Pembatasan Masalah Manfaat penelitian Kerangka Penelitian Indikator penelitian

11

I.4. Pembatasan Masalah

Dalam upaya memfokuskan permasalahan dalam penelitian ini, akan lebih baik jika dibuat pembatasan masalah: 1. Penelitian ini hanya mengkaji tentang dinamika pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima puluh, Kabupaten Batu Bara. 2. Penelitian ini hanya mengkaji tentang dominasi kemenangan etnis Melayu dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung yang didominasi mayoritas etnis Jawa.

I.5. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, secara teoritis maupun secara praktis. a Secara teoritis. - Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam menganalisis sebuah pemilihan di desa yang tidak dominan dengan isu etnis. - Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat yang peduli dengan pemilihan presiden atau kepala daerah yang isu-isu mengenai masyarakat dominan etnis tidak sedominan isu program atau visi dan misi calon serta kapasistas dan kapabilitasnya. Universitas Sumatera Utara 12 b Secara praktis. - Penelitian ini akan memberikan informasi tentang pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung berlangsung sangat demokratis. c Secara teoritis, penelitian ini juga akan memberikan informasi tentang strategi calon terpilih Jum’ah Haidiryah dalam mengatasi isu-isu etnis minoritas ditengah etnis mayoritas dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung.

I.6. Kerangka Teori dan Konsep

Dalam penelitian ini, diperlukan pisau analisis yaitu kerangka teori, untuk dapat memahami secara mendalam apa yang akan diteliti oleh peneliti. Peneliti menggunakan teori yang ada dan sesuai dengan apa yang akan diteliti agar peneliti dapat menggunakan beberapa kerangka konseptual sebagai landasan berpikir dan menganalisis fenomena yang terjadi di Desa Kwala Gunung dimana dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung. Dominasi calon beretnis Melayu yang merupakan etnis minoritas mampu mengalahkan calon kepala desa beretnis Jawa yang mayoritas. Konsep dan teori yang akan digunakan, diantaranya adalah sebagai berikut:

