Konsep Etnisitas Kerangka Teori dan Konsep

12 b Secara praktis. - Penelitian ini akan memberikan informasi tentang pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung berlangsung sangat demokratis. c Secara teoritis, penelitian ini juga akan memberikan informasi tentang strategi calon terpilih Jum’ah Haidiryah dalam mengatasi isu-isu etnis minoritas ditengah etnis mayoritas dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung.

I.6. Kerangka Teori dan Konsep

Dalam penelitian ini, diperlukan pisau analisis yaitu kerangka teori, untuk dapat memahami secara mendalam apa yang akan diteliti oleh peneliti. Peneliti menggunakan teori yang ada dan sesuai dengan apa yang akan diteliti agar peneliti dapat menggunakan beberapa kerangka konseptual sebagai landasan berpikir dan menganalisis fenomena yang terjadi di Desa Kwala Gunung dimana dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung. Dominasi calon beretnis Melayu yang merupakan etnis minoritas mampu mengalahkan calon kepala desa beretnis Jawa yang mayoritas. Konsep dan teori yang akan digunakan, diantaranya adalah sebagai berikut:

I.6.1. Konsep Etnisitas

Berkaitan dengan konsep etnisitas, T.K. Oommen mengidentifikasi setidaknya lima perbedaan cara pandang dimana kelompok etnis dan etnisitas Universitas Sumatera Utara 13 terkonseptualisasi, yaitu: Pertama, kelompok etnis dikonseptualisasi sebagai sesuatu yang kecil. Kelompok etnis tersebut berbagi kebudayaan yang sama dengan kebudayaan nenek moyangnya yang dijadikan sebagai pijakan. Namun, dalam dunia sekarang, masyarakat dan kelompok tidak dibatasi oleh garis keturunan dan kekeluargaan. Kedua, kelompok etnis dilihat sebagai kelompok yang memiliki wewenang untuk mendefinisikan dirinya sendiri. Menurut Oommen, kewarganegaraan, kebangsaan, dan etnisitas berguna untuk mendamaikan persaingan identitas faktor subjektif yang dipilih oleh anggota mereka dari sejarah masa lalu atau kondisi saat ini. Corak kultural yang dipilih membantu dalam penciptaan dan pemeliharaan ikatan sosio-kultural dalam hubungannya dengan kelompok etnis yang saling berinteraksi. Ketiga, kelompok etnis dipandang sebagai kelompok kepentingan yang berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dari negara kesejahteraan. Kelompok ras, agama, dan bahasa termasuk dalam definisi tersebut yang melihat etnisitas sebagai sumber yang digunakan oleh kelompok imigran yang terpinggirkan. Keempat, etnisitas dianggap sebagai instrumen pencari identitas oleh orang-orang dengan latar belakang ras dan kebudayaan yang beragam di masyarakat. Kelima, etnisitas dikonseptualisasikan sebagai alat yang digunakan orang untuk mencari kesatuan psikologis yang seringkali didasarkan pada kesamaan umum, yakni kesamaan darah, baik secara nyata maupun fiktif. Selain konsep tentang etnisitas di atas, sumber lain mengatakan bahwa etnisitas adalah pembagian kelompok berdasar Universitas Sumatera Utara 14 ciri-ciri yang sama dalam hal budaya dan genetis serta bertindak berdasarkan pattern yang sama. 10 Teori identitas sosial menurut T.K. Oommen memiliki tiga asumsi utama: 1. Setiap individu akan berusaha mempertahankan konsep dirinya yang positif. 2. Konsep diri tersebut lahir dari identifikasi terhadap kelompok sosial yang lebih besar. 