mengenai zat pewarna untuk makanan dan minuman, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut
untuk bahan pangan. Menyadari hal itu, bahwa terdapatnya bahan pewarna yang tidak diizinkan
baik dalam makanan maupun minuman dapat membahayakan kesehatan
konsumen. Maka penulis ingin sekali mengambil judul tugas akhir “Identifikasi Bahan Pewarna Sintetis dalam Minuman Ringan secara Kromatografi
Kertas”. Adapun pengujian dilakukan selama penulis melakukan praktek kerja
lapangan di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Medan. Analisis bahan pewarna sintetis dalam minuman ringan dilakukan dengan
metode Kromatografi Kertas. Keunggulan cara ini praktis untuk mengidentifikasi zat warna apa yang terdapat dalam minuman ringan.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari identifikasi bahan pewarna sintetis dalam minuman ringan adalah untuk mengidentifikasi bahan pewarna sintetis apa saja yang
terkandung dalam minuman Kuades Rasa Anggur.
1.3. Manfaat
Adapun maanfaat yang diperoleh dari identifikasi bahan pewarna sintetis dalam minuman ringan adalah agar mengetahui berapa banyak bahan pewarna
sintetis yang terdapat dalam minuman Kuades Rasa Anggur.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minuman Ringan
2.1.1. Definisi
Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung
bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami atau sintetis yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan terdiri dari dua
jenis, yaitu minuman ringan dengan karbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi non-karbonasi. Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman
yang dibuat dengan menambahkan CO
2
dalam air minum, sedangkan minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman selain minuman ringan dengan karbonasi
Cahyadi, 2009.
2.2. Bahan Tambahan Pangan
2.2.1. Definisi
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan langsung atau tidak langsung
suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut Budiyanto, 2002
Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Pangan BTP adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat
bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya Bahan Tambahan Pangan BTP dapat dibagi menjadi
dua golongan besar sebagai berikut. 1.
Bahan Tambahan Pangan BTP yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan
maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
2. Bahan Tambahan Pangan BTP yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu
bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat
perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja
ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang dikonsumsi Cahyadi,
2009.
2.2.2. Golongan Bahan Tambahan Pangan BTP
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan dilarang disebut Bahan Tambahan Kimia oleh
Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722MenkesPerIX88, terdiri dari golongan BTP yang
diizinkan diantaranya sebagai berikut.
1. Antioksidan antioxidant
2. Antikempal anticacking agent
3. Pengatur keasaman acidity regulator
4. Pemanis buatan artificial sweetener
5. Pemutih dan pematang telur flour treatment agent
6. Pengemulsi, pemantap dan pengental emulsifier, stabilizer, thickener
7. Pengawet preservative
8. Pengeras firming agent
9. Pewarna colour
10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa flavor, flavor enhancer
11. Sekuestran sequestrant
2.3. Pewarna Bahan Pangan
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, nilai gizinya juga sifat mikrobiologisnya.
Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan,secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Ada beberapa hal
yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna antara lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua
jenis zat pewarna yang temasuk dalam golongan Bahan Tambahan Pangan BTP, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis Cahyadi, 2009.
Penambahan bahan pewarna pada makanan bertujuan untuk membuat makanan lebih menarik. Kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat pewarna
dibuat secara sintetis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi
warna yang stabil pada produk pangan. Dengan demikian, produsen bisa menggunakan banyak pilihan warna untuk menarik minat konsumen Syah dkk,
2005.
Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan dan minuman, terutama berbagai produk jajanan pasar serta berbagai makanan dan
minuman olahan yang dibuat oleh industi kecil ataupun industri rumah tangga meskipun pewarna buatan juga ditemukan pada berbagai jenis makanan yang
dibuat oleh industri besar. Yang terakhir ini biasanya sengaja dilakukan oleh pabrik untuk membuat makanan atau minuman berkalori rendah yang ditujukan
untuk penderita diabetes mellitus. Hampir setiap makanan dan minuman olahan telah dicampur dengan pewarna sintetis. Penggunaannya secara terus menerus
berlebihan dapat membahayakan kesehatan. Penggunaan pewarna sebenarnya boleh saja selama dalam jumlah terbatas. Namun demikian, apabila pewarna
yang digunakan adalah pewarna nonmakanan, misalnya pewarna tekstil atau kertas ataupun pewarna makanan, tetapi dalam jumlah yang berlebihan, tentulah
akan membahayakan kesehatan masyarakat Yuliarti, 2007.
