PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA.

(1)

i

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN

PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW

DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Disusun Oleh : RURY KISTIANTARI

J 100 060 039

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009


(2)

ii

Motto

Raihlah keinginanmu melebihi kemauanmu, karena kemauanmu adalah

keinginan yang berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak meridhoi sesuatu

yang berlebih-lebihan.

Allah tak pernah jenuh akan menerima persembahan untuknya, maka ketika

berbuat kesalahan hendaklah memohon maaf kepada-Nya.

Tak ada kata terlambat untuk melakukan sesuatu yang terbaik, sesungguhnya

yang terlambat itu adalah orang-orang yang tidak melakukan apapun.

Setinggi-tingginya ilmu adalah ilmu yang dibawa mati, yaitu ilmu orang-orang

berjihad kepada Allah.

Seorang bayi diajarkan merangkak oleh kedua orang tuanya hingga bisa berlari,

dan ketika terjatuh beliau menghiburnya. Ketika dewasa anak itu berjalan

sendirian, ketika terpeleset dia bangun sendiri dan mengobati lukanya sendiri.

Ketika sendirian teman yang paling dapat dipercaya adalah Allah, rahasia

terpenting milikku adalah milikku dan Allah.

People couldn’t expecting a help when they fault. But they had a best solution

for their self. Then when they are crying, they had sometissue. Cause they know,

they are all alone, were all alone and will be all alone without a friend.

Buah bisa aja jatuh jauh dari pohonnya.

I belive in karma, when I do something broke my self without a reason that is a

karma. When I get a unlucky thing that is a karma.


(3)

iii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah Ya Allah Dengan Ridho Engkau Aku

Dapat Menyelesaikan Tugas-Tugas Ini :

Ya

Allah

terimakasih karena telahmemberi kesempatan kepadaku

untuk menyelesaikan tugas-tugasku, dan telah menjadi sahabatku yang

memotivasi setiap jalanku, karena hanya Engkaulah sahabat karib

penyemangat hidupku dan memberi hidayah disetiap jatuhku. Terimakasih

Ya Allah.

Mama dan Papaku

tercinta yang sabar menanti keberhasilan ini,

semoga ini menjadi buah dari kerja keras mama dan papa yang selama ini

membanting tulang untuk kehidupan serta kuliahku di pulau Jawa ini.

Adikku

tersayang, terimakasih karena sudah menjadi adik yang baik

dan selalu mendukungku.

Vespa MbrebetQ

yang selalu ada untuk aku. Matur nuwun sudah

diberi 3 tahun yang tidak terlupakan ini.

Teman-temanku

“cah dhe telu fisioterapi 2006”

mari berjuang untuk

masa depan.

My best friends

; Tincek, Erni, Idha, Memet, Ndindix, and Surti,

terimakasih karena sudah menjadi sahabat karib yang setia kawan.


(4)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui pembimbing untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Program Studi Fisioterapi Diploma III Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pembimbing,


(5)

v

HALAMAN PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Jurusan Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan diterima untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan Diploma III fisioterapi.

Pada hari : Sabtu

Tanggal : 3 Oktober 2009

Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah:

Tanda Tangan Penguji I : Wijianto SST.FT ( ) Penguji II : Andry Ariyanto SST.FT ( ) Penguji III : Agus Widodo SST.FT, M.Kes ( )

Disahkan Oleh:

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala sanjungan dan pujian hanya untuk Penguasa segala ilmu, Pengatur segala kejadian, Penggenggam seluruh jiwa raga manusia, Allah SWT. Dialah yang memberikan nikmat dan anugerah serta rahmat-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Post Operasi Fraktur Femur 1/3 Distal Dextra dengan pemasangan plate and screw di RSAL DR. RAMELAN SURABAYA” sebagai syarat untuk melengkapi tugas-tugas guna menyelesaikan Program Studi Fisioterapi Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, tidak terlepas dari bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Setiadji, MM, selaku rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Bapak Arif Widodo, A.Kep, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

3. Ibu Umi Budi Rahayu, SST.FT, S.Pd. M.Kes, selaku Ketua Jurusan Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta.


(7)

vii

4. Bapak Wijianto, SST.FT selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan ikhlas yang telah memberikan arahan dan tambahan ilmunya serta meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.

5. Segenap dosen Program Studi Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ilmu, masukan serta bimbingan selama masa pendidikan. 6. Dr. Eko Poerwanto Sp.RM dan bapak Dedi selaku pembimbing lahan di RSAL Dr.

Ramelan Surabaya.

7. Mama dan Papa tercinta yang selalu memberikan doa, ridho dan semangat. Terima kasih atas semua cinta dan kasih sayangnya.

8. Adikku satu-satunya yang paling aku sayangi.

9. Keluarga besarku terimakasih atas semua do’a, dan supportnya.

10.“Vespa Mbrebet” yang always be there for me, and give me a lovly life, teach me how to survive my own self, n how to live in Solo.

11.Anak-anak kost “GARDENA” mbak Maya, mbak Ocha, mbak Via, Erni, Meita, Nita, Nobita, dek Linda, dan dek Putri yang selalu menjadi teman disaat aktifitas kuliah sudah usai.

12.“My best Friend”, Erni, Idha, Tincex, Ndi2x, Meta, dan Surti, thank you very much for everything, u all are my best life friend that I ever had.

13.And the last, untuk “cah dhe telu fisioterapi 2006” lets go back to home and bring much of Money as we can.

Sesungguhnya kesalahan dan kekeliruan adalah milik penulis dan kebenaran hanyalah datang dari Maha Benar Allah SWT. Untuk itu penulis sangat mengharapkan


(8)

viii

kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga karya tulis imliah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Oktober 2009


(9)

ix

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI

RSAL DR. RAMELAN SURABAYA

RINGKASAN

( Rury Kistiantari, 2009, 98 Halaman)

Fraktur femur 1/3 distal dextra disebabkan oleh karena adanya benturan langsung pada kaki kanan bagian atas atas. Fraktur Femur dapat terjadi karena adanya benturan baik langsung maupun tidak langsung. Pada post operasi fraktur femur 1/3 distal dextra dilakukan pemasangan internal fiksasi dengan plate and screw, yang akan menimbulkan permasalahan impairment diantaranya adanya nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak pada kaki kanan bagian atas, adanya oedem pada kaki kanan, adanya penurunan kekuatan otot flexor, extensor, adductor dan abductor hip, fleksor dan extensor knee, adanya keterbatasan lingkup gerak sendi elbow, adanya penurunan kemampuan fungsional seperti pasien kesulitan beraktifitas, berjalan, dan toileting.

Dalam pelaksanaan fisioterapi pada post operasi fraktur femur 1/3 distal dextra dengan pemasangan plate and screw dilakukan pemeriksaan diantaranya pemeriksaan pengukuran derajat nyeri dengan skala VDS (Verbal Descriptive Scale), oedema dengan menggunakan midline, kekuatan otot dengan MMT (Manual Muscle Testing), LGS dengan goneometer, dan kemampuan fungsional dengan indeks barthel. Pada kasus ini modalitas yang digunakan adalah terapi latihan.

Setelah dilakukan 6 kali terapi dengan menggunakan modalitas fisioterapi yaitu terapi latihan yang berupa static contraction, assisted active movement, free active movement, didapatkan hasil sebagai berikut : (1) adanya penurunan nyeri diam T1 = nyeri ringan menjadi T6 = tidak nyeri, nyeri gerak T1 = nyeri berat menjadi T6 = nyeri ringan, nyeri tekan T1 = nyeri tak tertahankan menjadi T6 = nyeri sangat ringan, (2) adanya


(10)

x

pengurangan oedem pada maleolus lateralis kanan T1 = 26 cm menjadi T6 = 25 cm,5 cm ke proximal T1 = 23 cm menjadi T6 = 21 cm,10 cm ke proximal T1 = 23 cm menjadi T6 = 21 cm,5 cm ke distal T1 = 31 cm menjadi T6 = 29 cm,10 cm ke distal T1 = 27 cm tetap T6 = 27 cm, (3) adanya peningkatan kekuatan otot flexor hip kanan T1 = 2- menjadi T6 = 3, otot extensor hip kanan T1 = 2- menjadi T6 = 2, otot adductor T1 = 3- menjadi T6 = 3, otot abductor T1 = 3- menjadi T6 = 3, (4) adanya peningkatan LGS aktif pada sendi hip kanan, flexi-extensi T1 S = 0-0-5 menjadi T6 S = 0-0-10, abductor-adductor T1 F = 20-0-5 menjadi T6 R = 320-0-5-0-120-0-5, gerakan pasif flexi-extensihip T1 S = 0-0-25 menjadi T6 S = 15-0-45, fleksi-extensi knee T1 S = 0-0-11 menjadi T6 S = 0-0-30, (5) adanya peningkatan aktivitas kemampuan fungsional.

Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penggunaan modalitas fisioterapi berupa terapi latihan dapat membantu permasalahan yang timbul akibat post operasi pada fraktur femur 1/3 distal dextra dengan pemasangan plate and screw.


(11)

xi

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI

RSAL DR. RAMELAN SURABAYA

ABSTRAK

(Rury Kistiantari, 98 Halaman)

Fraktur femur 1/3 distal dextra adalah rusaknya kontinuitas tulang femur pada sepertiga distal bagian kanan yang di sebabkan oleh trauma secara langsung maupun tidak langsung. Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan disekitarnya seperti ligamen, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan.

Salah satu upaya pengembalian bentuk tulang yang mengalami fraktur dengan tindakan operasi. Operasi akan menimbulkan permasalahan pada kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Pada kasus ini diantaranya adanya penurunan pada kondisi umum (KU) pasien, nyeri pada tungkai kanan, adanya bengkak pada kaki kanan, penurunan kekuatan otot flexor-extensor hip kanan, abductor-adductor hip kanan, dan flexor-extensor knee, keterbatasan gerak pada sendi hip dan knee, dan penururnan kemampuan fungsional. Untuk penanganan yang efektif dan efisien, maka dilakukan suatu metode pemeriksaan yaitu pemeriksaan nyeri dengan Verbal Descriptive Scale (VDS), pemeriksaan bengkak dengan antropometri, pemeriksaan kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT), pemeriksaan lingkup gerak sendi dengan goneometer, serta kemampuan fungsional dengan IndexBarthel.

