yang sehat hasil S= 0-0-120, F= 45-0-15. Sedangkan untuk gerakan sendi lutut diperoleh hasil sebagai berikut untuk gerakan pasif bidang S= 0-0-35, dibandingkan yang sehat diperoleh hasil S= 0-0-130 sedangkan untuk gerakan aktif diperoleh hasil S=0-0-15 dibandingkan yang sehat S= 0-0-120 jadi hasil dari pemeriksaan LGS didapatkan hasil bahwa LGS sendi panggul dan lutut kanan mengalami keterbatasan. e. Index Barthel Index Barthel merupakan pemeriksaan fungsional untuk mengetahui kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas khusus dalam hubungan dengan kehidupan sehari-hari, penilaian ini meliputi kemampuan yaitu: Pada kasus ini diperoleh informasi yaitu pasien dalam melakukan aktivitas fungsional kesehariannya adalah dengan nilai E yang berarti mandiri kecuali untuk bathing, dressing, going to toilet dan fungsi lain. Pemeriksaan fungsional dengan Indek Barthel yaitu penilaian aktifitas fungional dalam 9 jenis bidang kemampuanya. Table 4.1 Tabel Indeks Barthel. No Kemampuan fungsional T 1 T 2 T 3 T 4 T 5 T 6 1 Makan 5 5 5 10 10 10 2 Transfer dari tempat tidur ke berdiri 5 5 10 10 10 10 3 Kebersihan diri 0 0 5 5 5 5 4 Activitas toileting 5 5 5 10 10 10 5 Mandi 5 5 10 10 10 10 6 Berjalan dijalan yang datar dengan alat bantu. 10 10 15 15 20 20 7 Berpakaian 10 10 10 10 10 10 8 Mengontrol BAB 10 10 10 10 10 10 9 Mengontrol BAK 10 10 10 10 10 10 Jumlah 60 60 85 85 95 95 Penilaian 0-20 : Ketergantungan penuh 21-61 : Ketergantungan berat 62-90 : Ketergantungan moderat 91-99 : Ketergantungan ringan 100 : Mandiri.

b. Problematika Fisioterapi

Dokumen yang terkait

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DEXTRA 1/3 TENGAH Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Post Operasi Fraktur Femur Dextra 1/3 Tengah Dengan Pemasangan Plate And Screws Di RS Orthopedi Prof Dr. Soeharso Surakarta.

0 1 16

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DEXTRA 1/3 TENGAH DENGAN Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Post Operasi Fraktur Femur Dextra 1/3 Tengah Dengan Pemasangan Plate And Screws Di RS Orthopedi Prof Dr. Soeharso Surakarta.

0 1 15

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR TIBIA 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSOP DR.SOEHARSO SURAKARTA.

0 2 5

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR TIBIA 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSOP DR.SOEHARSO SURAKARTA.

0 3 5

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA.

0 0 7

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA.

0 1 7

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OREF FRAKTUR TIBIA 1/3 DISTAL PROKSIMAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW.

0 1 5

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO. PROF DR. R SOEHARSO SURAKARTA.

0 0 8

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PASCA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA.

0 0 7

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PASCA OPERASI PEMASANGAN PLATE AND SCREW Penatalaksanaan Fisioterapi Pasca Operasi Pemasangan Plate And Screw Pada Fraktur Femur Dextra 1/3 Distal Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

0 0 14