3. Upaya individu dalam mempertahankan konsep dirinya yang yang positif itu cenderung dilakukan melalui cara membanding-bandingkan kelompoknya dengan kelompok lain. 11 Proses perbandingan sosial ini umumnya didorong oleh motif persaingan antar kelompok, yang tidak jarang akan berujung pada konflik sosial ketika variabel-variabel struktural seperti distribusi kekuasaan yang tidak adil, hierarki sosial yang terlalu timpang, persaingan memperebutkan sumber daya dan pengaruh, dan upaya mempertahankan harga diri kelompok itu tereskalasi dalam hubungan antar kelompok. Kondisi ini memungkinkan masing-masing kelompok sosial akan mempersepsi kelompok lain outgroup sebagai pesaing, ancaman, jahat, buruk, sementara dalam dalam waktu yang bersamaan akan muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu melihat kelompok ingroup sendiri sebagai yang lebih baik dan unggul. 10 T.K. Oommen. 2009. Kewarganegaraan, Kebangsaan, dan Etnisitas: Mendamaikan Persaingan Identitas, Bantul: Kreasi Wacana. Hal. 55-56. 11 Ibid., T.K. Oommen.,Hal. 57. Universitas Sumatera Utara 15 Pembahasan mengenai teori identitas sosial tentu tidak bisa dipisahkan dengan teori kategorisasi diri self-categorization theory. realitas sosial merupakan tempat berkembangnya nilai-nilai yang menjadi acuan bagi identitas kelompok, dan dalam perkembangannya kemudian melahirkan batas-batas antarkelompok. Identitas sosial yang mewujud dalam interaksi sosial dengan demikian merupakan penjelamaan dari kegiatan memilih, menyerap, sekaligus mempertahankan nilai-nilai tersebut, sehingga dalam konteks ini bisa dibaca bahwa pada dasarnya setiap kelompok akan membawa dan memperjuangkan kepentingannya masing-masing dalam interaksi sosial. Hal ini juga bisa dipahami bahwa kecenderungan sebuah kelompok sosial untuk menyerap nilai-nilai tertentu ketimbang yang lainnya merupakan cara kelompok tersebut dalam membuat batas pembeda antara dirinya dengan kelompok-kelompok lain. Proses yang mewakilinya disebut sebagai kategorisasi diri. Bagi individu yang menjadi bagian dari kelompok sosial tersebut selanjutnya akan menempatkan nilai-nilai yang berkembang dalam kelompoknya itu. 12 Ingroup sebagai rujukan dalam berperilaku dan menjadi bagian dari identitas sosialnya, sementara di saat yang bersamaan dia akan bersikap sebaliknya untuk kelompok lain, yaitu cenderung merendahkan nilai-nilai yang berkembang dan dianut oleh kelompok lain. Secara khusus mengenai ingroup dan outgroup tersebut, ia mencoba menjelaskannya dengan melihat kecenderungan-kecenderungan sosial besertapotensi-potensi konflik yang bisa 12 http:didin.lecture.ub.ac.idtagetnisitas Penulis Bernama Didin Widyartono yang merupakan Pemerhati dan penggiat masalah etnisitas diunduh pada tamggal 1 agustus 2015, Pukul 13.45 Wib. Universitas Sumatera Utara 16 saja muncul di dalamnya. Fenomena ini kemudian akan mengarahkan individu untuk membagi dunia sosial ke dalam dua kategori yang secara tegas berbeda, yaitu “dunia ke-kita-an” weness dan “dunia yang lain” atau “dunia mereka” otherness. Kita adalah ingroup sementara mereka adalah outgroup. Kecenderungan untuk memuja kelompok sendiri beserta nilai-nilai yang berkembang di dalamnya selanjutnya akan memicu lahirnya fenomena bias-bias kelompok sendiri ingroup biases. Ingroup biases ini merupakan kondisi yang mengarahkan individu untuk semakin menunjukkan ciri, kategori, dan sifat kelompoknya sendiri dalam rangka mendapatkan rasa aman dan kedekatan emosional dengan sesama anggota kelompok, sekaligus menjadi sumber bagi setiap rasa kesatuan sense of unity, yang selanjutnya akan berujung pada lahirnya kebanggaan dan loyalitas terhadap kelompoknya sendiri. 