Untuk membantu mengatasi masalah-masalah tersebut, salah satu modalitas fisioterapi yang dapat digunakan adalah terapi latihan berupa static contraction, gerak aktif dan gerak pasif. Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali, di dapatkan hasil berupa kondisi umum pasien meningkat, nyeri berkurang, bengkak berkurang, kekuatan otot flexor-extensor hip dan knee kanan dan abductor-adductor hip kanan meningkat, lingkup gerak sendi hip dan knee bertambah, dan kemampuan fungsional meningkat.

Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan modalitas fisioterapi berupa terapi latihan yaitu Static contraction, gerak pasif dan gerak aktif, dapat membantu mengurangi permasalahan yang timbul akibat post operasi fraktur femur 1/3 distal dextra dengan pemasangan plate and screw.

Kata kunci: Fraktur femur 1/3 distal dextra, VDS, Antropometri, MMT, LGS, Index Barthel, Terapi Latihan.


(12)

  xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN MOTTO ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

RINGKASAN ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 2

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 5

D Manfaat penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Anatomi ... 7

B. Biomekanika ... 28

C. Patologi ... 30

D. Deskripsi Problematika Kasus ... 40


(13)

  xiii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

A. Rancangan Penelitian ... 45

B. Kasus Terpilih ... 45

C. Instrument Penelitian ... 45

D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

E. Cara Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Pelaksanaan Studi Kasus ... 51

B. Protokol Studi Kasus ... 78

C. Pembahasan Kasus ... 88

BAB V PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia merupakan suatu Negara yang masih berusaha untuk lebih maju dalam segala bidang, khususnya pelayanan kesehatan. Fisioterapi adalah suatu bagian dari pelayanan kesehatan yang berperan penting bagi kemajuan dan keberhasilan pembangunan nasional. Sesuai dengan definisi fisioterapi yaitu suatu upaya pelayanan kesehatan professional yang bertanggung jawab atas kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat. Khususnya dalam masalah kemampuan gerak dan fungsi dilaksanakan dengan terarah dan berorientasi pada masalah dan pendekatan ilmiah serta dilandasi etika profesi yang mencakup aspek pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan, ( KEPMENKES, 1363 ).

Semakin pesatnya kemajuan teknologi saat ini, memberikan berbagai kemudahan dengan tercapainya berbagai sarana dan prasarana dalam berbagai bidang. Begitu juga dengan angka transportasi yang semakin bertambah, dikarenakan kebutuhan dalam mencapai jarak dalam waktu singkat dan mudah. Sementara di balik kemajuan tersebut, mengakibatkan kurangnya perhatian masyarakat pada kebutuhan yang akan menunjang aktivitas masyarakat

Sarana transportasi yang seharusnya menjadi alat bantu beraktifitas yang aman, menjadi sebab terjadinya berbagai kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia. Terutama yang paling sering terjadi adalah kecelakaan kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan fraktur (patah tulang).


(15)

2

Unit rehabilitasi medik berperan penting dalam mengatasi masalah-masalah akibat dari kecelakaan tersebut. Fisioterapi dengan aktif memberikan pelayanan kesehatan yang profesional. Guna membantu individu, keluarga ataupun masyarakat dalam pemulihan masalah kemampuan gerak dan fungsi pasca trauma tanpa membedakan kalangan.

A. Latar Belakang

Kecelakaan yang kerap terjadi merupakan kesalahan manusia yang di dasari dari sikap ketidak hati-hatian dari pengendara. Selain itu melunjaknya jumlah kendaraan bermotor yang tidak ditunjang oleh kelayakan jalan raya menjadi sebab terjadinya kecelakaan ini. Yang kemudian dari kecelakaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur (patah tulang).

Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur tulang (Apley dan Solomon, 1995). Fraktur dapat terjadi secara mendadak oleh karena adanya kekerasan baik dari luar tubuh yang secara langsung ataupun tidak langsung maupun yang terjadi dari dalam tubuh itu sendiri.

Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup adalah apabila kulit diatas perpatahan masih utuh. Fraktur terbuka adalah fraktur apabila kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus yang cenderung akan mengalami kontaminasi dan infeksi (Apley dan Solomon, 1995). Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral, kompresi atau crush, comminuted dan greenstick.


(16)

3

Prinsip menangani fraktur meliputi : 1) reduksi yaitu memperbaiki posisi fragmen yang terdiri dari reduksi tertutup (tanpa operasi) dan reduksi terbuka (dengan operasi), 2) mempertahankan reduksi (immobilisasi) yaitu tindakan untuk mencegah pergeseran dengan traksi terus menerus, pembebatan dengan gips, pemakaian penahan fungsional, fiksasi internal dan fiksasi eksternal, 3) memulihkan fungsi yang tujuannya adalah mengurangi oedem, mempertahankan gerakan sendi, memulihkan kekuatan otot, dan memandu pasien kembali keaktifitas normal (Apley dan Solomon, 1995).

Imomobilisasi dengan internal fiksasi adalah 1) plate and screws, 2) cortical bone graft and screws, 3) intra medular nail, 4) screw plate and screws, 5) nail plate, 6) oblique transfixion screw, 7) circumferentential wire band (adams, 1992). Dalam kasus ini internal fiksasi yang digunakan adalah plate and screws.

Problematik fisioterapi pada kasus pasca ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Fracture Femur 1/3 Distal dextra dengan plate and screw meliputi impairment, functional limitation, disability. Yang termasuk di dalam impairment adalah; 1) Adanya oedem / bengkak pada ankle hingga knee dextra, 2) Nyeri sepanjang knee hingga ke pangkal paha kanan, 3) Penurunan fungsi otot-otot

ankle, knee, dan hip dextra, 4) Keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi) kaki

kanan. Yang termasuk di dalam functional limitation adalah; 1) Ketidakmampuan berdiri, berjalan, serta ambulasi. Yang termasuk di dalam disability adalah; 1) Aktivitas pasien sebagai seorang TNI AL terganggu karena keterbatasan gerak


(17)

4

yang di alami oleh pasien, 2) Sosialisasi pasien dengan teman-teman kantor dan tetangga (lingkungan) terganggu.

Modalitas yang digunakan fisioterapi salah satunya adalah Terapi latihan. Terapi latihan adalah salah satu usaha dalam penyembuhan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif ( Priatna, 1985). Menurut Kisner dan Colby (1996) Terapi latihan antara lain: 1) static contraction yaitu untuk mengurangi oedem pada tungkai yang disebabkan proses radang karena luka incisi, 2) passive exercise untuk memelihara luas gerak sendi, 3) active exercise untuk memelihara luas gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot. Selain itu fisioterapis juga harus memberikan terapi dan latihan berupa transfer, posisioning dan ambulasi pasien untuk meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien.

B. Rumusan Masalah

Pada kondisi pasca ORIF Fracture Femur 1/3 Distal Dextra dapat dirumuskan masalahnya :

1. Apakah Static Contraction yang disertai elevasi dapat mengurangi oedem dan nyeri?

2. Apakah Terapi Latihan dapat meningkatkan LGS dan kekuatan otot? 3. Apakah latihan jalan dapat meningkatkan kemampuan fungsionalnnya/


(18)

5

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai penulis harus jelas dan tepat, maka penulis akan membagi tujuan tersebut menjadi dua bagian, yaitu:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui proses penatalaksanaan terapi latihan setelah ORIF Fracture Femur 1/3 Distal Dextra menambah wawasan dan pengetahuan serta menyebarluaskan informasi tambahan tentang peran fisioterapi pada kondisi fraktur pada kalangan fisioterapi, medis dan masyarakat luas.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui manfaat static contraction yang disertai elevasi dalam mengurangi oedem dan nyeri.

b. Untuk mengetahui manfaat Terapi Latihan dalam meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot.

c. Untuk mengetahui manfaat latihan jalan dalam meningkatkan kemampuan fungsional jalan / ADL.


(19)

6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)

Hasil penelitian untuk pengembangan IPTEK diharapkan dapat manfaat ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan.

2. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk institusi pendidikan sebagai sarana pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik di lingkungan pendidikan fisioterapi untuk memahami serta melaksanakan proses fisioterapi dengan modalitas yang ada khususnya terapi latihan. 3. Bagi Penulis

Manfaat hasil penelitian ini bagi penulis sendiri diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan, serta pengetahuan penulis tentang fracture fémur 1/3 distal dextra dengan modalitas terapi latihan.

4. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberitahukan serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang fracture fémur 1/3 distal dextra dan permasalahannya serta mengetahui program fisioterapi pada kondisi ini.


(20)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebelum membahas lebih lanjut, penulis ingin menguraikan terlebih dahulu mengenai beberapa hal merupakan bagian dari landasan teori yang mendasari proses pemecahan permasalahan dari kasus post operasi fraktur femur 1/3 distal dextra dengan pemasangan plate and screw.

Dimana landasan teori ini antara lain: (1) Anatomi, Fisiologi, dan Biomekanik, (2) Patologi, (3) Permasalahan yang dibahas, (4) Modalitas fisioterapi yang digunakan yaitu terapi latihan.

A. Anatomi dan Fisiologi

Dalam hal ini, penulis akan membahas beberapa sistem antara lain (1) sistem tulang (osteo), (2) sistem sendi (joint), (3) sistem otot (muscle), (4) sistem saraf (nervus).

1. Sistem Tulang (Osteo)

a. Os Femur

Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas caput, corpus,

dan collum dengan ujung distal dan proximal. Tulang ini bersendi dengan

acetabullum dalam struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut. Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis dan epiphysis distalis (Syaifuddin, 1995).


(21)

Gambar 2.1


(22)

Gambar 2.2


(23)

a) Epiphysis Proximalis

Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris, yang punya facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat cekungan yang disebut favea capatis. Caput melanjutkan diri sebagai collum

femoris yang kemudian disebelah lateral membulat disebut throchanter major

kearah medial juga membulat kecil disebut trachanter minor. Dilihat dari depan, kedua bulatan mayor dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut linea intertrochanterica (linea spirialis). Dilihat dari belakang kedua bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crita intertrochterica dilihat dari belakang pula maka disebelah medial trachantor major terdapat cekungan disebut fossa trachanterica.

b) Diaphysis

Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang merupakan sepertiga dengan basis menghadap ke depan pada diaphysis mempunyai dataran yaitu facies medialis dan lateralis. Nampak bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea. Linea ini terbagai menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan labium lateralae, labium medial sendiri merupakan lanjutan dari linea intertrochanterica. Linea aspera bagian distal membentuk segitiga disebut planum poplitenum. Dari trachantor minor terdapat suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen nutricium, labium medial, lateral disebut juga supracondylaris lateralis medialis.