I.6.1. Konsep Etnisitas

Berkaitan dengan konsep etnisitas, T.K. Oommen mengidentifikasi setidaknya lima perbedaan cara pandang dimana kelompok etnis dan etnisitas Universitas Sumatera Utara 13 terkonseptualisasi, yaitu: Pertama, kelompok etnis dikonseptualisasi sebagai sesuatu yang kecil. Kelompok etnis tersebut berbagi kebudayaan yang sama dengan kebudayaan nenek moyangnya yang dijadikan sebagai pijakan. Namun, dalam dunia sekarang, masyarakat dan kelompok tidak dibatasi oleh garis keturunan dan kekeluargaan. Kedua, kelompok etnis dilihat sebagai kelompok yang memiliki wewenang untuk mendefinisikan dirinya sendiri. Menurut Oommen, kewarganegaraan, kebangsaan, dan etnisitas berguna untuk mendamaikan persaingan identitas faktor subjektif yang dipilih oleh anggota mereka dari sejarah masa lalu atau kondisi saat ini. Corak kultural yang dipilih membantu dalam penciptaan dan pemeliharaan ikatan sosio-kultural dalam hubungannya dengan kelompok etnis yang saling berinteraksi. Ketiga, kelompok etnis dipandang sebagai kelompok kepentingan yang berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dari negara kesejahteraan. Kelompok ras, agama, dan bahasa termasuk dalam definisi tersebut yang melihat etnisitas sebagai sumber yang digunakan oleh kelompok imigran yang terpinggirkan. Keempat, etnisitas dianggap sebagai instrumen pencari identitas oleh orang-orang dengan latar belakang ras dan kebudayaan yang beragam di masyarakat. Kelima, etnisitas dikonseptualisasikan sebagai alat yang digunakan orang untuk mencari kesatuan psikologis yang seringkali didasarkan pada kesamaan umum, yakni kesamaan darah, baik secara nyata maupun fiktif. Selain konsep tentang etnisitas di atas, sumber lain mengatakan bahwa etnisitas adalah pembagian kelompok berdasar Universitas Sumatera Utara 14 ciri-ciri yang sama dalam hal budaya dan genetis serta bertindak berdasarkan pattern yang sama. 10 Teori identitas sosial menurut T.K. Oommen memiliki tiga asumsi utama: 1. Setiap individu akan berusaha mempertahankan konsep dirinya yang positif. 2. Konsep diri tersebut lahir dari identifikasi terhadap kelompok sosial yang lebih besar. 3. Upaya individu dalam mempertahankan konsep dirinya yang yang positif itu cenderung dilakukan melalui cara membanding-bandingkan kelompoknya dengan kelompok lain. 11 Proses perbandingan sosial ini umumnya didorong oleh motif persaingan antar kelompok, yang tidak jarang akan berujung pada konflik sosial ketika variabel-variabel struktural seperti distribusi kekuasaan yang tidak adil, hierarki sosial yang terlalu timpang, persaingan memperebutkan sumber daya dan pengaruh, dan upaya mempertahankan harga diri kelompok itu tereskalasi dalam hubungan antar kelompok. Kondisi ini memungkinkan masing-masing kelompok sosial akan mempersepsi kelompok lain outgroup sebagai pesaing, ancaman, jahat, buruk, sementara dalam dalam waktu yang bersamaan akan muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu melihat kelompok ingroup sendiri sebagai yang lebih baik dan unggul. 10 T.K. Oommen. 2009. Kewarganegaraan, Kebangsaan, dan Etnisitas: Mendamaikan Persaingan Identitas, Bantul: Kreasi Wacana. Hal. 55-56. 