2.3.1. Golongan Zat Pewarna Makanan 2.3.1.1.Pewarna Alami
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat pewarna alami ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan dan zat pewarna mineral,
walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti β-karoten dan kantaxantin yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya, zat pewarna ini bebas
dari prosedur sertifikasi dan termasuk daftar yang telah tetap Winarno, 1992. Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat
digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan
hemoglobin, antosianin, flavonoid, tannin, quinon dan xanton, serta karotenoid Cahyadi, 2009.
2.3.1.2.Pewarna Sintetis
Pewarna sintetis harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai zat pewarna makanan. Zat pewarna yang diizinkan disebut
sebagai permitted color atau certified color. Untuk penggunaannya zat warna tersebut harus menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses
sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi dan analisis media terhadap zat warna tersebut Winarno, 1992.
Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen
atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui senyawa antara dahulu yang
kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang
dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001, sedangkan logam berat
lainnya tidak boleh ada Winarno, 1992. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan
dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722MenkesPerIX88 mengenai Bahan Tambahan Pangan BTP. Akan tetapi,
seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai
bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut Yuliarti, 2007
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722, terdapat beberapa jenis bahan pewarna sintetis yang diizinkan dan yang dilarang di Indonesia. Jenis bahan
pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 1, sedangkan bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia dapat dilihat dalam
Tabel 2.
Tabel 1. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
Perwarna Nomor Indeks
Warna C.I.No Batas Maksimum
Penggunaan
Amaran Amaranth: CI Food
Red 9 16185
Secukupnya
Biru Berlian Brilliant Blue FCF: CI
42090 Secukupnya
Eritrosin Food red 2 Eritrosin:
CI 45430
Secukupnya
Hijau FCF Food red 14 Fast green
FCF: CI 42053
Secukupnya
Hijau S Food green 3 Green S:
CI Food 44090
Secukupnya
Indigotin Green 4 Indigotin: CI
Food 73015
Secukupnya
Ponceau 4R Blue I
Ponceau 4R: CI 16255
Secukupnya
Kuning Food red 7
74005 Secukupnya
Karmoisin Carmoisine; CI Food
Red 3; 14720
Secukupnya
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722MenkesPerIX88
Tabel 2. Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia
Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna
C.I.No. Citrus Red No.2
12156 Ponceau 3R
Red G 16155
Ponceau SX Food Red No. 1
14700 Rhodamine B
Food Red No. 5 45170
Guinea Green B Acid Green No.3
42085 Magenta
Basic Violet No. 14 42510
Chrysoidine Basic Orange No. 2
11270 Butter Yellow
Solvent Yellow No.2 11020
Sudan I Food Yellow No.2
12055 Methanil Yellow
Food Yellow No. 14 13065
Auramine Ext. D C Yellow No. 1
41000 Oil Oranges SS
Basic Yellow No. 2 12100
Oil Oranges XO Solvent Oranges No.7
12140 Oil Yellow AB
Solvent Oranges No. 5 11380
Oil Yellow OB Solvent Oranges No. 6
11390 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722MenkesPerIX88
Menurut Winarno 1992, ada dua macam yang tergolong certified color yaitu dye dan lake. Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat warna yang
termasuk golongan dye telah melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang ditetapkan oleh FDA Food and Drug Administration. Sedangkan zat pewarna
lake yang hanya terdiri dari satu warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified color terdapat spesifikasi yang
mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya bentuk garam, kelarutan dan residu yang terdapat didalamnya.
