Gangguan Pendengaran Pada lansia

2. Perubahan Psikososial Lansia yang sehat secara psikososial dapat dilihat dari kemampuannya beradaptasi terhadap kehilangan fisik, sosial, dan emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian, dan kepuasan hidup.ketakutan menjadi tua dan tidak mampu produktif lagi memunculkan gambaran negatif tentang proses menua.

2.2 Gangguan Pendengaran Pada lansia

2.2.1 Defenisi Gangguan Pendengaran Pada Lansia Gangguan pendengaran merupakan suatu keadaan yang menyertai lanjutnya usia sebab lansia merupakan kelompok yang beresiko tinggi mengalami perubahan sensori pendengaran dan penglihatan dikarenakan perubahan fisiologis yang normal. Gangguan pendengaran menggambarkan kehilangan pendengaran di salah satu atau kedua telinga. Lansia yang mengalami gangguan pendengaran akan bisa menarik diri dari lingkungan sosialnya dengan menghindari komunikasi atau sosialisasi karena merasa terisolasi akibat ketidakmampuannya dalam berkomunikasi dengan orang lain Potter Perry, 2006. 2.2.2 Anatomi Telinga dan Perubahannya Telinga sebagai organ indera pendengaran secara normal berfungsi untuk mengirimkan suatu pola yang akurat ke otak dan semua suara yang diterima dari lingkungan, intensitas relatif suara, dan asal arah suara Potter Perry, 2006. Universitas Sumatera Utara Menurut Lueckenotte 1998, Telinga terbagi dalam tiga bagian yaitu telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrum, berisi reseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang suara ke dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang berespon pada gerakan kepala. Gambar 1. Anatomi Telinga Telinga luar terdiri dari aurikula atau pinna dan kanal auditorius eksternal. Fungsi telinga luar adalah untuk menerima suara. Aurikel tersusun atas sebagian besar kartilago yang tertutup dengan kulit. Komponen-komponen utamanya adalah heliks, antiheliks, antitragus, lobulus, konka, dan fossa triangular. Sesuai pertamabahan usia seseorang, kartilago terus dibentuk dalam telinga, dan kulit telinga berkurang elastisitasnya dan aurikel tampak lebih besar dari lobulus. Perubahan-perubahan yang menyertai proses penuaan ini adalah pengeriputan lobulus dalam suatu pola oblique linier.Saluran auditorius sedikit berbentu S yang kira-kira panjangnya 2,5 cm dan memanjang dari aurikel sampai dengan membran timpani. Pada proses penuaan, saluran menjadi dangkal sebagai akibat lipatan ke Universitas Sumatera Utara dalam pada dinding kanalis, silia menjadi lebih kasar dan kaku dan produksi serumen berkurang. Telinga tengah adalah bagian yang berisi-udara terletak di dalam tulang temporal, berfungsi memperkuat bunyi yang ditangkap. Bagiannya terdiri dari tiga tulang artikulasi-maleus, inkus, dan stapes-yang dihubungkan ke dinding ruang timpanik oleh ligamen. Membran timpani memisahkan telinga tengah dari kanalis auditorius eksternal. Vibrasi membran menyebabkan tulang-tulang bergerak dan mentransmisikan gelombang bunyi yang selanjutnya bergerak melalui cairan dalam telinga tengah dan merangsang reseptor pendengaran. Membran timpani sedikit cekung. Bagian atas membran timpani disebut pars flaksida dan bagian bawah pars tensa. Perubahan atrofi pada membran karena proses penuaan mengakibatkan penampilan dangkal, teregang, putih atau abu-abu. Perubahan ini tidak mempunyai pengaruh jelas pada pendengaran. Telinga dalam atau labirin, mengandung organ fungsional untuk mendengar. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang luar dan labirin membranosa dalam labirin tulang. Labirin tulang adalah struktur dan fungsi yang dibagi dalam tiga area yaitu vestibula, kanalis semisirkularis, dan koklea. Koklea adalah bagian yang menggulung yang berisi organ corti, unit fungsional pendengaran. Perubahan-perubahan degeneratif pada koklea dan neuron-neuron jaras auditorius yang lebih tinggi mengakibatkan presbikusis, bilateral, penurunan pendengaran sensorineural yang dimulai pada usia pertengahan. Kemampuan untuk mendengar bunyi frekuensi tinggi yang pertama Universitas Sumatera Utara kali dipengaruhi diikuti dengan bunyi dengan rentang menengah, kemudian bunyi dengan frekuensi rendah. 