11 Ibid., T.K. Oommen.,Hal. 57. Universitas Sumatera Utara 15 Pembahasan mengenai teori identitas sosial tentu tidak bisa dipisahkan dengan teori kategorisasi diri self-categorization theory. realitas sosial merupakan tempat berkembangnya nilai-nilai yang menjadi acuan bagi identitas kelompok, dan dalam perkembangannya kemudian melahirkan batas-batas antarkelompok. Identitas sosial yang mewujud dalam interaksi sosial dengan demikian merupakan penjelamaan dari kegiatan memilih, menyerap, sekaligus mempertahankan nilai-nilai tersebut, sehingga dalam konteks ini bisa dibaca bahwa pada dasarnya setiap kelompok akan membawa dan memperjuangkan kepentingannya masing-masing dalam interaksi sosial. Hal ini juga bisa dipahami bahwa kecenderungan sebuah kelompok sosial untuk menyerap nilai-nilai tertentu ketimbang yang lainnya merupakan cara kelompok tersebut dalam membuat batas pembeda antara dirinya dengan kelompok-kelompok lain. Proses yang mewakilinya disebut sebagai kategorisasi diri. Bagi individu yang menjadi bagian dari kelompok sosial tersebut selanjutnya akan menempatkan nilai-nilai yang berkembang dalam kelompoknya itu. 12 Ingroup sebagai rujukan dalam berperilaku dan menjadi bagian dari identitas sosialnya, sementara di saat yang bersamaan dia akan bersikap sebaliknya untuk kelompok lain, yaitu cenderung merendahkan nilai-nilai yang berkembang dan dianut oleh kelompok lain. Secara khusus mengenai ingroup dan outgroup tersebut, ia mencoba menjelaskannya dengan melihat kecenderungan-kecenderungan sosial besertapotensi-potensi konflik yang bisa 12 http:didin.lecture.ub.ac.idtagetnisitas Penulis Bernama Didin Widyartono yang merupakan Pemerhati dan penggiat masalah etnisitas diunduh pada tamggal 1 agustus 2015, Pukul 13.45 Wib. Universitas Sumatera Utara 16 saja muncul di dalamnya. Fenomena ini kemudian akan mengarahkan individu untuk membagi dunia sosial ke dalam dua kategori yang secara tegas berbeda, yaitu “dunia ke-kita-an” weness dan “dunia yang lain” atau “dunia mereka” otherness. Kita adalah ingroup sementara mereka adalah outgroup. Kecenderungan untuk memuja kelompok sendiri beserta nilai-nilai yang berkembang di dalamnya selanjutnya akan memicu lahirnya fenomena bias-bias kelompok sendiri ingroup biases. Ingroup biases ini merupakan kondisi yang mengarahkan individu untuk semakin menunjukkan ciri, kategori, dan sifat kelompoknya sendiri dalam rangka mendapatkan rasa aman dan kedekatan emosional dengan sesama anggota kelompok, sekaligus menjadi sumber bagi setiap rasa kesatuan sense of unity, yang selanjutnya akan berujung pada lahirnya kebanggaan dan loyalitas terhadap kelompoknya sendiri. 13 Sementara di lain sisi, outgroup merupakan kategori sosial atau kategori kelompok di mana individu tidak merasa menjadi bagian dari kategori sosial tersebut sehingga akan menimbulkan perasaan tidak suka, menghindar, membandingkan, berkompetisi, bahkan bisa memicu lahirnya konflik dengan kelompok lain. Dasar dari kohesivitas dalam ingroup adalah adanya persamaan, baik persamaan dalam hal ras, agama, kepercayaan, kelompok sosial, pekerjaan, jenis kelamin, dan sebagainya, dan disaat yang bersamaan ia juga diteguhkan oleh 13 Afthonul Afif. 2012. Identitas Tionghoa Muslim Indonesia, Depok, Jawa Barat