(24)

c) Epiphysis Distalis

Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epincondylus lateralis. Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi dengan Os patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya terdapat garis disebut linea inercondyloidea.

b. OsPatella

Terjadi secara desmal, berbentuk segitiga dengan basis menghadap proximal dan apex menghadap kearah distal. Dataran muka berbentuk convex. Dataran belakang punya dataran sendi yang terbagi dua oleh crista sehingga ada 2 dataran sendi yaitu facies articularis lateralis yang lebar dan facies articularis medialis yang sempit.

c. OsTibia

Terdiri 3 bagian yaitu epiphysis proximalis, medialys dan epipysis distalys: epiphysis proximalis terdiri dari 2 bulatan disebut condylus medialis dan condylus lateralis. Di sebelah atas terdapat dataran sendi disebut facies articularis superior, medial dan lateral, tepi atas epiphysis melingkar yang disebut infra glenoidalis. Facies articularis superior terbagi dua menjadi facies articularis medialys dan

lateralis, oleh suatu peninggian disebut eminentia intercondyloidea, yang

disebelah lateral dan medial terdapat penonjolan disebut turbeculum intercondyloideum terdapat cekungan disebut fossa intercondyloidea anterior dan


(25)

posterior. Tepi lateral margo infra glenoidalis terdapat dataran disebut facies ariticularis fibularis untuk bersendi dengan osteum fibulae.

d. OsFibula

Os fibula terbentuk kecil dan hampir sama panjang dengan tibia terletak disebelah lateral dari tiga bagian yaitu epiphysis proximalis, diaphysis dan episphysis distalis, epiphysis proximalis membulat disebut capitullum fibula untuk bersendi dengan tibia.

2. Arthrologi / Sistem sendi

Sendi adalah hubungan antar dua tulang atau lebih dari system sendi disini meliputi system sendi panggul dan sendi lutut.

a. Sendipanggul ( hip joint )

Sendi panggul dibentuk oleh facies lunata acetabullum dan caput famoris facies lunata rongga sendi atau cavum articularis merupakan cekungan bentuk

simetris terbentang melampaui equator labium lunata, labium acetabuli

mengandung zat rawan fibrosa. Facies lunata dan labium meliputi dua pertiga

caput femoris lekuk tulang tidak lengkap dan bagian interior ditutup oleh

ligamentum tranversum acetabuli, dikanan terdapat bantalan lemak menuju caput femoris. Kapsul sendi melekat pada tulang panggul sebelah luar labium acetabuli sehingga labium acetabuli dengan bebas masuk ke rongga kapsul. Sendi panggul diperkuat oleh ligamentum-ligamentum yang diantaranya.


(26)

a) Ligamentum Iliofemorale

Berbentuk Y, dasarnya melekat pada spinailiaca anterior dan inferior, berfungsi mencegah gerakan extensi dan exorotasi tungkai atas yang berlebihan pada sendi pangkal paha.

b). Ligamentum Pubofemorale

Berbentuk segitiga, dasarnya ligament pada ramus superior pubis berfungsi mencegah gerakan abduksi tungkai atas yang berlebihan.

c). Ligamentum Ischiofemorale

Berbentuk spiral, melekat pada corpus ischium dekat tepi acetabulum. d). Ligamentum transfersum acetabuli

Dibentuk oleh labium acetabulare. Berfungsi mencegah keluarnya caput femoris dari acetabulli.

e). Ligamentum capitis femoris

Berbentuk gepeng dan segitiga melekat pada caput femoris, berfungsi sebagai tempat berjalan vena dan saraf, meratakan permukaan sendi.

b. Sendi Lutut ( knee joint )

Sendi lutut dibentuk oleh tiga sendi yang berbeda dan dilindungi oleh kapsul sendi. Sendi tersebut dibentuk oleh tulang femur dan patella yang mana pada facet joint terdiri dari tiga permukaan pada bagian lateral, yang mana pada satu permukaan bagian medial otot vastus lateralis menarik patella ke arah medial sehingga patella stabil. Pada posisi 300 , 400 dari ekstensi, patella tertarik oleh mekanisme gaya kerja otot sangat kuat.


(27)

Gambar 2.3

Sendi Pangul, Tampak Belakang (Putz and Pabts, 2005).

Gambar 2.4

Sendi Paggul, Tampak Depan (Putz and Pabts, 2005). 1

2

3 4 5

10 9

6 7

8

5

6 7 8

1 2

3


(28)

3. Sistem Otot (Muskuloskeletal)

Otot-otot yang akan dibahas ini hanya berhubungan dengan kondisi pasien post operasi ORIF (Operation Reduction Internal Fixation) fraktur femur 1/3 tengah dextra dengan pemasangan intra medular nail adalah otot yang berfungsi ke segala arah seperti regio hip untuk gerakan flexi-extensi, abduksi-adduksi, dan eksternal rotasi-internal rotasi.

Untuk lebih terperincinya maka penulis menyertakan otot-otot yang berhubungan dengan kondisi tersebut dalam bentuk tabel:


(29)

Gambar 2.5


(30)

Gambar 2.6

Otot-otot paha dan pinggul; lapisan dalam setelah sebagian besar otot permukaan gluteal dan ischiokrural disingkirkan ; tampak belakang (Putz and Pabts, 2005). 1 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 3


(31)

Tabel 1

Otot Tungkai Atas Bagian Anterior (Richard, 1986).

Otot Region Insertio Fungsi Inverse

Sartorius Spina illiaca anterior

superior ( SIAS )

Permukaan medial

tibia

Flexi, abduksi

rotasi, lateral arc,

coxae

N. femoralis

Illiacus Fossa illiaca di dalam

abdomen

Throchantor femur flexi N. femoralis

Pe#ctineus Ramus superior pubis Ujung atas linea

aspera femur Flexi, adduksi arc, coxae N. femoralis Quadriceps femoralis Rectus femoris

SIAS (Sacro Iliaca AnteriorPosterior)

Tendorotasi M.

quadriceps pada

patella, via

ligamentum

patellae ke dalam

Flexi arc, coxae N. femoralis

Vatus lateralis Ujung atas dan batang

femur, septum, facialis,

lateral dalam

Tuberositas tibia Extensi lutut N.femoralis

Vatus medialis Ujungan atas dan

batang femur

Tuberositas tibia Extensi lutut dan

menstabilkan

patella

N. femoralis

Vatus

intermediaus

Permukaan anterior dan

lateral batang femur


(32)

Tabel 2

Otot Tungkai Atas Bagian Posterior (Richard, 1986).

Otot Region Insertio Fungsi Inverse

Biceps

femoralis

Caput longum

tuber ischiadikum

Caput breve linee

aspera, crista supracondilair lateral batang femur Permukaan medial tibia

Flexi, abduksi, rotasi

lateral arc coxae

Ramus tibialis N.

ischiadicum

Semi

tendonosus

Tuber ischaidicum Medial tibia Flexi dan rotasi medial

sendi tutut serta arc,

coxae

Ramus tibialis N.

ischiadicum

Semi

membranosus

Tuber ischiadicum Condylus

medialis

tibia

Flexi dan rotasi medial

sendi lutut serta extensi

are coxae

Ramus tibialis N.

ischiadicum

Adductor

magnus

Tuber ischiadicum Tuberculum

adductor

femur

Extensi arc coxae Ramus tibialis N.


(33)

Tabel 3

Otot Tungkai Atas Regio Glutealis (Richard, 1986).

No Otot Region Insertion fungsi Inverse

Gutues Maximus Permuknaan luar

illium sacrum, coccyx,

ligament sacrotubelare

Tractus illiotibilais

dan tubesrositas

gluteus femoris

Extensi dan rotasi

lateral arc coxae

N. gluteus

inferior

Gluteus medius Permukaan luar illium Lateral trochantor

mayor femoris

Abduksi arc,

coxae

N. gluteus

inferior

Gluteus minimus Permukaan illium Anterior trochantor

mayor femoris

Abdukasi arc,

coxae

N. gluteus

inferior

Priformis Permukaan anteriror

sacrum

Irochantor mayor

femoris

Rotasi lateral N. gluteus

inferior Obturatorius internus Permukaan dalam membrane obturatoria Tepian atas trachantor mayor femoris


(34)

Tabel 4

Otot Tulang Medial Paha (Richard, 1986).

No Nama otot Orogio Insertio Persyaratan Fungsi

M. gracilis Ramus inferior

ossis pubis ossis

ischi Tuberosits tibia dibelakang m sartorium Ramus anterior N. obturatoria L,2-4

Abduktor flexor hip

flexor dan internal

rotator tungkai bawah

M. adductor logus Dataran anterior ramus superior ossis pubis Labium mediale linea aspera 1/3 medial Ramus anterios N. abtoritorium L,2-3

Abductor flexor hip

M. adductor bravis Lateral ramus interior ossis pubis Labium medial linea aspera Ramus anterior danposterior N.

abturotoial L 2-4

Adductor flexor internal

rotasi hip M. obturatoirus Mo gus Dataran anterior ramus inferior

osis ischi dan

tuber ischiadicum

Labium medial

linea aspera

Ramus posterior

N.abturatoria dan

N. tibialis dari L,

2-5 dan S1

Adductor dan ekstensor

hip M. obturatoirus externus Dataran anterior membrane abturatoria, foramen abturatorium Fossa trachantorica femoris Ramus muscularis pexus sacralis S,1-3

Exernal rorator hip


(35)

Gambar 2.7


(36)

4. Sistem Persyarafan (NervusSystem)

a. Nervus Femoralis

Merupakan cabang terbesar dari plexus lumbalis. Nervus ini berisi dari tiga bagian plexus yang berasal dari nervus lumbalis (L2, L3 dan L4). Nervus ini muncul dari tepi lateral psoas di dalam abdomen dan berjalan ke bawah melewati m. psoas dan m. illiacus ia terletak di sebelah fasia illica dan memasuki pada lateral terhadap anterior femoralis dan selubung femoral dibelakang ligament

inguinal dan pecah menjadi devisi anterior dan posterior nervus femoralis

mensyarafi semua otot anterior hip.

b. Nervus Obturatorius

Berasal dari plexus lumbalis (L2,L3,L4) dan muncul pada bagian tepi m.

psoas di dalam abdomen, nervus ini berjalan ke bawah dan depan pada lateral

pelvis untuk mencapai bagian atas foramen abturatorium, yang mana tempat ini pecah menjadi devisi anterior dan posterior. Devisi anterior memberi cabang-cabang muscular pada m. gracillis, m. adductor brevis, dan longus. Sedangkan devisi posterior mensyarafi articulates guna memberi cabang-cabang muscular kepada m. obturatorius exsternus, dan adductor magnus.

c. Nervus Gluteus Superior dan Inferior

Cabang nervus sacralis meninggalkan pelvis melalui bagian atas dan bawah foramen ischiadicus majus diatas m. piriformis dan mensyarafi gluteus medius, minimus dan maximus.