2.2.3 Jenis-jenis Gangguan Pendengaran pada Lansia Gangguan pendengaran merupakan suatu keadaan yang menyertai lanjutnya usia. Dengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer di organ corti berupa hilangnya sel epitel syaraf yang dimulai pada usia pertengahan, dan hal yang sama juga terjadi pada serabut aferen dan eferen sel sensorik dari koklea, dan penurunan elastisitas membran basalis di koklea dan membran timpani Darmojo Martono, 2000. Berbagai kelainan pendengaran dan organ yang berhubungan adalah: 1. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif yaitu kerusakan yang bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius, membran timpani atau tulang-tulang pendengaran. Keadaan ini paling mudah dikoreksi secara medis atau operatif. Penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif pada lansia adalah adanya serumen obturans, yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan lobang telinga dari serumen ini pendengaran bisa menjadi lebih baik. 2. Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural yaitu penyebab utamanya adalah kerusakan neuron vestibulokoklear akibat bising, presbikusis, obat yang oto-toksik, hereditas, reaksi pasca radang dan komplikasi aterosklerosis. Presbikusis atau kehilangan pendengaran neurosensori, senile atau progresif ditandai dengan disfungsi unsur sensorik telinga simetris sel rambut atau struktur telinga serat saraf koklear. Presbikusis sering terjadi pada lansia Universitas Sumatera Utara dan menyerang pria dan wanita, biasanya lebih banyak pada pria. Penyebab pastinya tidak diketahui, tetapi insiden kehilangan pendengaran sensorineural meningkat seiring pertambahan usia. Faktor resiko yang mempengaruhi presbikusis adalah terpajan suara bising, hiperkolesterol, hipertensi, faktor-faktor metabolik dan herediter. Tanda dan gejala yang dialami adalah sulit memahami orang berbicara dengan suara bernada rendah, sulit mendengar di percakapan kelompok dan tempat yang banyak suara latar yang bising, sulit membedakan bunyi β€œs” dan β€œth”, menganggap bicara orang lain seperti bergumam atau tidak jelas Fatimah, 2010. Presbikusis terbagi menjadi dua yaitu presbikusis perifer dan presbikusis sentral. Presbikusis perifer yaitu dimana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat bantu dengar masih cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriakberbicara terlalu keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga. Sedangkan presbikusis sentral, dimana lansia mengalami gangguan untuk mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang. Oleh karena itu percakapan dengan lansia harus sedikit lebih lambat tanpa mengabaikan irama dan intonasi Maryam, 2008. Universitas Sumatera Utara 2.2.4 Klasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran DerajatTingkat Gangguan Pendengaran Menurut WHO DerajatTingkat Gangguan Nilai Audiometri ISO rata-rata dari 500, 1000, 2000, 4000 Hz Gambaran Kerusakan 0 Tidak ada gangguan 10-25 Db Tidak ada atau sangat sedikit gangguan pendengaran. Masih dapat mendengar suara bisikan. 1 Gangguan ringan 26-40 dB Dapat mendengar dan mengulangi kata percakapan suara normal jarak 1 meter. 