Penerbit Kepik. Hal. 17-18. Universitas Sumatera Utara 17 persepsi terhadap outgroup yang berbeda dengan ingroup. Penelitian tentang kategorisasi sosial dan ingroup preference membuktikan bahwa rasa suka dan penilaian positif terhadap ingroup terjadi karena para subjek mengetahui adanya kesamaan dalam identitas kelompok mereka, sementara outgroup terbentuk dari proses identifikasi terhadap perbedaan-perbedaan dalam berbagai manifestasinya ras, agama, kelas sosial, pekerjaan, dsb. Outgroup merupakan kelompok sosial yang sama sekali berbeda dengan ingroup. Ingroup-outgroup yang pada titik tertentu merupakan sumber bagi konflik- konflik sosial, terdapat fakta lain yang lebih berkesan positif dari proses kategorisasi itu, yaitu individu menjadi mampu menempatkan dirinya dalam relasi sosial melalui cara-cara yang lebih terukur dan terkontrol. Kesadaran bahwa individu menempati posisi sosial tertentu di hadapan individu-individu dari kelompok lain juga membuat individu tahu seperti apa memanfaatkan nilai-nilai yang dia anut secara tepat sehingga rasa keberbedaan sebagai sumber identitas sosial itu tetap terjamin. Proses ini menggambarkan bentuk internalisasi nilai-nilai itu berlangsung di level individu. Nilai-nilai itu selanjutnya akan mempengaruhi konsep diri individu terbentuk. Jumlah total dari nilai-nilai yang telah diinternalisasikan ke dalam konsep diri individu yang mana hal itu kemudian menjadi kondisi pembeda ketika individu berhadapan dengan individu-individu lain disebut sebagai “identitas sosial” individu. 14 14 Ibid., Afthonul Afif.,Hal.56. Universitas Sumatera Utara 18 Identitas sosial akan selalu berhubungan dengan pengetahuan individu tentang peran dan signifikansi nilai-nilai yang diperoleh dari keanggotaannya dalam kelompok sosial tertentu. Identitas sosial mengacu pada asumsi-asumsi mengenai sifat-sifat individu dan sifat masyarakat dan interaksi yang terjalin antara keduanya. Pada masyarakat yang hirarkis terstruktur kategori-kategori sosial yang merupakan penggolongan orang menurut negara, ras, kelas, pekerjaan, jenis kelamin, etnis, agama, dan lain-lain. Pada masing-masing kategori-kategori sosial melekat suatu kekuatan power, status, martabat prestige yang pada akhirnya memunculkan suatu struktur yang menentukan kekuatan dan status hubungan antar individu dan antar kelompok. Sementara di dalam diri individu berlangsung proses kognitif, afektif, dan konatif yang dijadikan pertimbangan individu untuk mengerti dan berperilaku. Teori etnisitas digunakan untuk menganalisis cara etnis Melayu yang minoritas dapat mengalahkan etnis Jawa yang dominan di pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara. Teori etnisitas kemudian menjadi pedoman untuk menganalisis perilaku politik etnis yang ada di Desa Kwala Gunung serta sebagai kesatuan psikologis yang didasarkan pada kesatuan umum yang berkaitan dengan budaya. Teori etnisitas digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian ini dan digunakan dalam pendalaman depth interview atau wawancara mendalam. Dalam penelitian kualitatif deskriptif analisis pedoman teori etnisitas sangat penting dan diperlukan dalam setiap permasalahan yang terjadi. Universitas Sumatera Utara 19