(37)

5. Sistem Peredaran Darah

Disini akan dibahas sistem peredaran darah dari sepanjang tungkai atas atau paha yaitu pembuluh darah arteri dan vena.

1) Pembuluh Darah Arteri

Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan arteri ini selalau membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri pulmonale yang membawa darah kotor yang memerlukan oksigenasi. Pembuluh darah arteri pada tungkai antara lain yaitu :

a. Arteri Femoralis

Arteri femoralis memasuki paha melalui bagian belakang ligament

inguinale dan merupakan lanjutan arterial illiaca externa, yang terletak

dipertengahan antara SIAS (Spina Illiaca anterior), superior dan symphisis pubis.

Arteri Femoralis merupakan pemasok darah utama bagian tungkai berjalan

menurun hampir bertemu ke tuberculum adductor femoralis dan berakhir pada lubang otot magnus dengan memasuki spatica poplitea sebagai arteris poplitea.

Pada bagian atas perjalannya, ia terletak superficial dan ditutupi kulit dan fascia pada bagian bawah perjalannya ia melalui bagian belakang otot sartorius, ia berhubungan dengan dinding selubung femoral dan silang oleh nervus qutaneus femoris dan nervus saphenus bawah.

b. Arteria Profunda Femoralis

Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri femoralis dari trigonum femorale, ia keluar dari anterior paha melalui bagian belakang otot


(38)

adductor, berjalan turun diantara otot adductor brevis dan kemudian terletak pada otot adductor magnus.

c. Arteria Obturatoria

Merupakan cabang arteria illiaca interna ia berjalan ke bawah dan kedepan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus abturatoria melalui canalis obturatorius, yaitu bagian atas foramen abturatorum.

d. Arteria Poplitea

Arteri poplitea berjalan melalui canalis adduktorius masuk ke fossa bercabang menjadi arteri tibialis posterior terletak dalam fossa poplitea dari fossa lateral ke medial adalah nervus tibialis, vena poplitera, arteri poplitea.

2) Pembuluh Darah Vena

Pembuluh darah vena pada tungkai antara lain: a). Vena Femoralis

Vena femoralis memasuki paha mealalui lubang pada otot adductor

magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, menaiki paha mula-mula pada sisi lateral dari arteri. Kemudian posterior darinya, dan akhirnya pada sisi medialnya meninggalkan paha dalam ruang medial dari selubung femoral dan berjalan dibelakang ligamentum inguinale menjadi vena illiaca externa.

b). Vena Profunda Femoralis

Vena profunda femoris menampung cabang yang dapat disamakan


(39)

c). Vena Obturatoria

Vena obturatoria menampung cabang yang dapat disamakan dengan

cabang arterianya dimana mencurahkan isinya kedalam vena illiaca internal. d). Vena Saphena Magna

Mengangkut perjalanan darah dari ujung medial arcus venosum dorsalis pedis dan berjalan naik tepat di dalam malleolus medialis, venosum dorsalis vena, ini berjalan di belakang lutut menelengkung ke depan melalui sisi medial paha. Berjalan melalui bagian bawah N. sphenosus pada fascia profunda dan bergabung dengan vena femoralis.


(40)

Gambar 2.8

Arteri-arteri ekstremitas bawah; tampak depan dan belakang (Putz and Pabst, 2005)


(41)

B. Biomekanik

Merupakan suatu ilmu yang mempelajari gerakan tubuh pada manusia pada bab ini, penulis berusaha menjelaskan gerakan yang dilakukan oleh sendi panggul dan lutut.

1. Sendi paha (hipjoint)

Osteokinematik dan arthrokinematiknya : a). Gerakan Fleksi

Fleksi adalah gerakan pada bidang sagital dengan axis frontal yaitu dari posisi anatomi bagian anterior paha mendekat arah perut. Dengan mempunyai lingkup gerak sendi dari 0 sampai 1250 gerakan tersebut dilaksanakan oleh otot-otot illiacus, psoas mayor, rectus femoris, tensor fascialata, sartorius dan adductor magnus.

b). Gerakan Ekstensi

Ekstensi adalah gerak pada bidang sagital dengan axis frontal dimulai dari posisi anatomi bagian anterior paha menjauhi perut. Dengan mempunyai lingkup gerak sendi dari 0 sampai 150 gerakan tersebut dilaksanakan oleh otot biceps femoris, semi membranus, gluteus maximus dengan dibantu oleh otot-otot minus, tensor fasialata, dibatasi oleh ligamentum pubofemorale.

c). Gerakan Abduksi

Abduksi adalah gerakan pada bidang frontal dengan axis sagital dengan gerakan garis tengah tubuh. Mempunyai LGS dari 0 sampai 450 gerakan ini dilakukan oleh otot-otot gluteus medius, tensor fasialata, dibantu oleh otot-otot gluteus minimus yang dibatasi oleh ligamentum pubofemorale.


(42)

d). Gerakan Adduksi

Adduksi adalah gerakan pada bidang frontal dengan axis sagital dengan gerakan mendekati garis tengah tubuh mempunyai lingkup gerak sendi dari 0 sampai 250. Gerakan ini dilaksanakan oleh otot-otot gluteus medius, adductor magnus, adductor brevis, adductor longus, pectineus, dan dibantu oleh otot-otot gracilis dibatasi oleh ligementum illiotrochanerica.

e). Gerakan Eksorotasi

Gerakan eksorotasi, bentuk gerakan dimulai dari posisi anatomi memutar kesamping luar dengan lingkup gerak sendi 0 sampai dengan 900 dengan otot-otot penggeraknya yaitu m. piriformis, m. abturatorius, m. Sartorius, gemellus superior, dan m. gemellus inferior. Dibatasi oleh ligamentum ischiofemorale. f). Gerakan Endorotasi

Gerakan endorotasi bentuk gerakan dimulai dari posisi anatomis memutar kesamping dalam dengan lingkup gerak sendi. 0 sampai 45º dengan otot-otot pengerakanya yaitu m. qudricerps femoris, m. obturatorium internus.

2. Sendi Lutut (knee joint)

Hubungan antara tulang tibia, fibula yang merupakan syndesmosis yang kuat dengan memperkuat beban yang diterima lutut sebesar 1/16 dari berat badan.

Meliputi osteokinematik dan arthrokinematik : a).Gerakan Fleksi

Penggerak fleksi lutut adalah otot-otot hamstring, salain itu fleksi lutut juga dibantu oleh grastrocnemius, popliteus, dan gracilis. Lingkup gerak sendi pada saat flexi berkisar antara 1200 sampai 1300. (Kapanji, 1987).


(43)

b).Gerakan Ekstensi

Penggerak gerakan ekstensi adalah otot-otot quadriceps yang terdiri dari empat otot rectus femoris, vastus medialis, vastus lateralis dan vastus

intermedius. Lingkup gerak sendi pada saat ekstensi berkisar antara 50

hyprerxtrensi atau 00 selain itu pada gerakan flexion dan extention adalah terletak diatas permukaan sendi yaitu melewati condylus femoris. (Kapanji, 1987).

Dilihat dari segi anthrokinematika, pada permukaan femur cembung (konvek) bergerak maka gerakan sliding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak flexi femur rolling kearah belakang dan sleddingnya ke belakang. Dan pada permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak, flexi ataupun extensi menuju ke depan atau ventral.( Mudatsir, 2006)

C. Patologi

Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat : 1) Peristiwa trauma tunggal, 2) Tekanan yang berulang ulang, 3) Kelemahan abnormal pada tulang dalam kasus fraktur femur sepertiga distal dekstra kemungkinan mekanisme terjadinya fraktur ada dua cara, yaitu kareana trauma maupun kecelakaan langsung yang mengenai tungkai atas pada batang femur, sehigga mengakibatkan perubahan pasisi pada fragmen tulang (Bloch, 1986).

5. Insiden

Dimana kecelakaan lalulintas merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya trauma rata-rata setiap penduduk 60 juta penduduk Amerika Serikat mengalami trauma dan 50% memerlukan tindakan medis 3,6, juta (12%) membutuhkan perwatan di rumah sakit. Di dapatkan 300 ribu orang diantaranya


(44)

menderita kecacatan yang menetap (1%) dari 8,7 juta orang, menderita kecacatan sementara (30%). Sedang di indonesia tercatat kurang lebih 12 ribu orang pertahunnya mengalami kecelakaan lalu lintas, dilihat dari banyaknya kecelakaan sebagai akibat adanya kematian adalah kondisi patah tulang atau fraktur (Rasjad, 1998).

6. Perubahan Patologi atau Patofisiologis

Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mepunyai kekutaan dan daya tahan pegas untuk menahan tekanan tulang, yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu permasalahan yang komplek karena pada fraktur tersebut tidak ditemui luka terbuka sehingga dalam mereposisi fraktur tersebut perlu pertimbangan dengan fiksasi yang baik, agar tidak timbul komplikasi selama reposisi. Penggunan fiksasi yang tepat yaitu dengan internal fiksasi jenis plate and screw. Dilakukan operasi terhadap tulang ini bertujuan mengembalikan posisi tulang yang patah kenormal atau tulang pada posisi sejajar sehingga akan terjadi suatu proses penyambungan tulang (Appley, 1995).

Stadium penyembuhan fraktur yang melalui beberapa tahapan antara lain dapat dilihat pada tabel:


(45)

Tabel 2.5

Tahap-tahap atau proses penyembuhan tulang (Appley, 1995).