2 Gangguan sedang 41-60 dB Dapat mendengar dan mengulangi kata dengan menggunakan nada tinggi jarak 1 meter 3 Gangguan berat 61-80 Db Dapat mendengar beberapa kata dengan diteriaki ke telinga yang baik. 4 Gangguan sangat berat 81 dB atau lebih besar Tidak dapat mendengar dan mengerti walaupun sudah diteriaki dengan nada tinggi. Universitas Sumatera Utara 2.2.5 Pemeriksaan Gangguan Pendengaran Pada Lansia 1. Tes Garpu Tala Gambar 2. Garpu Tala a. Tes Rinne Tes Rinne membandingkan konduksi tulang dengan konduksi udara. Pada pasien normal atau tuli saraf, akan didapatkan konduksi udara lebih baik daripada tulang. Pada pasien tuli konduktif, konduksi tulang lebih baik daripada konduksi udara Satyanegara, 2010. Pemeriksaaan ini dilakukan di dalam ruangan yang tenang dan tidak bising. Sebelum dilakukan pemeriksaan, terlebih dahulu peneliti akan menjelaskan prosedur, tujuan, dan manfaat pemeriksaan kepada klien. Selanjutnya jika pasien sudah mau dan mengerti, pemeriksaan akan dilaksanakan. Tempatkan garpu tala yang bergetar pada tulang mastoid BC dan mulai memperhatikan waktu dalam detik. Instruksikan klien untuk menandakan kapan bunyi tidak lagi terdengar, dan dengan cepat pindahkan garpu tala yang masih bergetar ke liang telinga AC. Dan instruksikan kembali klien untuk menandakan kapan lagi bunyi sudah tidak terdengar. Perhatikan waktu dalam Universitas Sumatera Utara detik, dan lanjutkan pada telinga yang lainnya Leuckenotte, 1998. Hasil yang didapatkan dari uji Rinne adalah Positif bila masih terdengar dan negatif bila tidak ada terdengar. Interpretasi hasilnya yaitu positif jika hantaran udara AC 2 kali lebih lama dari normal, positif bila ACBC dinamakan tuli sensorineural, dan negatif bila ACBC atau AC=BC yang dinamakan tuli konduktif Widyawati, 2012. b. Uji Weber Tes weber dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan dengan cara meletakkan garpu tala yang sudah dibunyikan pada bagian tengah dahi pasien. Pemeriksaan dilakukan di dalam ruangan yang tenang , nyaman, dan tidak bising. Setelah peneliti menjelaskan tentang pemeriksaan, manfaat, dan tujuannya, peneliti langsung memulai tindakan. Pasien diminta mendengarkan bunyinya dan menentukan pada telinga mana bunyi lebih keras terdengar. Hasilnya adalah normal jika bunyi terdengar sama keras pada telinga kanan dan kiri tidak ada lateralisasi. Pada tuli saraf, bunyi terdengar lebih keras pada telinga sehat, sedangkan pada tuli konduktif bunyi terdengar lebih keras pada telinga yang mengalami gangguansakit Satyanegara, 2010. c. Tes Schwabach Tes schwabach membandingkan pendengaran pasien dengan pendengaran pemeriksa. Garpu tala dibunyikan dan ditempatkan dekat liang telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengar bunyi garpu tala tersebut, garputala ditempatkan dekat liang telinga pemeriksa. Apabila masih terdengar Universitas Sumatera Utara bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan schwabach lebih pendek untuk konduksi suara berarti tuli sensorineural dan dikatakan schwabach lebih memanjang berarti tuli konduktif Satyanegara, 2010. Gambar 3. Pemeriksaan Pendengaran Tes Rinne dan Tes Weber

2.3 Aktivitas Hidup Sehari-hari Pada Lansia

Dokumen yang terkait

Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

6 43 83

Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

1 7 109

Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 11

Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 2

Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 6

Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Pendengaran pada Lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 2 25

2.1.2 Batasan Umur Lanjut Usia - Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Pendengaran pada Lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 22

Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia - Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 25

GAMBARAN AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI DAN GANGGUAN PENGLIHATAN PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANSIA DAN ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN

0 0 10