1. Dye
Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut
yang dapat digunakan selain air adalah propilen glikol, gliserin atau alkohol, sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dye tidak dapat larut. Dye terdapat
dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun cairan. Penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses dan zat pewarnaannya sendiri. Zat pewarna dye
terbagi menjadi empat kelompok, yaitu azo dye, tryphenylmethane dye, fluorescein dan sulfonated indigo Winarno, 1992.
Pada umumnya penggunaan dye dilakukan untuk mewarnai roti dan kue, produk-produk susu, minuman ringan, minuman berkarbonat dan lain-lain.
Konsentrasi pemakaian tidak dibatasi secara khusus, tetapi di Amerika Serikat disarankan agar digunakan dengan memperhatikan Good Manufacturing Practices
GMP, yang pada prinsipnya dapat digunakan dalam jumlah yang tidak melebihi keperluan untuk memperoleh efek yang diinginkan, jadi rata-rata kurang dari 300
ppm. Tetapi dalam praktiknya ternyata digunakan konsentrasi 5-600 ppm. Umumnya dalam industri pengolahan pangan menimbulkan warna yang tidak
wajar pada produk Cahyadi, 2009. 2.
Lake Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna dye dengan radikal
basa Al atau Ca yang dilapisi dengan aluminium hidrat alumina. Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua
pelarut. Lake stabil pada pH 3,5-9,5 dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah dan dye yang dikandungnya terlepas Winarno, 1992.
Kandungan dye dalam lake disebut pure dyes contents pdc. Lakes umumnya mengandung 10-40 dye murni. Sesuai dengan sifatnya yang tidak
larut dalam air, maka zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak boleh kena air. Dibandingkan dengan dye, maka lake pada umumnya bersifat lebih
stabil terhadap cahaya, kimia dan panas sehingga harga lake umumnya lebih mahal daripada harga dye Cahyadi, 2007.
2.4. Efek Bahan Pewarna Terhadap Kesehatan
Sejumlah makanan yang kita konsumsi tidak mengandung zat berbahaya menurut daftar zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722MenkesPerIX88. Namun demikian, penggunaan pewarna tersebut hendaknya dibatasi karena meskipun
relatif aman, penggunaannya dalam jumlah yang besar tetap dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Menurut Cahyadi 2009, zat warna diabsorbsi dari dalam saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat mengalami metabolisme oleh
mikroorganisme dalam usus. Dari saluran pencernaan dibawa langsung ke hati, melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena superior. Zat warna yang
dimetabolisme dan dikonjugasi di hati, selanjutnya ada juga yang ke empedu memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Zat warna azo yang larut dalam air
diekskresi secara kuantitatif melalui empedu, sedangkan yang larut dalam lemak diabsorpsi sempurna tanpa metabolisme dalam usus, melainkan dimetabolisme
dalam hati oleh azo-reduktase membentuk amin primer yang sesuai, atau dapat juga dihidrolisis, atau diikat oleh protein-protein hati. Senyawa yang merupakan
metabolit polar cepat dieliminasi lewat urine. Beberapa senyawa azo, terurai pada ikatan azo-nya membentuk aminonaftol.
Efek kronis yang disebabkan oleh zat warna azo yang dimakan dalam jangka waktu lama menyebabkan kanker hati. Selain senyawa-senyawa azo lain
mengakibatkan kanker walaupun efeknya lebih kecil dan waktunya lebih lama. Para ilmuwan pada umumnya mempergunakan zat warna azo dalam
penelitiannya, karena hampir 90 dari bahan pewarna pangan terdiri dari zat warna azo Cahyadi, 2009.
Zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan disebut zat beracun. Banyak zat-zat kimia yang beracun pada dosis besar dan tidak beracun pada dosis yang kecil.
Kecenderungan zat-zat berbahaya yang menyebabkan kanker pada manusia menjadi perhatian publik pada saat ini Hughes, 1987.
2.5. Analisis Bahan Pewarna Sintetis secara Kromatografi Kertas