I.6.2. Otonomi Desa

Pada wacana kontemporer, desentralisasi sebagai sebuah konsep bisa diterapkan dengan berbagai cara dan dalam beragam keadaan Desentralisasi melibatkan banyak proses dan institusi literatur terkini juga memperlihatkan bahwa desentralisasi telah menjadi topik yang interdisiplin, tidak hanya dimonopoli oleh ilmuwan politik dan publik administrasi sebagai kontributor utama terhadap literatur tentang desentralisasi yang begitu luas, tetapi juga digunakan oleh para pengacara, sosiolog, antropolog, dan para akademisi dalam teori dan desain organisasi dan juga perencanaan pembangunan. Konsekuensinya adalah desentralisasi sekarang memiliki makna yang berbeda untuk setiap disiplin ilmu. 15 Berdasarkan perspektif administratif, diantara justifikasi yang paling banyak dikutip adalah bahwa desentralisasi memiliki potensi untuk menghasilkan efektivitas dan efisiensi yang lebih besar dalam urusan-urusan administratif lokal, khususnya pemberian layanan publik. Hal ini disebabkan karena pemerintah lokal memiliki pengetahuan yang lebih baik dan sensitifitas yang lebih kuat terhadap berbagai kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal daripada pemerintah pusat, yang berimplikasi kepada proyek-proyek dan desain program yang lebih efektif. 16 Ditambah lagi, desentralisasi juga memungkinkan pemberian layanan yang lebih murah karena pemerintah lokal 15 Rasyid, M. Ryaas., Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, Hal.12. 16 Ibid., D. Riant Nugroho.,Hal.78. Universitas Sumatera Utara 20 dapat memangkas prosedur yang panjang dan kompleks dari perencanaan yang terpusat desentralisasi memiliki potensi untuk mengembangkan pembangunan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Bryan C Smith menyatakan bahwa “decentralization can have significant repercussions for resource mobilization and alocation, and ultimately macroeconomic stability, service delivery, and equity.” Hal ini dimungkinkan melalui “… market models of local decision- making… as a means of expanding the scope of consumer choice between public goods. Residential choice [also] contributes to the realization of individual values and collective welfare”. 17 Desa, atau udik, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan. Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung Banten, Jawa Barat atau dusun Yogyakarta atau banjar Bali atau jorong Sumatera Barat. Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, dan Kuwu di Cirebon, Hukum Tua di Sulawesi Utara. Menurut etimologi, kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, desa yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Menurut perspektif 17 D. Riant Nugroho, Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi Kajian dan Kritik Atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, Jakarta: PT. Alex Media Komputindo, 2002, Hal.21. Universitas Sumatera Utara 21 geografis, desa atau village diartikan sebagai “a groups of houses or shops in a country area, smaller than a town”. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa “Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”. 18 Otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan. Pelaksanaan dari keluarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan landasan kuat bagi desa dalam mewujudkan “Development 18 H.A.W. Widjaja. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh.Jakarta;Raja Grafindo Persada. Hal. 34 Universitas Sumatera Utara 22 Community” dimana desa tidak lagi sebagai level administrasi atau bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai “Independent Community” yaitu desa dan masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan masyarakat sendiri. Desa diberi kewenangan untuk mengatur desanya secara mandiri termasuk bidang sosial, politik danekonomi. Kemandirian ini diharapkan akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan sosial dan politik. Desa memiliki otonomi yang berbeda dengan otonomi yang dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota. Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari pemerintah. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal- usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Landasan pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat. Pengakuan otonomi di desa dijelaskan sebagai berikut: a. Otonomi desa diklasifikasikan, diakui, dipenuhi, dipercaya dan dilindungi oleh pemerintah, sehingga ketergantungan masyarakat desa kepada “kemurahan hati” pemerintah dapat semakin berkurang. Universitas Sumatera Utara 23 b. Posisi dan peran pemerintahan desa dipulihkan, dikembalikan seperti sedia kala atau dikembangkan sehingga mampu mengantisipasi masa depan. 19 Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa tersebut. Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang menjadi wewenang pemerintahan kabupaten atau kota diserahkan pengaturannya kepada desa. Harus selalu diingat bahwa tiada hak tanpa kewajiban, tiada kewenangan tanpa tanggung jawab dan tiada kebebasan tanpa batas. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi desa harus tetap menjunjung nilai-nilai tanggung jawab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia. 20 Pelaksanaan hak, wewenang dan kebebasan otonomi desa menuntut tanggung jawab untuk memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggung jawab 19 Rahardjo Adisasmita. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Makassar:Graha Ilmu. Hal 80. 20 Opcit, Abe, A, Hal.35. Universitas Sumatera Utara 24 untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku. 21 Teori otonomi desa digunakan untuk menganalisis sistem dan mekanisme pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara. Teori ini juga digunakan untuk menjelaskan kesatuan masyarakat hukum desa dalam pemerintahannya yang berkaitan dengan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat desa. Teori otonomi digunakan untuk memperkuat analisis yang ada dalam penelitian ini yang berkaitan dengan etnisitas. Hal-hal yang berkaitan dengan sistem pemilihan kepala desa, mekanisme pemilihan dan tata cara pemilihan sebagai pendukung depth interview dalam penelitian ini. Penelitian kualitatif dengan depth interview tentunya harus mendalam tidak hanya data primer kesukuan tetapi juga data pendukung untuk menjawab kenapa suku minoritas di Desa Kwala Gunung bisa memenangkan pemilihan kepala desa.

