Masuknya Para Missionaris Kristen di Tengah-Tengah masyarakat Balige

BAB III PERKEMBANGAN GEREJA HKBP RESSORT BALIGE DISTRIK XI TOBA HASUNDUTAN TAHUN 1954-1981

3.1 Masuknya Para Missionaris Kristen di Tengah-Tengah masyarakat Balige

Sebelum Belanda masuk ke Indosesia, Batak Toba berada pada satu kerajaan, yaitu kerajaan Batak yang berpusat di Bakara, Kerajaan Batak yang berada dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi Kerajaan Batak dalam 4 empat wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu: 1. Raja Maropat Silindung 2. Raja Maropat Samosir 3. Raja Maropat Humbang 4. Raja Maropat Toba 25 25 J. R. Hutauruk, Tebarkanlah Jalamu, Pematang Siantar: Percetakan HKBP, 2010, hlm. 23-24 Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia tetap menjadikan Tapanuli menjadi sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli yang pertama. Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama namun pembagian wilayah tetap sama. Nama Afdeling Batak landen misalnya diubah menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama yang diangkat adalah Cornelius Sihombing. Universitas Sumatera Utara Ketika penyerahan kedaulatan ke tangan RI pada permulaan 1960, Keresidenan Tapanuli yang sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera Utara dibagi dalam 4 empat kabupaten baru, yaitu: 1. Kabupaten Tapanuli Utara sebelumnya Kabupaten Tanah Batak 2. Kabupaten Tapanuli Tengah sebelumnya Kabupaten Sibolga 3. Kabupaten Tapanuli Selatan sebelumnya Kabupaten Padang Sidempuan 4. Kabupaten Nias . Pada tahun 1961 missionaris datang ke tanah Batak, yaitu dengan tujuan untuk memberitakan Injil kepada masyarakat Batak sebelum masyarakat Batak mengenal agama Kristen. Sebelumnya masyarakat Kristen masih menganut agama animisme atau penyembahan berhala. Masyarakat masih dalam dunia kegelapan rohani. Namun setelah datangnya para misssionaris ke tanah Batak, masyarakat Batak semakin mengenal Tuhan dan mulai mengikuti ibadah yang diajarkan oleh para missionaris tersebut. Kehadiran missionaris membawa pengaruh yang cukup baik yaitu adanya upaya- upaya perbaikan kesejahteraan penduduk setempat. Pemerintah kolonial Belanda yang menduduki daerah Balige mendukung upaya missioner tersebut. Orang-orang Batak Toba yang memasuki Tanah Batak semakin banyak untuk membuka pertanian. Pendidikan modern pun mulai diperkenalkan dan upaya memperbaiki tata kehidupan ekonomi melalui usaha mengubah dan memperkenalkan cara-cara yang baru. Pada bidang pertanian, orang Batak Toba mulai memperkenalkan metode persawahan dan mulai membuka lahan pertanian. Orang Batak memperoleh lahan melalui aturan adat setempat. Universitas Sumatera Utara Pada tahun 1963 jumlah orang Batak Toba yang tinggal di Tanah Batak Balige sudah ribuan orang. Kedatangan mereka ke Balige setelah terbentuknya Balige sebagai daerah otonom lebih banyak dengan kenderaan umum dan datang secara pribadi tanpa membawa keluarganya. Setelah mendapat pekerjaan yang pasti dan dapat memberikan kehidupan yang layak kepada keluarga baru mereka menyuruh keluarganya untuk datang ke Balige. Kebanyakan orang rantau Batak Toba tidak ingin kembali walupun tidak mendapat pekerjaan. Jika tidak dapat bekerja di bidang pemerintahan mereka lebih memilih membuka usaha yang baru dan hidup menetap di Balige. Sebagian dari mereka memeluk agama Kristen dan sebagian lagi memeluk agama lain. Mereka tinggal di ladang-ladang dengan memakan ubi dan sedikit beras. Kehidupan orang Batak di Balige tidaklah nyaman karena prajurit Belanda sering mendatangi rumah- rumah penduduk untuk meminta makanan dan uang. Penjajahan Hindia Belanda daerah Balige menjadi satu Onder Afdeling yang dipimpin oleh Controleur yang berkebangsaan Belanda. Adapun hubungan sosial dalam masyarakat Batak Toba ditinjau dari fungsi marga, dengan adanya marga akan memudahkan untuk saling mengenal hubungan dan kedudukan masing-masing pihak. Nama panggilan seseorang adalah nama marganya bukan nama pribadinya, jadi apabila orang Batak Toba bertemu maka yang pertama ditanya adalah nama marganya. Dengan mengetahui marga, maka akan mengikuti proses penelusuran silsilah untuk mengetahui kekerabatan di anatara mereka yang sering disebut dengan martutur atau martarombo. Universitas Sumatera Utara Pada awal tahun 1964 Gereja Babtis Inggris mengutus 2 dua orang missionaris ke Tanah Batak yaitu Pdt. Burton dan Pdt. Ward. Mereka berlabuh dan mendarat ke Bengkulen Bengkulu sekarang untuk menjumpai kepala pemerintahan Belanda di Sumatera Gouverneur. Tuan Raffles yang pada saat itu memangku jabatan sebagai gubernur Sumatera. Setelah beberapa lama tinggal di Bengkulu, sambil belajar bahasa dan kebiasaan orang