Hematoma Proliferasi kalsifikasi Konsolidasi Remodeling

Tulang Tulang patah

mengenai pembuluh darah Terbentuknya hematoma disekitar perpatahan Hematoma dibentuk dari jaringan lunak disekitarnya Permukaan tulang

yang patah tidak

mendapatkan

suplay

Berlangsung

selama 24 jam

setelah terjadi perpatahan Sel-sel periosteum dan endosteum paling menonjol pada tahap poliferasi

Poliferasi dari

sel-sel periosteum

yang menutupi

fraktur, sel- sel ini

merupakan tempat tumbuhnya osteoblas akan melepaskan unsur-unsur intraseluler dan kemudian menjadi fragmen lain Berlangsung

selama 3-4 hari

Jaringan seluler

yang keluar dari

masing–masing

fragmen yang sudah

matang Sel-sel memberi perlengkapan untuk osteoblas condroblas membentuk callus

yang belum masak

dan membentuk jendolan. Adanya rigiditas pada fraktur Berlangsung selama 6-12 minggu. Callus yang belum masak akan membentuk callus berlangsung bertahap dan berubah-ubah. Adanya aktifitas osteoblas menjadi tulang yang lebih

kuat dan massa

strukturnya

belapis – lapis

Berlangsung

selama 12-14

minggu

Tulang menyambung

baik dari luar maupun

dari dalam canalis

medularis Osteoblas mengabsorbsi pembentukan tulang yang lebih. Tulang ekstravasi untuk sembuh berlangsung selama

24 minggu sampai 1


(46)

7. Tanda dan Gejala

Menurut Appley (1995) dikatakan tanda dan gejala pasca operasi fraktur adalah :

a) Oedem di sekitar daerah fraktur,

b) Rasa nyeri dikarenakan luka fraktur dan luka bekas operasi dan ada oedem di dekat daerah fraktur,

c) Keterbatasan gerak sendi lutut, d) Penurunan kekuatan otot,

e) Gangguan aktifitas fungsional tungkai,

f) Bila di foto Rontgen akan terlihat garis fraktur

8. Diagnosis Medis

Diagnosis medis merupakan diagnosa yang ditegakkan oleh dokter melalui berbagai pemeriksaan termasuk didalamnya pemeriksaan penunjang yang beruapa foto rontgen. Melalui data yang ada dirumah sakit, penulis dapat mengetahui diagnosa medis yaitu fraktur femur 1/3 distal dextra.

9. Penatalaksanaan Fraktur

a. Konservatif

Konservatif ada beberapa macam diataranya dengan pemasangan gips atau pembebatan dengan gips. Indikasi pemasangan gips:

1) Pada kasus patah tulang yang tertutup patahannya, tidak multiple atau displasme dan tidak ada infeksi.

2) Pada kasus penyakit tulang dan tulang sendi, misal pada osteoartistis akut atau TBC (Tubercolus) tulang.


(47)

3) Pada kasus cacat tulang drop wrist atau drop foot. Gips (plaste of faris) masih banyak digunakan sebagai bebat terutama untuk fraktur tungkai dibagian distal dan untuk sebagian besar fraktur pada anak-anak maupun orang dewasa. Cara ini cukup aman, selama kita waspada akan bahaya pembalut gips yang ketat dan asalkan borok akibat tekanan dapat dicegah. Kelemahannya komplikasi immobilisasi lama, tetapi hanya kalau kewaspadaan diperhatikan untuk mencegah komplikasi tertentu. Komplikasi ini diantaranya adalah pembalut gips yang ketat, borok akibat tekanan dan abrasi atau laserasi pada kulit.

b. Operatif

Meliputi ORIF (Open Reduction Internal Fixation) a). ORIF

Apabila diartikan dari masing-masing kata adalah sebagai berikut; Open berasal dari bahasa Inggris yang berarti buka, membuka, terbuka (Jamil,1992), Reduction berasal dari bahasa Inggris yang berarti koreksi patah tulang, Internal berasal dari bahasa Inggris yang berarti dalam, Fixation berasal dari bahasa Inggris yang berarti keadaan ditetapkannya dalam satu kedudukan yang tidak dapat berubah (Ramali, 1987). Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat logam yang diikat dengan sekrup, paku intramedular nail yang panjang dengan atau tanpa sekrup pengunci circum ferential bands, atau kombinasi dari metode ini (Phillips, 1990).


(48)

Bila dipasang dengan semestinya, fiksasi internal menahan fraktur secara aman sehingga gerakan dapat segera dimulai, dengan gerakan lebih awal kekakuan dan oedema dapat dihilangkan sedini mungkin.

Indikasi ORIF sering menjadi bentuk terapi yang paling diperlukan. Indikasi utamanya adalah:

1) Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi,

2) Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali setelah reduksi, (misalnya fraktur pertengahan batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang bergeser). Selain itu juga fraktur yang cenderung tertarik atau terpisah oleh kerja otot (misalnya fraktur melintang pada patella atau olekranon),

3) Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan terutama fraktur pada leher femur,

4) Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan,

5) Fraktur multiple bila fleksi dini (dengan fiksasi internal atau luar) mengurangi risiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai sistem,

6) Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien dengan cedera multiple dan sangat lanjut usia (Phillips, 1990). Penatalakanaan ORIF yang banyak penggunaanya yaitu kawat, sekrup, plat, batang intramedular dan kombinasi dari semua itu. Bila plat digunakan harus


(49)

dipasang pada permukaan yang dapat ditegakkan, yang biasanya pada sisi cembung tulang (Muller, 1991).

b). Plate and Screw

Plate berarti struktur pipih atau lapisan (Dorland,1998). Screw berarti silinder padat (Dorland,2002). Plate and screw berarti suatu alat untuk fiksasi internal yang berbentuk struktur pipih yang disertai alat berbentuk silinder padat untuk memfiksasi daerah yang mengalami perpatahan.

c) Fracture femur 1/3 distal

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang, dikarenakan trauma langsung, trauma tidak langsung, faktor tekanan atau kelelahan dan faktor patologik (Appley,1995). Menurut Lane and Cooper (1995), fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik complete maupun incomplete yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan atau tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen. Gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah kebengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit (Archibald, 1965). Pada kasus ini terjadi pada 1/3 bagian distal femur dextra.

Klasifikasi fraktur berdasarkan hubungannya dengan dunia luar ada dua yaitu:

Fraktur terbuka: terputusnya hubungan tulang dan menembus jaringan otot dankulit sehingga dapat terlihat dari luar.

Fraktur tertutup: terputusnya hubungan tulang tetapi fraktur ini tidak menembus jaringan kulit, sehingga tidak terlihat dari luar.


(50)

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade, yaitu:

Grade 1: Terobeknya kulit dengan sedikit kerusakan jaringan. Grade 2: Seperti grade 1 dengan memar pada kulit dan otot.

Grade 3: Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf, otot dan kulit.

Berdasarkan bentuk patah tulang:

1) Complete Fracture yaitu pemisahan tulang menjadi 2 fragmen

2)Incomplete Fracture yaitu patah bagian dari tulang tanpa adanya

pemisahan.

3)Communitate Fracture yaitu fraktur lebih dari 1 garis fraktur, fragmen tulang patah menjadi beberapa bagian.

4)Impacted Fracture yaitu salah satu ujung tulang menancap ke tulang didekatnya.

Berdasarkan garis patahnya:

1) Green stick yaitu retak pada sebelah sisi tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek.

2) Transverse yaitu patah tulang pada posisi melintang. 3) Longitudinal yaitu patah tulang pada posisi memanjang 4) Oblique yaitu garis patah miring

5) Spiral yaitu garis patah melingkar tulang Berdasakan berat ringannya patah :

1) Communited atau crush.


(51)

3) Double atau dua sisi (bilateral). 4) Multiple atau hancur.

Berdasarkan lokasi perpatahan : 1) 1/3 proximal, medial, dan distal 2) Metafisis, diafisis, dan epipisis 3) Level vertebra

4) Nomenklatur atau anatomis tulang. Berdasarkan Mekanisme kejadian :

1) Compression

2) Rotasi

3) Bumper

4) Whyplas

Berdasarkan Komplikasi 1) Komplikata

2) Non-komplikata 3) Ekstra/intraarticuler

10.Komplikasi

Beberapa komplikasi fraktur femur 1/3 distal menurut Appley (1995) :

a. Deep vein trombosis

Trombosis vena merupakan sumbatan pada vena oleh karena pembentukan trombus pada lumen yang disebabkan oleh aliran darah yang statis, kerusakan endotel dan hiperkoagubilitas darah. Insiden diperberat oleh imobilisasi yang terlalu lama post operasi. Trombosis ini akan berkembang


(52)

menjadi penyebab kematian pada operasi ini apabila trombus lepas dan terbawa oleh cairan darah kemudian menyumbat pada daerah-daerah yang vital seperti paru dan jantung. kemungkinan terjadinya komplikasi trombosis lebih besar pada penggunaan ortose secara general dari pada lokal maupun melalui lumbal.

b. Stiff Joint ( kaku sendi )

Kekakuan sendi terjadi akibat oedema, fibrasi pada kapsul, ligament dan otot sekitar sendi atau perlengketan dari jaringan lunak satu sama lain. Keadaan ini bertambah lunak satusama lain. Keadaan ini bertambah jika immobilisasi berlansung lama dan sendi dipertahankan dalam posisi ligament memendek, tidak ada latihan yang akan berhasil sepenuhnya merentangkan jaringan ini dan memulihkan gerakan yang hilang.

c. Sepsis

Sepsis adalah teralirnya suatu baksil pada sirkulasi darah sehingga dapat menyebabkan infeksi.

11.Prognosis

Prognosis pasien pada post ORIF Fraktur femur 1/3 distal dengan pemasangan fiksasi internal dikatakan baik apabila pasien secepat mungkin dibawa ke rumah sakit sesaat setelah terjadi trauma, usia pasien yang relatif muda, jenis fraktur yang ringan dan mendapatkan penanganan lebih lanjut dari tim medis berupa tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi untuk memperbaiki struktur tulang yang patah. Prognosis yang ada meliputi: (1) quo ad vitam, yaitu baik apabila pasien telah dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi. Selain itu, dengan adanya kemajuan teknologi khususnya didalam


(53)

pemberian anesthesi, resiko terjadi kegagalan ataupun kematian dimeja operasi jarang sekali terjadi bahkan tidak pernah terjadi, (2) quo ad sanam, yaitu baik apabila telah direposisi dan difiksasi dengan baik maka fragmen yang fraktur akan stabil sehingga mempercepat proses penyambungan tulang, (3) quo ad

fungsionam, berkaitan dengan tingkat kesembuhan atau sanam. Dikatakan baik

jika quo ad sanamnya baik, karena dengan semakin cepat tulang menyambung maka pasien dapat segera kembali melakukan aktifitas fungsional. Dalam hal ini, dibutuhkan latihan yang intensif untuk mengembalikan aktifitas fungsional secara optimal, (4) quo ad cosmeticam, yaitu baik apabila fragmen yang telah direposisi dan difiksasi menyambung dengan baik, sehingga tidak terjadi deformitas dan tidak mengganggu penampilan pasien.

