Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
53
a Terpidana tidak dapat diampuni lagi karena tindak kejahatan yang dilakukan
sudah tidak dapat ditolerin. , dan Pasal 10 ayat
2 yang lebih spesifik berbunyi: “Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan dalam lingkup Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara”.
1. Alasan Grasi ditolak Presiden
Presiden menolak grasi pada umumnya karena alasan-alasan yang logis dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain:
b Terpidana Melakukan pembunuhan sadis; sebagai contoh: Antasari sebagai
dalang pembunuhan Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen, sehingga MA menilai dalam mengungkap otak pelaku kejahatan,
fakta TKP tidak bisa memutus tanggung jawab hukum antara otak pelaku dengan cara kejahatan tersebut bekerja.
c Terpidana tidak dapat diampuni lagi karena melakukan pembunuhan
berencana; sebagai contoh: Yulianto Bin Wiro Sentono melakukan pembunuhan berencana grasi ditolak dan divonis hukuman mati.
d Terpidana kasus narkoba sebagai pengedar kelas atas; sebagai contoh 85
persen yang ditolak Presiden SBY adalah dalam kasus permohonan grasi kasus narkoba.
54
Pemberian grasi tidak layak diberikan kepada terpidana mati kasus narkoba memiliki beberapa alasan: Pertama, kejahatan narkoba merupakan kejahatan serius
53
Lembaran NegaraRI Tahun 2004 No. 08
54
http:jambi.tribunnews.com20121108denny-presiden-tolak-107-permohonan-grasi
Universitas Sumatera Utara
seperti halnya kejahatan terorisme. Kedua, keadilan bagi si korban khususnya korban pengguna narkoba menjadi alasan kuat perlunya hukuman berat bagi pelaku kejahatan
narkoba. Ketiga, narkoba dapat berakibat pada rusaknya generasi muda pengguna narkoba.
2. Alasan Grasi Dikabulkan Presiden
Alasan pemberian Grasi dapat diberikan dengan mempertimbangkan keadaan terpidana yang sakit atau tidak mampu untuk menjalani pidana, terpidana yang
berkelakuan baik selama berada di lembaga permasyarakatan, dimana terpidana yang diberikan Grasi tersebut memang dapat dipandang pantas untuk mendapatkan
pengampunan. Presiden didalam memberikan keputusan atas suatu permohonan Grasi, mempertimbangkan secara arif dan bijaksana hal-hal yang terkait dengan
tindak pidana yang telah dilakukan oleh terpidana. Sehingga Kriteria yang dijadikan petimbangan bagi Presiden dalam pemberian Grasi, juga berdasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan lain di luar hukum, seperti pertimbangan politik, termasuk yang menyangkut pertimbangan kemanusiaan, tetap menjunjung tinggi rasa
keadilan dan kepastian hukum.
UU grasi tidak menentukan terpidana kejahatan apa yang dapat atau tidak dapat diberikan grasi sehingga semua terpidana dapat diberikan grasi. Undang –
undang grasi juga tidak menentukan alasan-alasan yang dapat digunakan oleh pemohon untuk mengajukan grasi ataupun alasan-alasan yang dapat digunakan oleh
presiden untuk mengabulkan permohonan itu. Hal ini berbeda dengan remisi yang diberikan berdasarkan perilaku terpidana sebagai warga binaan di lembaga
permasyarakatan. Berdasarkan PP Nomor 32 Tahun 1999 yang telah diubah dengan PP Nomor 28 Tahun 2006, remisi dapat ditambah apabila terpidana berbuat jasa
Universitas Sumatera Utara
kepada Negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau kemanusiaan, atau melakukan perbuatan yang membantu kegiatan lembaga
permasyarakatan. Ketentuan Pasal 34 ayat 3 PP Nomor 28 Tahun 2006 juga menyatakan bahwa terhadap terpidana narkotika dapat diberikan remisi apabila
berkelakuan baik dan telah menjalani 13 masa pidana. Alasan permohonan dan pemberian grasi tidak jauh beda dengan alasan pemberian remisi, yaitu kondisi dan
perilaku terpidana. Kondisi terpidana merupakan alasan yang bersifat kemanusiaan, yaitu kesehatan terpidana baik fisik maupun mental.
Presiden mengabulkan grasi kepada terpidana memang sudah dipikirkan secara matang dan tidak asal buat, ada beberapa alasan presiden mengabulkan grasi
antara lain: a
berdasarkan UUD 1945 Pasal 14, Presiden diberikan kewenangan untuk memberikan grasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
b mekanismenya dapat dipertanggungjawabkan. Presiden tidak cukup
mendengarkan pertimbangan Mahkamah Agung, tetapi juga saran dari kabinet, seperti Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Menteri
Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan Kapolri. c
kecenderungan hukuman mati yang makin berkurang di dunia. Dari 198 negara, yang menerapkan hukuman mati itu ada 44 negara, termasuk
Indonesia. Adapun negara lainnya, ada yang sama sekali melarang, ada yang melarang untuk kejahatan tertentu, ada juga yang tidak melaksanakan dalam
10 tahun, atau moratorium. d
ada kaitannya juga dengan upaya pemerintah untuk mengadvokasi warga negara Indonesia di luar negeri. Sekarang, ada 298 WNI yang diancam
hukuman mati di luar negeri dalam periode Juli 2011-4 Oktober 2012.
