Tinjauan Kepustakaan Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pengaturan Tindak Pidana Narkotika di Indonesia

1. Untuk mengetahui konsep kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan. 2. Untuk mengetahui kebijakan hukum pidana terhadap pengaturan tindak pidana narkotika di Indonesia. E. Manfaat Penulisan Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat secara Teoritis Yaitu, penulisan ini bisa dijadikan sebagai bahan kajian untuk memberikan informasi-informasi pengetahuan tentang hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya. Lebih lagi khususnya menambah pengetahuan hukum tentang kebijakan hukum pidana terhadap pengaturan tindak pidana narkotika di Indonesia. 2. Manfaat secara Praktis Yaitu, bisa memberikan informasi dan bahan masukan serta kontribusi pemikiran bagi aparat penegak hukum, baik polisi, jaksa, hakim maupun pengacara dan juga kepada masyarakat umum mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan hukum pidanal terhadap pengaturan tindak pidana narkotika di Indonesia.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Kebijkan Hukum Pidana Penal Policy Istilah “kebijakan” berasal dari bahasa Inggris “policy” atau bahasa Belanda “politiek”. Istilah ini dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan Universitas Sumatera Utara dengan kata “politik”, oleh karena itu kebijakan hukum pidana biasa disebut dengan juga dengan politik hukum pidana. Berbicara mengenai politik hukum pidana, maka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai politik hukum secara keseluruhan karena hukum pidana adalah salah satu bagian dari ilmu hukum. Oleh karena itu sangat penting untuk dibicarakan tentang politik hukum. 10 Menurut Soedarto, politik hukum adalah usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik dengan situasi dan kondisi tertentu. Secara mendalam dikemukan juga bahwa politik hukum merupakan kebijakan negara melalui alat-alat perlengkapannya yang berwenang untuk menetapkan peraturan- peraturan yang dikehendaki dan diperkirakan dapat digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dalam rangka mencapai apa yang dicita-citakan. 11 Senada dengan pernyataan di atas, Solly Lubis juga menyatakan bahwa politik hukum adalah kebijaksanaan politik yang menentukan peraturan hukum apa yang seharusnya berlaku mengatur berbagai hal kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 12 Mahmud M.D., juga memberikan defenisi politik hukum sebagai kebijakan mengenai hukum yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh p emerintah. Hal ini juga mencakup pula pengertian tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada dibelakang pembuatan dan penegakan hukum itu. Dalam konteks ini hukum tidak bisa hanya dipandang sebagai pasal-pasal yang bersifat imperatif, melainkan harus 10 Mahmud Mulyadi, Op. Cit., hlm. 65. 11 Ibid., hlm. 65-66. 12 Ibid. Universitas Sumatera Utara dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataannya bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materinya pasal-pasal, maupun dalam penegakannya. 13 Berdasarkan pengertian tentang politik hukum sebagaimana dikemukakan di atas, maka secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa politik hukum pidana merupakan upaya menentukan ke arah mana pemberlakukan hukum pidana Indonesia masa yang akan datang dengan melihat penegakannya saat ini. Hal ini juga berkaitan dengan konseptualisasi hukum pidana yang paling baik untuk diterapkan. 14 Lebih lanjut Soedarto mengungkapkan bahwa melaksanakan melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan dalam rangka mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dengan memenuhi syarat keadilan dan dayaguna. 15 Marc Ancel menyatakan politik hukum pidana merupakan suatu ilmu sekaligus seni yang mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman kepada pembuat undang-undang, pengadilan yang menerapkan undang-undang dan kepada para pelaksana putusan pengadilan. 16 A. Mulder mengemukakan secara rinci tentang runag lingkup politik hukum pidana yang menurutnya bahwa politik hukum pidana adalah garis kebijakan untuk menentukan: 17 13 Ibid. 14 Ibid. 15 Ibid. 16 M. Hamdan, 1997, Politik Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 20. 17 Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hlm. 23-24. Universitas Sumatera Utara 1. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu dilakukan perubahan atau diperbaharui; 2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya kejahatan; 3. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan. Defenisi Mulder di atas bertolak dari pengertian “sistem hukum pidana” menurut Marc Ancel yang menyatakan, bahwa tiap masyarakat yang terorganisir memiliki sistem hukum pidana yang terdiri dari: a peraturan-peraturan hukum pidana dan sanksinya, b suatu prosedur hukum pidana, dan c suatu mekanisme pelaksanaan pidana. 18 . Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal. Dengan perkataan lain, dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian “kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana”. 19 2. Pengertian Tindak Pidana Narkotika a. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Istilah ini terdapat dalam WvS Belanda, yang terdapat dalam WvS Hindia Belanda KUHP, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Para ahli hukum berusaha 18 Ibid. 19 Ibid. Universitas Sumatera Utara untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, tetapi belum ada keseragaman pendapat saat ini. 20 Istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah sebagai berikut: 21 a. Tindak pidana, dapat dikatakan berupa istilah yang sering ditemukan dalam perundang-undangan kita. Hampir seluruh peraturan perundang- undangan menggunakan istilah tindak pidana misalnya UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ahli yang menggunakan istilah ini seperti Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH. b. Perbuatan pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatno dalam berbagai tulisan beliau, misalnya dalam buku Asas-asas Hukum Pidana. c. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya Mr. Tresna dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, Prof. A. Zainal Abidin, SH. dalam buku beliau Hukum Pidana. d. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dijumpai dalam berbagai literatur misalnya Prof. Utrecht, walaupun juga beliau menggunakan istilah lain yakni peristiwa pidana dalam buku Hukum Pidana I. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan beliau sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana 20 Adami Chazawi, 2008, Pelajaran Hukum Pidana I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 67. 21 Ibid. Universitas Sumatera Utara disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Simons menyatakan strafbaar feit adalah suatu tindakan melawan hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum. Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa tindak pidana itu suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana. 22 Istilah tindak pidana sebagai terjemaahan strafbaar feit adalah diperkenalkan oleh pihak pemerintah yaitu Departemen Kehakiman. Istilah ini banyak dipergunakan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang- Undang Tindak Pidana Narkotika, dan Undang-Undang mengenai Pornografi yang mengatur secara khusus Tindak Pidana Pornografi. 23 Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku dan gerak-gerik jasmani sesorang. Hal-hal tersebut juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah telah melakukan tindak pidana. Kewajiban untuk berbuat tetapi dia tidak berbuat, yang di dalam undang- undang menentukan pada pasal 164 KUHP, ketentuan dalam pasal ini mengharuskan seseorang untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila akan timbul kejahatan ternyata dia tidak melaporkan, maka dia dapat dikenakan sanksi. 24 Soedarto berpendapat bahwa pembentuk undang-undang sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana. Beliau lebih condong memakai istilah 22 Ibid., 75. 23 Teguh Prasetyo, 2011, Hukum Pidana: Edisi Revisi, Rajawali Press, Jakarta, hlm., 50. 24 Ibid. Universitas Sumatera Utara tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Pendapat Soedarto diikuti oleh Teguh Prasetyo karena pembentuk undang-undang sekarang selalu mengggunakan istilah tindak pidana sehingga istilah tindak pidana itu sudah mempunyai yang dipahami oleh masyarakat. 25 Berbagai defenisi yang dikemukan di atas, bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, di mana pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum juga perbuatan yang bersifat pasif tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum. 26 b. Pengertian Tindak Pidana Narkotika Pengertian narkotika secara umum adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukan ke dalam tubuh. Istilah narkotika yang dipergunakan di sini bukanlah “narcotics” pada farmacologie farmasi, melainkan sama artinya dengan “drug” yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh pemakai, yaitu: 27 a. mempengaruhi kesadaran; b. memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia; c. pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa: 25 Ibid. 26 Ibid., hlm. 51. 27 Moh. Taufik Makaro, Suhasril, Moh. Zakky A.S., Op. Cit., hlm. 16. Universitas Sumatera Utara 1. penenang; 2. peransang bukan ransang seks; 3. menimbulkan halusinasi pemakainya tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan, kehilangan keadaran akan waktu dan tempat. Soedarto menyatakan bahwa perkataan narkotika berasal dari perkataan Yunani “Narke” yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa. Biro Bea dan Cukai Amerika Serikat menyatakan bahwa narkotika adalah candu, ganja, kokain, zat-zat yang bahan mentahnya diambil dari benda-benda tersebut, yakni morphine, heroin, codein, hasisch, cocain. Dan termasuk juga narkotika sintesis yang menghasilkan zat-zat, obat-obat yang tergolong dalam Hallucinogen dan stimulant. 28 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 29 Tindak pidana narkotika dapat diartikan dengan suatu perbuatan yang melanggar ketentuan–ketentuan hukum narkotika, dalam hal ini adalah Undang- Undang no. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan-ketentuan lain yang termasuk dan atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut. Tindak pidana narkotika juga dapat dikatakan adalah penggunaan atau peredaran 28 Ibid., hlm. 16-17. 29 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Universitas Sumatera Utara narkotika yang tidak sah tanpa kewenangan dan melawan hukum melanggar UU Narkotika. 30 Bentuk tindak pidana narkotika yang umum dikenal antara lain: 31 a. Penyalahgunaan melebihi dosis; b. Pengedaran narkotika; c. Jual beli narkotika.

G. Metode Penelitian