Penderita fraktur femur segmental setelah pemasangan internal fiksasi plate and screw tanpa komplikasi bila mendapat tindakan fisioterapi sejak dini dangan tepat, maka kapasistas fisik dan kemampuan fungsional akan kembali normal. Keadaan yang jelek dari penyembuhan apabila terjadi komplikasi yang menyertai, umumnya pada usia lanjut (Appley, 1995).

D. Deskripsi Problematika Kasus

Problematika yang dapat muncul pada pasca operasi fraktur femur 1/3 distal dextra adalah meliputi :

a) Impairment

1) Oedem di sekitar daerah fraktur

Oedem yang terjadi karena adanya luka bekas operasi, sehingga tubuh memberikan respon radang atas kerusakan jaringan di dekat daerah fraktur.


(54)

2) Nyeri di sekitar luka operasi

Adanya luka bekas operasi serta adanya oedem di dekat daerah fraktur, menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan interstitial sehingga akan menekan nociceptor, lalu menyebabkan nyeri.

3) Keterbatasan lingkup gerak sendi

Karena oedem dan nyeri yang disebabkan oleh luka fraktur dan luka operasi menyebabkan pasien takut untuk bergerak, sehingga lama-lama akan mengalami gangguan atau penurunan lingkup gerak sendi.

4) Penurunan kekuatan otot

Oedem dan nyeri karena luka bekas operasi dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot karena pasien tidak ingin menggerakkan anggota geraknya dan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan disused atrophy.

5) Functional Limitation

Adanya oedem dan nyeri menyebabkan pasien mengalami penurunan kemampuan fungsionalnya, seperti transfer, ambulasi, jongkok berdiri, naik turun tangga, keterbatasan melakukan Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK).

Hal ini disebabkan adanya rasa nyeri, oedem, dan karena penyambungan tulang oleh callus yang belum sempurna, sehingga pasien belum mampu menumpu berat badan dan melakukan aktifitas sehari-hari secara optimal.


(55)

6) Disability

Oleh karena nyeri, oedem dan keterbatasan fungsional, pasien tidak mampu berhubungan dengan lingkungan sekitarnya atau bersosialisasi dengan orang lain.

E. Teknologi Intervensi Fisioterapi

Teknologi Fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi latihan. Terapi latihan adalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh, baik secara aktif maupun pasif (Priatna,1985).

Pada umumnya, sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan, bagian yang mengalami operasi yaitu 1/3 distal femur dextra pasien dalam keadaan dielevasikan sekitar 30o.

1. Static Contraction

Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa gerakan pada sendi (Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem, dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang. Ditambahkan elevasi sehingga dengan pengaruh gravitasi akan semakin memperlancar aliran darah pada pembuluh darah vena.

2. Passive Movement

Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari luar sementara itu otot pasien lemas (Priatna,1985). Relaxed Passive


(56)

Movement merupakan gerakan pasif yang hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri. Bila pasien sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu, maka gerakan dihentikan (Priatna,1985).

3. Active Movement

Latihan gerak aktif merupakan gerakan yang timbul dari kekuatan kontraksi otot pasien sendiri secara volunter / sadar (Kisner, 1996). Pada kondisi oedem, gerakan aktif ini dapat menimbulkan “pumping action” yang akan mendorong cairan bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan ini juga dapat digunakan untuk tujuan mempertahankan kekuatan otot, latihan koordinasi dan mempertahankan mobilitas sendi. Active Movement terdiri dari :

a.Assisted Active Movement

Assisted active movement yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh adanya kekuatan otot dengan bantuan kekuatan dari luar. Bantuan dari luar dapat berupa tangan terapis, papan maupun suspension. Terapi latihan jenis ini dapat membantu mempertahankan fungsi sendi dan kekuatan otot setelah terjadi fraktur.

b.Free Active Movement

Free active movement merupakan suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh adanya kekuatan otot tanpa bantuan dan tahanan kekuatan dari luar, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan pengaruh gravitasi (Priatna, 1985). Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang maka nyeri juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan memelihara kekuatan otot.


(57)

4. Latihan Jalan

Latihan jalan dilakukan bila penderita sudah mampu dan keseimbangannya sudah baik. Latihan jalan dapat dilakukan dengan kruk menggunakan cara partial weight bearing (PWB) yaitu pasien berjalan dengan menumpu sebagian berat badan, yang kemudian ditingkatkan dengan cara full weight bearing (FWB) yaitu pasien berjalan dengan menumpu berat badan penuh. Latihan berjalan dilakukan dengan metode swing through. Dimana swing through merupakan latihan berjalan dengan cara kruk diayunkan lebih dulu kemudian kaki melangkah melebihi kruk (Hollis, 1999).


(58)

45 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah dengan studi kasus.

B. KASUS TERPILIH

Kasus yang digunakan dalam penelitian karya tulis ilmiah ini adalah penatalaksanaan terapi latihan post ORIF fracture femur 1/3 distal dextra dengan pemasangan plate and screw.

C. INSTRUMENT PENELITIAN

Instrument dalam penelitian ini adalah proses pemilihan pengembangan metode dan alat ukur yang tepat dalam rangka pembuktian kebenaran hipotesis. Instrumen dalam penelitian meliputi variabel. Variabel diartikan sebagai konsep yang mempengaruhi variabilitas. Sedangkan konsep sendiri secara sederhana dapat diberi pengertian sebagai gambaran atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Ada dua macam variabel yaitu variabel dependent atau variabel yang dapat mempengaruhi dan variabel independent atau variabel bebas (Notoatmojo, 1993).

Variabel dependent adalah nyeri pada kaki kanan, keterbatasan LGS kaki kanan, bengkak pada kaki kanan, penurunan kekuatan otot kaki kanan (flexor, extensor, adductor, abductor), penurunan ADL.


(59)

46

1. Skala nyeri dengan VDS (verbal descriptive scale)

Nyeri menurut The International Association for the study of Pain (IASP) adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang bekaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi merusak jaringan. Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien untuk memilih skala nyeri yang kira-kira oleh pasien dirasakan atau setidak-tidaknya mendekati. Skala tersebut merupakan hasil pemeriksaan secara langsung yang dilakukan kepada pasien. Adapun skala nyeri dalam bentuk verbal adalah a. Tidak nyeri, b. Nyeri sangat ringan, c. Nyeri ringan, d. Nyeri tidak begitu berat, e. Nyeri cukup berat, f. Nyeri berat, g. Nyeri tidak tertahankan.

2. Bengkak (oedema)

Pengukuran bengkak dilakukan secara antropometri menggunakan midline dengan satuan cm. Pemeriksaan ini dilakukan sepanjang bengkak / oedem dalam hal ini dilakukan mulai dari tuberositas tibial ditarik 5cm, 10cm ke distal maupun ke proksimal. Kemudian, pengukuran kedua tungkai dibandingkan untuk mengetahui selisih.

3. LGS (Lingkup Gerak Sendi)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mencari titik axis pada setiap sendi, sendi hip titik axisnya adalah trochanter mayor femur, sendi knee adalah epycondylus lateral femur, sendi ankle adalah maleolus lateralis atau medialis.


(60)

47

4. Kekuatan otot dengan MMT (Manual Muscle Testing)

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kemampuan otot-otot penggerak berkontraksi kemudian diberi nilai. Menurut Lovett, Daniel dan Worthingham (Medical Research Council) nilai kekuatan otot dinilai dengan sebagai berikut :

Nilai Keterangan 5 N (normal) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan

gravitasi dan melawan tahanan maximal

4+ G+ (good plus) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi dan tahanan hampir maksimal

4 G (good) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi dan tahanan sedang moderat

4- G- (good minus) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi dan tahanan minimal

3+ F+(fair plus) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan gravitasi tanpa melawan tahanan

3 F (fair) subyek bergerak dengan LGS penuh melawan

gravitasi tanpa melawan tahanan

3- F- (Fair minus) subyek bergerak mealawan tahanan denan LGS lebih besar dari posisi middle range

2+ P+ (Poor plus) subyek bergerak sedikit dengan melawan gravitasi atau bergerak dengan LGS penuh dengan tahnan tanpa melawan gravitasi


(61)

48

2 P (Poor) subyek bergerak dengan lgs penuh tanpa melwan gravitasi

2- P- (Poor minus) subyek bergerak dengan LGS tidak penuh tanpa melawan gravitasi

1 T (Trace) kontraksi otot bisa dipalpasi tetapi tidak ada gerakan sendi

0 0 (Zero) kontraksi otot tidak terdeteksi dengan dilakukan palpasi

5. Kemampuan fungsional dengan index barthel

Index Barthel merupakan pemeriksaan fungsional untuk mengetahui kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas khusus dalam hubungan dengan kehidupan sehari-hari, penilaian ini meliputi kemampuan makan, transfer (dari tempat tidur ke berdiri), kebersihan diri, aktivitas toileting, mandi, berjalan di jalan yang datar dengan alat bantu, berpakaian, mengontrol BAB dan BAK.

D. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Kasus penelitian KTI ini diambil dari RSAL dr. Ramelan, yang dilakukan pada tanggal 9 Desember 2009.


(62)

49

PROSEDUR PENGAMBILAN DAN PENGUMPULAN DATA 1) ANAMNESIS

Anamnesis yang dilakukan pada kondisi ini adalah auto anamnesis. Pada anamnesis ini akan diperoleh data yang berupa identitas pesien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit penyerta, riwayat keluarga serta anamnesis system. Dimana anamnesis sistem untuk mengetahui adanya gangguan pada kepala dan leher, kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, urogenital, musculoskeletal, dan nervorum.

2) PEMERIKSAAN

Pemeriksaan disini mencakup pemeriksaan umum dan pemeriksaan spesifik. Dimana pemeriksaan umum meliputi: anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pamariksaan gerak. Sedangkan pemeriksaan spesifik meliputi: derajat nyeri, odema, lingkup gerak sendi, kekuatan otot, dan kemampuan ADL.

3) EVALUASI

Dalam hal ini evaluasi harus terus dilaksanakan untuk mengetahui tingkat perkembangan dari penderita.

4) DOKUMENTASI

Dokumentasi ini berisi tentang keseluruhan data mulai dari awal sampai akhir.


(63)

50

E. CARA ANALISIS DATA

Analisis yang digunakan dalam penelitian KTI dengan mengumpulkan data umum kemudian dijadikan data khusus untuk mengetahui keadaan pasien. Data tersebut diambil dari data yang ada di rumah sakit berupa catatan medis kemudian di dokumentasikan menjadi catatan khusus sehingga dapat digunakan sebagai analisa akhir dengan analisa deskriptif dalam tindakan terapi.

