Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Sumatera Utara maupun jawa.  Prasangka buruk terhadap orang Medan dimana ia menggambarkan orang medan itu suka menjatuhkan saudatranya sendiri. 3 Yatfin Bula  Kendala yang dialami selamama berada di Medan adalah bahasa. Menurutnya setiap orang memili gaya berbicara serta logat yang berbeda sehingga tidak mudah untuk dipahami  Kurangnya pengalaman tentang daerah- daerah yang ada di kota Medan pernah ia alami ketika sedang mengantar penumpangnya. 4 Ismail  Perbedaan bahasa  Kurangnya motivasi untuk berinteraksi dengan orang lain 5 Normal Lase  Perbedaan bahasa, belum memahami bagaimana logat-logat bahasa orang Medan.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan analisis hasil wawancara dan pengamatan peneliti dari informan pertama hingga informan kelima, maka peneliti membuat pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian sebagai berikut: Fenomena migrasi merupakan salah satu tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, selain faktor lainnya yaitu kelahiran dan kematian. Migrasi cendrung dilakukan orang dengan berbagai alasan baik faktor ekonomi, sosial dan budaya. Tempat yang biasa di jadikan untuk daerah migrasi oleh para imigran adalah perkotaan. Kelompok suku bangsa yang banyak melakukan Universitas Sumatera Utara migrasi antara lain batak, jawa, bugis, minangkabau, dan suku nias. Suku bangsa nias telah banyak melakukan migrasi ke berbagai wilayah seperti Jakarta, Surabaya, Pekanbaru dan Medan. Menurut Simanihuruk 1999, migrasi suku bangsa nias secara masif baru terjadi sejak tahun 80-an. Realita ini sejalan dengan peningkatan penduduk perkotaan secara Nasional di Idonesia, yakni 5,1 persen. Suku bangsa nias yang bermigrasi di Sumatera Utara. Keterbatasan lapangan kerja mengakibatkan penduduk usia produktif melakukan migrasi ke daerah-daerah lain dari kabupaten Nias yang bekerja sebagai tukang becak di kota Medan. Karena tingkat pendidikan penduduk yang rendah, sebagian besar penduduk hanya mencari pekerjaan-pekerjaan di sektor informal, sementara di Kabupaten Nias, sebagai suatu kabupaten yang baru berkembang, lapangan pekerjaan yang baik bersifat formal, seperti sektor pemerintahan dan sektor swasta, maupun informal belum banyak tersedia sehingga tidak dapat menurunkan angka pencari kerja di Kabupaten Nias dari tahun ke tahun selain itu juga pasca tsunami yang membuat pulau Nias belum tertata rapi dari segi prekonomiannya http:sariariesta.blog.com . Seperti yang terjadi pada kelima informan, Ali, Firman, Yatfin bula, Ismail dan Normal Lase melakukan hal yang sama. Mereka melakukan melakukan segalanya untuk mendapatkan pekerjaan. Sulitnya mencari pekerjaan membuat mereka lebih memilih untuk mencari pekerjaan di luar pulau Nias untuk mendapatkan kerja dan mencari pengalaman. Para informan melakukan migrasi ke kota Medan dengan bergbagai macam alasan seperti pada informan satu dan dua, Ali dan Firman mereka melakukan perantauan ke kota Medan dengan tujuan untuk mencari pengalaman hidup, serta ingin mengetahui bagaimana situasi yang ada di kota Medan dibandingkan dengan Nias sendiri. sementara informan tiga empat dan lima, Yatfin, Ismail dan Normal melakukan perpindahan dari Nias ke kota Medan dengan tujuan untuk mencari pekerjaan. Dari kelima informan tersebut, peneliti melakukan pembahasan yang dikaitkan dengan tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahi hambatan- Universitas Sumatera Utara hambatan komunikasi antarbudaya saat berinteraksi dengan masyarakat kota medan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antar budaya terjadi ketika bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh kelompoknya. Defenisi diatas menjelaskan bahwa ada penekanan pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya sebuah peroses komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan pelaku- pelaku komunikasi, tetapi titik perhatian utama tetap terhadap proses komunikasi individu-individu atau kelompok-kelompok yang berbeda budaya dan mencoba untuk melakukan interaksi. Hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya yang juga biasa di kenal dengan communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif Chaney dan Martin, 2004 dalam Lubis, 2012: 5. Ketika berinteraksi berinteraksi konteks keberagaman kerap kali menemui masalah atau hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya, misalnya penggunaan