10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam penulisan ini diperlukan suatu teori yang melandasi. Teori yaitu hipotesis yang dipergunakan untuk argumen atau investigasi.
26
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian,
membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan
rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
27
Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori yang menjelaskan bagaimana tanggung jawab pemerintah dan juga
kita semua sebagai masyarakat melihat peraturan perundang-undangan yang ada, yang mengatur masalah perkawinan anak dibawah umur. Sejauh mana kefektifan
Undang-Undang tersebut. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah hasil dari suatu usaha untuk
menciptakan hukum nasional, yaitu yang berlaku bagi setiap warga negara RI, ini merupakan hasil legislatif yang pertama yang memberikan gambaran yang nyata
tentang kebenaran dasar asasi kejiwaan dan kebudayaan “ Bhineka Tunggal Ika” yang dicantumkan dalam lambang negara RI, selain sungguh mematuhi falsafah Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 juga merupakan suatu unifikasi yang unik dengan menghormati secara penuh adanya variasi berdasarkan agama dan kepercayaan yang
berketuhanan Yang Maha Esa.
28
26
Komaruddin, Yooke Tjuparmah S Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta,2006, hal.270
27
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, hal.80
28
Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Tintamas, Jakarta, 1992, hal.6
Universitas Sumatera Utara
11 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 mengartikan perkawinan sebagai suatu
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
29
Menurut Undang-Undang ini suatu perkawinan dianggap sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan dicatatkan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
30
Perkawinan memang sangat penting artinya dalam kehidupan manusia. Dengan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi lebih terhormat
sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan kehidupan rumah tangga dapat terbina dalam suasana yang lebih harmonis.
31
Perkawinan anak dibawah umur adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh anak usia 19 sembilan belas tahun untuk laki-laki dan 16 enam belas tahun untuk
perempuan
32
, secara agama oleh karena telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang dan karenanya tidak melalui proses pencatatan resmi sebagaimana
yang telah diatur oleh Undang-Undang.
29
UU No.1 Tahun 1974, Op.Cit, hal.1
30
Ibid, hal.2
31
http:digilib.itb.ac.idgdl.php?mod=bookmarkid=oai:lontar.cs.ui.ac.idgateway:85769
32
UU No.1 Tahun 1974, Op.Cit, hal.1
Universitas Sumatera Utara
12 Meski secara agama atau adat istiadat dianggap sah, namun perkawinan yang
dilakukan di luar pengetahuan dan pengawasan pegawai pencatat nikah dan tidak dicatatkan tidak memiliki kekuatan hukum dan dianggap tidak sah dimata hukum.
33
Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah ‘kawin bawah tangan’ atau kawin berdasarkan aturan agama dan semacamnya ini serta tidak mengatur secara
khusus dalam sebuah peraturan. Namun, secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan
undang-undang yang berlaku, khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan pasal 2 ayat 2.
34
Perkawinan yang tak dicatatkan bukan tanpa resiko. Yang mengalami kerugian utama adalah pihak istri dan anak-anak yang dilahirkannya. Karena, apabila ia tak
memiliki dokumen pernikahan, seperti surat nikah, maka ia akan kesulitan mengklaim hak-haknya selaku istri terkait dengan masalah perceraian, kewarisan,
tunjangan keluarga, dan lain-lain.
35
Dalam pasal 7 Undang-Undang Perkawinan disebutkan, untuk dapat menikah, pihak pria harus sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun. Meski demikian, penyimpangan terhadap batas usia tersebut dapat
33
Hazairin, Op.Cit, hal 10 “bahwa sah nya perkawinan jika dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena itu jika tidak dicatatkan,maka dianggap tidak sah
dimata hukum.”
34
http:lontar.cs.ui.ac.idgatewayfile?file=digital85769-T 16302 .pdf
35
Ibid
Universitas Sumatera Utara
13 terjadi jika ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan ataupun pejabat lain yang
ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak pria maupun pihak wanita.
36
Aturan dalam pasal ini yang memicu maraknya perkawinan dibawah umur. Secara eksplisit tidak tercantum jelas larangan untuk menikah di bawah umur.
Penyimpangan terhadapnya dapat dimungkinkan dengan adanya izin dari pengadilan atau pejabat yang berkompeten.
37
Terjadi perselisihan antara Agama dan Negara dalam memaknai perkawinan dibawah umur ini. Perkawinan dibawah umur yang dilakukan melewati batas
minimal Undang-Undang Perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah. Istilah perkawinan dibawah umur menurut Negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam
kaca mata agama, perkawinan dibawah umur ialah perkawinan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh.
38
Kenyataan melahirkan minimal, dua masalah hukum yang timbul akibat perkawinan dibawah umur. Pertama, disharmoninasi hukum antar sistem hukum yang
satu dengan sistem hukum lain. Kedua, tantangan terhadap legislasi hukum perkawinan di Indonesia terkait dengan perkawinan di bawah umur.
39
36
UU No.1 Tahun 1974, Op,Cit, pasal 7, hal.4
37
http:www.pesantrenvirtual-comindex.phpislam-kontemporer1240-pernikahan-dini-dalam- perspektif-agama-dan-negara
38
Ibid
39
Ibid
Universitas Sumatera Utara
14
Apabila perkawinan tidak diatur oleh negara akan berpotensi lahirnya ketidakadilan bagi pihak-pihak tertentu, utamanya bagi perempuan dan anak-anak
yang dilahirkan.
40
Urusan perkawinan memang berada dalam wilayah keperdataan. Namun peristiwa tersebut adalah peristiwa hukum yang jelas menimbulkan sebab akibat dan
hak-hak kewajiban para pihak. Maka, pengaturan dari negara tetap perlu.
41
2. Kerangka Konsepsi