Data penelitian lain dilakukan dengan cara pengukuran langsung terhadap pasien yang didukung dengan diagnosa dokter dan assesment dari fisioterapi. Setelah itu penulis mengumpulkan data yang ada dari hasil evaluasi T1 sampai T6. kemudian menganalisa data tersebut sesuai dengan

permasalahan yang ada. Proses untuk menganalisa data tersebut diperoleh tahapan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan sumber data sehingga dapat dijadikan acuan untuk mengetahui perkembangan dan kemunduran dalam proses terapi.

2. Dari data yang sudah diperoleh kemudian dievaluasi oleh terapis secara periodik digunakan untuk perbandingan terhadap hasil yang akan diperoleh pada terapi berikutnya.

3. Menganalisa data dengan cara deskriptif dan dievaluasi untuk mengetahui perkembangan pasien.

Dengan menganalisa data terapis menentukan tindakan terapi untuk memprogram terapi berikutnya agar untuk dapat mencapai tujuan terapi sehingga dapat diperoleh hasil akhir dari tindakan yang mengalami kemajuan selama proses terapi berlangsung.


(64)

51 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Studi Kasus

Menangani beberapa masalah yang mungkin pada immobilisasi akibat fracture femur 1/3 distal dextra, maka kita harus mengetahui dan memahami masalah-masalah agar dapat mencapai hasil terapi yang diharapkan. Maka proses terapi harus dilakukan secara cermat dan benar, mulai dari penegakan diagnosa hingga menetukan langkah terapi. Disamping itu juga diperlukan adanya lampiran atau catatan medik untuk mendukung proses fisioterapi dalam mengatasi beberapa kasus tertentu.

1. Proses Pemecahan Masalah Fisioterapi

Langkah pengkajian dimulai dari anamnesis diikuti dengan inspeksi, palpasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan gerak dan pemeriksaan khusus /mendukung. a. Pengkajian

1) Anamnesis

Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara terapis dengan sumber data. Anamnesis yang digunakan pada kondisi ini menggunakan metode autoanamnesis yaitu: Mengadakan tanya jawab secara langsung kepada penderita tentang keluhan atau gangguan yang timbul sehubungan dengan penyakitnya, autoanamnesis dilakukan pada tanggal 9 Desember 2008. Anamnesis terdiri dari dua macam, yaitu:


(65)

Anamnesis umum yang berisi tentang identitas penderita seperti nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat dan pekerjaan. Dalam hal ini didapatkan data pasien bernama Tn. X, umur 32 tahun, jenis kelamin Laki-laki, agama Islam, pekerjaan TNI AL, dengan alamat Mess Perwira TNI AL Surabaya.

(1) Anamnesis khusus yang berisi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan riwayat penyakit yang diderita oleh pasien sekarang, antara lain:

(a) Keluhan utama

Keluhan utama terdiri dari satu atau lebih gejala dominan yang mendorong penderita untuk mencari pertolongan. Keluhan yang dirasakan pada pasien ini adalah nyeri pada kaki kanan, kaki kanan sulit untuk digerakkan, dan terdapat bengkak pada kaki kanan

(b) Riwayat penyakit sekarang

Pasien ditanya mengenai riwayat perjalanan penyakitnya. Riwayat perjalanan penyakit menggambarkan proses terjadinya secara kronologis dengan jelas dan lengkap, tentang bagaimana masing – masing gejala timbul, serta tindakan apa saja yang sudah dilakukan pasien untuk mengatasi keluhan tersebut. Dalam hal ini pada tanggal 30 November 2008 pasien yang mengendarai motor mengalami kecelakaan lalu lintas kemudian pasien dirawat inap di RSAL Surabaya. Pada tanggal 1 Desember 2008 dilakukan operasi penanaman pen. Pada Tanggal 9 Desember pasien datang ke fisioterapi untuk melaksanakan rujukan dokter Rehab Medik.


(66)

(c) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang pernah dialami pasien yang berhubungan dengan munculnya keluhan sekarang. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi dan juga diabetes mellitus. Pasien belum pernah mengalami sakit yang sama (fraktur).

(d) Riwayat Pribadi

Riwayat pribadi digunakan untuk mengetahui kebiasaan pasien sehari-hari yang kemudian berkaitan dengan penyakit yang dideritanya. Pasien adalah seorang TNI AL yang hobi berolahraga sepak bola.

(e) Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga merupakan penelusuran adanya penyakit yang bersifat menurun atau menular dari orang tua atau keluarga. Pada kasus ini penyakit yang diderita bukan penyakit menular ataupun penyakit herediter dan hanya pasien yang menderita penyakit seperti ini.

(f) Anamnesis sistem (1) Kepala dan leher

Kepala pasien merasakan pusing, berkunang-kunang tetapi leher tidak terasa kaku.

(2) Sistem kardiovaskuler

Pasien tidak merasakan jantungnya berdebar-debar dan tidak merasa nyeri dada

(3) Sistem respirasi


(67)

(4) Sistem gastrointestinal BAB lancar dan terkontrol (5) Sistem urogenitalis

BAK lancar dan terkontrol (6) Sistem musculoskeletal

Adanya nyeri gerak pada kaki kanan, kelemahan menggerakkan kaki kanan, dan terdapat bengkak pada kaki kanan.

(7) Sistem nervorum

Tidak ada rasa kesemutan, dan juga nyeri menjalar.

2) Pemeriksaan fisik

a) Pemeriksaan tanda-tanda vital

Dalam pemeriksaan ini didapat bahwa pasien memiliki tekanan darah 110/60 mmHg, denyut nadi 100x/menit, frekuensi pernapasan 16x/menit, temperatur 36,7oC, tinggi badan 169 cm, berat badan 84 kg.

b) Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat atau mengamati kondisi pasien secara langsung. Inspeksi statis dalam hal ini didapat bahwa kondisi umum pasien baik, adanya elastis bandage pada daerah paha sampai maleolus, adanya bengkak pada lengan atas sebelah kanan. Inspeksi dinamisnya pada saat kaki kanan pasien digerakkan pasien seperti menahan nyeri, dan terdapat bengkak pada kaki kanannya.


(68)

c) Palpasi

Palpasi adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara meraba, menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien yang mengalami gangguan. Dalam pemeriksaan ini didapat bahwa pada daerah kaki kanan lebih hangat dibandingkan daerah yang lain, adanya bengkak pada kaki kanan, dan adanya nyeri tekan pada kaki kanan daerah ankle, gastrocnemeus, hamstring dan quadriceps.

d) Perkusi

Perkusi adalah cara pemeriksaan dengan cara mengetuk bagian tubuh pasien. Pada pemeriksaan ini tidak dilakukan.

e) Auskultasi

Auskultasi adalah cara pemeriksaan dengan menggunakan indera pendengar dan biasanya menggunakan alat bantu seperti stetoskop. Pada pemeriksaan ini tidak dilakukan.

f) Pemeriksaan gerak dasar

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan gerak pasif, gerak aktif dan gerak aktif melawan tahanan.

(1) Gerak Pasif

1. HIP

• Abduktor = pasien mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak.

• Adduktor = pasien mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak.


(69)

• Fleksor = pasien mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak.

• Ekstensor = pasien mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak.

2. KNEE

• Fleksor = mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak.

• Ekstensor = mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak.

3. ANKLE

• Dorsal Fleksi = mampu digerakkan, full ROM, ada nyeri, end feel lunak.

• Plantar Fleksi = mampu digerakkan, full ROM, ada

nyeri, end feel lunak. (2) Gerak Aktif

AGA = pasien mampu bergerak aktif, full ROM, tidak ada nyeri. AGB = dextra

1. HIP

• Abduktor = pasien mampu bergerak aktif, tidak full ROM, ada nyeri.

• Adduktor = pasien mampu bergerak aktif, tidak full ROM, ada nyeri.


(70)

• Fleksor = pasien mampu bergerak aktif dengan bantuan fasilitasi oleh terapis, tidak full ROM, ada nyeri.

• Ekstensor = pasien mampu bergerak aktif dengan bantuan fasilitasi oleh terapis, tidak full ROM, ada nyeri.

2. KNEE

• Fleksor = pasien mampu bergerak aktif dengan bantuan fasilitasi oleh terapis, full ROM, ada nyeri.

• Ekstensor = pasien mampu bergerak aktif dengan bantuan fasilitasi oleh terapis, tidak full ROM, ada nyeri.

3. ANKLE

• Dorsal fleksi = pasien mampu bergerak aktif, tidak full ROM, ada nyeri.

• Plantar fleksi = pasien mampu bergerak aktif, tidak full ROM, ada nyeri.

(3) Gerak aktif melawan tahanan

Pasien belum mampu melawan tahanan pada semua gerakkan yang melibatkan kaki kanan.

g) Kognitif, intrapersonal dan interpersonal (1) Kognitif

Kognitif adalah cara pemeriksaan pengetahuan pasien yang mengkaitkan perilaku manusia dengan susunan saraf otak. Dari


(71)

pemeriksaan ini didapat bahwa atensi dan memori pasien baik, pasien dapat menceritakan kejadian sewaktu kecelakaan dengan baik.

(2) Intrapersonal

Pasien mempunyai keinginan dan motivasi yang besar untuk sembuh. (3) Interpersonal

Pasien dapat diajak bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dengan terapis dalam melakukan tindakan terapis.

h) Kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas (1) Fungsional dasar

Pasien belum mampu duduk, berdiri dan berjalan secara mandiri. (2) Fungsional aktivitas

- Pasien mampu makan dan minum dengan bantuan - Pasien mampu berpakaian dengan bantuan

- Pasien mampu mandi dengan bantuan - Pasien mampu pergi ke toilet dengan bantuan (3) Lingkungan aktivitas

Daerah lingkungan aktivitas pasien seperti Mess tempat tinggal pasien sempit dan untuk ke kamar mandi menempuh jarak ±5 meter. Tempat kerja pasien dari tempat tinggal cukup jauh yaitu 1 kilo meter biasanya ditempuh dengan kendaraan.