bahasa, lambang-lambang, nilai-nilai atau norma masyarakat dan lain sebagainya. Seperti yang dialami oleh kelima informan, Ali, Firman Yatfin, Ismail dan Normal mengalami hambatan-hambatan pada saat berinteraksi dengan masyarakat kota Medan ketika pertama kali datang ke kota Medan. Komunikasi antarbudaya sendiri lebih menekankan aspek utama yakni komunikasi antarpribadi diantaranya komunikasi yang kebudayaan berbeda. Berikut yang menghambat komunikasi antarbudaya: 1. Stereotipe Stereotipe adalah hambatan dalam komunikasi antarbudaya. streotipe merupakan sebuah pengeneralisasian terhadap individu- individu yang berbeda dalam suatu kelompok tanpa informasi yang memadai dengan mengabaikan karakteristik individu-individu yang Universitas Sumatera Utara berada dalam kelompok tersebut. Stereotipe identik terhadap perbedaan suku, ras, etnis, kelompok agamakepercayaan. Sikap dalam komunikasi yang berdasarkan stereotipe jelas akan enghambat terjadinya komunikasi yang efektif dan harmonis. 2. Prasangka Suatu kekeliruan terhadap orang yang berbeda adalah prasangka. Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok. Beberapa pakar cenderung 3. Etnosentrisme Etnosentrisme di defenisikan sebagai kepercayaan pada superioritas inheren kelompok atau budayanya sendiri, etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik pada orang-orang lain yang tidak sekelompok. Etnosentrisme cenderung memandang rendah orang lain yang tidak sekelompok dan dianggap asing. Etnosentrisme memandan dan mengukur budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri. Stereotipe sering kali terjadi di dalam proses komunikasi antarbudaya yang juga dialami oleh para informan. Stereotipe merupakan bentuk hambatan dalam komuikasi antarbudaya. Stereotipe merupakan pengeneralisasian terhadap individu-individu yang berbeda dalam suatu kelompok tanpa informasi yang memadai dengan mengabaikan karakteristik individu yang berbeda dalam kelompok tersebut. Seperti halnya pada informan satu Ali. Ali menggambarkan bahwa suku jawa memiliki nada bicara yang sangat lembut dan mudah dipahami ia sangat senang berinteraksi dengan suku jawa tersebut. Sementara pada informan kedua yaitu Firman, ia menggambarkan bahwa orang jawa itu tidak memiliki rasa kepedulian terhadap suku lain. Firman juga memiliki prasangka terhadap masyarakat medan yang suka iri terhadap orang lain. Dia mengatakan bahwa morang-orang Medan kalau melihat saudaranya lebih sukses dibandingkan dirinya maka ia akan akan menjatuhkan saudaranya tersebut. Universitas Sumatera Utara Hambatan komunikasi dalam komunikasi antarbudaya mempunyai bentuk seperti gunung es yang terbenam di dalam air. Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi diatas air above waterline dan yang dibawah below waterline Terdapat sembilan jenis hambatan komunikasi antarbudaya yang berada di atas air above waterline. Hambatan komunikasi semacam ini mudah dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang membentuk fisik, hambatan tersebut adalah: 1. fisik phisical hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik. 2. budaya culture hambatan ini bersal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya 3. persepsi perceptual jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai satu hal setelah berinteraksi dan berkomunikasi. Dengan demikian untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda. 4. motivasi motivation hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima tersebut atau apakah sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga menjadi hambatan komunikasi 5. pengalaman experiantial Experiantial adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda. 6. emosi emotional Universitas Sumatera Utara hal ini berkaitan dengan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui. 7. bahasa linguistic Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengeirim pesan sender dan penerima pesan reseiver menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan. 8. Nonverbal Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi penghambat komunikasi. Contohnya wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan ketika pengirim pesan melakukan komunikasi. 