b. Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak
mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang
berasal dari tempat yang kotor tersebut, yang berpengaruh diantaranya : 1. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan
penghawaan dengan persyaratan minimal 10 dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi
merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen Semedi, 2001.
2. Polusi udara Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh
polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat
disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor Lubis, 1989.
2.1.6. Patogenesis
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalu saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag
meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan
debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru jika tidak terkena akan tetap normal.
2.1.7. Manifestasi klinis
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,
gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih
sering, dan faktor patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat- ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut.
- Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,
takipnea, napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.
2.1.8. Diagnosa 1. Anamnesa
- Identitas pasien : Nama, usia, jenis kelamin, alamat. - Keluhan utama : Gejala umum saluran pernafasan bawah berupa :
- Batuk - Sesak nafas
- Takipnea - Merintih
- Sianosis - Keluhan Tambahan : Manifestasi nonspesifik berupa:
- Demam - Gelisah
- Nafsu makan berkurang
- Malaise - Keluhan gastrointestinal
- Pasien anak : usia kandungan saat pasien lahir preterm, aterm, postterm, berat badan lahir, riwayat pemberian ASI
Eksklusif, status imunisasi. - Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat pemakaian obat - Keadaan tempat tinggal
- Perilaku keluarga atau orang sekitar yang merokok
2. Pemeriksaan Fisik
Didapati nafas cepat, sesak nafas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Nafas cepat dinilai dengan menghitung
frekuensi nafas dalam satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak nafas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
ketika menarik nafas retraksi epigastrium. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan
– 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer lengkap Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umunnya
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-
40.000mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia 5.000mm3 menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis 30.000mm3 hampir selalu menunjukkan
adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.
b. C- Reactive Protein CRP C-Reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau
infeksi bakteri superfisialis dari profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda.
c. Uji serologis Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis
infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk dekteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo,
campak, Influenza A dan B, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengonfirmasi diagnosis.
d. Pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Diagnosa dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, dan aspirasi paru. Pada
pneumonia anak dilaporkan hanya 10-30 ditemukan bakteri pada kultur darah.
e. Pemeriksaan rontgen toraks Gambaran foto toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat ringan pada
satu paru hinggal konsolidasi luas kedua paru. Gambaran foto toraks yang didapati pada pneumonia adalah:
- Lobar pneumonia, apabila didapatkan konsolidasi pada 1 lobus paru
- Lobular pneumonia, apabila didapatkan konsolidasi pada 1 lobulus paru
- Interstitial pneumonia, apabila gambaran infiltrat pada interalveolar
- Bronkopneumonia, apabila didapatkan patchy infiltrat pada kedua paru
2.1.9. Tatalaksana
Sebagian besar pneumonia pada anak-anak tidak perlu dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap keseimbangan asam basa,
elektrolit, dan gula darah. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan
rawat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25mgkgBB, sedangkan
kotrimoksazol adalah 4mgkgBB. Pada pneumonia rawat inap, pilihan antibiotik lini pertama dapat
menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Terapi antibiotik diberikan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa
komplikasi.
2.1.10. Komplikasi