3) Pemeriksaan Spesifik

Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk mengetahui informasi yang belum jelas, sehingga fisioterapis mempunyai dasar untuk memperkuat


(72)

diagnosa fisioterapi. Pemeriksaan spesifik pada kasus fraktur femur 1/3 distal dextra antara lain:

a) Nyeri dengan Verbal Descriptive Scale (VDS)

Pada pemeriksaan ini didapatkan informasi tentang nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pemeriksaan VDS ini bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosa fisioterapi, menentukan jenis terapi yang akan diberikan dan sebagai bahan evaluasi. VDS merupakan cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu 1: tidak nyeri, 2: nyeri sangat ringan, 3: nyeri ringan, 4: nyeri tidak begitu berat, 5: nyeri cukup berat, 6: nyeri berat, 7: nyeri tidak tertahankan. Diperoleh pada kasus ini dalam keadaan diam (nyeri diam) nilai 3, pada saat ditekan (nyeri tekan) nilai 7, pada saat gerak (nyeri gerak) nilai 6.

b) Antropometri dengan midline

Pengukuran lingkar segmen tubuh bertujuan untuk mengetahui atropi otot, bengkak dan membantu menegakkan diagnosa fisioterapi dan sebagai bahan untuk evaluasi. Pada kondisi post ORIF fracture femur 1/3 distal dextra, terdapat bengkak pada ankle kanan. Alat ukur yang digunakan adalah midline dengan satuan cm.

Posisi pasien terlentang, terapis disisi kaki yang akan diukur. Kemudian lingkaran meteran dan catat berapa lingkar segmen diukur. Untuk pengukuran ini sebagai pokoknya adalah maleolus lateralis. Pengukuran lingkar segmen pada kaki kanan dan kaki kiri juga dilakukan sebagai perbandingan.


(1)

5. Kemampuan Aktivitas Fungsional

Pasien merasa nyeri sehingga membatasi aktivitas yang berpengaruh pada kemampuan fungsional.

Garafik 6

Peningkatan kemampuan fungsional.

0 20 40 60 80 100

T1 T2 T3 T4 T5 T6

kontrol BAK kontrol BAB berpakaian berjalan  mandi toileting kebersihan diri

Grafik diatas dapat dilihat adanya peningkatan kemampuan fungsional, pertama kali terapi nilai 60 yang berarti ketergantungan berat, menjadi 95 berarti ketergantungan ringan. Latihan transfer bertahap seperti miring dari posisi terlentang, dari posisi miring ke duduk, sebelum dilakukan latihan ambulasi, terlebih dahulu latihan keseimbangan.

Latihan jalan diberikan jika pasien mampu dalam menjalani aktivitas fungsional seperti makan, minum, memakai baju, kemampuan jalan atau aktivitas perwatan diri, baik secara mandiri maupun dibantu orang lain. Digunakan indeks kemampuan fungsional yaitu Indeks Barthel.


(2)

BAB V

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Penulisan karya tulis ilmiah ini dapat diambil kesimpulan bahwa fraktur femur 1/3 distal dextra, banyak terjadi dan sering dialami oleh seseorang baik remaja dan usia lanjut. Fraktur ini dapat disebabkan oleh karena trauma secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan operasi orif dengan internal fiksasi

berupa pemasangan plate and screw adalah suatu tindakan operatif yang dilakukan dengan tujuan memfiksasi tulang yang mengalami perpatahan.

Fiksasi ini diharapkan akan mendapatkan keuntungan seperti reduksi tepat, mencegah terjadinya peradangan pada tulang dan stabilitasnya segera. Dengan gerakan lebih awal permasalahan akibat operasi ini dapat diminimalkan. Berbagai permasalahan yang timbul pada kondisi ini antara lain.

1) Permasalahan umum pada pasca operasi, yaitu gangguan pernafasan, nyeri, oedema, penurunan lingkup gerak sendi panggul dan lutut serta penurunan kekuatan otot tungkai kanan.

2) Permasalahan pada impairment, functional limitation, dan disability, yaitu mendapatkan penanganan ambulasi. Berbagai permasalahan itu harus segera mendapatkan penanganan fisioterapi sehingga adanya komplikasi yang bersifat menetap dapat dihindari. Sehubungan dengan permasalahan tersebut tujuan dari penatalaksanaan fisioterapi: penanganan pasca operasi, mengurangi


(3)

oedema, menigkatkan kekuatan otot, menambah lingkup gerak sendi panggul dan lutut dengan modalitas fisioterapi berupa terapi latihan.

Keberhasilan terapi yang diberikan selama 6 kali terapi didapatkan hasil sebagai berikut: (1) berkurangnya nyeri diam T1 : 3 (nyeri sangat ringan), T6 : 1(tidak timbul nyeri), nyeri gerak T1 : 6 (nyeri berat), T6 : 3 (nyeri ringan), nyeri tekan T1: 7 (nyeri tak tertahankan), T6 : 2(tidak timbul nyeri), (2) lingkup gerak sendi (LGS) T1: aktif hip kanan S:0-0-5, F:0-0-5, pasif hip kanan, S:0-0-25, F:0-0-15, T6 aktif hip kanan S:15-0-45, F:40-0-20, T1 knee kanan S:0-0-15, pasif knee kanan S:0-0-35, T6 aktif knee kanan S:0-0-30, pasif knee kanan S:0-0-60, (3) Manual mascle testing (MMT) nilai kekuatan otot meningkat T1 flexsor hip: 2,

abduktor hip: 3-, adduktorhip: 3-, flexsorknee : 2-, extensor knee: 2-, T6flexsor

hip: 3, extensorhip: 2, abduktor hip: 3, adduktorhip: 3, flexor knee: 3, extensor knee 3. (4) Antropometri berkurangnya bengkak (oedema) dari T1 sampai T6 mengalami penurunan. (5) Aktifitas fungsional dapat dievaluasi bahwa pasien dalam aktifitas sehari-hari pasien sudah dapat berjalan dengan alat bantu walker

dengan metode NWB (NonWieghtBearing).

B.Saran

Fraktur femur 1/3 distal dextra post operasi ORIF dengan pemasangan

plate and screw tersebut, telah teridentifikasi dan terinterpretasi masalah baru dilakukan dengan baik. Dukungan pasien dan keluarga sangat menentukan keberhasilan untuk mendukung lancarnya program fisioterapi yang telah


(4)

ditetapkan, maka diharpakan kepada pasien memperhatikan dan melaksanakan latihan-latihan dirumah sesuai yang telah diajarkan terapis.

Walker hendaknya tungkai yang sakit tetap menggantung 3 minggu NWB (non weight bearing) yang kemudian diteruskan dengan PWB (parsial weight bearing) pasien dapat menapak kaki tidak penuh, setelah dapat menapak penuh diteruskan FWB (fullweightbearing).

Keberhasilan program fisioterapi pada penderita sangat dipengaruhi oleh adanya kerjsama antara fisioterapi, keluarga dan penderita. karena itu hendaknya pasien benar-benar melaksanakan perintah dari dokter, kerjasama dengan baik dengan fisioterapi dan pasien dianjurkan untuk berlatih sesuai dengan yang diprogramkan fisioterapi. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah kesembuhan pasien sendiri.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Appley.A.Gaham,(1995), Buku Ajar Orthopedic dan Fraktur Sistem Apply, Alih Bahasa Edi Nugroho, Edisi Ketuju. Widya Medika,Jakarta.

Basmajian.(1982). Therapeutic Exercise United States Of American Rehabilitation, William dan Wilkins. Baltimore USA.

Bhon Stafleu Van Loghum. (1990). Pemeriksaan alat pengerak tubuh. Cetakan Kedua. Houten. Belanda.

Bloch, Bernard,(1978). Fraktur dan Dislokasi. Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta.

Behrens F, (1988), External Fixation, Currents Orthopedi 2, New York.

Chusid, J.G. (1993) Neurologi Korelatif dan Neurologi Functional. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Corolla R, Robert, (1990), Human Anatomy and Physiologi, Mc Grow Hill Publising Company: New York.

Dorland. (1995). Kamus Kedokteran. Edisi 26. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Gardiner, M. Denna.(1996), The Principle of Exercise Therapy. Fourth Edition. Bel and Hyman. London.

Guyton, et Hall, (2006), Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

J,N. Anton. (1996) Kapita Selekta Troumatologik dan Orthopedic, Edisi Ketiga. Penerbit buku kedokteran EGC.Jakarta Hal 35-37.

Kapanji, LA. (1997). The physiologi of the joint. Edition 5, Gruchill Livingtone, Endinburg London, Melbourne and New York.

Kisner, et.al.(1996). TherapeuticExercise Foundation and Techniques. Edisi 3. F.A, Davis Company, Phyladelpia. HAL 339-412.

Kotlle dalam Krusen, Frank, W.et.al.(1991), Hand Book at Physical medicine and Rehabilitation.W.B. Sanders. Phyladelpia.


(6)

Mardiman, Sri. dkk,(1998), Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi Komprehensip Pada Nyeri. Surakarta.

Melzack and will: Diedit oleh Slamet Parjoto, (1996), Pelatihan Penatalaksanaan Komprehensip Pada Nyeri. Surakarta.

Phillip.T.F. and Contreras, D.M (1990). Mojor Orthopaedic Surgery of Fracture in Patients Who Have Multiple Injuries, Journal of Bone and Joint Surgery. New York.

Putz and Pabst, (2005), Atlas Anatomi Manusia,Edisi 21, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Syafudin, (1995). Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Spalteholz, wenner and rudofl spanner, (1985). Atlas Anatomi Manusia, Edidisi 5, Penerbit EGC, Jakarta.


Dokumen yang terkait

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DEXTRA 1/3 TENGAH Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Post Operasi Fraktur Femur Dextra 1/3 Tengah Dengan Pemasangan Plate And Screws Di RS Orthopedi Prof Dr. Soeharso Surakarta.

0 1 16

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DEXTRA 1/3 TENGAH DENGAN Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Post Operasi Fraktur Femur Dextra 1/3 Tengah Dengan Pemasangan Plate And Screws Di RS Orthopedi Prof Dr. Soeharso Surakarta.

0 1 15

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR TIBIA 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSOP DR.SOEHARSO SURAKARTA.

0 2 5

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR TIBIA 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSOP DR.SOEHARSO SURAKARTA.

0 3 5

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA.

0 0 7

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA.

0 1 7

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OREF FRAKTUR TIBIA 1/3 DISTAL PROKSIMAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW.

0 1 5

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO. PROF DR. R SOEHARSO SURAKARTA.

0 0 8

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PASCA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA.

0 0 7

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PASCA OPERASI PEMASANGAN PLATE AND SCREW Penatalaksanaan Fisioterapi Pasca Operasi Pemasangan Plate And Screw Pada Fraktur Femur Dextra 1/3 Distal Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

0 0 14