9. kompetisi competition Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan Lubis, 2012: 10. Beberapa hambatan komunikasi yang terdapat pada teori tersebut ada bebarapa jenis hambatan komunikasi yang dialami oleh para informan dalam berinteraksi dengan masyarakat diantaranya bahasa. Bahasa merupakan salah faktor yang menyebabkan kurang efektifnya interaksi yang terjadi dalam komunikasi antarbudaya. menurut para informan perbedaan bahasa setiap orang yang membuat perbedaan dalam pemaknaan pesan sehingga menjadi penghambat dalam interaksi. Menurut Ali, Firman bahasa yang berbeda dari setiap suku sulit untuk dimengerti oleh mereka. Sedangkan Yatfin, Ismail dan Normal berpendapat belum adanya pengalaman mengenai logat-logat bahasa dari setiap suku yang menjadikan kendala bagi mereka untuk melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Hambatan berikutnya yang dialami oleh para informan dalam hasil wawancara adalah motivasi. Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan atau apakah pendengar tersebut sedang malasa atau Universitas Sumatera Utara tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi. Hal ini terjadi pada informan satu yaitu Ismail yang jarang melakukan interaksi dengan masyarakat di sekitarnya. Faktor tersebut disebabkan oleh tidak adanya motivasi untuk melakukan interaksi dengan orang lain dan lebih memilih untuk bekerja dan menghasilkan uang. Sedangkan informan lima, Normal menurutnya faktor belum adanya kedekatan yang mentyebabkan ia tidak melakukan unteraksi dengan masyarakat sekitarnya khususnya yang berbeda etnis dengannya. Sedangkan pada informan Ali dan yatfin yang merupakan informan satu dan tiga tidak mengalami hambatan tersebut karena sifat mereka yang mudah bergaul dan saling menerima perbedaan yang membuat mereka tidak mengalami hambatan ini. Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menghambat komunikasi. Komunikasi nonverbal melalui tatapan mata sering kali menjadi sebuah masalah di kota Medan dimana tatapan mata tersebut menunjukan sikap tidak senang dengan orang lain hal ini sering sekali menimbulkan terjadinya konflik. seperti yang dialami oleh informan ke dua Firman ketika ia sedang menarik becak ia sering terlibat konflik dengan sesama penarik becak hanya karena tatapan mata yang kemudian menjadi makian. Budaya yang berbeda yang dimiliki oleh masing-masing masing-masing individu tidak menjadi penghambat mereka dalam berinteraksi dengan orang lain justru adanya perbedaan budaya diantara mereka dapat dijadikan sebagai identitas budaya mereka dan saling mempelajari budaya masing-masing sehingga mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan yang lain selain yang mereka miliki. seperti yang terdapat pada fungsi pribadi dalam komunikasi antarbudaya. Fungsi komunikasi antarbudaya adalah fungsi-fungsi komunikasi antarbudaya yang ditujukan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seseorang individu yaitu : 1. Menyatakan identitas sosial Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyetakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik Universitas Sumatera Utara secara verbal maupun nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang. 2. Menyatakan integritas sosial Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antar kelompok namun tetap mengekui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa tujuan komunikasi memberi makna yang sama atas pesan yang dibagi antar komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antara komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. 3. Menambah pengetahuan Seringkali komunikasi antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing. Oleh karenanya dalam berkomunikasi antarbudaya diharapkan interaksi tidak hanya berlangsung secara in group tetapi juga dalam out group yang berbeda agar pengetahuan masing-masing pihak bertambah luas. 4. Melepaskan diri atau jalan keluar Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris. Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak yang memiliki prilaku yang berbeda. Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain dalam hubungan komplementer. Perbedaan antara dua pihak dimaksimumkan, sebaliknya hubungan simetris dilakukan oleh duaa orang yang saling bercermin pada perilaku yang lainnya Liliweri, 2004: 35 Universitas Sumatera Utara Kelima informan menyatakan bahwa perbedaan pada pasti ada namun perbedaan tersebut bukanlah menjadi sebuah hambatan dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda dengan kita namun hal ini harus diterima dan dijadikan sebagai penambah pengetahuan kita tentang budaya lain. Menurut Yatfin interaksi dengan orang yaang memiliki budaya berbeda dengannya tidak menjadi sebuah kendala baginya, namun dengan adanya perbedaan tersebut harus diterima sehingga nanti kita saling mengetahui perbedaannya. Hambatan berikutnya yang dialami oleh informan adalah hambatan fisik. Hambatan semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri dan juga media fisik. Hambatan ini dialami oleh informan satu yaitu Ali, ali mengungkapkan bahwa lingkungan di tempat ia tinggal kurang bersih. Air menjadi faktor utama yang menjadi kendalanya selama tinggal di kota Medan dimana air di tempat ia tinggal kurang bersih sehingga ia pernah mengalami alergi pada kulitnya sehingga ia harus menjalani perawatan. Namun selain faktor linggkungan ia juga mengeluhkan cuaca di kota Medan, menurutnya suhu cuaca di kota Medan sangat panas dibandingkan dengan Nias ia merasa selama berada di Medan kulit tubuhnya menghitam. Persepsi yang berbeda dari setiap orang menjadi salah satu hambatan yang dihadapi oleh informan satu. Ali mengalami hambatan ini ketika sedang mengantar sewanya. Ketika mereka sedang berkomunikasi ia merasa tersinggung dengan perkataan dari sewanya yang menganggab bahwa pekerjaan sebagai seorang penarik becak adalah pekerjaan yang rendah. Sementara menurutnya semua pekerjaan adalah sama tergantung dari kita yang menjalaninya. Dari sini dapat dilihat telah terjadi perbedaan persepsi ketika sedang berinteraksi dengan penumpangnya. Kurangnya pengalaman tentang kota Medan menjadikan hal tersebut sebagai kendala ketika sedang bekerja. Yatfin yang merupakan informan tiga mengalami hambatan ini ketika ia sedang mengantar sewanya di daerah kampus USU. Kurangnya pengetahuannya tentang daerah-daerah yang ada di kota Medan khususnya pada lingkungan USU membuat ia bingung ketika di minta oleh Universitas Sumatera Utara penumpangnya untuk diantarkan ke salah satu fakultas yang ada di Universitas Sumatera Utara tersebut. Namun dari semua hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh para informan, bahasa yang menjadi hambatan yang paling sering dialami oleh kelima informan tersebut. Tabel 4.5 Temuan di Lapangan No Informan Pembahasan Wawancara Hambatan yang dialami 1 Ali  Mengatakan alasannya datang ke kota medan untuk mencari pengalaman  Sulitnya mencari pekerjaan yang membuatnya memilih bekerja sebagai penarik becak  Pengelaman mengenai budaya kota Medan memang belum ada tapi budaya Medan dengan Nias pasti berbeda misalnya ada pesta disitu pasti ada acara adat, ada nanti tanggal 17 Agustus pasti ada acara budaya disitu misalnya ada lompat batu  Ia mengatakan bahwa interaksi yang dilakukan dengan masyarakat kota Medan sejauh ini tidak ada masalah karena orang di medan menurutnya baik-baik  Selama berada di Medan ia sama sekali tidak mendapatkan konflik dengan orang lain karena menurutnya ada tidak adanya  Lingkunagan di tempat ia tinggal menurutnya kurang bersih. Dan ia mengeluhkan kualitas air yang kurang bersih membuatnya mengalami alergi ringan pada kulinya, serta cuaca yang sangat panas sehingga selama tinggal di Medan kulitnya menjadi hitam.  Terdapat perbedaan persepsi dengan penumpang yang ia bawa, dimana ketika itu ia tidak senang dengan ucapan dari penumpangnya yang mengatakan bahwa profesi sebagai penarik becak itu rendah padahal ia menganggab semua pekerjaan itu sama saja.  Perbedaan bahasa yang ia temui ketika ia berkomunikasi dengan suku lain membuatnya kurang memahami apa makna, serta arti yang disampaikan oleh orang tersebut. Universitas Sumatera Utara konflik itu tergantung dari orangnya 2 Firman  Mengatakan alasannya datang ke kota Medan untuk mengetahui bagaimana situasi yang ada di kota Medan.  Tidak adanya pekerjaan lain serta hanya memiliki tamatan SD memilihnya untuk bekerja sebagai penarik becak. Adapun pekerjaan lain selain narik becak perlu uang masuk  Interaksinya dengan masyarakat sekitar kalau dalam bahasa anak gaulnya siap lo siapa gua yang penting urus diri kita masing- masing, apabila ada keluhan kamu ngomong sama ku kalau gaka ada ya diem aja.  Konflik sudah pernah dialaminya, konflik yang terjadi pun hanya masalah sepele seperti hanya tatapan mata hingga sampai berujung adu fisik .  Perbedaan bahasa di setiap suku yang memiliki logat dan ciri khasnya masing masing membuatnya tidak mengerti sama sekali.  Hambatan nonverbal berupa tatapan mata juga dialaminya hingga berujung menjadi sebuah konflik. 3 Yatfin bula  Mengatakan bahwa ia sudah tinggal di Medan selama dua tahun, dan alasannya ke Medan sendiri untuk mencari pengalaman kerja.  