Batak, barulah mereka berangkat menuju ke Silindung Tarutung melalui pelabuhan Sibolga-Barus. Dari Barus, kedua pendeta dengan berjalan kaki melalui hutan dan perbukitan sampai di Silindung. Sungguh sangat heran kedua pendeta Burton dan Word melihat orang-orang Batak yang datang melihat dan mendengar akan maksud dan tujuan kehadiran mereka. Setelah orang-orang Batak yang hadir pada pertemuan itu mendengar maksud dan tujuan kedua pendeta, secara spontan mereka menyoraki dan pulang meninggalkan mereka. Dari sini dapat dikatakan missi kedua pendeta gagal dan mereka kembali ke Sibolga melanjutkan perjalanan sampai ke Padang Sumatera Barat. Dalam perkembangannya, HKBP beberapa kali mengalami peristiwa ditinggalkan jemaat, yang di mulai dengan berdirinya Mission Batak, disusul Huria Christen Batak HCB, Punguan Kristen Batak PKB, dan Huria Kristen Indonesia HKI. Pada tahun 1964 sejumlah anggota keluar dan menamakan diri Gereja Kristen Protestan Indonesia GKPI. Atas kemelut HKBP yang terjadi pada tahun 1960-an sejumlah anggota juga Universitas Sumatera Utara banyak yang pindah ke Gereja lain. Menurut Almanak HKBP, HKBP memiliki 3.139 gereja yang tersebar di Indonesia bahkan di Singapura dan Amerika Serikat. 26 Pada tanggal 24 Desember 1964 Zending Barmen mengutus dan memberangkatkan Pdt. Ingwer Ludwig Nommensen ke Sumatera dengan tujuan tanah Batak. Selama 142 hari di perjalanan melalui laut kapal laut, beliau tiba di Padang tepatnya tanggal 14 Mei 1965. Pdt. Ingwer Ludwig Nommensen tinggal di Padang hanya 39 hari, sambil belajar bahasa dan budaya Batak, yang walau telah pernah dipelajarinya dari buku N. Van Der Tuuk. Selama dalam perjalanan dari Padang tanggal 23 Juni 1965, tibalah Pdt. I.L. Nommensen di Sibolga- Barus. 27 Nommensen yang pertama kali berangkat dari Sipirok ke Silindung melalui jalan yang sungguh sulit, dimana hutan dan perbukitan yang terjal harus ia lalui, dan tidak hanya itu, dia harus selalu waspada dari raja-raja yang harus dilaluinya serta binatang berbisa maupun harimau yang memang pada saat itu disebut harimau sumatera. Selama kurang lebih 6 bulan Pdt. I.L. Nommensen di Barus, dia selalu berkomunikasi dengan pendeta yang ada di Sipirok, Angkola dan juga di Parau Sorat. Barulah beliau resmi meninggalkan Barus dan tinggal di Sipirok. Selama 6 bulan Nommensen tinggal di Parau Sorat, namun hati dan pikirannya selalu tertuju ke Silindung. Daerah Silindung dan Toba itulah target kehadiran Nommensen, sesuai dengan pesan Inspektur Barmen yang pada saat itu dipimpin oleh Rhoden. 26 Alamanak HKBP, 1960. 27 Pasaribu, Patar, M, Dr. Ingwer Ludwig Nommenen Apostel Di Tanah Batak, Medan: Universitas HKBP Nommensen, 2004. Universitas Sumatera Utara Kunjungan ke Silindung saat itu memang benar-benar ditekuni dan direncanakan, tapi apa daya, Nommensen tidak dapat bertemu dengan masyarakat Silindung, beliau hanya dapat memandang daerah itu dari bukit Siatas Barita saat ini disebut Wisata Rohani Salib Kasih, disanalah Nommensen berdoa agar kiranya Tuhan Allah memberikan kepadanya kekuatan dan kemampuan untuk dapat menginjakkan kaki di Silindung. Nommensen dalam missinya selalu berpedoman kepada apa yang Ia pelajari di Jerman melalui beberapa buku tentang Suku Batak tanah Batak. Ia teringat akan pesan inspektur Rhoden dari Jerman, bahwa setiap tempat di tanah Batak, harus terlebih dahulu menemui raja setempat. Pada awalnya penduduk Silindung termasuk Raja Pontas Lumbantobing sungguh sangat sulit untuk menerima pengajaran akan Firman Tuhan, bahkan banyak orang yang membencinya. Benar-benar Tuhan selalu menyertai dan memimpin setiap langkah hambaNya Nommensen. Nommensen dalam setiap kehidupannya tidak hanya mengajarkan Firman Tuhan, tetapi sekaligus melakukan pengobatan dan bahkan menebus orang-orang yang telah dijual orang tuanya menjadi pembantu akibat kekalahan bermain judi. Dengan kehadiran Nommensen di daerah Silindung kenyamanan, keamanan dan perang antar kampung mulai reda. Hampir setiap hari diadakan pengajaran akan Firman Tuhan dan juga soal kebersihan serta menulis dan membaca. Nommensen membangun rumah sekolah dan tempat pengobatan yang di bantu oleh Raja Pontas Lumbantobing. Ketenangan dan damai serta kesehatan masyarakat di Silindung sudah mulai tersiar ke Humbang dan Toba. 28 28 Ibid Universitas Sumatera Utara Dalam menyampaikan Injil, Nommensen dibantu oleh Raja Pontas Lumban Tobing Raja Batak pertama yang dibabtis untuk mengantarnya dari Barus ke Silindung dengan catatan tertulis bahwa Ia tidak diterima baik oleh penduduk. Setelah tujuh tahun Nommensen melakukan penginjilan, orang Batak yang masuk Kristen berjumlah 1.250 jiwa.

3.2 Perkembangan Gereja HKBP Ressort Balige