Golongan Zat Pewarna Makanan 1.Pewarna Alami
2.3.1. Golongan Zat Pewarna Makanan 2.3.1.1.Pewarna Alami
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat pewarna alami ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan dan zat pewarna mineral,
walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti β-karoten dan kantaxantin yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya, zat pewarna ini bebas
dari prosedur sertifikasi dan termasuk daftar yang telah tetap Winarno, 1992. Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat
digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan
hemoglobin, antosianin, flavonoid, tannin, quinon dan xanton, serta karotenoid Cahyadi, 2009.
2.3.1.2.Pewarna Sintetis
Pewarna sintetis harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai zat pewarna makanan. Zat pewarna yang diizinkan disebut
sebagai permitted color atau certified color. Untuk penggunaannya zat warna tersebut harus menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses
sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi dan analisis media terhadap zat warna tersebut Winarno, 1992.
Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen
atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui senyawa antara dahulu yang
kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang
dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001, sedangkan logam berat
lainnya tidak boleh ada Winarno, 1992. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan
dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722MenkesPerIX88 mengenai Bahan Tambahan Pangan BTP. Akan tetapi,
seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai
bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut Yuliarti, 2007
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722, terdapat beberapa jenis bahan pewarna sintetis yang diizinkan dan yang dilarang di Indonesia. Jenis bahan
pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 1, sedangkan bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia dapat dilihat dalam
Tabel 2.
Tabel 1. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
Perwarna Nomor Indeks
Warna C.I.No Batas Maksimum
Penggunaan
Amaran Amaranth: CI Food
Red 9 16185
Secukupnya
Biru Berlian Brilliant Blue FCF: CI
42090 Secukupnya
Eritrosin Food red 2 Eritrosin:
CI 45430
Secukupnya
Hijau FCF Food red 14 Fast green
FCF: CI 42053
Secukupnya
Hijau S Food green 3 Green S:
CI Food 44090
Secukupnya
Indigotin Green 4 Indigotin: CI
Food 73015
Secukupnya
Ponceau 4R Blue I
Ponceau 4R: CI 16255
Secukupnya
Kuning Food red 7
74005 Secukupnya
Karmoisin Carmoisine; CI Food
Red 3; 14720
Secukupnya
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722MenkesPerIX88
Tabel 2. Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia
Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna
C.I.No. Citrus Red No.2
12156 Ponceau 3R
Red G 16155
Ponceau SX Food Red No. 1
14700 Rhodamine B
Food Red No. 5 45170
Guinea Green B Acid Green No.3
42085 Magenta
Basic Violet No. 14 42510
Chrysoidine Basic Orange No. 2
11270 Butter Yellow
Solvent Yellow No.2 11020
Sudan I Food Yellow No.2
12055 Methanil Yellow
Food Yellow No. 14 13065
Auramine Ext. D C Yellow No. 1
41000 Oil Oranges SS
Basic Yellow No. 2 12100
Oil Oranges XO Solvent Oranges No.7
12140 Oil Yellow AB
Solvent Oranges No. 5 11380
Oil Yellow OB Solvent Oranges No. 6
11390 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722MenkesPerIX88
Menurut Winarno 1992, ada dua macam yang tergolong certified color yaitu dye dan lake. Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat warna yang
termasuk golongan dye telah melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang ditetapkan oleh FDA Food and Drug Administration. Sedangkan zat pewarna
lake yang hanya terdiri dari satu warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified color terdapat spesifikasi yang
mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya bentuk garam, kelarutan dan residu yang terdapat didalamnya.
1. Dye
Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut
yang dapat digunakan selain air adalah propilen glikol, gliserin atau alkohol, sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dye tidak dapat larut. Dye terdapat
dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun cairan. Penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses dan zat pewarnaannya sendiri. Zat pewarna dye
terbagi menjadi empat kelompok, yaitu azo dye, tryphenylmethane dye, fluorescein dan sulfonated indigo Winarno, 1992.
Pada umumnya penggunaan dye dilakukan untuk mewarnai roti dan kue, produk-produk susu, minuman ringan, minuman berkarbonat dan lain-lain.
Konsentrasi pemakaian tidak dibatasi secara khusus, tetapi di Amerika Serikat disarankan agar digunakan dengan memperhatikan Good Manufacturing Practices
GMP, yang pada prinsipnya dapat digunakan dalam jumlah yang tidak melebihi keperluan untuk memperoleh efek yang diinginkan, jadi rata-rata kurang dari 300
ppm. Tetapi dalam praktiknya ternyata digunakan konsentrasi 5-600 ppm. Umumnya dalam industri pengolahan pangan menimbulkan warna yang tidak
wajar pada produk Cahyadi, 2009. 2.
Lake Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna dye dengan radikal
basa Al atau Ca yang dilapisi dengan aluminium hidrat alumina. Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua
pelarut. Lake stabil pada pH 3,5-9,5 dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah dan dye yang dikandungnya terlepas Winarno, 1992.
Kandungan dye dalam lake disebut pure dyes contents pdc. Lakes umumnya mengandung 10-40 dye murni. Sesuai dengan sifatnya yang tidak
larut dalam air, maka zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak boleh kena air. Dibandingkan dengan dye, maka lake pada umumnya bersifat lebih
stabil terhadap cahaya, kimia dan panas sehingga harga lake umumnya lebih mahal daripada harga dye Cahyadi, 2007.