Aku memilih narik becak karena gak ada paksaan, kemauan sendiri. karena kerja lain banyak paksaan serta tututannya. Karena keinginan sendiri lah makanya aku narik becak.  Ada bang waktu itu pernah saya bawa mahasiswa dari kedokteran, aku gak ngerti dia ngomong apa. Logatnya itu kayak laju sikit sulit untuk dipahami. Meskipun pakai bahasa Indonesia tapi aku gak ngerti apa yang dibilangnya.  Iya pernah nanya-nanya jalan taukan di USU ini dimana fakultas- fakultasnya jadi ya kita Universitas Sumatera Utara  Perbedaan budaya tidak ada, kalau kebudayaan terbawa-bawa juga disini karena budaya Nias juga ada disini.  Interaksi dengan masyarakat menurutnya bagus, sama-sama senang kenapa ku bilang begitu, biar sama-sama saling mengenal sehingga tahu perbedaannya.  Konflik pernah dialami, konflik tentang pekerjaan antara karyawan dengan karyawan masalah kalau anak baru sering di suruh-suruh sehingga ia merasa tidak senang. kan namanya baru di Medan ini 4 Ismail  Mengatakan tujuannya datang ke kota Medan untuk mencari nafkah  Alasannya menjadi tukang becak karena gak payah, gak ada tuntutan serta paksaan  Perbedaan budaya antara Medan pasti ada namun perbedaan- perbedaan tersebut dapat memperkaya budaya yang ada di Sumatera karena Nias juga termasuk ke dalam pulau Sumatera juga  Jarang berinteraksi dengan suku lain karena adanya kebutuhan untuk mencari uang yang menyebabkannya jarang berinteraksi  Konflik yang dialami adalah konflik biasa tidak sampai berujung adu fisik. Konflik tersebut berupa makian.  Pernah mengalami tidak mengerti dengan bahasa-bahasa dari suku lain. Namun sekarang sudah mengerti sikit-sikit tentang bahasanya. Karena kita tahu bahasa orang itu kan dari awalnya makian.  Tidak adanya motivasi untuk berinteraksi dengan orang lain, hal tersebut di sebabkan karena lebih mendahulukan kebutuhan pribadi. Universitas Sumatera Utara 5 Normal lase  Mengatakan tujuan sebenarnya datang ke kota medan untuk mencari pekerjaan.  Karena lamaran pekerjaan yang sudah saya layangkan belum juga sampai saat ini mendapat panggilan terpaksa saya narik becak dulu.  Budaya Medan dengan Nias sebenarnya tidak jauh berbeda, karena budaya di Nias bukan hanya satu, banyak budaya-budaya di Nias seperti lompat batu. Kalau budaya di Medan selama saya menginjakkan kaki di Medan sampai saat ini saya belum tahu bagaimana budaya Medan. Tapi menurut informasi budaya di medan ini sangat bagus dibandingkan dengan budaya yang masih dalam masa perkembangan.  Interaksi dengan suku lain tidak seering karena belum begitu dekat sekali.  Semasa saya ada di Medan belun ada mengalami konflik.  Kendala yang dialami adalah mengenai bahasa, jadi karena belum memahami bagaimana logat bahasa itu juga lah menjadi salah satu kendala dalam berinteraksi dengan orang Medan Sumber : Hasil Wawancara Penelitian 75 Universitas Sumatera Utara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian mengenai hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya pada masyarakat suku Nias yang ada di lingkungan komplek kampus Universeitas Sumatera Utara, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Seseorang yang menganut sutu suku tertentu seperti suku nias yang melakukan perantauan akan mengalami hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya ketika berinteraksi. Hambatan yang dihadapi disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang budaya lain seperti yag ada di kota Medan. Perbedaan budaya dari daerah asal dan kota Medan membuat para informan harus mempelajari budaya yang ada di kota Medan agar dapat berinteraksi dengan lingkungan baru yang menjadi tempat tinggalnya sekarang. Hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh informan selama berada di kota Medan adalah perbedaan bahasa yang dimiliki oleh setipa orang yang ada di kota Medan. Para informan menganggap bahwa logat bahasa yang terbawa dari budaya yang dimiliki oleh setiap individu menjadikan mereka sedikit kesulitan dalam memahami makna kata yang disampaikan oleh orang tersebut. Selain faktor budaya hambatan-hambatan lain juga dialami oleh para informan ketika berinteraksi dengan orang-orang di lingkungannya. Beberapa jenis hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh para informan diantaranya adalah: 1. Fisik phisycal 2. Budaya cultural 3. Persepsi perceptual 4. Motivasi motivational 5. Pengalaman experiental 6. Emosi emotional