Universitas Sumatera Utara
e grasi diberikan dengan selektif. Selama masa kepemimpinan Presiden SBY
sejak 2009 lalu, terdapat 126 permohonan grasi dan hanya 19 permohonan yang dikabulkan. Berarti, 85 persen permohonan ditolak dan 15 persen
dikabulkan.
55
f Alasan Kemanusiaan.
Presiden tentu saja sudah melakukan pertimbangan yang cukup matang untuk melaksanakan kewenangannya dalam memberikan Grasi. Karena Grasi bukan suatu
bentuk proses yustisial karena tindakan ini tidak didasarkan pada pertimbangan hukum, tetapi pada pertimbangan kemanusiaan atau pertimbangan-pertimbangan lain
di luar hukum seperti pertimbangan politik dan lain sebagainya. Ada sisi kecerobohan yang dilakukan Presiden yang melenceng dari peraturan perundangan. Undang-
undang tidak menentukan pertimbangan apa yang harus digunakan Presiden untuk memberikan Grasi, namun undang-undang menyebutkan bahwa Presiden memberikan
Grasi dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung. Pemberian grasi layak diberikan kepada terpidana mati kasus narkoba
memiliki beberapa pandangan: Pertama, pemberian grasi tidak serta merta diberikan pada setiap permohonan grasi. Pemberian grasi dapat dipertimbangkan dengan
melihat latar belakang mengapa terpidana melakukan tindak pidana yang berakibat pada hukuman mati. Apabila dari segi kemanusiaan si pemohon grasi tersebut layak
untuk diberikan grasi tentu grasi tersebut dapat diberikan. Kedua, Pertimbangan pemberian grasi terhadap terpidana mati sejalan dengan upaya pemerintah dalam
mencegah adanya hukuman mati di luar negeri, khususnya terhadap ancaman hukuman mati yang dialami WNI yang sedang bekerja di luar negeri. Banyak
55
http:nasional.kompas.comread2012102316090695Lima.Alasan.Presiden.Memberi kan.Grasi.Kasus.Narkoba.
Universitas Sumatera Utara
ancaman hukuman mati dialami oleh WNI karena terpaksa melakukan kejahatan dengan alasan kemanusiaan.
Alasan Presiden memberi grasi kepada terpidana narkoba antara lain : 1 di Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945, dijelaskan bahwa Presiden bisa memberikan
grasi dengan mempertimbangkan keputusan Mahkamah Agung; 2 Presiden tidak cukup dengan pertimbangan MA, tetapi juga telah mendengar Menteri Koordinator
Politik Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan Kepala Polri; 3 Presiden juga melihat kecenderungan semakin berkurangnya praktek hukuman mati yang ada di dunia, dari
198 negara, saat ini hanya 44 negara yang masih menerapkan hukuman mati, sementara sisanya, 154 negara, telah melarang hukuman mati serta melakukan
moratorium hukuman mati; 4 Ini juga untuk advokasi bagi WNI di luar negeri yang terancam hukuman mati. Saat ini sebanyak 298 WNI memang terancam hukuman
mati, dari periode 4 Juli 2011 hingga 4 oktober 2012. Dari 298 WNI, sebanyak 100 orang saat ini sudah berhasil lolos dari ancaman hukuman mati; 5 Dari 100 orang
yang lolos dari hukuman mati ini, 44 orang di antaranya terlibat kasus narkoba. Sedangkan dari 198 WNI yang saat ini masih terancam hukuman mati, 60 persen di
antaranya juga terlibat kasus narkoba. Alasan terakhir, meski mengeluarkan grasi, Presiden tetap mengeluarkan grasi secara selektif. Dari 126 permohonan grasi, hanya
19 permohonan grasi yang dikabulkan.
56
Pemberian grasi oleh presiden berdasarkan pertimbangan komprehensif. Pertimbangan tidak hanya dari MA dari sisi hukum saja, tetapi sisi keadilan dan
kemanusiaan. Meski dalam UUD disebutkan memperhatikan pertimbangan MA, tapi presiden juga dapat saran dari Menkopolhukam, Menkumham, dan Kapolri.