13 Sementara di lain sisi, outgroup merupakan kategori sosial atau kategori kelompok di mana individu tidak merasa menjadi bagian dari kategori sosial tersebut sehingga akan menimbulkan perasaan tidak suka, menghindar, membandingkan, berkompetisi, bahkan bisa memicu lahirnya konflik dengan kelompok lain. Dasar dari kohesivitas dalam ingroup adalah adanya persamaan, baik persamaan dalam hal ras, agama, kepercayaan, kelompok sosial, pekerjaan, jenis kelamin, dan sebagainya, dan disaat yang bersamaan ia juga diteguhkan oleh 13 Afthonul Afif. 2012. Identitas Tionghoa Muslim Indonesia, Depok, Jawa Barat Penerbit Kepik. Hal. 17-18. Universitas Sumatera Utara 17 persepsi terhadap outgroup yang berbeda dengan ingroup. Penelitian tentang kategorisasi sosial dan ingroup preference membuktikan bahwa rasa suka dan penilaian positif terhadap ingroup terjadi karena para subjek mengetahui adanya kesamaan dalam identitas kelompok mereka, sementara outgroup terbentuk dari proses identifikasi terhadap perbedaan-perbedaan dalam berbagai manifestasinya ras, agama, kelas sosial, pekerjaan, dsb. Outgroup merupakan kelompok sosial yang sama sekali berbeda dengan ingroup. Ingroup-outgroup yang pada titik tertentu merupakan sumber bagi konflik- konflik sosial, terdapat fakta lain yang lebih berkesan positif dari proses kategorisasi itu, yaitu individu menjadi mampu menempatkan dirinya dalam relasi sosial melalui cara-cara yang lebih terukur dan terkontrol. Kesadaran bahwa individu menempati posisi sosial tertentu di hadapan individu-individu dari kelompok lain juga membuat individu tahu seperti apa memanfaatkan nilai-nilai yang dia anut secara tepat sehingga rasa keberbedaan sebagai sumber identitas sosial itu tetap terjamin. Proses ini menggambarkan bentuk internalisasi nilai-nilai itu berlangsung di level individu. Nilai-nilai itu selanjutnya akan mempengaruhi konsep diri individu terbentuk. Jumlah total dari nilai-nilai yang telah diinternalisasikan ke dalam konsep diri individu yang mana hal itu kemudian menjadi kondisi pembeda ketika individu berhadapan dengan individu-individu lain disebut sebagai “identitas sosial” individu. 14 14 Ibid., Afthonul Afif.,Hal.56. Universitas Sumatera Utara 18 Identitas sosial akan selalu berhubungan dengan pengetahuan individu tentang peran dan signifikansi nilai-nilai yang diperoleh dari keanggotaannya dalam kelompok sosial tertentu. Identitas sosial mengacu pada asumsi-asumsi mengenai sifat-sifat individu dan sifat masyarakat dan interaksi yang terjalin antara keduanya. Pada masyarakat yang hirarkis terstruktur kategori-kategori sosial yang merupakan penggolongan orang menurut negara, ras, kelas, pekerjaan, jenis kelamin, etnis, agama, dan lain-lain. Pada masing-masing kategori-kategori sosial melekat suatu kekuatan power, status, martabat prestige yang pada akhirnya memunculkan suatu struktur yang menentukan kekuatan dan status hubungan antar individu dan antar kelompok. Sementara di dalam diri individu berlangsung proses kognitif, afektif, dan konatif yang dijadikan pertimbangan individu untuk mengerti dan berperilaku. Teori etnisitas digunakan untuk menganalisis cara etnis Melayu yang minoritas dapat mengalahkan etnis Jawa yang dominan di pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara. Teori etnisitas kemudian menjadi pedoman untuk menganalisis perilaku politik etnis yang ada di Desa Kwala Gunung serta sebagai kesatuan psikologis yang didasarkan pada kesatuan umum yang berkaitan dengan budaya. Teori etnisitas digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian ini dan digunakan dalam pendalaman depth interview atau wawancara mendalam. Dalam penelitian kualitatif deskriptif analisis pedoman teori etnisitas sangat penting dan diperlukan dalam setiap permasalahan yang terjadi. Universitas Sumatera Utara 19

I.6.2. Otonomi Desa