I.6.3. Teori Strategi

Strategi menurut Timur Mahardika merupakan jalan untuk mencapai tujuan, maka mengembangkan suatu strategi membutuhkan paling tidak suatu pengetahuan yang menyeluruh, kritis dan objektif mengenai kekuatan penghalang perubahan dan sekaligus peta seluruh kekuatan yang ada, termasuk analisis 21 Syaukani, Afan Gaffar dan Ryaas Rasyid.,2009. Otonomi Daerahdalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.67. Universitas Sumatera Utara 25 dengan kejujuran kekuatan internal yang dimiliki dan suatu tata susunan langkah- langkah yang akan diambil sehubungan tujuan yang ingin dicapai dikaitkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, sehingga didapat strategi yang baik, dalam hal ini tidak ditentukan oleh suatu kecerdasan individual, melainkan oleh hasil kerjasama, terutama bisa memperoleh data yang akurat. 22 Strategi merupakan suatu jalan mencapai tujuan, maka dengan adanya strategi komunikasi politik merupakan sesuatu hal yang bertujuan untuk pencitraan politik dengan merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan artinya dengan ketokohan seorang politisi dan kemantapan lembaga politiknya dalam masyrarakat, akan memiliki pengaruh tersendiri dan komunikasi politik. Selain itu juga diperlukan kemampuan dan dukungan lembaga dalam penyusunan pesan politik, menetapkan metode dan memilih media yang tepat. 23 Sementara dalam kamus Longman Dictionary of Contemporary English, arti dari strategi adalah strategy is a particular plan for winning success in particular activity, as in war, a game, a competition, or for personal advantage. Jadi, strategi merupakan perencanaan dalam mensukseskan tujuan dalam segala aktifitas. Baik dalam mensukseskan peperangan, kompetisi maupun yang lainnya. Perencanaan strategi dimaknai rancangan yang bersifat sistemik dilingkungan sebuah organisasi, sedangkan manajemen strategi mempunyai definisi yang berbeda-beda. Rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat oleh 22 Timur Mahardika,2006, Strategi membuka jalan perubahan, Bantul Pondok Pustaka, Hal,58. 23 Anwar Arifin,2006, Pencitraan dalam politik Strategi pemenangan pemilu dalam presfektif Komunikasi Politik, Jakarta : Pustaka Indonesia, Hal.33. Universitas Sumatera Utara 26 manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Dilihat dari pengertian diatas dapat dijelaskan secara rinci, yaitu : Pertama, manajemen strategi adalah proses pengambilan keputusan. Kedua, keputusan yang diambil merupakan keputusan yang menyeluruh dan mendasar. Ketiga, pembuatan keputusan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sebagai penanggung jawab utama dalam keberhasilan dan kegagalan dalan sebuah organisasi. Keempat, pengimplementasian keputusan tersebut sebagai strategi organisasi untuk mencapai tujuan yang dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi. Kelima, keputusan tersebut harus diimplementasikan oleh seluruh jajaran organisasi dalam bentuk pelaksanaan pekerjaan yang terarah, sedangkan menurut Michael Allison dan Jude Kaye, strategi adalah proses sistemik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan diantara stakeholder utama-tentang prioritas yang hakiki bagi misinya dan tanggap terhadap lingkungan operasi. 24 Strategi politik adalah sebuah rencana yang sistematik dan mengimplementasikannya dalam mencapai tujuan memenangkan dalam bidang politik. Strategi politik inilah yang digunakan partai politik untuk memenangkan dalam setiap momentum perebutan kekuasaan, sedangkan strategi yang berkaitan dengan pembangunan sosial adalah sebuah rencana yang sistematik dan dapat mengimplementasikan inklusi sosial dalam rangka memenangkan pemilu. Teori strategi digunakan untuk menganalisis strategi yang digunakan calon yang berasal 24 Hadari Nawawi. 2005.Manajemen Strategi Organisasi non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan, Yogyakarta: Gadjah Mada Press, Hal.148. Universitas Sumatera Utara 27 dari etnis Melayu Jum’ah Haidiryah pada pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara. Teori ini berkaitan dengan bentuk strategi yang menyangkut citra, ketokohan, program dan terkait langkah-langkah yang akan diambil dalam kampanye sehingga memperoleh strategi yang baik. Penelitian ini terkait dengan strategi yang digunakan oleh calon yang berasal dari etnis Melayu Jum’ah Haidiryah dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung. Posisi strategi dalam penelitian ini memiliki posisi yang sentral karena terkait maslaah cara memenangkan pemilihan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif tentunya pertanyaan strategi dalam wawancara mendalam sangat penting dalam penelitian ini.

1.7. Kerangka Penelitian

Pemilihan Kepala desa kuala gunung Strategi Ketokohan Otonomi Desa Etnisitas Dasar analisis cara dan pengaruh ketokohanpatronase Dasar analisis proses dan bentuk otonomi desa dalam sebuah pemilihan Dasar analisis mengenai pemahaman etnisistas di Indonesia Universitas Sumatera Utara 28

1.8. Indikator penelitian

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Teori Etnisitas dan Teori Strategi mengenai pencapaian tujuan, analisis, dan bentuk dinamika yang terjadi di pemilihan kepala Desa Kwala Gunung yang dimenangi oleh etnis minoritas Melayu mengalahkan etnis mayoritas Jawa. Indikator – indikator tersebut akan diuraikan dalam bentuk wawancara mendalam sebagai instrumen pengambilan data.

I.9. Metode Penelitian