56
httptempo.coreadnews2012lima-alasan-presiden-memberi-grasi-terpidana- narkobadiakses tanggal 17 Desember 2012
Universitas Sumatera Utara
Kemudian dari BNN apabila kasus tersebut kasus narkoba. Salah satu dasar pertimbangan pemberian grasi kepada terpidana adalah untuk penegakan hak asasi
manusia. Pemberian grasi kepada terpidana harus dilakukan secara tepat untuk tercapainya perlindungan hak asasi manusia berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun
1945. Keputusan pemberian grasi oleh presiden harus memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dan ini diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2002 tentang grasi Pasal 11 Ayat 1 Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
Presiden sebelum memberikan grasi juga telah mempertimbangkan HAM dan sisi konstitusional beliau berdasarkan kewenangan presiden dalam undang-undang
dasar. Selain itu juga mempertimbangkan dari sisi kemanusiaan bahwa perubahan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup itu bukan berarti kepada yang
terhukum bebas. Hukuman seumur hidup bukan berarti yang bersangkutan bebas. Pertimbangan memberikan grasi kepada seseorang yang awalnya divonis hukuman
mati menjadi seumur hidup kepada seseorang itu juga mengait kepada unsur kemanusiaan. Karena yang bersangkutan sudah mengakui perbuatannya, mengaku
bersalah dan mengajukan grasi kepada presiden.
Mahkamah Agung mempunyai wewenang untuk: 1.
Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkup peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung;
Universitas Sumatera Utara
2. Sengketa kewenangan kompetensi pengadilan;
3. Permohonan peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang tetap inkracht; 4.
Menguji Perundang-undangan di bawah Undang-undang terhadap Undang- undang juditial review.
Selain beberapa hal tersebut, Mahkamah Agung juga mempunyai kewenangan untuk memberikan pendapat hukum atas pemerintahan presiden ataupun lembaga
Negara lainnya. Hal ini dianggap perlu agar Mahkamah Agung benar-benar dapat berfungsi sebagai rumah keadilan bagi siapa saja dan lembaga mana saja yang
memerlukan pendapat hukum mengenai suatu masalah yang dihadapi
57
. Mengenai hal ini, diatur dalam Pasal 27 Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman
58
Pasal 24 Amandemen Undang-undang Dasar 1945 jo. Pasal 1 Undang-undang No.4 Thun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyebutkan: “Kekuasaan
Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi
terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia”. Ketentuan tersebut mengandung makana bahwa kekuasan kehakiman itu bebas dari segala campur tangan
kekuasaan ekstra yudisial. Sehingga kekuasaan di luar kekuasaan kehakiman tidak diperkenankan untuk turut campur tangan dalam urusan pengdialan. Cabang
kekuasaan lainnya hanya dapat saling mengontrol dengan sistem check and balances, tanpa turut campur tangan.
, yang berbunyi: “Mahkamah agung dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hokum pada lembaga negara dan lembaga
pemerintah apabila diminta”.
57
Jimly Ashiddiqe, Op.Cit, hlm.193
58
Lembaran Negara RI Tahun 2004 No.08
Universitas Sumatera Utara
Apabila kita telusuri lebih lanjut, pada Pasal 4 ayat 3 Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dinyatakan: “Segala campur tangan
dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-undang Dasar 1945”. Pernyataan
ini mengandung makna pengecualian bagi Pasal 1 yang disebutkan sebelumnya. Maksudnya, mengenai campur tangan dalam kekuasaan kehakiman diperbolehkan
sejauh yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945. Pasal 14 Amandemen Undang-undang Dasar 1945, secara umum dapat
disimpulkan mengenai adanya intervensi atau campur tangan di bidang kekuasaan yudisial, yang dilakukan oleh Presiden. Jadi mengenai pemberian grasi yang
menyangkut dalam linkup kekuasaan yudisial peradilan. Pengabulan grasi, seseorang dapat lebih ringan, berkurang, atau bahkan hapus sama sekali pelaksanaan
pidana yang telah dijatuhkan oleh hakim. Seperti diketahui sebelumnya, permohonan grasi hanya dapat diajukan
terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap inkracht. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak
dapat dilawan dengan upaya hukum biasa, tapi dapat dengan jalan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa menurut KUHAP Undang-undang No.8 Tahun 1981,
terdiri dari: perlawanan verzet, banding, dan kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa terdiri atas: kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali keputusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukun tetap. Perincian lebih lanjut, putusan pengadilan dapat berupa:
1. bebas dari segala tuntutan vrijspraak;
Universitas Sumatera Utara
2. lepas dari segala tuntutan hukum ontslag van rechtsvervolging; 3. pemidanaan veroordelend vonnis.
Putusan pengadilan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pelaksanaan eksekusinya dilaksanakan oleh jaksa, dan pengawasannya dilakukan oleh
ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan Undang-undang. Dalam hal pemgajuan permohonan grasi, tidak dapat menunda pelaksanaan pemidanaan bagi
terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berupa pemidanaan dalam bentuk apapun, tidak
dapat dibatalkan dan diberikan putusan oleh kekuasaan pemerintahan di luar lingkup badan peradilan. Dengan kata lain, putusan tersebut tidak dapat diganggu gugat.
Pemberian grasi bukan dimaksudkan untuk menganulir hukum atau membatalkan hukum. Hukum telah ditegakkan. Pemberian grasi sifatnya hanya memberikan
pengampunan, tanpa meniadakan kesalahan terpidana.
C. Keberadaan Atau Eksistensi Pemberian Grasi di Indonesia